Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

Laporan Kasus Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak
Pada Program Profesi Ners Universitas Bhakti Kencana Bandung

Disusun Oleh :
LISNA SHOPIYAH
201FK04082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2020
I. DEFINISI
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician
dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis,
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS),
sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
Sepsis neonatorum adalah suatu gejala klinis dengan mikroorganisme positif yang
didapat dari spesimen steril seperti darah, cairan serebrospinal, dan urin yang di ambil
dengan cara steril pada satu bulan pertama kehidupan (Thaver D et al, 2009).
Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah
dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan
penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering
terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih
sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi
lahir, tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru
timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial
(infeksi yang didapat di rumah sakit).
Pembagian Sepsis:
1) Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber
organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2) Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan
didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak
langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari
lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat invasi


mikroorganisme ke dalam aliran darah yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan.
Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum onset dini (SNOD) dan sepsis
neonatorum onset lanjut (SNOL). (Mansur, dkk 2013)

Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik.
(Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).

II. ANATOMI FISIOLOGI


A. Anatomi Fisiologi Darah
1. Anatomi Darah

Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya
kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam
mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk
dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum tulang, limpa
dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari,
setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan karena didalamnya
mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah
merah jika didalamnya banyak mengandung O2.
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam
peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida dari
jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95% Besi ( Fe
) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi
Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme.Disamping Oksigen, hemoglobin juga membawa Karbondioksida
dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan Karbon
Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis, pematangan sel
darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin. Proses pembentukan sel
darah merah ( Eritropoeisis) pada orang dewasa terjadi di sumsum tulang
seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum, iga, dan epifis tulang-
tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan intrauterine terjadi pada yolk sac, pada usia
3-6 bulan intrauterine terjadi pada hati dan limpa. Dalam proses pembentukan
sel darah merah membutuhkan bahan zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin
B6 ( piridoksin ), protein dan faktor lain. Kekurangan salah satu unsur diatas
akan mengakibatkan penurunan produksi sel darah sehingga mengakibatkan
Anemia yang ditandai dengan Kadar hemoglobin yang rendah/kurang dari
normal.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam inti
sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak
berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES
(Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut, dimana
leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa
ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat
di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam
darah akan meningkat.
c. Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir 90%
plasma darah terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah dan
juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. (Pearce Evelyn,
2008 : 121-167)
2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2005) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti
racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
III. ETIOLOGI
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti
bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.
Mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab paling sering
dari sepsis : Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan angka kesakitan sekitar
50 – 70 %. Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan
streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes
simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis,
influenza, parotitis.
a. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.
b. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan
terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang
berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya
padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang
dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko
utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah
dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama
terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi
imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi
imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan
fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali
lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan
tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin
terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada
neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga
menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering
akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam
tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh
E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus
masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi
adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur
ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk
ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada
lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui
kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis,
Candida albican,dan N.gonorrea.
c. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir,
selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)

IV. PATOFISIOLOGI
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya imunitas
non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya fagositosis,
keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya imunoglobulin A dan
imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal, infeksi
dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran gastrointestinal
atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering menginfeksi adalah
streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang terdapat di vagina. GBS muncul
sebagaimikroorganisme yang sangat virulen pada neonatus, dengan angka kematian
tinggi (50%) pada bayi yang terkena Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi
negatif juga sering terlihat pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial,
dan organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki,
dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai
penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat terjadi
melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata, hidung, faring,
dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf, perkemihan,
dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain, personel,
atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam sumber air, alat
pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan peralatan respirasi, dan kateter
vena dan arteri terpasang yang digunakan untuk infus, pengambilan sampel darah,
pemantauantanda vital. (Donna L. Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium
perubahan ambilan dan penggunaan oksigen terhambatnya fungsi mitokondria,
dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat,
complemen cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2004).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko
untuk mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi kardiopulmonal pada
sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi endotoksin atau faktor nekrosis tumor
(FNT). Hambatan kerja FNT oleh antibodi monoklonal anti-FNT sangat
memperlemah manifestasi syok septik. Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan
dalam aliran darah, sitokin teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan
fisiologis lebih lanjut.Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri
dan sitokin proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader)
mikroba. FNT dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vaskuler, dan
terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan antara
perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5 menurut
umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian kembali kapiler yanng
terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang dapat dipercaya pada penurunan
perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat
naik pada syok yang lebih lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen
jaringan melebihi pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi
perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium,
hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia. (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya, yang
dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Zat-zat patogen dapat
berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab yang paling umum dari
septisemia adalah organisme gram negatif. Jika perlindungan tubuh tidak efektif dalam
mengontrol invasi mikroorganisme, mungkin dapat terjadi syok septik, yang
dikarakteristikkan dengan perubahan hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler,
dan kegagalan sistem multipel. (Marilynn E. Doenges, 1999).
Sepsis Neonatorum

Hambatan penarikan Hambatan penarikan Hambatan penarikan Hambatan penarikan


plasenta pada bayi plasenta pada bayi plasenta pada bayi plasenta pada bayi
prematur prematur prematur prematur

Transmisi antibody- SEPSIS Septikemia &


plasenta terganggu NEONATORUM Viremia

Ig A dan Ig M tidak Vasodilatasi Pelepasan Melepaskan


dapat ditransfer ke Proses inflamasi
pembuluh darah mediator kimia interleukin I dan
neonatus prostaglandin 2

Peningkatan
Penurunan permeabilitas Perubahan set point pada
immunitas pada pembuluh darah hipotalamus bagian anterior
neonatus

Peningkatan Peningkatan suhu tubuh


Risiko Tinggi Sepsis volume plasma Evaporasi meningkat
Neonatorum
Infeksi Hipertermia
Penurunan volume
sirkulasi Dehidrasi/kehilangan
cairan Perubahan status kesehatan

Perubahan
membrane alveolar Defisit Volume Cairan Anak dihospitalisasi
– kapiler
Kesiapan meningkatkan koping keluarga
Gangguan Pertukaran Gas
V. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Arief, 2008, manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut :
1) Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2) Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3) Saluran nafas: apnoe, dispnue(< 30x/menit), takipnae(>60x/menit), retraksi, nafas
cuping hidung, merintih, sianosis
4) Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi(>
160x/menit), bradikardi(< 100x/menit)
5) Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6) Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
1) Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
2) Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
3) Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
4) Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
5) Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.

VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi
dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis) (Anderson-Berry, 2014).
1) EOS (Early Onset Neonatal) / Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan
infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan
biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Infeksi terjadi secara
vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau
kelahiran bayi. Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus per
1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI, 2008)..
2) LOS (Late Onset Neonatal) / Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi
disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam
kelahiran. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal
dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nasokomial (Aminullah, 2010).

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Mansjoer Arief. 2008 pemeriksaan penunjang dibagi :
1) Pemeriksaan darah rutin (hb,leuko,trombosit,CT,BT,LED,SGOT,SGPT)
2) Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.
3) Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat
mendeteksi organisme.
4) DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
5) Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
inflamasi.
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis neonatorum. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena
hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 2-5 hari. Hasil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yangberlainan dari jenis
kuman yang biasa ditemukan di masing- masing klinik. Kultur darah dapat dilakukan
baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut. Pemeriksaan penunjang
lain seperti pewarnaan gram, sitokin, biomolekuler, darah lengkap, dan C-reactive protein
(CRP) juga membantu dalam penegakan diagnosis sepsis neonatorum (Aminullah, 2010).
Factor-faktor pada masalah hematology:
1) Peningkatan kerentaan kapiler
2) Peningkatan kecenderungan perdarahan(kadar protrombin plasma rendah)
3) Perlambatan perkembangansel-sel darah merah
4) Peningkatan hemolisis
5) Kehilangan darah akibat uji  laboratorium yang sering dilakukan

VIII. KOMPLIKASI
1) Kelainan bawaan jantung,paru,dan organ-organ yang lainnya
2) Sepsis berat : sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal
3) Syok sepsis : sepsis berat disertai hipotensi
4) Sindroma disfungsi multiorgan (MODS)
5) Perdarahan
6) Demam yang terjadi pada ibu
7) Infeksi pada uterus atau plasenta
8) Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
9) Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
10) Proses kelahiran yang lama dan sulit
IX. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
A. Pengkajian
1. Biodata / identitas
Nama    : Diisi sesuai nama pasien
Umur    : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari – 28 hari Infeksi
nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (<1500gr)  rentan
sekali menderita sepsis neonatal.
Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang,
tak mau menghisap, lemah
b. Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting,
kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar
score, jam lahir, kesadaran
c. Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan
hepar karena obstruksi.
d. Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9ºc), riwayat sepsis GBS pada bayi
sebelumnya, infeksi pada masa kehamilan
e. Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat
transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan
dgntindakan / komplikasi, rupture selaput ketuban yang lama (>18 jam),
persalinan premature(<37 minggu.
f. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah
lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung
kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas,
sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme,
infeksi pasca natal dan lain-lain.
g. Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat
penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
h. Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT atau
TT dan kapan terakhir
3. Activity daily living
a. Nutrisi : Bayi tidak mau menetek
b. Eliminasi : BAB 1x/hari
c. Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis
d. Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 – 20 jam/hari, saat sakit
berkurang
e. Personal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi neonatorum, melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
f. Psikososial : Bayi rewel
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang
Kesadaran: normal
a. Vital sign: TD           : 
 Nadi          :  normal (110-120 x/menit)
 Suhu        : meningkat (36,5ºC– 37ºC)
Pernafasan  : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)
b. Kepala dan leher:
Inspeksi : Simetris, dahi mengkerut
Kepala : Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya
caput, kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna
Mata : Agak tertutup / tertutup,
Mulut : Mecucu seperti mulut ikan
Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis
Telinga : Kebersihan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe terdapat kaku
kuduk pada leher
c. Dada
Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas
Perkusi      : Jantung : Dullness
Paru           : Sonor
Auskultasi : terdengar suara wheezing
d. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda – tanda infeksi pada tali pusat (jika
infeksi melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah
pembuluh darah (2 arteri dan 1 vena)
Palpasi        : Teraba keras, kaku seperti papan
Perkusi      : Pekak
Auskultasi : Terdengar bising usus
e. Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan
f. Genetalia
Tidak  kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia, epispadia,
testis BAK pertama kali.
g. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk,
Fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat
diangkat bagai sepotong kayu.

5. Pemeriksaan Spefisik
a. Apagar score
b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
c. Sistem neurologis
d. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
e. Reflek menghisap: kuat, lemah
f. Reflek menjejak: baik, buruk
g. koordinasi reflek menghisap dan menelan
6. Pemeriksaan laboatorium
a. sampel darah tali pusat
b. fenil ketonuria
c. hematokrit
7. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan oksigen b/d terganggunya suplay oksigen kedalam
jaringan   
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan vasodilatasi pemb darah
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Peningkatan pengeluaran,dehidrasi
d. Resiko tinggi septik syok berhubungan dengan imaturitas system imun
e. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
8. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan oksigen b/d terganggunya suplay oksigen kedalam
jaringan     
Tujuan umum :
 Jaringan mendapat suplay oksigen yang optimal
 Reduksi suplay oksigen tertangani
 Pertukaran darah arteri dan vena tanpa hambatan
Tujuan khusus :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan kebutuhan oksigen terpenuhi
Kriteria hasil : 
 Pasien tidak sesak
 Pernafasan 30-60x/menit
 tidak tampak cianosis

Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri
 Pertahankan jalan nafas  Membuat jalan nafas tetap
 Pantau frekuensi dan kedalaman tanpa obstruksi   
jalan nafas       Pernapasan cepat dan dangkal
 Auskultasi bunyi nafas, perhatikan terjadi karena hipoksemia,
krekels, mengi         stress dan sirkulasi
 Catat adanya sianosis      endotoksin    
 Selidiki perubahan pada sensorium    Kesulitan bernafas dan
 Sering ubah posisi        munculnya bunyi adventisius
merupakan indikator dari
Kolaborasi kongesti pulmona/ edema
 Berikan suplemen oksigen sesuai intersisial           
indikasi kondisi bayi baru lahir  Menunjukkna oksigen
sistemik tidak adequate    
 Fungsi serebral sangat sensitif
terhadap penurunan
oksigenisasi 
 Mengurangi
ketidakseimbangan
ventilasi        
 Penurunan oksigen yang tidak
dapat dihentikan
meningkatkan keadaan
hipoksia, mengakibatkan
asidosis metabolik

b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah


Tujuan Umum :
 Mencegah terjadinya syok
 Jaringan mendapat suplay darah yang normal/tidak terhambat
 Mencegah terjadi iskhemik dan nekrotik jaringan
Tujuan Khusus
Setelah dilakukan intervensi keperawatan perfusi jaringan terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Nadi perifer kuat dan reguler
 Kulit hangat dan kering
 Akral hangat

Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri
 Pantau tekanan darah, catat  Hipotensi akan berkembang
perkembangan hipotensi bersamaan dengan
 Pantau frekuensi dan irama jantung mikroorganisme menyerang
 Perhatikan kualitas/kekuatan dari aliran adrah
denyut perifer  Bila terjadi takhikardi
 Kaji frekuensi mengacu pada stimulasi
pernafasan,kedalaman,dan sekunder sistem saraf
kualitas.perhatikan dispnoe berat simpatis untuk menekan
 Kaji kulit terhadap perubahan respons dan untuk
warna,suhu dan kelembaban menggantikan kerusakan
 Auskultasi bising usus pada hipertensi
 Bila nadi menjadi lambat
Kolaborasi harus diwaspadai adanya
penurunan curah jantung dan
 Berikan cairan parenteral
vasokontriksi perifer jika
 Pantau pemeriksaan terjadi syok
laboratorium,mis GDA  Peningkatan pernafasan
 Berikan suplay O2 tambahan terjadi sebagai
responsterhadap efek-efek
langsung dari endotoksin
pada pusat pernafasan di
dalam otak
 Mekanisme kompensasi dari
vasodilatasi mengakibatkan
kulit hangat, merah muda,
kering adalah karakteristik
dari hiperfusi pada fase
hiperdinamik dari syok sepsis
dini
 Penurunan aliran darah pada
mesenterium menurunkan
peristaltik dan dapat
menimbulkan illeus paralitik
 Untuk mempertahankan
perfusi jaringan,cairan
dibutuhkan untuk mendukung
volume sirkulasi
 Perkembangan asidosis
respiratorik/metabolik
merefleksikan kehilangan
mekanisme kompensasi
 Memaksimalkan O2 yang
tersedia untuk masukan
seluler
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler.
Tujuan Umum :
 Mencegah terjadi dehidrasi
 Mencegah terjadi syok hipovolemi
 Mencegah gagal ginjal
Tujuan khusus :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan volume cairan dapat dipertahankan
secara adekuat
Kriteria Hasil :
 Jumlah urine normal 0.5cc-1cc/kg BB
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi :Turgor kulit elastis,membran mukosa
lembab,tidak ada rasa haus yang berlebihan
 Tekanan darah ,nadi 100-120x/menit,suhu tubuh 36-37°c
Intervensi

Intervensi Rasional
Mandiri
 Catat/ukur pengeluaran urin dan berat  Penurunan keluaran urine dan
jenisnya berat jenis urine akan
 Kaji membrane mukosa, turgor kulit menyebabkan hipovolemi
dan rasa haus  Hipovolemi/cairan ruang
 Amati edema dependen/perifer pada ketiga akan memperkuat
sacrum, skurutum, punggung kaki tanda-tanda dehidrasi
 Timbang popok jika diperlukan  Kehilangan cairan dari
 Monitor status hidrasi (kelembaban kompartemen vaskuler ke
membran mukosa,turgor kulit,kekuatan dalam ruang interstisial akan
nadi) menyebabkan edema jaringan
 Untuk mengetahui jumlah
Kolaborasi pengeluaran urine
 Berikan cairan IV  Untuk mengetahui
 Pantau nilai laboratorium,mis : keberhasilan therapi cairan
Ht,jumlah SDM yang telah diberikan
 Sejumlah cairan diperluakn
untuk mengatasi hipovolemi
 Mengevaluasi perubahan
didalam hidrasi/viskositas
darah

d. Resiko tinggi terhadap septik syok berhubungan dengan imaturitas sistem imun
Tujuan Umum :
 Sistem imun kembali normal
 Pasien terbebas dari infeksi
 Pasien terbebas dari purulensi/drainase atau eritema atau afebris
Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan sepsis syok tidak terjadi
Kriteria hasil
 Suhu afebris
 Penurunan kadar leukosist dalam darah
 Kesadaran compos mentis (CM)
 Denyut nadi kuat dan reguler
Intervensi

Intervensi Rasional
Mandiri
 Lakukan isolasi/pantau  Pembatasan pengunuung
pengunjung sesuai indikasi dubutuhkan untuk melindungi
 Cuci tangan sebelum dan pasien imunosupresif serta
sesudah melakukan intervensi menguransi resiko terpapar infesi
walaupun menggunakan sarung nsokomial
tangan steril  Mengurangi kontaminasi silang
 Pantau kecenderungan  Demam disebabkan oleh efek-efek
peningkatan dan penurunan dari endotoksin pada hipotalamus
suhu tubuh pasien dan endokrin yang melepaskan
 Amati adanya menggigil dan pirogen.Hipotermi adalah tanda-
diaforesis tanda genting yang merefleksikan
 Pantau tanda-tanda perkembangan status
penyimpangan kondisi selama syok/penurunan ferpusi jaringan
masa therapi  Menggigil seringkali mendahului
 Infeksi rongga mulut terhadap memuncaknya suhu pada adanya
plak,selidiki rasa gatal infeksi umum
 Dapat menunjukan
Kolaborasi ketidakadekuatan therafi
 Dapatkan spesimen antibiotik atau pertumbuhan
urine,darah,sputum sesuai berlebihan dari organisme
petunjuk untuk pewarnaan oportunik
gram,kultur dan sensitivitas  Depresi sistem imun dan
 Berikan obat anti infeksi sesuai penggunaan dari antibiotik dapat
petunjuk meningkatkan resiko infeksi
sekunder
 Identifikasi terhadap portal entry
dan organisme penyebab
septisemia adalah penting bagi
efektivitas pengobatan
 Dapat membasmi/memberikan
imunitas sementara untuk infeksi

e. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit


Tujuan Umum :
 Pasien terhindar dari febris /suhu dalam batas normal
 Menghindari dari komplikasi akibat peningkatan suhu tubuh
 Pasien merasa nyaman,kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
Tujuan Khusus:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan suhu tubuh pasien kembali normal
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh 36°c-37°c
 Tidak ada perubahan warna kulit dan pasien tidak mengeluh pusing
 Nadi 100x/menit-120x/menit
 RR 30-60x/menit
Intervensi

Intervensi Rasional
Mandiri
 Pantau suhu pasien (derajat dan  Demam menunjukan proses
pola),perhatikan menggigil dan infeksius akut. Pola demam
diaforesis dapat membantu dalam
 Pantau suhu lingkungan diagnosis Menggigil sering
,batasi/tambah linen tempat tidur mendahului puncak suhu.
sesuai indikasi  Suhu ruangan/jumlah selimut
 Beri kompres hangat hindari harus diubah untuk
penggunaan alkohol mempertahankan suhu
 Anjurkan pasien untuk banyak mendekati normal
minum  Dapat membantu mengurangi
 Tingkatkan sirkulasi udara demam,alohol dapat
menyebabkan pasien merasa
Kolaborasi kedinginan
 Berikan obat antipiretik  Mencegah dehidrasi serta
mempertahan jumlah cairan
tubuh dalam batas normal
 Untuk menghindari udara
yang pengap serta mencegah
peningkatan suhu ruangan
 Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus
X. DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2010). Diagnosa Dan Tatalaksana Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Naskah
Lengkap Simposium Nasional Pediatri. IDAI Cabang Kalimantan Timur.
Balikpapan.

Anderson-Berry AL. Neonatal sepsis. [Internet]. 2014 (updated 2014 feb 11; Cited 2014
Nov 10). Available from: http://emedicine.medscape.com/article/978352-
overview

Arif, mansjoer (2008). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.


    
Corwin, Elizabeth. J : Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
2000

Doengoes, Marylin. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Guyton & hall, (2012), Buku Ajar Fisiologi Keperawatan, edisi 11, Jakarta-Indonesia,
EGC

Mansur R, Alasiry E & Daud D., (2013), Mannose-binding lectin sebagai predictor sepsis
neonatorum onset dini, JST Kesehatan, Oktober 2013, Vol.3 No.4 : 372 – 379,
diakses tanggal 9 april 2015, webside : <
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/093da41965e442fa74d551474c884e1d.pdf>

SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, (2013), Standar Pelayanan Medik, Makassar,
Indonesia

Wilkinson J.M., Ahren N.R. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9. Jakarta:
EGC

Babak, Lowdermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4; Jakarta,
EGC

Anda mungkin juga menyukai