A. Anatomi Fisiologi
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn, 2013).
1. Plasma : ialah cairan darah ( 55 % ) sebagian besar terdiri dari air ( 95%),
7% protein, 1% nutrien . Didalam plasma terdapat sel-sel darah dan
lempingan darah, Albumin dan Gamma globulin yang berguna untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan gamma globulin juga
mengandung antibodi ( imunoglobulin ) seperti IgM, IgG, IgA, IgD, IgE
untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme. Didalam plasma
juga terdapat zat/faktor-faktor pembeku darah, komplemen, haptoglobin,
transferin, feritin, seruloplasmin, kinina, enzym, polipeptida, glukosa, asam
amino, lipida, berbagai mineral, dan metabolit, hormon dan vitamin-
vitamin. Pearce Evelyn (2013) menyatakan bahwa terdapat bagian darah
encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir sebanyak 90%
plasma darah yang terdiri dari :
a. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
c. Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah
dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
d. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
e. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
2. Sel-sel darah : kurang lebih 45 % terdiri dari Eritrosit ( 44% ), sedang
sisanya 1% terdiri dari Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit. Sel
Leukosit terdiri dari Basofil, Eosinofil, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit.
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya
kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam
mm3.. Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh
selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning
kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak
mengandung O2.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-
macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit
berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-
11.000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu
membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke
dalam tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain
yaitu sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa
zat lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel
leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena
kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam
darah akan meningkat.
c. Sel Trombosit
Trombosit dalam darah berfungsi sebagai faktor pembeku darah dan
hemostasis ( menghentikan perdarahan ). Jumlahnya dalam darah
dalam keadaan normal sekitar 150.000 sampai dengan 300.000 /ml
darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1 sampai 2 minggu atau
kira-kira 8 hari.
B. Definisi
Penyakit demam berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang
disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang penurunan jumlah sel darah putih
dan ruam-ruam (Sucipto, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai
dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan. Demam berdarah Dengue
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus
Dengue dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti
(Pratamawati, 2012).
Berdasarkan ketiga definisi demam berdarah Dengue menurut para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang disebar luaskan oleh
nyamuk Aedes aegypti.
C. Epideiologi
Demam berdarah dengue(DBD) ada-lah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam
dengueyang disertai ren-jatan atau dengue shock syndrome (DSS)9; ditularkan
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictusyang terinfeksi.10Hostalami DBD
adalah manusia, agentnyaadalah vi-rusdengueyang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2,
Den3 dan Den-4.1Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat
dengan pen-ingkatan ekspansi geografis ke negara- negara baru dan, dalam
dekade ini, dari kota ke lokasi pedesaan (WHO, 2009).
Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wila-yah tropis dan
subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia.
Virus denguedilaporkan telah men-jangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian
lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang
terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat
di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan
2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis
DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nya-muk
setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik
dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di
Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di be-berapa provinsi, yang
terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang
dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun beri-kutnya
jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137.469
orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta
kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan ke-matian 1.384 orang atau
CFR 0,89%.15Penularan virus dengueterjadi melalui gigitan nyamuk yang
termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegyptidan
Ae.albopictussebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellarisserta
Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, selain itu juga terjadi penularan
transexsualdari nyamuk jantan ke nyamuk betina me-lalui perkawinan9serta
penularan transovarialdari induk nyamuk ke ke-turunannya. Ada juga
penularan virus denguemelalui transfusi darah seperti ter-jadi di Singapura pada
tahun 2007 yang berasal dari penderita asimptomatik(18). Dari beberapa cara
penularan virus dengue, yang paling tinggi adalah penularan me-lalui gigitan
nyamuk Ae. aegypti. Masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nya-muk)
berlangsung sekitar 8-10 hari, se-dangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh
manusia) berkisar antara 4-6 hari dan dii-kuti dengan respon imun.
Penelitian di Jepara dan Ujungpandang menunjukkan bahwa nyamuk
Aedes spp. berhubungan dengan tinggi rendahnya in-feksi virus denguedi
masyarakat; tetapi infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan DBD pada
manusia karena masih tergan-tung pada faktor lain seperti vector capaci-ty,
virulensi virus dengue, status kekebalan hostdan lain-lain. Vector capacity di-
pengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang terpengaruh iklim mikro dan makro,
frek-uensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya siklus gonotropik, umur
nyamuk dan lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue serta pemilihan Hospes.
Frekuensi nyamuk menggigit manusia, di antaranya di-pengaruhi oleh
aktivitas manusia; orang yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan lebih banyak
digigit nyamuk Ae. aegypti dibandingkan dengan orang yang lebih ak-tif,
dengan demikian orang yang kurang aktif akan lebih besar risikonya untuk
tertu-lar virus dengue. Selain itu, frekuensi nya-muk menggigit manusia juga
dipengaruhi keberadaan atau kepadatan manusia; se-hingga diperkirakan
nyamuk Ae. aegypti di rumah yang padat penghuninya, akan lebih tinggi
frekuensi menggigitnya terhadap manusia dibanding yang kurang padat.
Kekebalan host terhadap infeksi di-pengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah usia dan status gizi, usia lanjut akan menurunkan respon
imun dan penyerapan gizi.
Status status gizi yang salah satunya dipengaruhi oleh keseim-bangan
asupan dan penyerapan gizi, khu- susnya zat gizi makro yang berpengaruh
pada sistem kekebalan tubuh. Selain zat gizi makro, disebutkan pula bahwa zat
gizi mikro seperti besi dan seng mempengaruhi respon kekebalan tubuh, apabila
terjadi defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka akan merusak sistem imun.
Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi makanan, tubuh
manusia dan lingkungan yang merupakan hasil interaksiantara zat-zat gizi yang
masuk da-lam tubuh manusia dan penggunaannya.Tanda-tanda atau
penampilan status gizi dapat dilihat melalui variabel tertentu (indikator status
gizi) seperti beratbadan, tinggi badan, dan lain lain. Sumber lain mengatakan
bahwa status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan
antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan [requirement]
oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain lain). Status gizi
sangat berpengaruh terhadap status kesehatan manusia karena zat gizi
mempengaruhi fungsi kinerja berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum
berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja otak, jantung, paru, ginjal, usus;
fungsi aktivitas yaitu kerja otot bergaris; fungsi pertumbuhan yaitu membentuk
tulang, otot & organ lain, pada tahap tumbuh kembang; fungsi immunitas yaitu
melindungi tubuh agar tak mudah sakit; fungsi perawatan jaringan yaitu
mengganti sel yang rusak; serta fungsi cadangan gizi yaitu persediaan zat gizi
menghadapi keadaan darurat. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi
adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran
dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44
tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun san-
gat rendah seperti yang terjadi di Jawa Ti-mur berkisar 3,64%.29Munculnya
kejadian DBD, dikare-nakan penyebab majemuk, artinya muncul-nya kesakitan
karena berbagai faktor yang saling berinteraksi, diantaranya agent (virus dengue),
host yang rentan serta lingkungan yang memungkinan tumbuh dan berkem-bang
biaknya nyamuk Aedes spp. Selain itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi
diantaranya kepadatan dan mobilitas penduduk, kualitas perumahan, jarak
antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup, golongan umur, suku bangsa,
kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya.
D. Etiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue dengan
tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B
Arthropod borne viruses (arboviruses). Virus Dengue merupakan virus RNA rantai
tunggal, genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain,
namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan
perlindungan silang (Zulkoni, 2010).
Kebiasaan masyarakat menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti
manampung air hujan, menampung air sumur atau membeli air penjual di penjual
air sehingga bak mandi atau drum/tempayan jarang dikuras berpotensi sebagai
tempat perkembangbiayakan nyamuk. Kebiasaan masyarakat menyimpan barang-
barang bekas tetapi kurang rajin memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang
tertampung di dalam Tempat Penampungan Air (TPA) serta kurang melaksanakan
kebersihan lingkungan, akibat anjuran 3M Plus (menguras, menutup, mengubur,
menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta pemakaian
insektisida rumah tangga) untuk mencegah DBD belum terlaksana secara efektif
(Pratamawati, 2012).
E. Manifestasi Klinis
Hendrawanto, dkk, 2013 menjelaskan manifestasi klinik untuk demam berdarah
dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.-Berlangsung
antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faringdan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejangdemam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam,
manifestasi perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia,
arthralgia, leukopeni (<4000μl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya
(warning signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk,
tidak mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah,
perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi
berlebih, urin berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan-kaki teraba dingin),diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning
signstersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam
berdarah dengue (DBD) (Hendrawanto, dkk, 2013).
Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada
kulit. Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah,
ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula
disertai perdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta
turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm (Hendrawanto, dkk, 2013).
F. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody.Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena
patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF
ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Terjadinya trombositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen)
merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic,
renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan
umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit
dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun
dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh
kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi. Masalah terjadi atau tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat
G. Pathway
Virus Dengue (Arbovirus)
Peningkatan Permeabilitasdindingpembu
thermostat tubuh luhdarah
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Peningkatan Kebocoran plasma intertisium
suhutubuh Gangguan
Keseimbangan
Cairandan Penurunan jumlah cairan
Elektrolit intravaskuler
Hipertermi
Peningkatan viskositasi
sipembuluh darah
Intoleransi Energy
Aktifitas Kelemahan berkurang Alirandarahterhambat
Metabolisme anaerob
Iritasi terhadap ujung –
NyeriAkut Penimbunan asam laktat di jaringan
ujung saraf oleh
asamlaktat
H. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi virus berdasarkan manifestasi klinis menurut WHO tahun 2011.
I. Gejala Klinis
Hendrawanto, dkk, 2013 menjelaskan manifestasi klinik untuk demam berdarah
dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.-Berlangsung
antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faringdan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejangdemam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam <7 hari, ruam,
manifestasi perdarahan (rumple leed (+), nyeri kepala dan retroorbital, mialgia,
arthralgia, leukopeni (<4000μl), kasus DBD lingkungan (+). Adapun tanda bahaya
(warning signs) yaitu pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk,
tidak mau minum, muntah terus-menerus, nyeri perut hebat, letargi dan/gelisah,
perubahan perilaku, perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi
berlebih, urin berwarna hitam/hemoglobinuria atau hematuria, pening, pucat
(tangan-kaki teraba dingin),diuresis berkurang dalam 4-6 jam. Warning
signstersebut digunakan untuk menilai syok pada penderita penyakit demam
berdarah dengue (DBD) (Hendrawanto, dkk, 2013).
Tanda atau gejala DBD yang muncul seperti bintik-bintik merah pada
kulit. Selain itu suhu badan lebih dari 38oC, badan terasa lemah dan lesu, gelisah,
ujung tangan dan kaki dingin berkeringat, nyeri ulu hati, dan muntah. Dapat pula
disertai perdarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta
turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm (Hendrawanto, dkk, 2013).
J. Komplikasi
Menurut (Soedarto 2012) komplikasi DHF, yaitu.
1. Komplikasi susunan sistem syaraf pusat
Komplikasi pada susunan sistem syaraf pusat (SSP) dapat berbentuk
konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.
2. Ensefalopati Komplikasi neurologik
ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang berlebihan
3. Infeksi
4. Kerusakan hati
5. Kerusakan otak
6. Resiko syok
7. Kejang kejang.
K. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hendarwanto (2015) pemeriksaan penunjang untuk penyakit DHF yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat
adanya limfositosis relatif.
Uji tourniquet ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan
vaskular. Uji ini juga dapat memberikan hasil positif pada infeksi virus
selain virus dengue. Hasil dikatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih
petekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan dan pada
lipat siku. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.
Berikut ini parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
1) Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase
syok akan meningkat.
2) Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
3) Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
4) Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.
5) Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma
6) SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat
7) Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8) Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
9) Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah
2. Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih sederhana
dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue dan virus dari
kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue
dalam spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari
jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-
flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
Selain itu juga bisa dengan rasio IgM/IgG. Rasio > 1,8 lebih
mendukung infeksi dengue primer. Sedangkan < 1,8 lebih mengarah ke
dengue sekunder
3. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi pemrembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
USG.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi ,
beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th
diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 - 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri
minum 1 ½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri
infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri
O2pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter,
obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
b Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal
c Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI
2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Bahwa seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi
perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat
badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lingkar dada, perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau
organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa,
terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan
seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada, hilangnya
ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan seperti hilangnya
kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks tertentu
(Hidayat, 2008).
Periode Pertumbuhan
3. Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik
sehingga dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi,
antaranya keduanya terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih
menunjukkan kepada perubahan yang terjadi pada fisik secara
keseluruhan atau tubuh dan fisik sebagai bagian-bagian, misalnya
anggota gerak (tangan, kaki) yang semakin besar atau panjang.
Perkembangan motorik merupakan suatu penguasaan pola dan variasi
gerak yang telah bisa dilakukan anak. Perkembangan motorik sebagai
gerakan yang terus bertambah atau meningkat dari yang sederhana ke
arah gerakan yang komplek.
Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot – otot tubuh khususnya otot besar
seperti otot di kaki dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik
kasar, misalnya merayap, merangkak, berjalan, berlari, dan
melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari untuk
melakukan aktivitas, seperti mengambil benda kecil, memegang
sendok, membalikan halaman buku dan memegang pensil atau
krayon.
3) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan menggunakan alat berpikir.
Perkembangan kognitif berkaitan dengan aktivitas berpikir,
membangun pemahaman dan pengetahuan, serta memecahkan
masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan
kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan
dan sikap kepada orang lain. Perkembangan bahasa meliputi
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial – Emosi
Perkembangan Sosial – Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu
proses pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk
bersosialisasi. Sedang perkembangan emosi berkaitan dengan
kemampuan memahami hal-hal yang berkaitan dengan perasaan-
perasaan yang ada pada diri sendiri, seperti perasaan senang
ataupun sedih, apa yang dapat ia lakukan, apa yang ingin ia
lakukan, bagaimana ia bereaksi terhadap hal-hal tertentu, hal-hal
yang mana yang perlu dihindari, dan hal-hal yang mana yang
didekati, kemandirian dan mengendalikan diri. Perkembangan
sosial-emosional merupakan proses pem-bentukan kemampuan
dan keterampilan mengendalikan diri dan berhubungan dengan
orang lain (Desmita, 2009).
3. Dampak Hospitalisasi
Anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan
yang harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan
lingkungan yang asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya,
pergaulan dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti
terapi yang menyakitkan (Wong, 2009).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan,
bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis
penerimaan masuk rumah sakit (Stuart, 2007).
Hospitalisasi pada anak banyak menyebabkan pengalaman yang
menimbulkan trauma. Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya juga
mengalami stres akibat perubahan terhadap status kesehatan dan
lingkungannya (Wong, 2009). Keadaan stres yang dialami anak akan
menimbulkan reaksi tubuh dalam menghantarkan rangsangan ke otak dan
mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang kelenjar
hipofisis anterior melepaskan Adreno Cortico Tropic Hormone (ACTH)
yang berperan dalam pelepasan kortisol secara cepat yang menyebabkan
rangsangan susunan saraf pusat otak dan berakibat tubuh menjadi
waspada dan sulit tidur (Guyton & Hall, 2008).
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara
hari ke-3 dan ke-7 dan pendeerita semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare
atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat
penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air
bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang
jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada
pasien DHF mengalami perubahan penatalaksanaan kesehatan yang
dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi.
c. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan
suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur. Penderita dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
e. Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. kadang-kadang penderita dengan DHF mengalami diare atau
konstipasi, sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
f. Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada perempuan.
g. Pola kognitif dan perceptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan
dan gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan
dalam merawat diri.Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba
dan penghidu tidak mengalami gangguan. Nyeri dapat menjadi keluhan
pada pola sensori.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
i. Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. Penderita dengan DHF
biasanya merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya.
j. Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit, karena klien harus menjalani perawatan di
rumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien
baik dalam keluarga, lingkungan bermain dan sekolah.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi secara
head to toe. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik adalah :
a. Keadaan umum
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum
lemah, tanda-tanda vital lemah
2) Grade II : kesadaran komposmentis, keadaan
umum lemah, nadi lemah dan kecil serta tidak teratur
3) Grade III : kesadaran apatis, keadaan umum lemah,
nadi lemah dan kecil serta tidak teratur, tensi menurun
4) Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi
tidak teratur
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan, anoreksia, mual, muntah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
6. Risiko perdarahan berhubungan dengan koagulopati inheren
(trombositopenia).
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Hipertermi Setelah diberikan 1. Kaji tanda-tanda vital
berhubungan asuhan keperawatan pasien.
dengan selama…x… 2. Observasi suhu tiap 2 jam
peningkatan laju diharapkan suhu 3. Kaji ketepatan jenis
metabolisme tubuh dalam batas pakaian yang digunakan,
normal dengan sesuai dengan suhu
kriteria hasil : lingkungan.
1. Suhu tubuh 4. Pantau hidrasi (misalnya,
dalam batas turgor kulit, kelembapan
normal (36 – 37 membrane mukosa).
c). 5. Pantau aktivitas kejang
2. Mukosa bibir 6. Beri pasien kompres hangat
lembab. di aksila, kening, tengkuk
3. Klien merasa dan lipatan paha.
nyaman tanpa 7. Anjurkan pasien
rasa panas. mengenakan pakaian yang
menyerap keringat.
8. Anjurkan asupan cairan
oral, sedikitnya 2 liter
sehari, dengan tambahan
cairan selama aktivitas
yang berlebih atau aktivitas
sedang dalam cuaca panas.
9. Kolaborasi pemberian
antipiretik.
2 Ketidakseimban Setelah diberikan 1. Kaji terhadap malnutrisi
gan nutrisi: asuhan keperawatan dengan mengukur tinggi
kurang dari selama ...x... dan berat badan, usia,
kebutuhan tubuh diharapkan asupan protein serum,
berhubungan nutrisi adekuat albumin,hemoglobin dan
dengan dengan kriteria pengukuran antropometri.
ketidakmampua hasil : 2. Kaji riwayat diet termasuk
n menelan 1. Adanya makanan yang disukai dan
makanan, peningkatan berat tidak disukai serta
anoreksia, mual, badan sesuai intoleransi makanan
muntah. dengan tujuan 3. Kaji faktor-faktor yang
2. Berat badan ideal mempengaruhi masukan
sesuai dengan oral: kemampuan
tinggi badan mengunyah,merasakan,me
3. Tidak ada tanda nelan.
tanda malnutrisi 4. Kurangi faktor yang
4. Tidak terjadi membatasi masukan oral :
penurunan berat a. Dorong pasien
badan yang istirahat sebelum
berarti makan
b. Rencanakan makan
sehingga jadwal
makan tidak terjadi
segera setelah
prosedur yang
menimbulkan nyeri
atau tidak enak.
c. Dorong pasien untuk
makan dengan orang
terdekat bila
mungkin.
d. Beri makan sedikit
tapi sering.
e. Batasi cairan 1 jam
sebelum makan dan
pada saat makan.
5. Delegatif tentang
pemberian antiemetik
suplemen vitamin, anti
jamur dan nutrisi parentral,
enteral
6. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk diet kalori
tinggi.
3 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Kaji keadaan umum pasien
berhubungan asuhan keperawatan (TTV).
dengan agens selama …x… 2. Kaji lokasi, karakteristik,
cedera biologis. diharapkan nyeri awitan dan durasi nyeri.
pasien terkontrol 3. Kaji dampak lingkungan
dengan kriteria hasil: terhadap terhadap nyeri.
1. Klien melaporkan 4. Observasi isyarat non-
nyeri berkurang. verbal ketidaknyamanan
2. Ekspresi wajah akibat nyeri.
rileks 5. Minta pasien menilai nyeri
3. Berpartisipasi pada skala 0 -10
dalam aktififitas 6. Lakukan perubahan pada
dengan tepat. posisi/ relaksasi.
7. Kendalikan faktor
lingkungan yang
mempengarui nyeri.
8. Bantu pasien berfokus
pada aktivitas.
9. Ajarkan teknik non-
farmakologis.
4 Intoleransi Setelah diberikan 1. Observasi adanya
aktivitas asuhan keperawatan pembatasan klien dalam
berhubungan selama …x… melakukan aktivitas
dengan diharapkan dapat 2. Kaji adanya faktor yang
kelemahan melakukan aktivitas menyebabkan kelelahan
umum. dengan baik dengan 3. Monitor nutrisi dan sumber
kriteria hasil: energi yang adekuat
1. Tidak mudah 4. Monitor pasien akan
lelah adanya kelelahan fisik dan
2. Pasien emosi secara berlebihan
mengungkapkan 5. Monitor respon fisik,
peningkatan emosi, sosial dan spiritual
tingkat energy 6. Monitor respon
3. Menunjukkan kardivaskuler terhadap
kemampuan aktivitas (takikardi,
untuk beraktivitas disritmia, sesak nafas,
sesuai dengan diaporesis, pucat,
keinginan pasien perubahan hemodinamik)
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda.
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan di
waktu luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuam dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembbali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassesment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3) Mengkaji peneyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA, NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Evelyn C.Pearce.2013. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT. Gramedia
Pratamawati. (2012). Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem Kewaspadaan Dini
Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 6, No. 6, Juni 2012.