Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut

yang disebabkan oleh empat serotip virus dengue dan ditandai dengan

empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

perdarahan, nyeri otot, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai

timbulnya perdarahan sebagai akibat kebocoran plasma yang dapat

menyebabkan kematian (Soegijanto, 2002)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat

pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri

otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama. (Nabiel

2014)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut

dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer,

Arif 2008)

Jadi Demam Haemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue dengan manifestasi klinis


demam disertai gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat

menyebabkan kematian.

2. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi Dan Fisiologi

a. Sistem Hematologi

Komponen Padat Darah

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai

fungsi sebagai berikut:

1) Transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolis,

2) Mengatur keseimbangan asam basa,

3) Mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran),

4) Membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan

otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh,

5) Pengaturan hormon dengan membawa dan menghantarkan

dari kelenjar ke sasaran.

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang berwarna merah.

Warna merah ini keadaanya tidak tetap, bergantung pada banyaknya

oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Darah berada dalam tubuh

karena adanya kerja pompa jantung. Selama darah ada dalam


pembuluh, darah akan tetap encer. Tetapi bila berada di luar

pembuluh darah akan membeku. Darah arteri berwarna merah terang

menandakan bahwa darah teroksigenasi dengan baik, sementara

darah vena berwarna gelap karena kurang teroksigenasi. Berat jenis

darah bervariasi berkisar antara 1.045-1.065, suhu darah adalah 38˚C

dan pHnya adalah 7,38. Volume darah dalam tubuh berkisar 8% dari

berat badan, rata-rata mendekati 5-6 liter (Syaifuddin, 2011).

1) Eritrosit

Bentuk sel darah merah (eritrosit) seperti cakram/bikonkaf, tidak

mempunyai inti, ukurannya 0,007 mm, tidak bergerak,

banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm3, warnanya kuning kemerah-

merahan, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai

pembuluh darah yang dilalui. Oleh karena didalamnya

mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen (O2),

eritrosit membawa oksigen dari paru ke jaringan dan

karbondioksida (CO2) dibawa dari jaringan ke paru (Syaifuddin,

2011).

2) Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein berupa pigmen merah pembawa

oksigen yang kaya zat besi. Hemoglobin memiliki daya gabung


terhadap oksigen untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah

merah.

3) Leukosit

Bentuk dan sifat sel darah putih (leukosit) berbeda dengan

eritrosit. Bentuknya bening, tidak berwarna, lebih besar dari

eritrosit, dapat berubah dan bergerak dengan perantaraan kaki

palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel,

banyaknya antara 6000-9000/mm3. Fungsi utama sel darah putih

adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara menghancurkan

antigen (kuman, virus dan toksin). Leukosit dapat bergerak dari

pembuluh darah menuju jaringan, saluran limfe dan kembali lagi

ke dalam aliran darah. Leukosit bersama sistem makrofag

jaringan atau sel retikuloendotel dari hepar, limpa, sumsum

tulang, alveoli, paru, mikroglia otak dan kelenjar getah bening

melakukan fagositosis terhadap kuman dan virus yang masuk.

Setelah di dalam sel kuman/virus dicerna dan dihancurkan oleh

enzim pencerna sel (Syaifuddin, 2011).

4) Trombosit

Trombosit bukan berupa sel melainkan berbentuk keping-keping

yang merupakan bagian-bagian kecil dari sel besar. Trombosit

dibuat di sumsum tulang, paru dan limpa dengan ukuran kira-

kira 2-4 mikron. Umur peredarannya sekitar 10 hari. Jumlahnya


pada orang dewasa antara 150.000-450.000 keping/mm3

(Syaifuddin, 2011).

Komponen Cair Darah (Plasma)

Plasma merupakan bagian dari 5% berat badan. Plasma merupakan

media sirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk eritrosit,

leukosit dan trombosit. Plasma darah adalah cairan berwarna kuning

yang dalam reaksinya bersifat alkali. Susunan plasma terdiri atas air

90%, protein 8% (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen),

mineral 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam kalsium,

fosfor, magnesium dan zat besi), sisanya terdiri dari bahan organik

(glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam

amino). Plasma berfungsi sebagai media untuk menyalurkan

makanan, mineral, lemak, glukosa dan asam amino ke jaringan juga

merupakan media untuk mengangkut bahan buangan seperti urea,

asam urat dan karbon dioksida. Protein plasma (albumin) dalam

keadaan normal terdapat 3-5 gram/cc darah dan fungsinya

bertanggung jawab terhadap tekanan osmotik yang mempertahankan

volume darah dan menyediakan protein untuk jaringan (Syaifuddin,

2011).

1) Protein Plasma
Protein plasma terdiri dari fraksi albumin, globulin dan

fibrinogen. Fungsi protein plasma:

a) Mempertahankan tekanan osmotik plasma yang diperlukan

untuk pembentukkan dan penyerapan cairan jaringan.

b) Bergabung bersama asam dan alkali protein, plasma

bertindak sebagai penyangga dalam mempertahankan pH

normal tubuh.

c) Fibrinogen dan protrombin penting untuk pembekuan darah.

d) Imunoglobulin sangat esensial dalam pertahanan tubuh

melawan infeksi.

2) Tekanan Osmotik Plasma

Protein merupakan zat terlarut dalam plasma yang tidak mudah

berdifusi ke dalam cairan interstisial. Konsentrasi protein dalam

plasma rata-rata tiga kali konsentrasi dalam cairan interstisial,

7,3 gram/100ml di dalam plasma dan 2 gram/100ml di dalam

cairan interstisial. Protein yang terlarut di dalam cairan dan

cairan interstisial bertanggung jawab untuk tekanan osmotik

pada membran kapiler. Nilai normal untuk tekanan osmotik

koloid plasma manusia rata-rata 28 mgHg (Syaifuddin, 2011).

b. Sistem Imunologi

Sistem Imun (bahasa Inggris: Immune System) adalah sistem

pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari

makromolekul asing atau serangan organisme termasuk virus,


bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam

perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang

terjadi pada autoimunitas dan melawan sel yang dapat berubah

menjadi tumor. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem

perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan

organ khusus pada suatu organisme (Syaifuddin, 2011).

Gambar 2.4 Sumber: Biochemistry Seventh Edition, 2012

Pembagian Immunglobulin:

1) Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah

antibodi yang memainkan peran penting dalam imunitas

mukosis (en: mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada

bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan

susu) sebagai sIgA (en: secretory IgA) dalam perlindungan

permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah

penempelan bakteri dan virus ke membran mukosa.


2) Antibodi D (bahasa Inggris: Immunoglobulin D, IgD) adalah

sebuah monomer dengan fragmen yang dapat mengikat 2

epitop. IgD ditemukan pada permukaan sel B bersama dengan

IgM atau sIgA, tempat IgD dapat mengendalikan aktivasi dan

supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan produksi

autoantibodi sel B.

3) Antibodi E (bahasa Inggris: Antibody E, Immunoglobulin E,

IgE) adalah jenis antibodi yang dapat ditemukan pada mamalia.

IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama pada

hipersensitivitas tipe 1.

4) Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah

antibodi monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan

rantai ringan yang saling mengikat dengan ikatan disulfida.

Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup

merata di dalam darah dan cairan tubuh.

5) Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM,

macroglobulin) adalah antibodi dasar yang berada pada plasma

B. IgM merupakan antibodi dengan ukuran paling besar,

berbentuk pentameris 10 area epitop pengikat dan beredar

segera setelah tubuh terpapar antigen sebagai respon imunitas

awal (en: primary immune response) pada rentang waktu paruh

sekitar 5 hari (Syaifuddin, 2011).


3. Etiologi

Penyebab Dengue Haemorhagic Fever (DHF) dinamakan virus

dengue tipe 1, tipe 2, tipe 3, tipe 4. Vektor dari DHF adalah Aedes

Aegypti, Aedes Albopictus, Aedes Aobae, Aedes Cooki, Aedes

Hakanssoni, Aedes Polynesis, Aedes Pseudoscutellaris dan Aedes

Rotumae (Sumarmo, 2005).

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF

dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, rata – rata 2 – 8 hari.

Manifestasi klinis infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau

dapat berupa demam yang tidak khas. Dengue Haemorhagic Fever

ditandai oleh empat manifestasi klinik mayor yaitu:

a. Demam tinggi,

b. Manifestasi perdarahan (terutama kulit),

c. Hepatomegali dan

d. Tanda kegagalan sirkulasi.

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DHF ditegakkan bila hal

dibawah ini terjadi:

a. Demam, riwayat demam akut antara 2-7 hari,


b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji

bendung positif, petekiae, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa,

hematemesis atau melena,

c. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul),

d. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai

berikut:

1) Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar usia dan

jenis kelamin.

2) Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

3) Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

5. Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk terjadi viremia yang ditandai dengan demam mendadak tanpa

penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti; sakit kepala, mual,

muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang

sakit perut dan bintik-bintik merah pada kulit. Kelainan dapat terjadi

pada sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar

getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin

dan serotonin serta aktivitas menyebabkan peningkatan permeabilitas


dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke

ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma akibatnya terjadi

pengurangan volume plasma yang terjadi hipovolemia, penurunan

tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Selain itu sistem retikulo endotel bisa terganggu sehingga

menyebabkan reaksi antigen antibodi yang akhirnya bisa menyebabkan

Anaphylaxia.

Akibat lain dari virus Dengue dalam peredaran darah akan

menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi

trombositopenia yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena

gangguan trombosit dan kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada

perdarahan kelenjar adrenalin.

Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai

puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume

plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan

hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak segera

diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan

kematian. Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7.

Reaksi lainnya yaitu terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya

gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskuler,

trombositopenia (trombosit <100.000/mm3), menurunnya fungsi

trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor III, V,

IX, X dan fibrinogen). Pembekuan yang meluas pada intravaskuler


(DIC) juga bisa terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti

petekiae, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai

perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal.

6. Klasifikasi Dengue Hemoragic Fever (DHF)

a. Derajat I

Demam disertai, gejala klinis lainnya, tanpa perdarahan spontan uji

tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II

Derajat I dan disertai perdarahan spontan seperti epitaksis,

hematemesis, melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III

Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan

manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan

lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita

gelisah.

d. Derajat IV

Renjatan berat (DDS) dengan nadi tidak teraba, dan tekanan darah

tidak dapat diukur.

7. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue


Dalam perjalanan penyakit infeksi virus Dengue, terdapat tiga fase

perjalanan, yaitu:

a. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi

Anamnesis : Demam tinggi 2-7 hari dapat mencapai 40°C dan

terjadi kejang demam, dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala,

nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorokan dengan faring hiperemis,

nyeri di bawah lengkung iga kanan serta nyeri perut.

Pemeriksaan fisik

1. Manifestasi perdarahan

a) Uji bendung positif merupakan manifestasi perdarahan

yang paling banyak pada fase demam awal.

b) Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur

vena.

c) Petekiae pada ekstremitas, ketiak, muka dan palatum lunak.

d) Epistaksis, perdarahan gusi

e) Perdarahan saluran cerna

f) Hematuria

g) Menorhagia

2. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan

kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan.

Pada DHF terdapat hemostasis yang tidak normal, perembesan


plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),

hipovolemia dan syok karena terjadi peningkatan permeabilitas

kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi

cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi

selama 24-48 jam.

b. Fase kritis/ perembesan plasma: adanya perembesan plasma

dengan derajat bervariasi. Fase kritis terjadi saat perembesan

plasma yang berawal pada masa transisi dari saat demam ke bebas

demam (disebut fase time of fever defervescence) yang ditandai

dengan:

1) Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

2) Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura, asites, edema

pada dinding kandung empedu, foto dada (dengan posisi right

lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi

perembesan plasma tersebut.

3) Terjadi penurunan kadar albumin. Diuresis menurun (< 1ml/kg

berat badan/jam) sampai anuria.

4) Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia,

ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan multipel organ dan

perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.

c. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma

mendadak berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi


plasma. Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan

nafsu makan kembali.

8. Komplikasi

Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani

akan menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,

penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan

koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya

megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa

hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet

positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna,

hematemesis dan melena.

2. Kegagalan sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 –

7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga

terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan

peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi

yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous

return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,

sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan

sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan

aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan

curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi

iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan

irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien

meninggal dalam 12-24 jam.

3. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan

dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati

dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang

lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau

kompleks virus antibodi.

4. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan

ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan

dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura

akan terjadi dispnea, sesak napas.

9. Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien

tersangka DBD adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,


hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat

adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat

ditemui limfositosis relatif (>45% dari total lekosit) disertai

adanya limfosit plasma biru >15% dari jumlah total lekosit yang

pada fase syok akan meningkat.

 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8

 Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya

dimulai pada hari ke 3 demam.

 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D

Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan

atau kelainan pembekuan darah.

 Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

plasma

 SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat

 Ureum, kreatinin:bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

 Elektrolit: sebagai pemantauan pemberian cairan.

 Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi

darah atau komponen darah.

 Imunoserologi dilakukan pemeriksaaan IgM dan IgG terhadap

dengue:
a) IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu

ke 3, menghilang setelah 60-90 hari.

b) IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke

14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2

 Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari perta,a serta saat

pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk keperluan

surveilans.

b) Pemeriksaan Radiologis

Pada foto didapatkan efusi pleura, terutama pada hemothoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi

pleura dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksaan

foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus

kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Ascites dan

efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

3. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif

a. DHF tanpa perdarahan (renjatan)

Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan

pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak

minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan

teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara

memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang


menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau

minum sesuai ang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan

sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan.

Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan

kompres dingin. Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti

konfulsan lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur

kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15

menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis

3 mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1

tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi

vital.

Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :

1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum

sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.

2) Hematokrit yang cenderung meningkat

Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya

mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital

(hipotensi, penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai

trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena

itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus diperiksa Hb,

Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam

telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang menentukan


apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.

b. DHF disertai renjatan (DSS)

Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus

sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran

yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada

respon diberikan plasma atau plasma ekspander, banyaknya 20-30

ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan infs harus

diguyur dengan cara membuka klem infus.

Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo

nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan

dikurangi 10 l/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam,

maka pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn

tanda-tanda vital telah baik.

Pada pasien renjatan berat atau renjaan berulang perlu dipasang

CVP (Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral

melalui vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat

di ICU.

Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan

gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan

gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan

hematokrit menutun sedangkan perdarahanna sedikit tidak kelihatan.

Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka


engan keadaan ini dianjurka pemberian darah.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian :

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat

diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur

2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit

3. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah

mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana

pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah

dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
Kemudian apakah anak sebelumnya pernah mengalami DBD juga

atau tidak atau Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF,

anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan type

virus yang lain

b) Alasan Masuk Rumah Sakit

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang

ke rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.

c) Riwayat Kesehatan Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai

menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun

terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah.

Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,

muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot

dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa

pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade

III, IV), melena atau hematemasis. Riwayat Kesehatan Keluarga

4. Riwayat imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan

akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

5. Riwayat gizi

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak

dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada

faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami


keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini

berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka

anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya

menjadi kurang.

6. Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan

yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang

di kamar).

7. Pola kebiasaan

Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan

berkurang, dan nafsu makan menurun.

Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.

Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.

Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau

banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.

Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena

mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan

kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.

Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat

sarang nyamuk aedes aegypti.

Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk

menjaga kesehatan.
8. Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut

sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik

anak adalah :

a. Kesadaran : Apatis

b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg

c. Kepala : Bentuk mesochepal

d. Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,

mata anemis

e. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada

gangguan

Pendengaran

f. Hidung : Ada perdarahan hidung / epsitaksis

g. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi,

ada perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.

h. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,

kekakuan leher tidak ada, nyeri telan

i. Dada :

Inspeksi : Simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan

Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan

Perkusi : Sonor

Palpasi : Taktil fremitus normal


j. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)

Auskultasi : Bising usus 8x/menit

Perkusi : Tympani

Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

k. Ekstrimitas: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri

otot, sendi tulang

l. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak

terpasang kateter

9. Sistem integumen

Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul

keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak.

a. Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan

karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang

mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada

mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi

perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan

mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga

(grade II, III, IV).

b. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax

terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah

kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat


pada grade III dan IV.

c. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan

asites. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi,

serta tulang.

10. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji rumple leed / tourniquet positif

Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia,

hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang, hiponatremia,

hipoproteinemia.

Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan

b. Serologi

Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk

menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG

Elisa dan uji IgM Elisa

c. Isolasi virus

Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body

technique test secara langsung / tidak langsung menggunakan

conjugate (pengaturan atau penggabungan)

d. Identifikasi virus

Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body

tehnique test secara langsung atau tidak langsung dengan

menggunakan conjugate
e. Radiologi

Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama

disebelah hemi thorax kanan

2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

ditandai dengan konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas normal,

takikardi, kulit kemerahan.

2. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya

cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan

4. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-

faktor pembekuan darah ditandai dengan

5. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hemokonsentrasi

ditandai dengan

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Keperawatan

1 Hipertermi Suhu tubuh  Kaji suhu  Mengetahui


berhubungan normal setelah tubuh klien peningkatan suhu

dengan proses dilakukan  Beri kompres tubuh, mempermudah

infeksi virus tindakan air hangat intervensi

dengue. keperawatan  Anjurkan klien  Mengurangi panas

selama 3x24 untuk banyak dengan pemindahan

jam. minum panas secara konduksi

KH :  Anjurkan klien  Untuk mengganti

1. Suhu tubuh untuk cairan tubuh yang

antara 36- memakai baju hilang akibat

37,5 0 C tipis dan evaporasi

2. Klien menyerap  Memberikan rasa

mengatakan keringat nyaman dan tidak

tidak panas  Observasi merangsang

lagi. intake dan peningkatan suhu

output, tanda tubuh.

vital  Mendeteksi dini

 Kolaborasi kekurangan cairan

pemberian serta mengetahui

cairan keseimbangan cairan

intravena dan dan elektrolit dalam

pemberian tubuh.

obat sesuai  Tanda vital

program merupakan acuan


untuk mengetahui

keadaan umum klien.

 Pemberian cairan

sangat penting pada

klien dengan suhu

tubuh tinggi. Obat

khususnya untuk

menurunkan suhu

tubuh klien.

2 Gangguan Tidak terjadi  Observasi  Vital sign membantu

keseimbangan deficit volume vital sign tiap mengidentifikasi

cairan cairan setelah 3 jam fluktuasi cairan

berhubungan dilakukan  Observasi intravaskuler.

dengan tindakan capillary  Menunjukkan

perpindahan keperawatan refill indikasi keadekuatan

cairan dari selam 3x24 jam  Observasi sirkulasi perifer

intravaskular ke KH : intake output,  Penurunan keluaran

ekstravaskular - Intake dan catat warna urine pekat dan

output urine, peningkatan BJ

seimbang konsentrasi, merupakan indikasi

- Vital sign bj urine dehidrasi

dalam batas  Anjurkan  Untuk memenuhi

normal klien untuk kebutuhan cairan


- Tidak ada banyak tubuh peroral.

tanda presyok. minum  Dapat meningkatkan

- Akral hangat  Kolaborasi cairan tubuh, untuk

- Capillary refill pemberian mencegah terjadinya

< 2 dtk cairan syok hipovolemik.

intravena

3 Resiko syok Syok tidak  Monitor  Untuk mengetahui

hipovolemik terjadi setelah keadaan tanda-tanda awal syok

berhubungan dilakukan umum klien  Untuk memastikan

dengan tindakan  Observasi tidak terjadi

perdarahan yang keperawatan vital sign presyok/syok

berlebihan selama 3x24 setiap 3  Dengan melibatkan

jam. jam/lebih klien dan keluarga

KH :  Jelaskan pada maka tanda-tanda

- Tanda vital klien dan perdarahan dapat

dalam batas keluarga segera diketahui dan

normal tanda tindakan yang cepat

perdarahan dan tepat dapat segera

dan anjurkan diberikan.

untuk  Cairan intravena

melaporkan diperlukan untuk

bila terjadi mengatasi kehilangan


perdarahan cairan tubuh yang

 Kolaborasi hebat

dalam  Untuk mengetahui

pemberian tingkat kebocoran

cairan pembuluh darah yang

intravena dialami klien dan

 Kolaborasi untuk acuan dalam

dalam melakukan tindakan

pemberian lebih lanjut.

Hb,

Trombosit

4 Risiko gangguan Tidak terjadi  Kaji riwayat  Untuk

pemenuhan gangguan nutrisi, mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi pemenuhan termasuk defisiensi, menduga

kurang dari kebutuhan makanan kemungkinan

kebutuhan tubuh nutrisi setelah yang disukai intervensi

berhubungan dilakukan klien  Mengawasi asupan

dengan intake tindakan  Observasi kalori/kwalitas

nutrisi yang tidak keperawatan dan catat kekurangan konsumsi

adekuat akibat selama 3x24 masukan makanan.

mual dan jam. makanan  Mengawasi penurunan

penurunan napsu KH : klien. BB

makan - Tidak ada  Timbang BB  Makanan sedikit dapat


tanda-tanda tiap hari bila menurunkan

malnutrisi memungkink kelemahan dan

- BB seimbang an meningkatkan

 Berikan masukan juga

makanan mencegah distensi

sedikit tapi gaster

sering atau  Meningkatkan napsu

makan makan dan masukan

diantara peroral

waktu makan  Dapat menurunkan

 Berikan dan distensi dan iritasi

bantu oral gaster.

hygiene

 Hindari

makanan

yang

merangsang

dan

mengandung

gas

5 Risiko terjadinya Tidak terjadi  Monitor  Penurunan trombosit

perdarahan perdarahan tanda-tanda merupakan tanda

berhubungan setelah penurunan adanya kebocoran


dengan penurunan dilakukan jumlah pembuluh darah yang

faktor-faktor tindakan trombosit pada tahap tertentu

perdarahan keperawatan yang disertai dapat menimbulkan

selama 3x24 tanda klinis. tanda klienis seperti

jam.  Anjurkan epistaksis dan ptekie.

KH : klien untuk  Aktifitas klien yang

-Tidak ada bedrest tidak terkontrol dapat

perdarahan  Berikan menimbulkan

lebih lanjut penjelsaan perdarahan.

- Nilai kepada klien  Keterlibatan klien

trombosit dalam dan keluarga dan keluarga dapat

batas normal. untuk membantu

-TD 100/60 melaporkan penanganan dini

mmHg, N: jika ada tanda penanggulangan

80_100 x/mnt, perdarahan perdarahan.

pulsasi kuat, seperti  Mencegah terjadinya

reguler. hematemesis, perdarahan lebih

epistaksis, lanjut

melena.  Dapat mengetahui

 Antisipasi kemungkinan

adanya perdarahan klien dan

perdarahan, tingkat kebocoran

gunakan sikat pembuluh darah.


gigi yang

lunak,

pelihara

kebersihan

mulut,

berikan

tekanan 5-10

menit setiap

selesai

mengambil

darah.

 Kolaborasi

dalam

memonitor

nilai

trombosit

setiap hari.

6. EVALUASI

a. Suhu dalam batas normal

b. Tidak terjadi defisit volume cairan

c. Tidak terjadi syok hipovolemik

d. Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


e. Tidak terjadi perdarahan

f. Keluarga memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan

DBD

g. Kebersihan lingkungan tetap terjaga

h. Timbulnya kesadaran klien, keluarga dan masyarakat terhadap kebiassaan

dan budaya yang benar

i. Cairan klien terpenuhi

j. Tidak terjadi infeksi sekunder


C. KONSEP DASAR TUMBUH KEMBANG ANAK SEKOLAH (7 TAHUN)

Karakterisik fisik

Penambahan berat badan anak usia sekolah penambahan setiap tahun 2-3 kg.

Pertumbuhan tinggi badan anak usia sekolah setiap tahun 5-7 cm.

Perkembangan Spiritual (Fowler)

Tahap 2: Mythical- literal

Selama usia sekolah, perkembangan spiritual terjadi bersama dengan

perkembangan kognitif, dan berkaitan erat dengan pengalaman dan interaksi

social anak. Pada usia ini sebagian besar anak-anak sangat tertarik pada agama.

Mereka menerima ketuhanan, dan doa kepada yang maha kuasa merupakan hal

yang penting dan perlu dijawab; perilaku yang baik perlu diberi penghargaan, dan

perilaku yang buruk perlu mendapat hukuman. Mereka membentuk hati nurani

yang terganggu jika mereka tidak mematuhinya. Mereka memiliki penghormatan

atas pemikiran dan berbagai hal dan mampu mengartikulasikan keimanan yang

mereka miliki. Mereka bahkan mempertanyaknnya kevaliditasannya.

Perkembangan Moral (Kohlberng)


Pada tahap ini anak-anak terfokus pada kepatuhan dan loyalitas. Mereka

menghargai pemeliharaan harapan keluarga, kelompok, atau Negara tanpa

memedulikan konsekuensinya. Perilaku yang disetujui dan disukai atau membantu

orang lain dianggap sebagai perilaku yang baik.

Perkembangan Kognitif (Piaget)

Pada usia ini cara berfikir menjadi semakin logis dan masuk akal. Annak-

anak mampu mengklasifikasi, mengurutkan, menyusun, dan mengatur

fakta tentang dunia untuk menyelsaikan masalah. Mereka membentuk

konsep baru tentang permanen.


D. DAMPAK HOSPITALISASI

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada

lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan

atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya

(Wong, 2000). Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan

dan stress (Nursalam, 2005). Hospitalisasi juga dapat menimbulkan

ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau

tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit

anak selama dirawat di rumah sakit. Perasaan tersebut dapat timbul karena

menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernaah dialami sebelumnya,

rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa

dialaminya dan sesuatuyang di rasakan menyakitkan (Supartini, 2004)

Dampak hospitalisasi pada anak berbeda-beda tergantung oleh

perkembangan usia, pengalaman sakit dan dirawat di rumah sakit, support

system, serta keterampilan koping dalam menangani stress. Kecemasan

dan ketakutan sangat mempengaruhi prosses pengobatan anak (Laili,

2006). Reaksi hospitalisasi dan dampak yang ditimbulkan seringkali

menjadi permasalahan pokok yang dihadapi dalam dunia kesehatan.


Sebagaimana komitmen dalam mengatasi hal tersebut baik secara

individual maupun secara social yaitu upaya meminimalisirkan dampak

serta memaksimalkan manfaat dampak hospitalisai (Hawari, 2006)

Menuurt Supartini (2004). Hospitalisasi merupakan suatu proses dimana

karena alas an tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah

Sakit. Menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu

tersebut dirawat di rumah sakit (Wong, 2003). Menurut WHO, hospitalisasi

merupakan pengalaman yang mengancam ketika anak menjalani hospitalisasi

karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman. Berbagai

perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu: cemas, marah, sedih, takut, dam

rasa bersalah (Wong, 2002)

Anak usia sekolah (6-12 tahun) yang di rawat di rumah sakit akan merasa

khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebaya, takut kehilangan

keterampilan, merasa kesepian dansendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan

perlindungan dari orang tua namun tiak memerukan selalu ditemani oleh orang

tuanya.

Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di

rumah sakit menyebbkan perasaan kehilangan control dan kekuatan. Hal ini

terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati,
kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit

seperti bedrest, penggunaan pispot, kurangnya privacy,pemakaian kurdi roda dll.

Anak telah dapat mengekspresikan perasaannya dan mampu bertoleransi

terhadap rasa nyeri. Anak akan berusaha mengontrol tingkah laku pada waktu

merasa nyeri atau sakit dengan cara menggigit bibir atau menggenggam sesuatu

dengan erat.

Anda mungkin juga menyukai