Anda di halaman 1dari 32

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn, 2013).
1. Plasma : ialah cairan darah ( 55 % ) sebagian besar terdiri dari air ( 95%),
7% protein, 1% nutrien . Didalam plasma terdapat sel-sel darah dan
lempingan darah, Albumin dan Gamma globulin yang berguna untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan gamma globulin juga
mengandung antibodi ( imunoglobulin ) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, IgE
untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme. Didalam plasma
juga terdapat zat/faktor-faktor pembeku darah, komplemen, haptoglobin,
transferin, feritin, seruloplasmin, kinina, enzym, polipeptida, glukosa, asam
amino, lipida, berbagai mineral, dan metabolit, hormon dan vitamin-
vitamin. Pearce Evelyn (2013) menyatakan bahwa terdapat bagian darah
encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir sebanyak 90%
plasma darah yang terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
c. Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
2. Sel-sel darah : kurang lebih 45 % terdiri dari Eritrosit ( 44% ), sedang
sisanya 1% terdiri dari Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit. Sel
Leukosit terdiri dari Basofil, Eosinofil, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit.
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya
kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam
mm3.. Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh
selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning
kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak
mengandung O2.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-
macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit
berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-
11.000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu
membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke
dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain
yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa
zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel
leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena
kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam
darah akan meningkat.
c. Sel Trombosit
Trombosit dalam darah berfungsi sebagai faktor pembeku darah dan
hemostasis ( menghentikan perdarahan ). Jumlahnya dalam darah
dalam keadaan normal sekitar 150.000 sampai dengan 300.000 /ml
darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1 sampai 2 minggu atau
kira-kira 8 hari.

B. Definisi
Penyakit demam berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang
disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang penurunan jumlah sel darah putih
dan ruam-ruam (Sucipto, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai
dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan. Demam berdarah Dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus
Dengue dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti
(Pratamawati, 2012).
Berdasarkan ketiga definisi demam berdarah Dengue menurut para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang disebar luaskan oleh
nyamuk Aedes aegypti.

C. Epideiologi
Demam berdarah dengue(DBD) ada-lah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam
dengueyang disertai ren-jatan atau dengue shock syndrome (DSS)9; ditularkan
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictusyang terinfeksi.10Hostalami DBD
adalah manusia, agentnyaadalah vi-rusdengueyang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2,
Den3 dan Den-4.1Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat
dengan pen-ingkatan ekspansi geografis ke negara- negara baru dan, dalam
dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan (WHO, 2009).
Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wila-yah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia.
Virus denguedilaporkan telah men-jangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian
lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang
terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat
di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan
2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis
DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nya-muk
setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik
dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di
Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di be-berapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang
dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun beri-kutnya
jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469
orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta
kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan ke-matian 1.384 orang atau
CFR 0,89%.15Penularan virus dengueterjadi melalui gigitan nyamuk yang
termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegyptidan
Ae.albopictussebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellarisserta
Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan
transexsualdari nyamuk jantan ke nyamuk betina me-lalui perkawinan9serta
penularan transovarialdari induk nyamuk ke ke-turunannya. Ada juga
penularan virus denguemelalui transfusi darah seperti ter-jadi di Singapura pada
tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik(18). Dari beberapa cara
penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan me-lalui gigitan
nyamuk Ae. aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nya-muk)
berlangsung sekitar 8-10 hari, se-dangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh
manusia) berkisar antara 4-6 hari dan dii-kuti dengan respon imun.
Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa nyamuk
Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya in-feksi virus denguedi
masyarakat; tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada
manusia karena masih tergan-tung pada faktor lain seperti vector capaci-ty,
virulensi virus dengue, status kekebalan hostdan lain-lain. Vector capacity di-
pengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro dan makro,
frek-uensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik, umur
nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan Hospes.
Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya di-pengaruhi oleh
aktivitas manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak
digigit nyamuk Ae. aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih ak-tif,
dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk
tertu-lar virus dengue. Selain itu, frekuensi nya-muk menggigit manusia juga
dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; se-hingga diperkirakan
nyamuk Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi
frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat.
Kekebalan host terhadap infeksi di-pengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon
imun dan penyerapan gizi.
Status status gizi yang salah satunya dipengaruhi oleh keseim-bangan
asupan dan penyerapan gizi, khu- susnya zat gizi makro yang berpengaruh
pada sistem kekebalan tubuh. Selain zat gizi makro, disebutkan pula bahwa zat
gizi mikro seperti besi dan seng mempengaruhi respon kekebalan tubuh, apabila
terjadi defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka akan merusak sistem imun.
Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh
manusia dan lingkungan yang merupakan hasil interaksiantara zat-zat gizi yang
masuk da-lam tubuh manusia dan penggunaannya.Tanda-tanda atau
penampilan status gizi dapat dilihat melalui variabel tertentu (indikator status
gizi) seperti beratbadan, tinggi badan, dan lain lain. Sumber lain mengatakan
bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan
antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan [requirement]
oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain lain). Status gizi
sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena zat gizi
mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum
berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus;
fungsi aktivitas yaitu kerja otot bergaris; fungsi pertumbuhan yaitu membentuk
tulang, otot & organ lain, pada tahap tumbuh kembang; fungsi immunitas yaitu
melindungi tubuh agar tak mudah sakit; fungsi perawatan jaringan yaitu
mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan gizi yaitu persediaan zat gizi
menghadapi keadaan darurat. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi
adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran
dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44
tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun san-
gat rendah seperti yang terjadi di Jawa Ti-mur berkisar 3,64%.29Munculnya
kejadian DBD, dikare-nakan penyebab majemuk, artinya muncul-nya kesakitan
karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue),
host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan berkem-bang
biaknya nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi
diantaranya kepadatan dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak
antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa,
kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya.

D. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue dengan
tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B
Arthropod borne viruses (arboviruses). Virus Dengue merupakan virus RNA rantai
tunggal, genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain,
namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan
perlindungan silang (Zulkoni, 2010).
Kebiasaan masyarakat menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti
manampung air hujan, menampung air sumur atau membeli air penjual di penjual
air sehingga bak mandi atau drum/tempayan jarang dikuras berpotensi sebagai
tempat perkembangbiayakan nyamuk. Kebiasaan masyarakat menyimpan barang-
barang bekas tetapi kurang rajin memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang
tertampung di dalam Tempat Penampungan Air (TPA) serta kurang melaksanakan
kebersihan lingkungan, akibat anjuran 3M Plus (menguras, menutup, mengubur,
menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta pemakaian
insektisida rumah tangga) untuk mencegah DBD belum terlaksana secara efektif
(Pratamawati, 2012).

E. Manifestasi Klinis
Hendrawanto, dkk, 2013 menjelaskan manifestasi klinik untuk demam berdarah
dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.-Berlangsung
antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faringdan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejangdemam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam,
manifestasi perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia,
arthralgia, leukopeni (<4000μl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya
(warning signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk,
tidak mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah,
perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi
berlebih, urin berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan-kaki teraba dingin),diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning
signstersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam
berdarah dengue (DBD) (Hendrawanto, dkk, 2013).
Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada
kulit. Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah,
ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula
disertai perdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta
turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm (Hendrawanto, dkk, 2013).

F. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody.Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena
patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF
ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Terjadinya trombositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen)
merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic,
renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan
umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit
dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun
dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh
kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi. Masalah terjadi atau tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat

G. Pathway
Virus Dengue (Arbovirus)

Melalui gigitan nyamuk

Re infection oleh virus


dengue dengan serotip
berbeda

Menimbulkan Bereaksi dengan antibodi Trombositopenia


responperadangan
Terbentukkompleks
antibody dalam sirkulasi
Menstimulasi darah Risiko
Merangsang medulla vomiting perdarahan
hipotalamus melepaskan
prostaglandin Intake Pengaktifan system
Mualdanmuntah
nutrisikurang complement dan dilepaskannya
anvilaktoksin C3a dan C5a
Perangsangan pusat Anoreksia
thermostat di Melepaskan histamine yang
hypothalamus bersifatvasoaktif

Peningkatan Permeabilitasdindingpembu
thermostat tubuh luhdarah
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Peningkatan Kebocoran plasma intertisium
suhutubuh Gangguan
Keseimbangan
Cairandan Penurunan jumlah cairan
Elektrolit intravaskuler
Hipertermi

Peningkatan viskositasi
sipembuluh darah

Intoleransi Energy
Aktifitas Kelemahan berkurang Alirandarahterhambat

Suplai O2 kejaringan tidak adekuat

Metabolisme anaerob
Iritasi terhadap ujung –
NyeriAkut Penimbunan asam laktat di jaringan
ujung saraf oleh
asamlaktat

H. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi virus berdasarkan manifestasi klinis menurut WHO tahun 2011.

1. Dengue Fever (DF)


DF atau demam dengue terjadi pada anak remaja hingga dewasa. Secara umum
gejala yang muncul adalah demam akut terkadang bifasik dengan sakit kepala
berat, myalgia, atralgia, kemerahan (rash), leukopenia dan trombositopenia.
Umumnya munculgejala perdaraham seperti perdarahan saluran cerna,
hipermenorea, dan epistaksis masif.

2. Dengue Hemorragic Fever (DHF)


DHF biasanya dapat terjadi pada anak-anak usia 15 tahun hingga dewasa dan
dapat terjadi di daerah endemik DBD. Karakteristik DHF adalah onset akut
serta demam tinggi dan berhubungan dengan tanda DF pada fase awal demam
(early febrile phase)dan timbul ptekie pada uji torniquet.

3. Expanded Dengue SyndromeManifestasi tidak biasa pada pasien dengan


komplikasi organ seperti ginjal, hati, otak,atau jantung yang berhubungan
dengan infeksi dengue dengan kebocoran plasma. Kebanyakan pasien DHF
dengan manifestasi komplikasi organ menunjukkan periode syok yang
memanjang dengan gagal organ.

Menurut Sodikin (2012) demam berdarah dapat diklasifikasikan menjadi 4


derajat yaitu
1. Derajat I
Ditandai dengan demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji bendung (Uji torniquet).
2. Derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah
tidak teratur.

I. Gejala Klinis
Hendrawanto, dkk, 2013 menjelaskan manifestasi klinik untuk demam berdarah
dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.-Berlangsung
antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faringdan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejangdemam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam,
manifestasi perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia,
arthralgia, leukopeni (<4000μl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya
(warning signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk,
tidak mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah,
perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi
berlebih, urin berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan-kaki teraba dingin),diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning
signstersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam
berdarah dengue (DBD) (Hendrawanto, dkk, 2013).
Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada
kulit. Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah,
ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula
disertai perdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta
turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm (Hendrawanto, dkk, 2013).

J. Komplikasi
Menurut (Soedarto 2012) komplikasi DHF, yaitu.
1. Komplikasi susunan sistem syaraf pusat
Komplikasi pada susunan sistem syaraf pusat (SSP) dapat berbentuk
konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.
2. Ensefalopati Komplikasi neurologik
ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang berlebihan
3. Infeksi
4. Kerusakan hati
5. Kerusakan otak
6. Resiko syok
7. Kejang kejang.
K. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hendarwanto (2015) pemeriksaan penunjang untuk penyakit DHF yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif.
Uji tourniquet ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan
vaskular. Uji ini juga dapat memberikan hasil positif pada infeksi virus
selain virus dengue. Hasil dikatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih
petekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan dan pada
lipat siku. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.
Berikut ini parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
1) Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase
syok akan meningkat.
2) Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
3) Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
4) Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.
5) Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma
6) SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat
7) Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8) Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
9) Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah

2. Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih sederhana
dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue dan virus dari
kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue
dalam spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari
jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-
flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.

Tabel 1. Interpretasi IgG-IgM pada DHF


Hasil Interpretasi
Ig G IgM
+ + Dengue Sekunder
- + Dengue Primer
+ - Dengue Sekunder
- - Non Dengue/Primer awal
Retest 4-7 hr

Selain itu juga bisa dengan rasio IgM/IgG. Rasio > 1,8 lebih
mendukung infeksi dengue primer. Sedangkan < 1,8 lebih mengarah ke
dengue sekunder

3. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi pemrembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
USG.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi ,
beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th
diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 - 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri
minum 1 ½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri
infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri
O2pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter,
obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
b Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal
c Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI

A. Konsep Pertumbuhan Usia


1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel
tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel yang berarti ada
pertambahan secara kuantitatif seperti bertambahnya ukuran berat badan,
tinggi badan dan lingkar kepala.
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke
kaki.Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung
lebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian
bawah.Pada masa fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan
dengan masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total panjang
badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara
teratur.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori
pertumbuhan dan perkembangan anak.
a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan
anak menjadi 5, yaitu:
1) 0 – 2 tahun adalah masa bayi
2) 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak
3) 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
4) 12 – 14 adalah masa remaja
5) 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal
b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi 3, yaitu :
1) 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
2) 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa
sekolah rendah
3) 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan
dari anak menjadi dewasa (IDAI, 2008).

2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Bahwa seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi
perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat
badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau
organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa,
terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan
seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya
ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan seperti hilangnya
kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks tertentu
(Hidayat, 2008).

Periode Pertumbuhan

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan


Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor
bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras
atau suku bangsa. Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi
dengan baik dalam lingkungan maka pertumbuhan optimal akan
tercapai.
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan
antara lain keluarga, kelompok teman sebaya, pengalaman hidup,
kesehatan lingkungan, kesehatan prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan
olah raga, status kesehatan, serta lingkungan tempat tinggal
(Supariasa, 2011).

B. Konsep Perkembangan Usia


1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan
dan berlanjut di sepanjang rentang kehidupan individu. Perkembangan
sebagian besar melibatkan pertumbuhan, namun juga melibatkan
kemunduran akibat adanya proses penuaan (Santrock, 2007).
Perkembangan merupakan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara
dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian pada individu (Fida&Maya,
2012).
2. Tahap-Tahap Perkembangan Anak
Hockenberry&Wilson (2009) mengelompokkan anak menurut fase
perkembangannya. Fase perkembanan anak terdiri dari fase prenatal, fase
neonatal, fase infant, fase toddler, fase prasekolah, fase sekolah dan fase
remaja.
Fase prenatal mencakup masa kehamilan sampai anak dilahirkan. Fase
neonatal merupakan masa saat bayi lahir sampai usia 28 hari. Fase infant
adalah fase saat bayi berusia 1 bulan sampai 12 bulan. Fase toddler
merupakan saat anak berusia 1-3 tahun. Setelah fase ini akan memasuki
fase pra sekolah yaitu saat anak memasuki usia 3-6 tahun. Fase sekolah
merupakan fase anak berusia 6-12 tahun, dan terakhir fase remaja yaitu saat
anak memasuki memasuki usia 13-18 tahun (Hockenberry & Wilson 2009).

3. Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik
sehingga dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi,
antaranya keduanya terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih
menunjukkan kepada perubahan yang terjadi pada fisik secara
keseluruhan atau tubuh dan fisik sebagai bagian-bagian, misalnya
anggota gerak (tangan, kaki) yang semakin besar atau panjang.
Perkembangan motorik merupakan suatu penguasaan pola dan variasi
gerak yang telah bisa dilakukan anak. Perkembangan motorik sebagai
gerakan yang terus bertambah atau meningkat dari yang sederhana ke
arah gerakan yang komplek.
Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot – otot tubuh khususnya otot besar
seperti otot di kaki dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik
kasar, misalnya merayap, merangkak, berjalan, berlari, dan
melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari untuk
melakukan aktivitas, seperti mengambil benda kecil, memegang
sendok, membalikan halaman buku dan memegang pensil atau
krayon.
3) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan menggunakan alat berpikir.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan aktivitas berpikir,
membangun pemahaman dan pengetahuan, serta memecahkan
masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan
dan sikap kepada orang lain. Perkembangan bahasa meliputi
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial – Emosi
Perkembangan Sosial – Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu
proses pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk
bersosialisasi. Sedang perkembangan emosi berkaitan dengan
kemampuan memahami hal-hal yang berkaitan dengan perasaan-
perasaan yang ada pada diri sendiri, seperti perasaan senang
ataupun sedih, apa yang dapat ia lakukan, apa yang ingin ia
lakukan, bagaimana ia bereaksi terhadap hal-hal tertentu, hal-hal
yang mana yang perlu dihindari, dan hal-hal yang mana yang
didekati, kemandirian dan mengendalikan diri. Perkembangan
sosial-emosional merupakan proses pem-bentukan kemampuan
dan keterampilan mengendalikan diri dan berhubungan dengan
orang lain (Desmita, 2009).

C. Konsep Hospitalisasi Usia


1. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit.Keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap
anak maupunorang tua dan keluarga (Wong, 2009).
Hospitalisasi adalah suatu proses saat masuknya seseorang penderita
ke dalam suatu rumah sakit dan selama masa dirawat di rumah sakit
(Dorlan, 2012).
Supartini (2004) dalam Jurnal Ilmiah WIDYA menjelaskan bahwa
hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Utami, 2014).

2. Reaksi anak terhadap Hospitalisasi


Hospitalisasi bagi anak dianggap sebagai pengalaman yang
mengancam dan stresor, sehingga anak akan mudah mengalami krisis
karena: (1) mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status
kesehatannya maupun lingkungannya dan (2) anak memiliki sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun
kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2008).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada
perilaku anak menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara
garis besar adalah sedih, takut dan rasa bersalah karena menghadapi
sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman, rasa
tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialami dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan.
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan timbulnya kecemasan
pada semua tingkat usia. Wong (2008) mengatakan reaksi anak terhadap
krisis-krisis saat hospitalisasi dipengaruhi oleh usia perkembangan,
pengalaman sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, keterampilan
koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis, dan sistem pendukung
yang ada. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah
sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak (Wong, 2008):
1) Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah sebagai dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya
dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan dapat
mengalami stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan
orang yang tidak dikenalnya. Reaksi yang sering muncul pada anak
usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan
merasakan cemas dan ditunjukkan dengan menangis keras.
Munculnya perilaku menangis juga merupakan respon terhadap nyeri
atau adanya perlukaan. Perilaku lain yang dapat diamati adalah
adanya pergerakan tubuh yang banyak dan ekspresi wajah yang tidak
menyenangkan.
2) Masa Toddler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan
sumber stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat
perpisahan. Respon perilaku anak terdisi dari beberapa tahapann,
yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap
protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit
memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang
lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat
untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap
pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai
menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal dan anak
mulai terlihat menyukai lingkungannya. Anak juga akan kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung
pada lingkungan oleh karena adanya pembatasan terhadap
pergerakannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada
kemampuan sebelumnya atau regresi. Reaksi lainnya yang
ditunjukkan anak usia toddler terhadap perlukaan yang dialami atau
nyeri yang dirasakan oleh karena mendapatkan tindakan invasif
seperti injeksi, infus, pengambilan darah dapat berupa meringis,
menggigit bibirnya, memukul, menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengomunikasikan rasa nyerinya.
3) Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari
lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang serta
menyenangkan, seperti lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak
usia prasekolah seperti menolak makan, sering bertanya, menangis
walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya
pembatasan aktivitas sehingga membuat anak kehilangan kontrol
terhadap dirinya dan merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan
yang dijalani sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, bahkan takut.
Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap
tindakan dan prosedur yang dilakukan mengancam integritas
tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan
marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata–kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan
pada orang tua.
4) Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya. Hal ini dapat menimbulkan kecemasan pada anak usia
sekolah. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat di rumah
sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol
tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak
kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan
bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal
karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia
sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri,
yaitu dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat.
5) Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit
menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah
dengan teman sebayanya. Anak akan merasa kehilangan dan timbul
perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di
rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan
menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah
sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini
adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan
padanya, anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan
(isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan
menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari
lingkungan atau menolak kehadiran orang lain.

3. Dampak Hospitalisasi
Anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan
yang harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan
lingkungan yang asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya,
pergaulan dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti
terapi yang menyakitkan (Wong, 2009).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan,
bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis
penerimaan masuk rumah sakit (Stuart, 2007).
Hospitalisasi pada anak banyak menyebabkan pengalaman yang
menimbulkan trauma. Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya juga
mengalami stres akibat perubahan terhadap status kesehatan dan
lingkungannya (Wong, 2009). Keadaan stres yang dialami anak akan
menimbulkan reaksi tubuh dalam menghantarkan rangsangan ke otak dan
mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang kelenjar
hipofisis anterior melepaskan Adreno Cortico Tropic Hormone (ACTH)
yang berperan dalam pelepasan kortisol secara cepat yang menyebabkan
rangsangan susunan saraf pusat otak dan berakibat tubuh menjadi
waspada dan sulit tidur (Guyton & Hall, 2008).

4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi


a Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang,
gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
b Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan
anak mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-
hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada
dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan
keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
c Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak
psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan
dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak
bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui
berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary.
d Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis
yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat
anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian
kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada
anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
e Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan
anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya (Supartini, 2007).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara
hari ke-3 dan ke-7 dan pendeerita semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare
atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat
penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air
bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang
jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada
pasien DHF mengalami perubahan penatalaksanaan kesehatan yang
dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi.
c. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan
suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur. Penderita dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. kadang-kadang penderita dengan DHF mengalami diare atau
konstipasi, sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
f. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada perempuan.
g. Pola kognitif dan perceptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan
dan gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan
dalam merawat diri.Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba
dan penghidu tidak mengalami gangguan. Nyeri dapat menjadi keluhan
pada pola sensori.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul  rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. Penderita dengan DHF
biasanya merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya.
j. Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit, karena  klien  harus  menjalani  perawatan  di 
rumah  sakit  maka  dapat  mempengaruhi  hubungan  dan  peran  klien 
baik  dalam  keluarga, lingkungan bermain  dan  sekolah.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi secara
head to toe. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik adalah :
a. Keadaan umum
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum
lemah, tanda-tanda vital lemah
2) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan
umum lemah, nadi lemah dan kecil serta tidak teratur
3) Grade III : kesadaran apatis, keadaan umum lemah,
nadi lemah dan kecil serta tidak teratur, tensi menurun
4) Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi
tidak teratur

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan, anoreksia, mual, muntah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
6. Risiko perdarahan berhubungan dengan koagulopati inheren
(trombositopenia).

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Hipertermi Setelah diberikan 1. Kaji tanda-tanda vital
berhubungan asuhan keperawatan pasien.
dengan selama…x… 2. Observasi suhu tiap 2 jam
peningkatan laju diharapkan suhu 3. Kaji ketepatan jenis
metabolisme tubuh dalam batas pakaian yang digunakan,
normal dengan sesuai dengan suhu
kriteria hasil : lingkungan.
1. Suhu tubuh 4. Pantau hidrasi (misalnya,
dalam batas turgor kulit, kelembapan
normal (36 – 37 membrane mukosa).

c). 5. Pantau aktivitas kejang
2. Mukosa bibir 6. Beri pasien kompres hangat
lembab. di aksila, kening, tengkuk
3. Klien merasa dan lipatan paha.
nyaman tanpa 7. Anjurkan pasien
rasa panas. mengenakan pakaian yang
menyerap keringat.
8. Anjurkan asupan cairan
oral, sedikitnya 2 liter
sehari, dengan tambahan
cairan selama aktivitas
yang berlebih atau aktivitas
sedang dalam cuaca panas.
9. Kolaborasi pemberian
antipiretik.
2 Ketidakseimban Setelah diberikan 1. Kaji terhadap malnutrisi
gan nutrisi: asuhan keperawatan dengan mengukur tinggi
kurang dari selama ...x... dan berat badan, usia,
kebutuhan tubuh diharapkan asupan protein serum,
berhubungan nutrisi adekuat albumin,hemoglobin dan
dengan dengan kriteria pengukuran antropometri.
ketidakmampua hasil : 2. Kaji riwayat diet termasuk
n menelan 1. Adanya makanan yang disukai dan
makanan, peningkatan berat tidak disukai serta
anoreksia, mual, badan sesuai intoleransi makanan
muntah. dengan tujuan 3. Kaji faktor-faktor yang
2. Berat badan ideal mempengaruhi masukan
sesuai dengan oral: kemampuan
tinggi badan mengunyah,merasakan,me
3. Tidak ada tanda nelan.
tanda malnutrisi 4. Kurangi faktor yang
4. Tidak terjadi membatasi masukan oral :
penurunan berat a. Dorong pasien
badan yang istirahat sebelum
berarti makan
b. Rencanakan makan
sehingga jadwal
makan tidak terjadi
segera setelah
prosedur yang
menimbulkan nyeri
atau tidak enak.
c. Dorong pasien untuk
makan dengan orang
terdekat bila
mungkin.
d. Beri makan sedikit
tapi sering.
e. Batasi cairan 1 jam
sebelum makan dan
pada saat makan.
5. Delegatif tentang
pemberian antiemetik
suplemen vitamin, anti
jamur dan nutrisi parentral,
enteral
6. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk diet kalori
tinggi.
3 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Kaji keadaan umum pasien
berhubungan asuhan keperawatan (TTV).
dengan agens selama …x… 2. Kaji lokasi, karakteristik,
cedera biologis. diharapkan nyeri awitan dan durasi nyeri.
pasien terkontrol 3. Kaji dampak lingkungan
dengan kriteria hasil: terhadap terhadap nyeri.
1. Klien melaporkan 4. Observasi isyarat non-
nyeri berkurang. verbal ketidaknyamanan
2. Ekspresi wajah akibat nyeri.
rileks 5. Minta pasien menilai nyeri
3. Berpartisipasi pada skala 0 -10
dalam aktififitas 6. Lakukan perubahan pada
dengan tepat. posisi/ relaksasi.
7. Kendalikan faktor
lingkungan yang
mempengarui nyeri.
8. Bantu pasien berfokus
pada aktivitas.
9. Ajarkan teknik non-
farmakologis.
4 Intoleransi Setelah diberikan 1. Observasi adanya
aktivitas asuhan keperawatan pembatasan klien dalam
berhubungan selama …x… melakukan aktivitas
dengan diharapkan dapat 2. Kaji adanya faktor yang
kelemahan melakukan aktivitas menyebabkan kelelahan
umum. dengan baik dengan 3. Monitor nutrisi dan sumber
kriteria hasil: energi yang adekuat
1. Tidak mudah 4. Monitor pasien akan
lelah adanya kelelahan fisik dan
2. Pasien emosi secara berlebihan
mengungkapkan 5. Monitor respon fisik,
peningkatan emosi, sosial dan spiritual
tingkat energy 6. Monitor respon
3. Menunjukkan kardivaskuler terhadap
kemampuan aktivitas (takikardi,
untuk beraktivitas disritmia, sesak nafas,
sesuai dengan diaporesis, pucat,
keinginan pasien perubahan hemodinamik)
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda.
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan di
waktu luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan

5 Resiko Setelah diberikan 1. Kaji orientasi terhadap


kekurangan asuhan keperawatan orang orang, tempat, dan
volume cairan selama …x… waktu
berhubungan diharapkan tidak 2. Observasi khususnya
dengan terjadi kekurangan terhadap kehilangan cairan
kehilangan volume cairan yang tinggi elektrolit.
cairan aktif. dengan kriteria hasil: 3. Pantau warna, jumlah, dan
1. Pasien mampu frekuensi kehilangan cairan
mempertahankan 4. Pantau perdarahan
keseimbangan (misalnya, periksa semua
cairan secret dari adanya darah
2. Membran nyata atau darah samar).
mukosa lembab 5. Pantau status hidrasi
3. Turgor kulit (misalnya, kelembapan
elastic membrane mukosa,
keadekuatan nadi dan
tekanan darah ortostatik).
6. Identifikasi faktor
pengaruh terhadap
bertambah buruknya
dehidrasi
7. Kolaborasi pemberian
terapi IV.
6 Risiko Setelah diberikan 1. Monitor pemeriksaan
perdarahan asuhan keperawatan tanda-tanda vital dan
berhubungan selama …x… penilaian fisik dasar untuk
dengan diharapkan tidak pasien yang berisiko
koagulopati terjadi perdarahan terjadinya perdarahan.
inheren dengan kriteria hasil: 2. Monitor muncul dan untuk
(trombositopeni 1. Trombosit dalam terbukanya perdarahan
a) batas normal (urine, feses, luka dan
(150.000/uL). dressing)
2. Membrane 3. Pantau respon fisiologis
mukosa lembab. untuk nilai yang melebihi
3. Turgor kulit rentang yang diharapkan
elastis. atau normal
4. Berikan perawatan yang
melindungi individu dari
cedera untuk mencegah
perdarahan.
5. Berikan dukungan
emosional kepada pasien
yang mengalami risiko
perdarahan dan mengalami
respon kompensasi
fisiologis dari kecemasan,
ketakutan, dan rasa takut.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuam dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembbali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassesment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3) Mengkaji peneyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA, NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Evelyn C.Pearce.2013. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT. Gramedia

Hendrawanto. 2010. Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Selemba Medika

Hendrawanto. 2015. Buku Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Selemba Medika

Kemenkes RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta.

Pratamawati. (2012). Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 6, No. 6, Juni 2012.

Sucipto. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta

WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.


New Edition. Geneva: World Health Organiza-tion; 2009

Zulkoni. (2010). Parasitologi. Yogyakarta: Nuda Medika

Anda mungkin juga menyukai