Di Susun Oleh
Irfani Fikri, S.Kep
11194692110104
Mengetahui,
Mengetahui,
Ketua JurusanProfesi Ners
Fakultas Kesehatan
UniversitasSari Mulia
C. Defenisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolic
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi
berat berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok (Faisal, 2020).
Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus
yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Ketoasidosis diabetic merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
diinsulin dan disertai gangguan sertai gangguan metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang
ketergantungan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin. Ketoasidosis diabetikum merupakan trias dari
hiperglikemia, asidosis,ndan ketosis yang terlihat terutama pada pasien
dengan diabetes tipe-1 (Huang, 2018).
D. Etiologi
Menurut Huang (2018) pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya,
80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini
penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah (Menurut Huang (2018):
1. Infeksi: pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
2. Ketidakpatuhan: karena dalam dosis
3. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain: hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan pengobatan
kortikosteroid dan adrenergik.
E. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
biasanya sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal
ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes
mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot
jantung, stroke, dan sebagainya(Wiryansyah,2021). Faktor-faktor pemicu
yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada kehilangan insulin
(Julaiha, 2021).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau
tidak langsung dari kekurangan insulin. Menurunnya transport glukosa
kedalam jaringan - jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia yang
meningkatkan glukosuria (Julaiha, 2021).
Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam-
asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi
keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria
akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida..
Dehidrasi terjadi secara hebat akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah
merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid
normal (Sernita, 2021).
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
berkurang dan menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan
hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium) (Sernita, 2021).
Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Akibat
defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara
normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat
asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolic (Heriani, 2021)
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi
glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi lemak. Pada Diabetes
Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus
disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin. Akibat kekurangan insulin
maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan
dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi (Julaiha, 2021).
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak
yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita
berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak
segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetic (Julaiha, 2021).
F. Pathway Pemecahan lemak
Asupan insulin tidak cukup
Asam-asam lemak
Sel beta pancreas usak/terganggu meningkat
Ketidakstabilan kadar
glukosa darah Produksi insulin terganggu Nyeri akut Mual Asidosis
polifagi
Resiko Syok Dehidrasi
H. Komplikasi
Menurut Reynaldo, (2022) komplikasi Ketoasidosis diabetic KAD yaitu:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Huang (2018) Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis diabetic KAD
yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami
asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 –– 200
mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan
ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
b) Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa natrium
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c) Kalium
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d) Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul)
terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan
kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
e) Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f) Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis
g) Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan
dengan cara:
a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
f) Aseton plasma: Positif secara mencolok
g) As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
h) Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
i) Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
j) Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
k) Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis,
hemokonsentrasi.
l) Ureum/creatinin: meningkat/normal
m) Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut.
J. Penatalaksanaan Medis
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar
dapat memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam
tahap pengkajian (Muttaqin, 2018).
a) Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan
alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan
klien, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit
kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat
kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik
pasien secara PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi
jalan nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala
2. Pengkajian Fisik
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
aktifitas,Letargi/disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin
berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites,
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet,
peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik
(Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek,
Kekakuan/distensi abdomen, muntah, Pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah),
bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon
dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum
purulent (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
Frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya
kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk
otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada Wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretic (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah
L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biokimia
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
3. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
hiperglekemia
4. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism
5. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
6. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
8. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
9. Resiko syok berhubungan dengan kekurangn volume cairan
M. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
SLKI SIKI
Keperawatan
Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan tindakan (I.08238)
dengan agen keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
pencedera maka Status nutrisi membaik 1. Identifikasi lokasi,
biokimia D.0077 dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri, dari sedang (3) frekuensi, kualitas dan
ke menurun (5) intensitas nyeri
2. Meringis, dari sedang (3) ke 2. Identifikasi respon non
menurun (5) verbal
3. Gelisah, dari sedang (3) ke 3. Identifikasi faktor yang
menurun (5) memperberat dan
Pola tidur, dari cukup buruk (2) memperingan nyeri
ke cukup membaik (4) 4. Monitor keberhasilan
terapi yang sudah
dilakukan
Terapeutik :
1. Berikan tehnik non
farmakologis dalam
melakukan
penanganan nyeri
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
priode dan pemicu
nyeri
2. Ajarkan strategi
meredakan nyeri
3. Mengajarkan dan
menganjurkan untuk
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Mengajarkan tehnik
non farmakologis
yang tepat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam
pemberian
Pola napas tidak Pola Nafas(L.01004) Pemantauan Respirasi
efektif Diharapkan setelah dilakukan (I.01014)
berhubungan tindakan keperawatan selama 1x8 Observasi
dengan jam, pola nafas membaik dengan 1. Monitor frekuensi, irama
penurunan kriteria hasil : dan upaya napas
energy (D 0005) 2. Monitor pola napas
1. Dyspnea dari skala 3 (sedang)
(dispnea, apnea,
menjadi 5 (membaik)
bradipnea, takipnea)
2. Tidak ada penggunaan otot
3. Monitor adanya
bantu nafas dari skala 3
produksi sputum
(sedang) menjadi 5 (membaik)
4. Monitor adanya
3. Frekuensi nafas dalam batas
sumbatan jalan napas
normal Tidak ada pernafasan
5. Palpasi kesimetrisan
cuping hidung dari skala 3
ekspansi paru
(sedang) menjadi 5 (membaik)
6. Auskultasi bunyi napaS
7. Monitor saturasi
oksigen
8. Monitor nilai AGD
9. Monitor x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
(pada keluarga)
Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
(pada keluarga)
Ketidakstabilan Kestabilan Kadar Gula Darah Manajemen
kadar glukosa L03022 Hiperglikemia (I.01007)
dalam darah Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi
dengan kadar gula dalam darah stabil, kemungkinan
hiperglekemia meliputi dengan kriteria hasil : penyebab hiperglikemia
D.0027 1. Pusing, dari sedang (3) ke 2. Monitor kadar glukosa
menurun (5) darah
2. Lelah, dari sedang (3) ke 3. Monitor tanda dan
menurun (5) gejala hiperglikemia
3. Gelisah, dari sedang (3) ke (mis, poliurs, polidipsia,
menurun (5) polifagia, kelemahan
pandangan kabur, sakit
kepala)
4. Identifikasi situasi yang
menyebabkan
kebutuhan insulin
meningkat (mis,
penyakit kambuhan)
Terapeutik:
1. Berikan asupan cairan
oral Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
Edukasi:
2. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
3. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis,
penggunaan insulin,
obat oral
Edukasi :
1. Ajarkan cara
meminimalisasi
stimulus (mis.mengatur
pencahayaan ruangan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian
obat yang
mempengaruhi
persepsi stimulus.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
suposituria uretra jika
perlu
Terapeutik
6. Pertahankan jalan
napas paten
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
8. Persiapkan Intubasi
dan ventilasi mekanis,
jika perlu
9. Berikan posisi syok
(modified
Trendelenberg)
10.Pasang jalur IV Pasang
kateter urine untuk
menilai produksi urine
11.Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung
Kolaborasi
12.Kolaborast pemberlan
infus cairan, kristalold 1
– 2 L pada dewasa
13.Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid
20 mL/kgBB pada anak
14.Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu:
Daftar Pustaka
Faisal, F., Adelaine, A. T., & Nurhayati, T. (2020). Hubungan Derajat Ketoasidosis
Diabetik dengan Kadar Kalium pada Pasien Anak di Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Periode Tahun 2014-2019. Sari Pediatri, 22(2), 71-75.
Febrianto, D., & Hindariati, E. (2021). Tata Laksana Ketoasidosis Diabetik pada
Penderita Gagal Jantung. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 8(1), 46-53.
Hamidah, N. N. (2021). Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diabetes
Melitus Di RSUD Ibnu Sina Gresik (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
AIRLANGGA).
Heriani, H. (2021). Asuhan Keperawatan Pada An. R Usia 5 Tahun Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Mellitus Type 1 (Doctoral Dissertation, Universitas
Hasanuddin).
Huang, I. (2018). Patofisiologi dan diagnosis penurunan kesadaran pada penderita
diabetes mellitus. Medicinus, 5(2).
Julaiha, S., & Milkathun, M. (2021). Gambaran Tingkat Pegetahuan Masyarakat
Tentang Diabetes Melitus (Dm): Literature Review.
Nusantara, A. F., Sunanto, S., & Kusyairi, A. (2019). Support System Keluarga
dalam Pencegahan Ketoasidosis Diabetik pada Anak dengan DM Tipe 1. JI-
KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(1), 1-6.
Reynaldo, G. (2022). Penanganan Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak dengan
Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum: Laporan Kasus. Jurnal Kedokteran
Meditek, 28(1), 52-56.
Rinawati, P., & Chanif, C. (2020). Peningkatan Efektifitas Pola Napas Pada Pasien
Ketoasidosis Diabetik. Ners Muda, 1(1), 50-58.
Sernita, S. (2021). Gambaran Keton Urine Pada Pasien Tuberkulosis Paru Yang
Mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis (Oat) Di Puskesmas Lepolepo Kota
Kendari. Jurnal Analis Kesehatan Kendari, 4(1), 14-19.
Suwita, C. S., Johan, M., Tahapary, D. L., & Darmowidjojo, B. (2018). Herpes
Zoster Sebagai Pencetus Ketoasidosis Diabetikum (KAD). Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia, 5(4), 195-199.
Wiryansyah, M., Retnaningrum, Y. R., & Mu'ti, A. (2021). Karakteristik Pasien
Ketoasidosis Diabetik Di Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Periode
2018. Verdure: Health Science Journal, 3(2), 1-12.