Anda di halaman 1dari 29

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

I. Tinjauan Teori Dengue Haemorhagic Fever (DHF)


A. Definisi Dengue Haemorhagic Fever
Penyakit demam berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut pada anak
dan dewasa yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang penurunan jumlah
sel darah putih dan ruam-ruam (Sucipto, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai
dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan. Demam berdarah Dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus Dengue
dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti (Pratamawati,
2012).
Berdasarkan ketiga definisi demam berdarah Dengue menurut para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang disebar luaskan oleh
nyamuk Aedes aegypti.

B. Anatomi Fisiologi Darah

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn, 2013).
1. Plasma : ialah cairan darah ( 55 % ) sebagian besar terdiri dari air ( 95%), 7%
protein, 1% nutrien . Didalam plasma terdapat sel-sel darah dan lempingan
darah, Albumin dan Gamma globulin yang berguna untuk mempertahankan
tekanan osmotik koloid, dan gamma globulin juga mengandung antibodi
(imunoglobulin ) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, IgE untuk mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme. Didalam plasma juga terdapat zat/faktor-faktor
pembeku darah, komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruloplasmin,
kinina, enzym, polipeptida, glukosa, asam amino, lipida, berbagai mineral, dan
metabolit, hormon dan vitamin-vitamin. Pearce Evelyn (2013) menyatakan
bahwa terdapat bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir sebanyak 90% plasma darah yang terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
c. Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah dan
juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
2. Sel-sel darah : kurang lebih 45 % terdiri dari Eritrosit ( 44% ), sedang sisanya
1% terdiri dari Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit. Sel Leukosit terdiri
dari Basofil, Eosinofil, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit.
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya kira-
kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3..
Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk
dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum tulang,
limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15
hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan karena
didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini
akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam inti sel
sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna bening (tidak
berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3. Leukosit berfungsi
sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau
bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel
Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit
mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke
pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat
di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam
darah akan meningkat.

c. Sel Trombosit
Trombosit dalam darah berfungsi sebagai faktor pembeku darah dan
hemostasis ( menghentikan perdarahan ). Jumlahnya dalam darah dalam
keadaan normal sekitar 150.000 sampai dengan 300.000 /ml darah dan
mempunyai masa hidup sekitar 1 sampai 2 minggu atau kira-kira 8 hari.

C. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue dengan tipe DEN 1,
DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod
borne viruses (arboviruses). Virus Dengue merupakan virus RNA rantai tunggal,
genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi
terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang
(Zulkoni, 2010).
Kebiasaan masyarakat menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti
manampung air hujan, menampung air sumur atau membeli air penjual di penjual air
sehingga bak mandi atau drum/tempayan jarang dikuras berpotensi sebagai tempat
perkembangbiayakan nyamuk. Kebiasaan masyarakat menyimpan barang-barang
bekas tetapi kurang rajin memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang
tertampung di dalam Tempat Penampungan Air (TPA) serta kurang melaksanakan
kebersihan lingkungan, akibat anjuran 3M Plus (menguras, menutup, mengubur,
menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta pemakaian insektisida
rumah tangga) untuk mencegah DBD belum terlaksana secara efektif (Pratamawati,
2012).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue amat bervariasi dari yang amat ringan,
demam tanpa sebab yang jelas, hingga yang sedang seperti DF sampai ke DHF
dengan manifestasi demam akut, pendarahan serta kecenderungan terjadi renjatan
yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3- 15 hari, rata-rata 5- 8 hari
(Hendrawanto, dkk, 2013).
Gejala klinis DHF diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka
kemerahan, dan gejala klinis tidak khas yang menyerupai gejala DHF, seperti
anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri pada otot dan sendi. Gejala lain yaitu
perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga kanan,
kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. Terdapat 4 gejala utama
DHF yaitu demam tinggi, fenomena pendarahan, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi (Hendrawanto, dkk, 2013).
Penyakit ini didahului demam tinggi yang mendadak, berlangsung terus
menerus 2-7 hari, kemudian turun secara cepat. Jenis pendarahan terbanyak adalah
pendarahan kulit. Selain gejala–gejala tersebut diatas dapat pula ditemukan
manifestasi klinis yang tak lazim pada berbagai organ tubuh, antara lain : sakit
kepala, kejang demam, encepalopati dengue, edema paru, gagal ginjal akut dan
gejala gastroenteritis akut.

E. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan
kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody.Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar
getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh
darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit
yang membedakan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain
yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura
dan perikard. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal
pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. Nilai
hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.
Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab
lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
atau tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat

F. Virus Dengue (Arbovirus)


PATWAY

Melalui gigitan nyamuk

Re infection oleh virus


dengue dengan serotip
berbeda

Menimbulkan respon Bereaksi dengan antibodi Trombositopenia


peradangan
Terbentuk kompleks antibody dalam sirkulasi darah

Menstimulasi Risiko
ReaksiImunitas
Merangsang medulla vomiting perdarahan
hipotalamus
melepaskan Pengaktifan system
Mual dan muntah
prostaglandin complement dan dilepaskannya
anvilaktoksin C3a dan C5a
Anoreksia
Perangsangan
pusat thermostat Melepaskan histamine yang
di Intake bersifat vasoaktif
hypothalamus nutrisikurang
Peningkatan Permeabilitas dinding
thermostat tubuh pembuluh darah
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Peningkatan
Gangguan Kebocoran plasma intertisium
suhu tubuh
Keseimbangan
Cairan dan Penurunan jumlah cairan
Hipertermi Elektrolit intravaskuler

Peningkatan viskositas isi


pembuluh darah

Intoleransi Energy
Kelemahan Aliran darah terhambat
Aktifitas berkurang

Suplai O2 kejaringan tidak adekuat

Metabolisme anaerob
Iritasi terhadap ujung –
Nyeri Akut Penimbunan asam laktat di jaringan
ujung saraf oleh asam
laktat
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hendarwanto (2015) pemeriksaan penunjang untuk penyakit DHF yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relatif.

Uji tourniquet ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan vaskular.


Uji ini juga dapat memberikan hasil positif pada infeksi virus selain virus
dengue. Hasil dikatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam
diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan dan pada lipat siku.
Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma, selain hemokonsentrasi juga
didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.

Berikut ini parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

a. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
c. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
e. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat
g. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
h. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
i. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah

2. Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih sederhana dan
lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue dan virus dari
kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam
spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan
otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-flouresens, ataupun
di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
Tabel 1. Interpretasi IgG-IgM pada DHF

Hasil Interpretasi

Ig G IgM

+ + Dengue Sekunder

- + Dengue Primer

+ - Dengue Sekunder

- - Non Dengue/Primer awal

Retest 4-7 hr

Selain itu juga bisa dengan rasio IgM/IgG. Rasio > 1,8 lebih mendukung
infeksi dengue primer. Sedangkan < 1,8 lebih mengarah ke dengue sekunder

3. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi pemrembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
<1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi
luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th diberikan 5 mg/
kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL dan NaCL dipertahankan selama 12-24 jam.
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20
- 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intake dan output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1
½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb,
Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri
pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
b Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
c Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres.
II. Konsep Tumbuh Kembang dan Hospitalisasi
A. Konsep Pertumbuhan Usia
1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga
karena bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif
seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala
(IDAI, 2008).
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki.Kematangan
pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian
secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.Pada masa fetal
pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu
merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian
bawah akan bertambah secara teratur.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan
perkembangan anak.
a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi 5, yaitu:
 0 – 2 tahun adalah masa bayi
 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak
 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
 12 – 14 adalah masa remaja
 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal
b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi
3, yaitu :
 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa
sekolah rendah
 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan
dari anak menjadi dewasa.

2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Hidayat (2008) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami
pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran
fisik, seperti berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar
lengan, lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau
organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat
ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya
rambut pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada
selama masa pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu,
atau hilangnya refleks tertentu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan


Supariasa (2011) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama
yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa.
Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam
lingkungan maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa, 2011).
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain
keluarga, kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan
lingkungan, kesehatan prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status
kesehatan, serta lingkungan tempat tinggal.

B. Konsep Perkembangan Usia


a. Pengertian Perkembangan
Desmita (2009) mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada
pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung
serangkaian perubahan secara terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah
dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui
pertumbuhan dan belajar.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi. Dengan demikian, aspek
perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi
dari masing-masing bagian tubuh.Hal ini diawali dengan berfungsinya
jantung untuk memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai
kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda
di sekelilingnya serta kematangan emosi dan sosial anak.
b. Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan yaitu :
a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling
berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan
aspek kognitif (berpikir).
b. Perkembangan dapat diprediksi.
Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari
sisi umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu tahun
diperkirakan sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu kata. Misalnya,
’mam’ untuk menyatakan mau makan.
c. Rentang perkembangan anak bervariasi.
Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru
bisa berjalan setelah berusia 18 bulan.
d. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan
pengalaman (experience).
Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa
kematangan untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak
sendiri. Faktor gizi dan kesehatan turut menentukan terjadi proses
kematangan. Faktor kematangan untuk setiap aspek kemampuan bervariasi.
Tetapi, guru atau pendidik perlu mengetahui kapan kira-kira kematangan
untuk setiap kemampuan muncul. Hal itu penting karena sangat erat dengan
kesiapan belajar. Oleh Montessori dikenal dengan masa ’siap’. Anak yang
belajar kemampuan di saat masa matang itu muncul akan memudahkan
anak melakukan dan membentuk kemampuanya. Anak yang kondisi
fisiknya (kaki) belum matang atau belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri
walau sering dilatih. Bahkan, kalau dilatih terus bisa merusak kaki. Kaki
anak bisa menjadi bengkok (bentuk X atau O). Pada saat anak siap anak
perlu dilatih sehingga anak memperoleh pengalaman. Pengalaman ini akan
menentukan kemampuan itu terbentuk
e. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari
dalam ke luar (proximodistal).
Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan
merupakan tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan kemudian
berjalan. Itu merupakan satu rangkaian perkembangan. Hal tersebut yang
menjadikan perkembangan dapat diprediksi.
f. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.
Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara tinggi,
kuat dan keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara yang seperti
itu juga. Misal, orang Batak Toba memiliki kebiasaan berbicara dengan
suara tinggi dan cepat. Kebiasaan ini juga akan muncul dalam perilaku anak
berbicara. Bila berbicara dengan temannya anak cenderung berbicara
dengan suara tinggi, kuat dan keras juga (Wong, 2009).

c. Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan. Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya.Sekalipun
perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini
dapat dipahami dalam hubungan keseluruhannya. Secara garis besar seorang
anak mengalami tiga tahap perkembangan penting, yaitu kemampuan motorik,
perkembangan fisik dan perkembangan mental.Kemampuan motorik
melibatkan keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat tubuh di atas kaki,
dan keahlian motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan oleh tangan
dan jari. Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada perkembangan
alat-atal indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa,
ingatan, kesadaran umum, dan perkembagan kecerdasan (Wong. 2009).
a. Anak usia 0-7 tahun
Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada
lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak-gerak,
menangis. Usia setahun secara berangsur dapat mengucapkan kalimat satu
kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar usia 4-5 tahun dapat menguasai
bahasa ibu serta memiliki sifat egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh
rasa sosialnya kemudian usia 7 tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk
belajar. Dalam membentuk diri anak pada usia ini belajar sambil bermain
karena dinilai sejalan dengan tingakt perkembangan usia ini.
b. Anak usia 7-14 tahun
Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan
intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah
menyatakan bahwa bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin
dan moral.
c. Anak usia 14-21 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa
dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak berada
pada masa transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal, perkataan-
perkataan kasar menjadi perkataan harian sehingga dengan sikap emosional
ini mendorong anak untuk bersikap keras dan mereka dihadapkan pada masa
krisis kedua yaitu masa pancaroba yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke
masa pubertas. Dalam kaitannya dengan kehidupan beragama, gejolak batin
seperti itu akan menimbulkan konflik.
C. Konsep Hospitalisasi Usia
1. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit.Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak
maupunorang tua dan keluarga (Wong, 2009).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani
terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap
merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak
(Supartini, 2007).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi
adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang
mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak.
2. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya
faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan
lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi
selama perawatan.Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan
keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak
tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan
merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama
perawatan. Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses
penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Pasien anak akan merasa
nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan social keluarga,
lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh
dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Fakta tersebut
merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat
dalam pengelolah asuhan keperawatan (Supartini, 2007).
3. Reaksi anak terhadap Hospitalisasi
Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai
perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut
bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan
anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang
tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi
anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan,
perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan
dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak
yaitu:
a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan
kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger
anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul
pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan
gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi
akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan
adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan
ekspresi wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2007).
b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan.
Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus
asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa,
perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis.
Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar
mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak
mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan
terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk
mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya.
Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau
regresi. Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri
dan mengomunikasikan rasa nyerinya (Supartini, 2007).
c. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi
akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas.
Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan
kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal
karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah
sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan
menggigit bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat
(Supartini, 2007).
d. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan
timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di
rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan
menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah
sakit.Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini adalah
dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau
anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari
keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit
karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-
tanya, menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang
lain (Supartini, 2007).

4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi


a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini
akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak (Supartini, 2007).
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.
Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak (Supartini, 2007).
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak
psikologis) Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan
dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak
bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui
berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary (Supartini, 2007).
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam
proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak (Supartini, 2007).
e. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan
anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya (Supartini, 2007).

III. Asuhan Keperawatan Dengue Haemorhagic Fever (DHF)


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-
3 dan ke-7 dan penderita semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit , gusi (grade III.
IV), melena atau hematemesis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak
mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada pasien DHF mengalami perubahan
penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi. Berat badan, tinggi badan, IMT (>5thn), jenis makanan yang
biasa dikonsumsi.
c. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan
suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur. Penderita dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
kadang-kadang penderita dengan DHF mengalami diare atau konstipasi,
sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria dan melena.
f. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada perempuan.
g. Pola kognitif dan perceptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan dan
gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri.Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan
penghidu tidak mengalami gangguan. Nyeri dapat menjadi keluhan pada
pola sensori.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya. Penderita dengan DHF biasanya
merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya.
j. Pola Hubungan dan Peran
Apakah klien termasuk anak kandung, klien tinggal dengan orang tua dan
support dalam sistem keluarga.
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit, karena klien harus menjalani perawatan di rumah sakit maka
dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga,
lingkungan bermain dan sekolah serta perpisahan dengan teman sebaya
nya.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi secara head
to toe.
a. Keadaan umum pasien meliputi kesadaran (GCS), anak-anak dibawah umur
0-1 tahun menggunakan Pediatric Glasgow Coma Scale (PGCS), tanda-
tanda vital : Suhu. Nadi, Tekanan Darah, Respirasi serta Skrining Skala Nyeri
tergantung dari usia anak.
b. Berdasarkan tingkatan (grade ) DHF, keadaan fisik
pasien secara umum adalah:
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan
umum lemah, tanda-tanda vital lemah
2) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan
umum lemah, nadi lemah dan kecil serta tidak
teratur
3) Grade III : kesadaran apatis, keadaan umum lemah,
nadi lemah dan kecil serta tidak teratur, tensi
menurun
4) Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak teratur

5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Meliputi riwayat kelahiran dan tumbuh kembang anak,
riwayat kesehatan terdahulu seperti penyakit yang
pernah diderita, riwayat hospitalisai, riwayat imunisasi,
serta riwayat penyakit dalam keluarga.
6. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : pCO2
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019):
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif
Kriteria Hasil :
1) Kapasitas vital meningkat
2) Dispneu menurun
3) Frekuensi napas membaik
Intervensi :
Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)
b) Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
basah)
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik
a. Posisikan semi fowler atau fowler
b. Berikan minum hangat
c. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a. Ajurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu


b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal
Tujuan : Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
Kriteria Hasil :
1) Menggigil menurun
2) Kulit merah menurun
3) Suhu tubuh membaik
4) Tekanan darah membaik

Intervensi :

Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan


panas, penggunaan incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit
d) Monitor haluaran urine

Terapeutik

a) Sediakan lingkungan yang dingin


b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh
d) Berikan cairan oral
e) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
f) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
g) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring Kolaborasi

Kolaborasi

a) pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu


c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri
Tujuan : Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Pola napas membaik

Intervensi :

Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,


terapi musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi

a) Jelaskan strategi meredakan nyeri


b) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
c) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
Tujuan : Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Frekuensi makan membaik
3) Nafsu makan membaik

Intervensi :

Observasi

a) Identifikasi status nutrisi


b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Monitor asupan makan
e) Monitor berat badan
f) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik
g) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
h) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
i) Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu


b) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,


antimietik), jika perlu
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Turgor kulit meningkat
2) Output urine meningkat
3) Tekanan darah dan nadi membaik
4) Kadar Hb membaik

Intervensi :

Observasi

a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus lemah)
b) Monitor intake dan output cairan Terapeutik
c) Berikan asupan cairan oral

Edukasi

a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)


b) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
c) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate)
d) Kolaborasi pemberian produk darah
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.
Kriteria Hasil :
1) Frekuensi nadi meningkat
2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
3) Frekuensi napas membaik
Intervensi :

Observasi

a) Monitor kelelahan fisik dan emosional


b) Monitor pola dan jam tidur Terapeutik
c) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
kunjungan)
d) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring


b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang

Kolaborasi

a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan


g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi Ansietas
berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan : Pengetahuan klien/ keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
1) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
2) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
3) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun

Intervensi :

Observasi

a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Edukasi

a) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan


b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat d) Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
2) Perilaku gelisah menurun
3) Konsentrasi membaik

Intervensi :

Observasi

a) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan


b) Dengarkan dengan penuh perhatian
c) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Edukasi

a) jurkan keluarga untuk tetap bersama pasien


b) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu


i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Kelembapan kulit meningkat
2) Hemoglobin membaik
3) Hematokrit membaik

Intervensi :

Observasi

a) Monitor tanda dan gejala perdarahan


b) Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah
c) Monitor tanda-tanda vital

Terapeutik

a) Pertahankan bed rest selama perdarahan

Edukasi

a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan


b) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
d) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi

d) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu j) Kolaborasi


pemberian produk darah, jika perlu
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil :
1) Tingkat kesadaran meningkat
2) Tekanan darah, frekuensi nadi dan napas membaik
Intervensi :
Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD)
b) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
c) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil Terapeutik
d) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi

a) Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok


b) Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan gejala
awal syok
c) Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
c) Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang
bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
tidak untuk mengatasi suatu masalah
DAFTAR PUSTASKA
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. SIKI DPP PPNI.
2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Evelyn C.Pearce.2013. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta:
PT. Gramedia Hendrawanto. 2010. Buku Ajaran Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:Selemba Medika

Hendrawanto. 2015. Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta:Selemba Medika Kemenkes RI. (2012). Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2012. Jakarta.

Pratamawati. (2012). Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 6, No. 6, Juni 2012.

Sucipto. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai