Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) GRADE II

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Anatomi Fisiologi Darah
1. Anatomi Darah

Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair
yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce
Evelyn, 2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5
juta dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat
dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar
keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit
berwarna kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu
zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika
didalamnya banyak mengandung O2.
Gambar 2. Sel Darah Merah
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan
dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa
karbon dioksida dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin
mengandung kira-kira 95% Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa
oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi Oksihemoglobin dan
diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.Disamping
Oksigen, hemoglobin juga membawa Karbondioksida dan dengan
Karbon monooksida membentuk ikatan Karbon Monoksihemoglobin
(HbCO), juga berperan dalam keseimbangan ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis,
pematangan sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin.
Proses pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang
dewasa terjadi di sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak,
vertebra, pelvis, sternum, iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada
usia 0-3 bulan intrauterine terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan
intrauterine terjadi pada hati dan limpa. Dalam proses pembentukan
sel darah merah membutuhkan bahan zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan faktor lain. Kekurangan
salah satu unsur diatas akan mengakibatkan penurunan produksi sel
darah sehingga mengakibatkan Anemia yang ditandai dengan Kadar
hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat
bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai
bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel.
Leukosit berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira
4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh
dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh
jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu
sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel
leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada
dalam darah akan meningkat.

Gambar 3. Jenis Jenis Leukosit


c. Plasma darah
Bagian darah encer tanpa
sel-sel darah warna bening kekuningan hampir 90% plasma darah
terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan
lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan
osmotik).
3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas
darah dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)

2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2010) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit,
antibodi/zat-zat anti racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk.
2008).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (betina) (Hidayat, 2006).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes
aegypti) (Ngastiah 2007).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

2. Etiologi
a. Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6.Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotip terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat
serotip (DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang
dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat
untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel
pejamu.Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus
untuk menginfeksi lebih banyak sel, membentuk virus progenik,
menyebabkan reaksi inflamasi hebat, dan menghindari respon imun
mekanisme efektor.
1) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2006; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting
di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana –
bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja
hari. (Soedarto, 2006 ; 37).
2) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui
plasenta. (Soedarto, 2006; 38).

4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue.Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler.Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi
penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya
trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal
pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan
kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau
hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis
metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat. (Irawan, 2007)

5. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat
sebagai berikut:
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji
torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di
tempat lain ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3) Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut,
hidung dan ujung jari (tanda-tanda dini renjatan).
4) Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.

6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF,
dengan masa inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO sebagai berikut
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif,
seperti perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis,
Hematemesis,Hematuri, dan melena)
c. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
d. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan
diastolik 20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah
timbul sianosis disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF
gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita
DHF adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-
pegal pada saluran tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah
thrombocytopenia (kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan
20 %)

7. Pemeriksaan Fisik
a. Muka tampak merah; Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva
hiperemis, lakrimasi dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering,
kemungkinan sianosis; Perdarahan pada gusi.
b. Pembesaran kelenjer limfe
c. Nafas cepat, dispnea, takipnea
d. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma)
serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan
malena.
e. Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
f. Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan
dan ulserasi gusi, hematemesis, dan malena
g. Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal
pada seluruh tubuh.
h. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).

8. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


Adapun beberapa pemeriksaan pada pasien Demam Berdarah,
diantaranya :
a. Tes Tourniquet yang positif
b. Pemeriksaan Hematologi, beberapa diantaranya :
1) Hematokrit
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga
dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan
proses perjalanan penyakit DBD.
2) Hemoglobin
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal
atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik
mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan
hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada DBD.
3) Jumlah leukosit dan hitung jenis
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai
leukositosis sedang.Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama
dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas
normal.Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai
kedelapan.
4) Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana
yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis peyakit
DBD.Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari
pertama.Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah
panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.
c. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue, uji laboratorium
meliputi:
1) Isolasi Virus Dengue
Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dala arti
sangat menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang
canggih, sehingga tidak dipakai secara rutin.
2) Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh
lebih sederhana dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara
virus dengue dan virus dari kelompok flavirus dapat memberikan
hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang
meningkatkan tinggi titernya mencapai empat kali lipat terhadap
satu atau lebih antigen dengue dalam spesimen serta
berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan
otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-
flouresens, ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
3) Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat
beberapa kelainan yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh
paru, efusi pleura, kardiomegali, efusi perikard, hepatomegali,
cairan dalam rongga peritoneum.

9. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan yang luas.
b. Mengalami shock atau renjatan.
c. Mengalami effusi pleura
d. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) DHF tanpa Renjatan
a) Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
b) Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
c) Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi ,
beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th
diberikan 5 mg/ kg BB.
d) Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
a) Pasang infus RL
b) Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 - 30 ml/ kg BB )
c) Tranfusi jika Hb dan Ht turun
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
2) Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
3) Observasi intik output
4) Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum
1 ½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
5) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
6) Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri

pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter,

obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.


c. Resiko Perdarahan
1) Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
2) Catat banyak, warna dari perdarahan
3) Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal
d. Peningkatan suhu tubuh
1) Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodic
2) Beri minum banyak
3) Berikan kompres
e. Pencegahan
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF:
1) Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya
DHF / DSS
2) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor
pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita
veremia.
3) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran
yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini
yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan
ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu:
1) Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur sekurang –
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke
dalamnya.
2) Menutup rapat – rapat tempat penampung air .
3) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat
menampung air hujan.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang
disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri
ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade III. IV), melena atau
hematemesis.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain
sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa
ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
c. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak
nafsu makan.Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
e. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang
dibersihkan.

f. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat
penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air
bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang
jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada
pasien DHF mengalami perubahan penatalaksanaan kesehatan yang
dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi.
3) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan
suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur. Anak dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. kadang-kadang anak dengan DHF mengalami diare atau
konstipasi, sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada anak
perempuan.
7) Pola kognitif dan perseptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan
dan gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan
dalam merawat diri. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba
dan penghidu tidak mengalami gangguan.Nyeri dapat menjadi keluhan
pada pola sensori.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
9) Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak
efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.Anak dengan DHF
biasanya merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak
cenderung ingin ditemani orang tua dan orang terdekat
10) Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit,karena klien harus menjalani perawatan di
rumah sakit maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien
baik dalam keluarga, lingkungan bermain dan sekolah.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.

g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu
tubuh. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut:
a) Grade I : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi elmah.
b) Grade II : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan
telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
c) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah
menurun.
d) Grade IV : Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru.
meliputi inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut sampai ujung kaki.

h. Pemeriksaan fisik head to toe


i. Integument : Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis
atau tidak.
ii. Kepala : Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih
iii. Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera
tidak ikterik, reflek pupil isokor.
iv. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran
v. Hidung : Simetris, ada perdarahan hidung / epsitaksis.
vi. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan
gusi.
vii. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
kekakuan leher, nyeri telan.
viii. Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu
pernafasan.
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus normal
Auskultasi : Vesikuler
ix. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali).
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
x. Ekstrimitas : Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot,
sendi dan tulang.
xi. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang
Kateter

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
e. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan
dengan Trombositopenia.

3. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan Fever treatment:
1. Monitor suhu sesering
dengan peningkatan laju asuhan keperawatan
mungkin
metabolisme selama…x…
2. Monitor IWL
diharapkan suhu 3. Monitor warna dan suhu
tubuh dalam batas kulit
4. Monitor tekanan darah,
normal dengan
nadi dan RR
kriteria hasil :
5. Monitor penurunan tingkat
1) Suhu tubuh
kesadaran
pasien dalam 6. Monitor WBC, Hb, dan
batas normal (36 Hct
7. Monitor intake dan output
– 37 c). 8. Berikan antipiretik
2) Nadi dan RR 9. Berikan pengobatan untuk
pasien dalam mengatasi penyebab
rentang normal. demam
3) Tidak ada 10. Selimuti pasien
perubahan warna 11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi pemberian
kulit dan tidak
cairan intravena
ada pusing. 13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation:
1. Monitor suhu minimal tiap
2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, Nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek egatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipertermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan antipiretik jika
perlu
Vital sign monitoring:
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktifitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

2 Ketidakseimbangan Setelah diberikan Nutrition management:


nutrisi: kurang dari asuhan keperawatan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh selama ...x... makanan
2. Kolaborasi dengan ahli
berhubungan dengan diharapkan asupan
gizi untuk menentukan
ketidakmampuan menelan nutrisi adekuat
jumlah kalori dan nutrisi
makanan. dengan kriteria hasil :
1) Adanya yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk
peningkatan berat
meningkatkan intak FE
badan pasien
4. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan meningkatkan protein
tujuan dan vitamin C
2) Berat badan 5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang
pasien ideal
dimakan mengandung
sesuai dengan
tinggi serat untuk
tinggi badan
3) Pasien mampu mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang
mengidentifikasi
terpilih (sudah
kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda- dikonsultasikan dengan
tanda malnutrisi ahli gizi
5) Pasien mampu 8. Ajarkan pasien
menunjukkan bagaimana membuat
peningkatan catatan makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi
fungsi
dan kandungan kalori
pengecapan dari
10. Berikan informasi
menelan
tentang kebutuhan nutrisi
6) Tidak terjadi
11. Kaji kemampuan pasien
penurunan berat
untuk mendapatkan
badan yang
nutrisi yang dibutuhkan
berarti
Nutrition monitoring:
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor type dan jumlah
aktifitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan
rambut kusam dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadan albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake
nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas
oral
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, skarlet

3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan Pain Management:


dengan agens cedera asuhan keperawatan
biologis. selama …x… 1. Lakukan Pengkajian Nyeri
diharapkan nyeri Secara Komprehensif
pasien terkontrol Termasuk Lokasi,
dengan kriteria hasil: Karakteristik, Durasi,
1) Klien mampu
Frekuensi,Kualitas Dan
mengontrol nyeri
Faktor Presipitasi
(tahu penyebab 2. Observasi Reaksi Non
nyeri, mampu Verbal Dari
menggunakan Ketidaknyamanan
3. Gunakan Teknik
teknik non
Komunikasi Terapeutik
farmakologi untuk
Untuk Mengetahui
mengurangi nyeri,
Pengalaman Nyeri Pasien
mencari bantuan).
4. Kaji Kultur Yang
2) Pasien mampu
Mempengaruhi Respon
melaporkan bahwa
Nyeri
nyeri berkurang
5. Evaluasi Pengalaman
dengan
Nyeri Masa Lampau
menggunakan 6. Evaluasi Bersama Pasien
menegement nyeri Dan Tim Kesehatan Lain
3) Pasien mampu
Tentang Ketidakefektifan
mengenali nyeri
Kontrol Nyeri Masa
(skala, intensitas,
Lampau
frekuensi dan 7. Bantu Pasien Dan
tanda nyeri). Keluarga Untuk Mencari
4) Pasien mampu
Dan Menemukan
menyatakan rasa
Dukungan
nyaman setelah 8. Kontrol Lingkungan Yang
nyeri berkurang Dapat Mempengaruhi
Nyeri Seperti Suhu
Ruangan, Pencahayaan
Dan Kebisingan
9. Kurangi Faktor Presipitasi
Nyeri
10. Pilih Dan Lakukan
Penanganan Nyeri
(Farmakilogi, Non
Farmakologi Dan
Interpersonal)
11. Kaji Type Dan Sumber
Nyeri Untuk Menentukan
Intervensi
12. Ajarkan Tentang Teknik
Non Farmakologi
13. Berikan Analgetik Untuk
Mengurangi Nyeri
14. Evaluasi Keefektifan
Kontrol Nyeri
15. Tingkatkan Istirahat
16. Kolaborasikan Dengan
Dokter Jika Ada Keluhan
Dan Tindakan Nyeri Tidak
Berhasil
17. Monitor Penerimaan
Pasien Tentang
Menagement Nyeri

Analgesic Administration:

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesic
tergantung type dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali
9. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
4 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan Activity therapy:
berhubungan dengan asuhan keperawatan
1. Kolaborasikan dengan
kelemahan umum. selama …x…
Tenaga Rehabilitasi Medik
diharapkan dapat
dalam merencanakan
melakukan aktivitas
program terapi yang tepat
dengan baik dengan 2. Bantu klien untuk
kriteria hasil: mengidentifikasi aktivitas
1) Pasien mampu yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih
berpartisipasi
aktivitas konsisten yang
dalam aktivitas
sesuai dengan kemampuan
fisik tanpa disertai
fisik, psikolog dan social
peningkatan
4. Bantu untuk
tekanan darah, nadi
mengidentifikasi dan
dan RR
mendapatkan sumber yang
2) Mampu melakukan
diperlukan untuk aktivitas
aktivitas sehari-
yang diinginkan
hari (ADLs) secara
5. Bantu untuk mendapatkan
mandiri
alat bantuan aktivitas
3) Tanda-tanda vital
seperti kursi roda, krek
normal
6. Bantu untuk
4) Energy psikomotor
5) Mampu berpindah: mengidentifikasi aktivitas
dengan atau tanpa yang disukai
7. Bantu klien untuk
bantuan alat
6) Status membuat jadwal latihan
kardiopulmonari diwaktu luang
8. Bantu pasien atau keluarga
adekuat
7) Sirkulasi status untuk mengidentifikasi
baik kekurangan dalam
8) Status respirasi:
beraktifitas
pertukaran gas dan 9. Sediakan penguatan positif
ventilasi adekuat bagi yang aktif beraktifitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual

5. Resiko tinggi terjadinya Setelah diberikan 1. Monitor tanda-tanda


perdarahan lebih lanjut asuhan keperawatan penurunan trombosit yang
berhubungan selama …x… disertai dengan tanda
dengan Trombositopenia. diharapkan klinis.
2. Jelaskan tentang pengaruh
perdarahan tidak ada
trombositopenia pada
lagi dengan kriteria
klien.
hasil:
3. Monitor jumlah trombosit
1. Pendarahan
4. Berikan penjelasan pada
berhenti atau
keluarga klien untuk
tidak ada
melaporkan jika ada
2. Hasil trombosit
perdarahan lebih lanjut
normal
seperti hematemesis,
(150.000/uL).
epistaksis.
5. Kolaborasi dalam
pemberian obat-obatan
sesuai indikasi

b. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan,
perencanaan mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.

c. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif
yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di
capai.Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua
tindakan keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat
mengevaluasi kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai
berikut :
1) Suhu tubuh dalam batas normal.
- Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 ◦C).
- Mukosa bibir lembab
- Klien merasa nyaman tanpa rasa panas.
2) Asupan nutrisi adekuat.
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi.
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
3) Nyeri pasien terkontrol.
- Klien melaporkan nyeri berkurang.
- Ekspresi wajah rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
4) Melakukan aktivitas dengan baik.
- Tidak mudah lelah.
- Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energy.
- Menunjukkan kemampuan untuk beraktifitas sesuai dengan
keinginan pasien.
5) Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
- Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan.
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
6) Tidak terjadi perdarahan.
- Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
DAFTAR PUSTAKA

Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and Management of


Dengue Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department of Pediatrics, Faculty of
Medicine, Ramathibodi Hospital, Mahidol University;2006.
Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, SoerosoT, Waryadi S. Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:Ditjen PPM&PL Depkes&Kesos R.I;
2009.
Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W, Soegijanto S. Demam Berdarah
Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta:
Salemba Medika; 2011.
Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on
Immunopathogenesis.Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease.2007; Vol 30:329-40.
Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di
Indonesia.Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No.3: hal .12-29.
Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan
Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2006;Vol 134:46-9.
Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.
www.pediatrikcom/buletin/20100220-8ma2gi-buletindoc; 20010 [cited 2010];
Available from: www.pediatrikcom/ buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.
WHO.Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO& Departemen Kesehatan RI; 2008.

Anda mungkin juga menyukai