PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan masalah yang perlu ditangani secara
sungguh oleh semua pihak. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu
berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga tidak menutup kemungkinan
terkena penyakit akibat pengaruh dari lingkungan tersebut.
DHF atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
ditularkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sejak
ditemukannya penyakit DHF ini pertama kali pada tahun 1968 sampai
sekarang, seringkali menjadi penyebab kematian terutama pada anak remaja
dan dewasa (Christantie Effendy, SKp). DHF juga telah menyebar hampir ke
seluruh wilayah Indonesia dari tahun ke tahun penderitanya cenderung
meningkat seperti di Jakarta.
Menurut Surveilans Dinas Kesehatan DKI pada tahun 2004 saat demam
berdarah mewabah di Jakarta pada bulan Januari korban demam berdarah terus
bertambah dari 1.610 orang menjadi 3.230 orang pada bulan Februari
sedangkan korban yang meninggal sudah mencapai 50 orang sejak awal
tahun2 004 (www.yahoo.com).
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti yang
merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis. Aedes Aegypti lebih sering
hidup di dalam rumah. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air
jernih dan tawar seperti bak mandi, penampungan air, kaleng bekas dan
lainnya. Terjangkitnya penyakit demam berdarah pada masyarakat
dikarenakan : sanitasi lingkungan yang kurang baik, kebiasaan masyarakat
menampung air dan juga kebiasaan banyak orang dengan menggantung baju,
serta nutrisi yang tidak adekuat. Kasus DHF atau Demam Berdarah Dengue ini
akan meningkat pada waktu musim hujan dimana banyak genangan air bersih
yang akan menjadi tempat hidup nyamuk Aedes Aegypti (Ilmu Penyakit
Dalam, hal. 417-418, 1996). Oleh karena itu perawat sebagai tim kesehatan
mempunyai tanggung jawab untuk ikut serta dalam upaya penanggulangan
DHF dan berperan dalam peningkatan usaha pemerintah untuk mencapai
Indonesia Sehat 2010.
1
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Memperdalam pengertian dan pemahaman tentang penyakit DHF sehingga
dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat dan benar.
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan DHF.
3. Mengaplikasikan semua teori yang telah diterima di kelas sehingga
memperoleh pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan DHF.
4. Memberikan pengetahuan secara umum mengenai DHF yang perlu
diketahui oleh masyarakat.
5. Memenuhi persyaratan ujian akhir DKA-400 Keperawatan Medikal Bedah
V.
C. Metode Penulisan
Pendekatan yang digunakan dalam menghimpun data/informasi
melalui:
1. Studi Kepustakaan
Penulis menggunakan beberapa literatur yang berhubungan dengan
penyakit DHF.
2. Metode Pengamatan Kasus
Dengan cara melakukan pengamatan langsung pada klien dengan diagnosa
medik DHF dan menerapkan rencana asuhan yang sesuai dengan masalah
yang dialami di unit Yohanes.
3. Wawancara dengan klien.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terbagi lima bab antara lain : Bab I merupakan
Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan
dan sistematika penulisan. Bab II merupakan Tinjauan Teoritis yang terdiri
dari konsep medik yang berisi definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, therapy dan
penatalaksanaan medik dan komplikasi. Sedangkan konsep asuhan
2
keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
discharge planning serta patoflowdiagram. Bab III berisi tentang pengamatan
kasus. Bab IV merupakan pembahasan kasus pada bab ini dikemukakan
tentang gambaran kasus nyata dibandingkan dengan teori yang mendasarinya.
Bab V adalah kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Klasifikasi DHF
Menurut WHO derajat beratnya demam berdarah dengue dibagi
menjadi empat tingkatan yaitu:
Derajat I : ringan, bila demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinik
lain dan manifestasi perdarahan paling ringan yaitu uji
tourniquet positif.
Derajat II : sedang, seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit
dan atau perdarahan lain.
Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar
mulut, hidung, ujung jari, kulit dingin dan lembab (tanda-
tanda dini renjatan).
Derajat IV : terdapat DSS dengan nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.
4
3. Anatomi Fisiologi (Gambar 1a dan 1b hal 8 dan 9)
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai
fungsi sangat penting dalam tubuh yaitu fungsi transportasi dalam tubuh
yaitu membawa nutrisi, oksigen dari usus dan paru-paru untuk kemudian
diedarkan ke seluruh tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme ke
organ-organ pembuangan. Volume total normal manusia sekitar 7%-10%.
BB normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah terdiri dari 2 komponen
yaitu komponen padat dan komponen cair, bagian padat darah merupakan
45% dari seluruh volume darah dan sebanyak 55%nya adalah plasma yang
merupakan komponen cair.
Dalam komponen cair atau plasma ini mempunyai fungsi sebagai
media transport, berwarna kekuning-kuningan, sedangkan komponen
padatnya terdiri dari sel-sel darah eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel
darah putih), trombosit (keping-keping darah).
- Bagian Padat Darah:
a. Eritrosit (sel darah merah)
5000 /mm3 darah berbentuk bulan pipih dengan cekungan di
tengahnya. Eritrosit dibuat di dalam sumsum tulang masih berinti,
inti dilepaskan sesaat sebelum dilepaskan atau keluar pada proses
pembentukannya diperlukan zat besi, vitamin B12, asam folat dan
rantai globin yang merupakan senyawa protein. Selain itu untuk
proses pematangan (maturasi) diperlukan hormon eritropoietin yang
dibuat oleh ginjal, sehingga bila kekurangan salah satu unsur
pembentukan seperti di atas (kurang gizi) atau ginjal mengalami
kerusakan, maka terjadi gangguan eritrosit (anemia). Umur
peredaran eritrosit sekitar 105-120 hari, dan kemudian dihancurkan
oleh organ limpa terutama proses penghancurannya dilepaskan zat
besi dan pigmen bilirubin. Jumlah normal eritrosit pada ♂ 5,5 juta
sel/ mm3 , pada ♀ 4,8 juta sel /mm3 , di dalam sel eritrosit didapat
hemoglobin suatu senyawa kimiawi yang terdiri atas molekul hem
yang mempunyai ion Fe (besi) yang terkait dengan rantai globin
(suatu senyawa protein). Hemoglobin berperan mengangkut/
mengikat O2 dan CO2 , jumlah Hb pada ♂ 14-16 gr %, pada ♀ 12-14
gr %.
5
b. Leukosit (sel darah putih)
Fungsi utama leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara
menghancurkan antigen (kuman, virus, toksin) yang masuk. Ada 5
jenis leukosit yaitu:
Neutrofil 65%-75%
Eosinofil 2%-5%
Basofil 0,5%-1%
Limfosit 20-25%
Monosit 3-8%
Leukosit sebagai fungsi pertahanan tubuh akan diedarkan ke
tempat-tempat infeksi dan jumlahnya akan berlipat ganda dalam
keadaan infeksi. Leukosit bersama-sama dengan makrofag yaitu
hepar, sumsum tulang, alveoli paru dan getah bening, semuanya
akan melakukan fagositosis terhadap kuman-kuman atau virus yang
masuk. Jumlah normal leukosit adalah 5000-10.000 /mm3 darah.
Bila jumlahnya berkurang disebut leukopenia, jika tubuh tidak
membuat leukosit sama sekali disebut agranulositosis.
6
Protein: 3,0% (albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen)
Mineral: 0,9% (NaCl, Na Carbonat, Garam fosfat, Mg, Kalsium dan
zat besi).
Bahan organik: 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,
kolesterol dan asma amino)
Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah:
Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
Asam-asam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain)
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
Protein darah (albumin dan globulin) meninggalkan viskositas
darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin)
Antibodi/antitoksin.
7
sudah semakin rendah. Sebaliknya tekanan osmotik koloid darah tinggi,
maka pergerakan cairan dan elektrolit menjadi arah sebaliknya yaitu
dari jaringan ke dalam pembuluh darah dengan membawa sisa
metabolit yang dilepaskan sel. Perubahan tekanan osmotik koloid
jaringan tidak terjadi karena molekul-molekul protein yang sempat
lolos ke jaringan segera diangkut melalui sistem limfatik yang ada juga
di sekitar tempat itu. Proses macam ini berlangsung terus menerus
sehingga homeostasis di cairan interstisial terjaga dengan baik.
8
9
4. Etiologi
Virus dengue yang berasal dari nyamuk Aedes aegypti, virus
dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Aedes
aegypti yang terinfeksi dan dianggap sebagai arbovirus (virus yang
ditularkan melalui arthropoda) adapun ciri-ciri dari nyamuk Aedes aegypti:
Berbadan kecil, warna hitam dan belang-belang.
Menggigit pada siang hari
Badannya mendatar saat hinggap.
Gemar hidup di tempat-tempat yang gelap.
Jarak terbangnya kurang dari 100 meter.
5. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti, maka terjadi viremia yang ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh/demam, sakit kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada
seluruh, nyeri otot, nyeri sendi, lemah, kelainan yang mungkin terjadi pada
sistem retikulo endotelial (RES) seperti pembesaran kelenjar getah bening,
hati dan limpa. Pelepasan zat anafilatoxin, serotonin, histamin, dapat
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler sehingga mengalami
ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler dan mengakibatkan
kebocoran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi pleura, asites. Kemudian terjadi penurunan volume plasma diikuti
dengan syok. Pada klien yang mengalami syok berat akibat berkurangnya
volume plasma mengalami tanda dan gejala seperti tekanan darah
menurun, nadi lemah, kulit dingin, dan lembab, sianosis sekitar mulut, bila
tidak segera diatasi akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.
Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakaryosit muda alam sumsum tulang dan pendeknya
masa hidup trombosit menimbulkan meningkatnya destruksi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun diakibatkan fungsi trombosit
mengalami kerusakan ( trombosit rusak), trombosit yang mengalami
kerusakan akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial (RES) yang
mengakibatkan trombositopenia dan perdarahan.
10
6. Tanda dan Gejala
- Demam tinggi mendadak (suhu > 39oC) berlangsung terus menerus dan
menetap selama 2-7 hari.
- Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena.
- Anoreksia, mual, muntah.
- Nyeri otot, nyeri sendi.
- Sakit kepala
- Malaise
- Nyeri epigastrik
- Pegal seluruh badan
- Trombositopenia
- Syok: nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, akral dingin, kulit
lembab dan dingin, gelisah.
- Hepatomegali
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
- Trombosit menurun
- Hematokrit meningkat lebih dari 20%
- Hemoglobin meningkat lebih dari 20%
- IgG dan IgM dengue positif
- Protein, natrium, klorida rendah.
b. Uji torniquet (+), (rumple leed (+))
c. Pemeriksaan rontgen
Thorax foto: pleura effusion
11
g. Pemberian transfusi bila terjadi perdarahan hebat sesuai instruksi
dokter.
h. Bila perlu terapi oksigen.
9. Komplikasi
a. Perdarahan
Disebabkan infeksi virus dengue sehingga terjadi depresi sumsum
tulang selanjutnya terjadi trombositopenia.
b. Efusi pleura
Akibat terjadinya kebocoran plasma, pada paru terjadi pengumpulan
cairan dalam rongga pleura, asites masuknya cairan dalam rongga
peritoneum.
c. Renjatan syok
Terjadi karena rusaknya kapiler akibat infeksi virus, dinding kapiler
permeabilitasnya meningkat, cairan intravaskuler berpindah ke
ekstravaskuler sehingga volume plasma darah menurun, terjadi
hemokonsentrasi, sirkulasi darah terganggu, jaringan kekurangan
nutrisi dan terjadilah syok.
12
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Keadaan lingkungan tempat tinggal
Kebersihan lingkungan sekitar rumah/tempat tinggal
Kebersihan tempat penampungan air: air minum, bak air mandi
Pembuangan barang-barang bekas, sampah, kaleng-kaleng dan
botol bekas.
Apakah ada yang menderita demam berdarah di sekitar tempat
tinggal
Adakah riwayat panas, demam mendadak 2-7 hari.
b. Pola nutrisi metabolik
Adakah maul-muntah
Adakah rasa tidak nafsu makan (anoreksia)
Sulit menelan
BB menurun
c. Pola eliminasi
Konstipasi/diare
Melena, hematuria
Produksi urine menurun (oliguri produksi urine menurun kurang
dari 30 ml/jam
d. Pola aktivitas dan latihan
Malaise
Nyeri otot dan sendi
Pegal-pegal seluruh badan
Apakah pasien merasa sakit kepala/pusing
e. Pola persepsi kognitif dan persepsi sensori
Apakah yang dirasakan dan diketahui klien tentang sakitnya saat
ini?
Apakah yang diharapkan klien terhadap sakitnya
f. Pola tidur dan istirahat
Apakah klien sulit tidur karena adanya nyeri sendi, otot, nyeri
epigastrik, pusing dan demam
Gelisah
13
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan di dalam intravaskuler berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
b. Risiko tinggi terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia)
c. Risiko tinggi terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
hebat.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah dan anoreksia.
e. Nyeri epigastrik berhubungan dengan peningkatan sekresi asam
lambung.
f. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
g. Intoleransi dalam beraktivitas berhubungan dengan trombositopenia
(penurunan nilai trombosit).
3. Rencana Keperawatan
DP.1. Kekurangan volume cairan di dalam intravaskuler berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Hasil yang diharapkan:
- Klien tidak mengalami volume kekurangan cairan vaskuler yang
ditandai dengan tanda vital stabil dan dalam batas normal.
- Produksi urine 30 ml/jam.
- Turgor kulit elastis.
Intervensi keperawatan:
1) Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, pernafasan, TD.
Rasional: Acuan penilaian keadaan umum dan kesadaran pasien.
2) Kaji tanda dan gejala kurang volume cairan: selaput mukosa, rasa haus.
Rasional: Deteksi dini kurangnya volume cairan.
3) Monitor dan catat cairan masuk dan keluar: minum dan urine per jam.
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan masuk dan keluar.
4) Beri minum yang cukup dan sesuaikan dengan jumlah cairan infus.
Rasional: Minum cukup untuk menambah volume cairan dan
disesuaikan dengan cairan infus untuk mencegah terjadinya
kelebihan cairan.
14
5) Kolaborasi dokter untuk pemeriksaan laboratorium: darah (Hb, Ht,
trombosit).
Rasional: Untuk memantau perkembangan hasil darah pasien.
15
- Produksi urine 30 cc/jam.
- Hematokrit dalam batas normal.
- Perfusi jaringan baik, akral hangat.
Intervensi keperawatan:
1) Monitor keadaan umum klien.
Rasional: Untuk segera mengetahui jika terjadi tanda-tanda
presyok/syok sehingga dapat segera diatasi.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam.
Rasional: Tanda-tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan
umum pasien baik, dan untuk memastikan tidak terjadi
presyok/syok.
3) Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional: Perdarahan yang cepat diketahui dapat segera diatasi.
4) Anjurkan pada pasien/keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-
tanda perdarahan.
Rasional: Keterlibatan keluarga sangat membantu tim perawatan untuk
segera melakukan tindakan yang tepat.
5) Segera puasakan bila terjadi perdarahan saluran pencernaan.
Rasional: Mengistirahatkan saluran pencernaan untuk sementara
selama perdarahan berasal dari saluran cerna.
6) Observasi keluhan-keluhan klien: mata berkunang-kunang, pusing,
lemah, ekstremitas dingin.
Rasional: Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh perdarahan
tersebut pada pasien sehingga perawat lebih waspada.
7) Monitor dan catat intake, output perdarahan yang terjadi, produksi
urine.
Rasional: Untuk mengetahui jumlah perdarahan dan keseimbangan
cairan tubuh.
8) Kolaborasi dalam pemberian transfusi sesuai dengan program medik
dokter.
Rasional: Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah
yang hilang.
16
DP.4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
Hasil yang diharapkan:
Kebutuhan nutrisi klien adekuat, terpenuhi ditandai dengan:
- Klien tidak mengeluh mual, muntah
- Klien mampu menghabiskan makanan yang disediakan
- Nafsu makan klien meningkat dalam waktu 2-3h ari
- IMT dalam batas normal (20,5-25 kg/m2 )
Intervensi keperawatan:
1) Kaji keluhan mual, muntah dan nafsu makan yang dialami klien.
Rasional: Untuk menentukan diet yang sesuai dengan kondisi klien.
2) Kaji pola makan klien, catat porsi makan yang dihabiskan setiap hari
sehabis makan.
Rasional: Mengetahui intervensi yang tepat dan kecukupan nutrisi
klien.
3) Beri makanan yang mudah ditelan seperti bubur tim dan hidangkan saat
masih hangat.
Rasional: Meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4) Beri makanan dalam porsi kecil (1/2 porsi tiap kali makan) dengan
frekuensi sering (tiap 1-2 jam sekali).
Rasional: Mencegah terjadinya pengosongan lambung.
5) Timbang BB pasien seminggu sekali (sebelum makan pada pagi hari
dengan timbangan dan waktu yang sama).
Rasional: Mengetahui kecukupan nutrisi klien.
6) Dampingi dan bantu pasien saat makan dan dorong pasien agar mau
menghabiskan makanan yang dihidangkan.
Rasional: Agar pasien merasa diperhatikan sekaligus mengobservasi
kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
7) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obat antasid sesuai
program dokter.
Rasional: Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.
17
- Ekspresi wajah klien tenang, tidak meringis kesakitan.
Intervensi keperawatan:
1) Kaji tingkat nyeri dan rentang nyeri satu sampai sepuluh.
Rasional: Mengetahui tingkatan rasa nyeri yang dirasakan klien.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional: Nyeri menunjukkan perubahan tanda-tanda vital.
3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian pasien
terhadap nyeri.
4) Berikan aktivitas pengalihan perhatian, seperti membaca atau
mendengarkan musik.
Rasional: Membantu memusatkan perhatian pada benda lain dari rasa
nyeri.
5) Beri makanan porsi kecil dan sering.
Rasional: Mencegah terjadinya pengosongan lambung.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi antasida (misal:
mylanta).
Rasional: Antasida menetralkan asam lambung.
18
Rasional: Menurunkan suhu tubuh melalui konveksi dan evaporasi.
6) Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga serta
mengurangi kecemasan.
7) Monitor dan catat intake dan output dan berikan cairan intravena seusai
program medik (infus RL, atau NaCl 0,9%).
Rasional: Karena IWL meningkat 10% setiap peningkatan suhu tubuh
1oC, maka peningkatan intake cairan perlu untuk mencegah
dehidrasi.
8) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik.
Rasional: Karena antipiretik bekerja pada pusat termostat, untuk
menurunkan suhu tubuh.
19
6) Observasi kemajuan pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: Mengukur keberhasilan rencana keperawatan.
7) Libatkan keluarga agar memenuhi kebutuhan sehari-hari klien.
Rasional: Memberikan dukungan pada klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
4. Discharge Planning
Adapun penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien yang
dirawat dengan DBD adalah penting sekali, karena penyakit dapat terulang
kembali apabila pola kesehatan diri dan lingkungan yang terganggu.
Pasien dapat diberikan:
1. Pasien dijelaskan tentang perkembangan kondisinya saat keluar dari
rumah sakit.
2. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih 2000 cc/hari.
3. Jelaskan tentang obat-obat yang diteruskan di rumah: cara pakai, dosis
dan efek samping.
4. Jelaskan pada klien untuk menjaga kesehatan diri antara makan,
pekerjaan dan istirahat harus seimbang.
5. Anjurkan klien untuk mengukur suhu tubuh dan anjurkan untuk
istirahat di tempat tidur bila suhu panas dan mengurangi aktivitas yang
dapat menimbulkan kelelahan.
6. Jelaskan pada pasien untuk menjaga kebersihan di lingkungan rumah
dan sekitarnya.
- Buang sampai pada tempatnya
- Menimbun kaleng dan botol bekas
- Menguras tempat penyimpanan air bersih untuk memberantas larva
nyamuk.
- Menghindari menggantung pakaian.
- Berikan penerangan yang cukup di dalam rumah dan hindari
kelembaban.
- Pergunakan kawat kasa pada ventilasi/lubang jendela.
7. Kontrol kembali pada dokter dan konsultasi apabila merasa belum
benar-benar sehat.
20
21
BAB III
PENGAMATAN KASUS
22
cairan intravena (infus), obat-obatan dan pemeriksaan laboratorium. Monitor
tanda-tanda perdarahan, menganjurkan pada klien/keluarga untuk segera melapor
jika ada tanda-tanda perdarahan, memonitor keadaan umum klien dan memberikan
penyuluhan pada klien/keluarga. Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan, dalam pelaksanaannya tidak mengalami hambatan.
23
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada teori terdiri dari 7 diagnosa keperawatan.
Pada klien Tn. M diagnosa yang diangkat 4 diagnosa keperawatan berdasarkan
data-data yang ditemukan pada klien. Kekurangan volume cairan di dalam
intravaskuler berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, diagnosa ini diangkat karena pada Hb dan Ht klien cenderung
51
tinggi, Hb: 11,7-11,8 g/dl dan Ht: 35-37%. Hasil lab tanggal 1 dan 2 Februari
2005, terpasang infus RL 4 jam/kolf. Risiko tinggi perdarahan berhubungan
dengan trombositopenia, diagnosa ini diangkat karena pada hasil laboratorium
klien mengalami penurunan trombosit (pada tanggal 1 dan 2). Trombosit:
10.000-48.000 /uL. Dan terdapat ptekie pada tangan klien. Risiko tinggi syok
hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, diagnosa ini diangkat
karena hasil lab trombosit: 10.000-48.000 /ul (masih cenderung rendah) dan
pada Ht dan Hb masih cenderung tinggi: Ht: 35-37% dan Hb: 11,7-11,8 g/dl
dan terpasang infus RL 4 jam/kolf. Sedangkan pada diagnosa ketidakefektifan
regimen terapeutik: tentang perawatan, pencegahan dan kemungkinan
timbulnya kekambuhan berhubungan dengan kurang informasi, diagnosa ini
diangkat karena ditemukan dari hasil laboratorium: widal: Salmonella
paratyphi A-H, positif 1:100 dan klien juga mengatakan bahwa dulu pernah
dirawat di rumah sakit selama 10 hari dengan diagnosa suspek typhoid 15
tahun yang lalu.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang tidak diangkat pada klien yaitu:
hipertermi, diagnosa ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian tidak
ditemukan peningkatan suhu tubuh (panas) pada klien, suhu tubuhnya sudah
stabil/normal yaitu: 36,2oC, dan tidak teraba panas pada badan klien. Nyeri
epigastrik: diagnosa ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian tidak
didapatkan nyeri epigastrik pada klien saat dilakukan pemeriksaan fisik dan
klien tidak punya riwayat penyakit maag.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan: diagnosa ini tidak
diangkat karena pada saat pengkajian tidak ditemukan keluhan tidak nafsu
makan, mual, dan BB masih dalam batas normal tidak terjadi penurunan BB
selama sakit dan selalu menghabiskan porsi makan yang telah diberikan.
Intoleransi aktivitas: diagnosa ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian
kebutuhan dasar klien sebagian besar sudah dapat dilakukan oleh klien sendiri
seperti: makan, minum, mandi, buang air besar tetapi untuk buang air kecil
terkadang masih dibantu dan dalam berpakaian/kerapihan masih dibantu.
Dari 4 diagnosa keperawatan yang diangkat ada 1 diagnosa
keperawatan yang tidak sesuai dengan diagnosa teori pada pasien DHF yaitu
ketidakefektifan regimen terapeutik: tentang perawatan, pencegahan dan
kemungkinan kekambuhan berhubungan dengan kurang informasi karena
52
ditemukan hasil laboratorium pemeriksaan widal: Salmonella paratyphi A-H
positif 1:100.
D. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka dilakukan evaluasi
berdasarkan masalah yang muncul (diagnosa keperawatan) pada klien secara
keseluruhan belum teratasi semuanya dikarenakan waktu pelaksanaan
keperawatan yang terbatas. Pada DP1, 2, 3 masalah belum teratasi dikarenakan
keterbatasan waktu dan kemungkinan masih dapat terjadi, apabila masalahnya
tidak cepat diatasi. DP 4 masalah teratasi, dikarenakan klien sudah mengerti
dan mau menjalankan apa yang sudah dijelaskan oleh perawat: pulang dari
rumah sakit kontrol ke dokter dan minum obat secara teratur.
53
BAB V
KESIMPULAN
DHF adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi, yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.
Adanya vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor antara
lain kebiasaan masyarakat menampung air bersih, sanitasi lingkungan yang
kurang baik, penyediaan air bersih yang langkah, kebiasaan menggantung baju-
baju bekas pakai di tempat gelap dan lembab.
Karena ada 4 derajat kegawatan DHF maka bila ditemukan gejala-gejala
utama seperti demam, nyeri otot dan sendi, malaise, mual, tidak nafsu makan
dapat diberikan pertolongan pertama dengan memberi banyak minum, kompres
dingin, dan segera bawa ke rumah sakit untuk menghindari atau mencegah ke
derajat yang lebih berat.
Dari hasil pengamatan kasus yang dilakukan pada klien dapat disimpulkan
bahwa penyakit yang diderita oleh klien disebabkan oleh virus dengue karena
adanya hasil lab IgG/IgM (+) serta tanda dan gejala yang ada pada klien: keringat
dingin, batuk, terdapat ptekie dan trombositopenia (penurunan nilai trombosit),
maka klasifikasi penyakit DHF pada klien berada pada derajat I yang ditandai
ptekie (+), trombositopenia.
DHF dapat ditanggulangi dengan program pemberantasan penyakit
menular yaitu gerakan 3M meliputi menguras tempat penampungan air, mengubur
barang-barang bekas, menutup tempat penampungan air. fogging atau
penyemprotan, abatesasi efektif. Semua tindakan ini akan berdampak positif
apabila langsung menuju ke pemberantasan sarang nyamuk yaitu larva atau jentik-
jentik nyamuk, jadi apabila menguras tidak hanya mengganti airnya tetapi juga
menyikat dinding tempat penampungan air untuk menghilangkan larva atau jentik-
jentik nyamuk tersebut.
Agar tingkat kesakitan DHF tidak meningkat atau bahkan terjadi wabah
maka masyarakat dianjurkan untuk menjaga kesehatan diri: seperti makan,
pekerjaan, dan istirahat harus seimbang serta menjaga kebersihan lingkungan.
Selain itu mengingat akibat yang ditimbulkan dari penyakit DHF ini sangat fatal
yaitu bisa sampai kematian, harus ditekankan masyarakat untuk lebih
meningkatkan kewaspadaan, lapor ke RT, RW, Puskesmas untuk melakukan
fogging (pengasapan).
54
DAFTAR PUSTAKA
Augustinus Andi Santosa (1994). “Struktur dan Fungsi Tubuh”. Buku 1 Cetakan
Ketiga, Jakarta : Sint Carolus.
Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksana Kasus DBD. 1999. Demam
Berdarah Dengue. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
Noer, Sjaifoellah H.M. 1996. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”. Jilid I. Edisi 3.
Balai Penerbit Jakarta.
www.yahoo.com)
55
C. Patoflowdiagram
Pelepasan zat anafilatoksin, serotinin Fungsi agregasi trombosit Meningkatnya megakaryosit muda
menurun dalam sumsum tulang an
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler pendeknya masa hidup trombosit
(Kematian)