Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair
yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce
Evelyn, 2008 : 133).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5
juta dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat
dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar
keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit
berwarna kuning kemerahan karena didalamnya mengandung suatu
zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika
didalamnya banyak mengandung O2.
Gambar 2. Sel Darah Merah
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan
dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa
karbon dioksida dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin
mengandung kira-kira 95% Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa
oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi Oksihemoglobin dan
diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.Disamping
Oksigen, hemoglobin juga membawa Karbondioksida dan dengan
Karbon monooksida membentuk ikatan Karbon Monoksihemoglobin
(HbCO), juga berperan dalam keseimbangan ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis,
pematangan sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin.
Proses pembentukan sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang
dewasa terjadi di sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak,
vertebra, pelvis, sternum, iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada
usia 0-3 bulan intrauterine terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan
intrauterine terjadi pada hati dan limpa. Dalam proses pembentukan
sel darah merah membutuhkan bahan zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan faktor lain. Kekurangan
salah satu unsur diatas akan mengakibatkan penurunan produksi sel
darah sehingga mengakibatkan Anemia yang ditandai dengan Kadar
hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat
bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai
bermacam-macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel.
Leukosit berwarna bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira
4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh
dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh
jaringan RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu
sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel
leukosit selain didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan
karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada
dalam darah akan meningkat.
2. Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2010) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun
yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit,
antibodi/zat-zat anti racun.
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
2. Etiologi
a. Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6.Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotip terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat
serotip (DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang
dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat
untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein sel
pejamu.Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus
untuk menginfeksi lebih banyak sel, membentuk virus progenik,
menyebabkan reaksi inflamasi hebat, dan menghindari respon imun
mekanisme efektor.
1) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2006; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting
di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana –
bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja
hari. (Soedarto, 2006 ; 37).
2) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui
plasenta. (Soedarto, 2006; 38).
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali menyebabkan demam dengue.Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus-antibodi) yang tinggi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena
kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler.Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi
penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya
trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal
pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan
kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau
hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik
asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis
metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat. (Irawan, 2007)
5. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat
sebagai berikut:
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji
torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di
tempat lain ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3) Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut,
hidung dan ujung jari (tanda-tanda dini renjatan).
4) Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Muka tampak merah; Pembengkakan sekitar mata, konjungtiva
hiperemis, lakrimasi dan fotopobia; Epitaksis; Bibir kering,
kemungkinan sianosis; Perdarahan pada gusi.
b. Pembesaran kelenjer limfe
c. Nafas cepat, dispnea, takipnea
d. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma)
serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan
malena.
e. Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
f. Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan
dan ulserasi gusi, hematemesis, dan malena
g. Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal
pada seluruh tubuh.
h. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma).
9. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan yang luas.
b. Mengalami shock atau renjatan.
c. Mengalami effusi pleura
d. Mengalami penurunan tingkat kesadaran.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) DHF tanpa Renjatan
a) Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
b) Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
c) Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi ,
beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th
diberikan 5 mg/ kg BB.
d) Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
a) Pasang infus RL
b) Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 - 30 ml/ kg BB )
c) Tranfusi jika Hb dan Ht turun
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
2) Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
3) Observasi intik output
4) Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum
1 ½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
5) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan
Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
6) Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu
tubuh. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut:
a) Grade I : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi elmah.
b) Grade II : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi dan
telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
c) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah
menurun.
d) Grade IV : Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin. berkeringat dan kulit tampak biru.
meliputi inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut sampai ujung kaki.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
e. Resiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan
dengan Trombositopenia.
3. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan Fever treatment:
1. Monitor suhu sesering
dengan peningkatan laju asuhan keperawatan
mungkin
metabolisme selama…x…
2. Monitor IWL
diharapkan suhu 3. Monitor warna dan suhu
tubuh dalam batas kulit
4. Monitor tekanan darah,
normal dengan
nadi dan RR
kriteria hasil :
5. Monitor penurunan tingkat
1) Suhu tubuh
kesadaran
pasien dalam 6. Monitor WBC, Hb, dan
batas normal (36 Hct
7. Monitor intake dan output
– 37 c). 8. Berikan antipiretik
2) Nadi dan RR 9. Berikan pengobatan untuk
pasien dalam mengatasi penyebab
rentang normal. demam
3) Tidak ada 10. Selimuti pasien
perubahan warna 11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi pemberian
kulit dan tidak
cairan intravena
ada pusing. 13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation:
1. Monitor suhu minimal tiap
2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, Nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek egatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipertermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan antipiretik jika
perlu
Vital sign monitoring:
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktifitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
Analgesic Administration:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesic
tergantung type dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali
9. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
4 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan Activity therapy:
berhubungan dengan asuhan keperawatan
1. Kolaborasikan dengan
kelemahan umum. selama …x…
Tenaga Rehabilitasi Medik
diharapkan dapat
dalam merencanakan
melakukan aktivitas
program terapi yang tepat
dengan baik dengan 2. Bantu klien untuk
kriteria hasil: mengidentifikasi aktivitas
1) Pasien mampu yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih
berpartisipasi
aktivitas konsisten yang
dalam aktivitas
sesuai dengan kemampuan
fisik tanpa disertai
fisik, psikolog dan social
peningkatan
4. Bantu untuk
tekanan darah, nadi
mengidentifikasi dan
dan RR
mendapatkan sumber yang
2) Mampu melakukan
diperlukan untuk aktivitas
aktivitas sehari-
yang diinginkan
hari (ADLs) secara
5. Bantu untuk mendapatkan
mandiri
alat bantuan aktivitas
3) Tanda-tanda vital
seperti kursi roda, krek
normal
6. Bantu untuk
4) Energy psikomotor
5) Mampu berpindah: mengidentifikasi aktivitas
dengan atau tanpa yang disukai
7. Bantu klien untuk
bantuan alat
6) Status membuat jadwal latihan
kardiopulmonari diwaktu luang
8. Bantu pasien atau keluarga
adekuat
7) Sirkulasi status untuk mengidentifikasi
baik kekurangan dalam
8) Status respirasi:
beraktifitas
pertukaran gas dan 9. Sediakan penguatan positif
ventilasi adekuat bagi yang aktif beraktifitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual
b. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan,
perencanaan mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
c. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif
yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di
capai.Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua
tindakan keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat
mengevaluasi kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai
berikut :
1) Suhu tubuh dalam batas normal.
- Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 ◦C).
- Mukosa bibir lembab
- Klien merasa nyaman tanpa rasa panas.
2) Asupan nutrisi adekuat.
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi.
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
3) Nyeri pasien terkontrol.
- Klien melaporkan nyeri berkurang.
- Ekspresi wajah rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
4) Melakukan aktivitas dengan baik.
- Tidak mudah lelah.
- Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energy.
- Menunjukkan kemampuan untuk beraktifitas sesuai dengan
keinginan pasien.
5) Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
- Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan.
- Membran mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
6) Tidak terjadi perdarahan.
- Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit elastis.
DAFTAR PUSTAKA