Anda di halaman 1dari 36

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE

Dosen Pengampu :
Sri Melfa Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh :
Magdalena Sri Febiolita Tambunan
2163030030

Fakultas Vokasi Program Studi Diploma III Keperawatan


Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
memberikan kita nikmat berupa nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga saya selaku
penyusun bisa menyelesaikan pembuatan makalah asuhan keperawatan ini.

Terimakasih kepada Sri Melfa Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An yang telah
membimbing saya dalam membuat makalah ini.. Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.

Jakarta, 23 Februari 2023

Magdalena Sri Febiolita Tambunan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………...

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………..

BAB I……………………………………………………………………………………………….

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA MASALAH DEMAM BERDARAH DENGUE….

I. Konsep Medis Pada Penyakit Demam Berdarah Dengue…………………………..

1. Anatomi dan Fisiologi………………………………………………………….

2. Definisi………………………………………………………………………….

3. Etiologi…………………………………………………………………………

4. Tanda dan Gejala………………………………………………………………

5. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………….

6. Penatalaksanaan Medis…………………………………………………………

7.Penatalaksanaan Keperawatan………………………………………………….

8.Komplikasi………………………………………………………………………

9.Pencegahan………………………………………………………………………

II. Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Demam Berdarah Dengue…………...

1. Pengkajian………………………………………………………………………

2. Diagnosa………………………………………………………………………..

3. Intervensi……………………………………………………………………….

4. Implementasi……………………………………………………………………

5. Evaluasi…………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

Pada negara tropis yang curah hujannya cukup tinggi seperti Indonesia, banyak terdapat
genangan-genangan air pada lingkungan kita setelah hujan. Genangan air ini merupakan salah
satu sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, termasuk nyamuk Aedes aegypti yang
merupakan penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyamuk ini berkembang biak di air
yang jernih, tidak menempel langsung pada tanah. Penularan terjadi pada awal musim
penghujan dan akhir musim kemarau. Dengan banyaknya kasus DBD di Indonesia, diperlukan
pengetahuan yang baik seputar penyakit demam berdarah dengue itu sendiri. DBD menjadi
masalah utama kesehatan pada negara Indonesia, terutama di beberapa daerah seperti Jawa,
Kalimantan dan Sumatra. Penyakit ini merupakan suatu penyakit demam berat yang disebabkan
oleh virus yang sering bersifat mematikan dan ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler dan
hemostasis tubuh.

Angka kematian di Indonesia akibat penyakit ini, khususnya pada balita dan anak masih
cukup tinggi. Bahkan, DBD merupakan salah satu penyakit utama yang rentan pada anak dan
balita maupun orang dewasa. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan
anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Virus dengue termasuk arbovirus karena
ditularkan melalui gigitan artropoda, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. DBD ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia dan
perdarahan. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. Oleh
karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD
yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti
BAB I

KONSEP MEDIS PADA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

1. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi dan fisiologi darah


1) Anatomi darah

Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133). Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 ml, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh
selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning
kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak
mengandung O2.

Gambar 2. Sel darah merah


Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah
merah.Berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam
peredaran darah untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida
dari jaringan tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95%
Besi ( Fe ) dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat
oksigen menjadi Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk
kebutuhan metabolisme. Disamping oksigen, hemoglobin juga membawa
karbondioksida dan dengan karbon monooksida membentuk ikatan
Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan
ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis,
pematangan sel darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin.
Proses pembentukan sel darah merah (Eritropoeisis) pada orang dewasa
terjadi di sumsum tulang seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis,
sternum, iga, dan epifis tulang-tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan
intrauterine terjadi pada yolk sac, pada usia 3-6 bulan intrauterine terjadi
pada hati dan limpa. Dalam proses pembentukan sel darah merah
membutuhkan bahan zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin B6
(piridoksin), protein dan faktor lain. Kekurangan salah satu unsur diatas
akan mengakibatkan penurunan produksi sel darah sehingga
mengakibatkan Anemia yang ditandai dengan Kadar hemoglobin yang
rendah/kurang dari normal.

b. Leukosit (sel darah putih)


Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam
inti sel sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna
bening (tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai
pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari
dinding usus melalui limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain
didalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia.
Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau
infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.

Gambar 3. Jenis-jenis Leukosit


c. Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir
90% plasma darah terdiri dari :
a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-
lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan
osmotik).
c) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas
darah dan juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
d) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
e) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
(Pearce Evelyn, 2008 : 121-167)
2) Fisiologi darah
Menurut Syaifuddin (2007) fungsi darah terdiri atas :
1) Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat anti
racun.
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.

2. pengertian

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditandai demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan , penurunan
trombosit (trombositopenia) , adanya hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma
(peningkatan hematokrit , asites , efusi pleura , hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala gejala
tidak khas seperti nyeri kepala , nyeri otot dan tulang , ruam kulit atau nyeri belakang bola mata
(Kemenkes , 2017)

3. etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.5

Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West
Nile virus.5

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.5

4.Tanda dan Gejala

Pada kasus DBD biasanya disertai dengan demam tinggi, pendarahan, hepatomegali dan
gangguan sirkulasi. Trombositopenia yang disertai dengan hemokonsentrasi dapat
ditemukan dengan uji di laboratorium. Perubahan patofisologis yang utama yang
menbedakan demam berdarah dan deman berdarah dengue ialah hemostatis abnormal dan
kebocoran plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.

Demam berdarah dengue dimulai dengan peningkatan suhu secara tiba-tiba dan disertai
dengan kemerahan dan gejala lainya seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri otaot dan
sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok. Ketidaknyamanan di epigastrik dan nyeri
tekan pada tepi rusuk kanan dan nyeri perut. Demam tinggi pada dua sampai tujuh hari
kemudian baru turun menjadi normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh mencapai 40 ○C
dan dapat terjadi kejang demam.
Pendarahan paling umum yaitu hasil positif pada uji tounikuet positif. Ditemukan
petekie yang kecil dan menyebar pada anggota gerak, ketiak, wajah dan palatum lunak yang
tampak pada masa awal demam. Ruam makulopapular atau ruam seperti pada campak
mucul pada awal dan akhir perjalanan penyakit. Terkadang terjadi epiktasis dan gusi
berdarah. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan
beratnya penyakit.
Pada kasus ringan maupun sedang semua gejala biasanya mereda saat demam turun,
perdaan ini terjadi dengan adanya pengeluaran keringat, perubahan nadi dan tekanan darah
serta mendinginnya anggota gerak dan kongesti kulit. Perubahan ini menandakan adanya
gangguan ringan dan sementara pada system sirkulasi akibat kebocoran plasma. Pasien
biasanya akan pulih dengan sendirinya setelah diberikan terapi cairan dan elektrolit.
Pada kasus yang berat, kondisi pasien memburuk tiba-tiba setelah beberapa hari demam.
Gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang
terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan
tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara
hari ke-3 dan hari ke-7. Nyeri abdomen akut ialah keluhan yang biasa diutarakan pasien
tepat sebelum syok terjadi. Bila terjadi syok paisen dapat meninggal 12-24 jam kemudian
atau pulih dengan cepat bila diberikan terapi pergantian cairan yang tepat. Syok yang tidak
ditangani akan menciptakan situasi yang lebih rumit, terjadi asidosis metabolic, pendarahan
pada saluran gastrointestinal dan lainnya sehingga prognosis menjadi buruk. Sementara
pada pasien yang pulih dari syok akan pulih dengan cepat tanpa meninggalkan gejala,
peningkatan nafsu makan ialah tanda prognosis membaik.
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:
1. Derajat I, demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, myalgia,
arthralgia ditambah uji bending positif.
2. Derajat II, gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan spontan.
3. Derajat III, gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diperiksa
DBD derajat III dan IV biasa disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS.
5.Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan
sel darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma
biru.5
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun
IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
1. Leukosit : normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosirt plasma biru (LPB) > 15% dari
jumlah total leukositosit yang pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit : umunya ada trombositopenia pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umunya dimulai pada hari ke-3 demam.
4. Hemostatis : dilakukan pemeriksaan PT, fibrinogen atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinimia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT : dapat meningkat.
7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
9. Golongan darah dan cross match(uji cocok serasi): bila akan diberikan transfuse darah
atau komponen darah.
10. Imunoserologi dilakukan pada pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi pada hari ke -2.
11. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
12. NS 1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke
delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%C-93,4% sengan sfesifisitas 100% sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negative NS1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

6.Penatalaksanaan Medis

Tatalaksana terapi anak yang mengalami DBD berupa terapi suportif dan simptomatik. Terapi
suportif meliputi upaya penggantian cairan tubuh karena dehidrasi. Sedangkan terapi
simptomatik ada beberapa jenis yang diberikan salah satunya adalah terapi antipiretik (Andriani,
2014)

7.Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Kozier, Erb, Berman & Snyder (2011), pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini disebut juga tahap
implementasi yang dimulai dengan menyusun rencana tindakan, lalu dilakukan sesuai
perencanaan. Hal ini perlu untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
(meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan serta memfasilitasi
koping).

8.Komplikasi

Menurut Soedarto (2012), komplikasi DBD ada tujuh, yaitu komplikasi susunan sistem
saraf pusat (SSP) yang dapat berbentuk konvulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan
varises, ensefalopati yaitu komplikasi neurologik yang terjadi akibat pemberian cairan
hipotonik yang berlebihan, infeksi, kerusakan hati, kerusakan otak, resiko syok,
kematian.

9.Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pemberantasan nyamuk dibagi menjadi pemberantasan nyamuk dewasa dan
pemberantasan jentik nyamuk serta pencegahan gigitan nyamuk.
Pemberatasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara melakukan fogging atau membunuhan
nyamuk dewasa dengan mengunakan insektisida ( malation, losban).
Pemberantasan jentik nyamuk, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik
secara fisik , biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Fisik
Cara ini dikenal denga kegiatan 3 M yaitu adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk
memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
a. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-
lain.
c. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung
air hujan.
Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat itu.

2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan yang memakan jentik-
jentik nyamuk (ikan kepala timah, ikan guppy).
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta
jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan
cara memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Pencegahan gigitan nyamuk dengan cara:

1. Melakukan tidakan 3M yaitu meguras, menutup dan mengubur.


2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk oles.
4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan klambu waktu tidur.

10. patofisiologi

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya
dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai
dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif
terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan
ADE.
Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki
serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang
mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
pathogenesis DBD dan DSS. Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan
DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan,
bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses
kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi
jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang berat.

Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi
bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A)
dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi
virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya
cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang
mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan,
kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan
pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock
hipolemik) dan perdarahan.

Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi
dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya
infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka
akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag

mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada
teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat
mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya
tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik
immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi
oleh IgM, IgG1 dan IgG3. Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang
pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan
serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat
ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya.

Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD
terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5.
Disamping itu, pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus
dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang
menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator
seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin
bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi
infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan
tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolic

11.Pathoflow

Gigitan nyamuk aedes aegpty

viremia

Infeksi virus dengue masuk ke tubuh

DHF

Peningkatan permebilitas
Pengaktifan kompleks
pembuluh darah
imun antibodi
Kebocoran plasma
Merangsang endotoksin
(protrombin dan
pyrogen)
trombositopenia Penurunan jumlah cairan intravaskuler

Interleukin meningkat ke
Fungsi trombosit menurun peningkatan viskositas
set point di titik normal
pembuluh darahpembuluh
darah

Koagulasi (protrombin dan


fibrinogen Aliran darah terhambat Menstimulasi hipotalamus

Pengaktifan kompleks
imun antibodi

Suplai O2 ke jaringan
Metabolisme tidak
anaerob
Resiko perdarahan hipertermia
adekuat

Menimbulkan respon
peradangan
Penimbunan asam laktat

Di jaringan

Menstimulasi medulla
vomiting
Iritasi terhadap ujung ujung saraf oleh
Asam laktat

Mual dan muntah

Nyeri akut

anoreksia
Peningkatan permeabilitas
pembuluh darah

Menghilangnya plasma
Intake nutrisi kurang melalui endotel dinding
pembuluh darah

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK hipovolemia
Defisit nutrisi KebocoranPADA
plasma PENYAKIT DEMAM
BERDARAH DENGUE

1. Pengkajian
Untuk memberikan asuhan keperawatan, evaluasi melambangkan premis prinsip dan sesuatu
penting untuk dilakukan baik saat pertama masuk poliklinik maupun mengingat klien riwayat
dirawat di rumah sakit sebelumya (Widyorini et al. 2017).

Identitas pasien Nama, umur (anak di bawah 15 tahun paling sering terkena DBD), jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.
Keluhan utama Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah serta adanya nyeri sendi dan otot yang dirasakan

Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III. IV), melena atau hematemesis.

Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan ulangan
DHF dengan tipe virus lain.

Imunisasi

Jika anak memiliki kekebalan yang baik, kemungkinan penyakit dapat dihindarkan.

Status Nutrisi

Anak Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya berkurang

Tempat Tinggal

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air
yang menggenang atau gantungan baju dikamar)

Pola aktivitas

1) Nutrisi dan pencernaan: kekambuhan, jenis, keinginan berkurang dan berkurang. 2) Eliminasi
(BAB) terkadang anak menderita konstipasi/diare. Tatkala DHF skala IV terjadi kencing darah.
Produksi Urine normal pada anak adalah 0,5 -1 cc/kgBB/jam (Sugandha, 2018) 3) Tidur dan
istirahat: anak mengalami gangguan pola tidur sehingga kualitas tidur anak terganggu. 4)
Kebersihan: menjaga lingkungan agar tetap bersih dan terhindar dari sarang nyamuk Aedes
aegypty. 5) Respon keluarga jika ada saudara yang sakit dalam upaya menjaga kesehatan

Pemeriksaan fisik

Berlandaskan skala DHF, kondisi anak adalah sebagai berikut:

1) Skala I kesadaran CM, TTV lemah.

2) Skala II yaitu kesadaran CM, kondisi lemah, terdapat perdarahan petekie, gusi & telinga
berdarah, dan juga nadi adekuat.

3) Skala III yaitu untuk kesadaran apatis, keadaan lemah, untuk nadi lemah, dan tekanan darah
rendah.

4) Skala IV kesadaran coma, nadi tidak teraba, tekanan darah naik turun, pernafasan tidak
teratur, dan kulit berwarna biru

Sistem Integumen

1) Terdapat petechiae di kulit, turgor kulit jelek dan mengalami keringat dingin.

2) Kuku mengalami sianosis

3.) Kepala dan leher: kepala mengalami nyeri, kemeraan pada wajah, perdarahan pada hidung
pada grade II, III, IV. Mukosa bibir kering, gusi berdarah, dan terasa nyeri pada saat menelan
untuk skala II,III,IV.

4) Dada: selaras terkadang klien mengalami sesak, terdapat cairan pada hasil poto thorak sebelah
kanan

5) Nyeri tekan pada abdomen, hati mengalami pembesaran

6) Ekstremitas: teraba dingin dan mengalami nyeri otot sendi.

2, Diagnosa Keperawatan

1) Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kekurangan intake cairan


2) Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
3) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri
4) Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
5) Risiko perdarahan (D.0012) ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)

3. Intervensi Keperawatan

Tgl No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan dan Paraf dan
nama prosedur nama
jelas

I Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam (I.03116)
kekurangan intake diharapkan status cairan
Observasi
cairan (L.03028) teratasi dengan
1. Periksa tanda dan
kriteria hasil :
gejala hipovolemia
1. Kekuatan nadi
(mis. frekuensi nadi
meningkat (5) dengan
meningkat, tekanan
kriteria hasil
darah menurun, turgor
60-100x/menit
kulit menurun,
2. Turgor kulit meningkat
membran mukosa
(5) dengan kriteria hasil
kering, volume urin
turgor kulit <3 detik
menurun, hematokrit
3. Output urine meningkat
meningkat)
(5) dengan kriteria hasil
2. Monitor intake dan
1000ml
output cairan
4. Dispnea menurun (5)
dengan kriteria hasil 12-
Terapeutik
20x/menit
3. Hitung kebutuhan
5. Perasaan lemah menurun cairan
(5) dengan kriteria hasil 4. Berikan posisi
6. Konsentrasi urine modified
menurun (5) trendelennburg
7. Frekuensi nadi membaik 5. Berikan asupan cairan
(5) dengan kriteria hasil oral
60-100x/menit
Edukasi
8. Tekanan darah membaik
6. Anjurkan
(5) dengan kriteria hasil
memperbanyak
97-112 mmHg dan
asupan cairan oral
tekanan diastolik
7. Anjurkan
berkisar antara 57-71
menghindari
mmHg.
perubahan posisi
9. Membran mukosa
mendadak
membaik (5) dengan
kriteria hasil
Kolaborasi
10. Kadar hb membaik
8. Kolaborasi pemberian
(5)
cairan IV isotonis
11. Kadar Ht membaik
(mis. NaCl. RL)
(5)
12. Intake cairan
membaik (5)
13. Suhu tubuh membaik
(5)

II Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam (I.15506)
proses penyakit ditandai diharapkan termoregulasi
Observasi
dengan suhu tubuh (L.14134) teratasi dengan
1. Identifikasi penyebab
diatas nilai normal kriteria hasil :
hipertermia (mis.
1. Mengigil menurun (5)
dehidrasi, terpapar
2. Kulit merah menurun lingkungan panas)
(5) 2. Monitor suhu tubuh
3. Kejang menurun (5) 3. Monitor kadar
4. Pucat menurun (5) elektralit
5. Takikardi menurun 4. Monitor haluaran
(5) urine
6. Takipnea menurun (5) 5. Monitor komplikasi
7. Bradikardi menurun akibat hipertermia
(5)
Terapeutik
8. Hipoksia menurun (5)
6. Sediakan lingkungan
9. Suhu tubuh membaik
yang dingin
(5)
7. Longgarkan atau
10. Suhu kulit membaik
lepaskan pakaian
(5)
8. Basahi dan kipasi
11. Pengisian kapiler
permukaan tubuh
membaik (5)
9. Berikan cairan oral
12. Tekanan darah
10. Ganti linen setiap hari
membaik (5)
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
11. Lakukan pendinginan
eksternal (mis.
selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
12. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
13. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
14. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit

intravena, jika perlu

III Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam
Observasi
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri
1. Identifikasi lokasi,
fisiologis ditandai (L.08066) teratasi dengan
karakteristik, durasi,
dengan pasien kriteria hasil :
frekuensi, kualitas,
mengeluh nyeri 1. Keluhan nyeri
intensitas nyeri
menurun (5)
2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun (5)
3. Identifikasi respons
3. Sikap protektif
nyeri non verbal
menurun (5)
4. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun (5)
yang memperberat dan
5. Kesulitan tidur
memperingan nyeri
menurun (5)
5. Monitor efek samping
6. Muntah menurun (5)
penggunaan analgetik
7. Mual menurun (5)
8. Frekuensi nadi
Terapeutik
membaik (5)
6. Berikan teknik
9. Pola napas membaik
(5) nonfarmakologis untuk
10. Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
membaik (5) (mis. TENS, terapi
11. Fungsi berkemih music, terapi pijat,
membaik (5) aromaterapi, kompres
12. Nafsu makan hangat/dingin, terapi
membaik (5) bermain)
13. Pola tidur membaik 7. Kontrol lingkungan
(5) yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruang,
pencahayaan,
kebisingan)
8. Fasilitasi istirahat dan
tidur

Edukasi
9. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
12. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
13. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu

IV Defisit nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam (I.03119)
ketidakmampuan diharapkan status nutrisi
Observasi
mengabsorbsi nutrient (L.03030) teratasi dengan
1. Identifikasi status
kriteria hasil :
nyeri
1. Porsi makanan yang
2. Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat
intoleransi makanan
(5)
3. Identifikasi makanan
2. Kekuatan otot
disukai
pengunyah meningkat
4. Identifikasi kebutuhan
(5)
kalori dan jenis
3. Kekuatan otot
nutrient
menelan meningkat
5. Monitor asupan
(5)
makanan
4. Pengetahuan tentang
6. Monitor berat badan
pilihan makanan yang
7. Monitor hasil
sehat (5)
pemeriksaan lab
5. Penyiapan dan
penyimpanan
Terapeutik
makanan yang aman
8. Lakukan oral hygiene
(5)
sebelum makan, jika
6. Perasaan cepat
perlu
kenyang menurun (5)
9. Fasilitasi menentukan
7. Nyeri abdomen
pedoman diet (mis.
menurun (5)
piramida makanan)
8. BB membaik (5) 10. Sajikan makanan
9. IMT membaik (5) secara menarik dan
10. Frekuensi makan suhu yang sesuai
membaik (5) 11. Berikan makanan
11. Nafsu makan tinggi kalori dan tinggi
membaik (5) protein
12. Bising usus membaik 12. Berikan suplemen
(5) makanan, jika perlu
13. Membran mukosa
Edukasi
membaik (5)
13. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
14. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
15. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

V Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan pendarahan


(D.0012) ditandai keperawatan 3x24 jam (I.02067)
dengan koagulasi diharapkan tingkat
Observasi
(trombositopenia) perdarahan (L.02017) teratasi
1. Monitor tanda dan
dengan kriteria hasil :
gejala perdarahan
1. Kelembapan
2. Monitor nilai
membran mukosa
hematokrit/hemaglobin
meningkat (5)
sebelum dan setelah
2. Kelembapan kulit
meningkat (5) kehilangan darah
3. Hematuria menurun 3. Monitor tanda-tanda
(5) vital
4. Distensi abdomen
Terapeutik
menurun (5)
4. Pertahankan bed rest
5. Hemoglobin
selama perdarahan
membaik (5)
5. Batasi tindakan
6. Hematokrit membaik
invasif, jika perlu
(5)
6. Gunakan kasur
7. Tekanan darah
pencegahan dekubitus
membaik (5)
7. Hindari pengukuran
8. Suhu tubuh membaik
suhu rektal
(5)

Edukasi
8. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
9. Anjurkan
menggunakan kasu
kaki saat ambulasi
10. Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan
11. Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin
K
12. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan

Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol perdarahan,
jika perlu

4. implementasi keperawatan
Implementasi yang komperhensif merupakan pengeluaran dan perwujudan dari rencana yang
telah disusun pada tahap-tahap perencanaan dapat terealisasi dengan baik apabila berdasarkan
hakekat masalah, jenis tindakan atau penatalaksanaan bisa dikerjakan oleh perawat itu sendiri,
kolaborasi sesam tim atau tim kesehatan lain dan rujukan dari profesi lain (Wijaya & Putri, 2013)

Tgl/waktu No. DK Tindakan dan Hasil Paraf dan Nama


Jelas

08 : 30 I, II, III, IV,V Melakukan Magdalena


pemeriksaan Tanda
Tanda Vital

Hasil TTV :

TD : 100/80 mmHg

RR : 20 x/menit

N : 100x/menit

S : 39°C

09.00 II Mengidentifikasi Magdalena


penyebab
hipertermia

Hasil : ibu pasien


mengatakan yanng
menjadi penyebab
hipertermia adalah
infeksi karena
tergigit oleh
nyamuk

09.03 I Mengidentifikasi Magdalena


penyebab
hipovolemia

Hasil : ibu pasien


mengatakan bibir
anak kering dan
urin

09.07 IV Mengidentifikasi Magdalena


makanan yang
disukai

Hasil : ibu
mengatakan anak
anak menyukai
makanan yang
manis dan gurih

09.14 IV Mengidentifikasi Magdalena


alergi terhadap
makanan
Hasil : ibu pasien
mengatakan
anaknya tidak
mempunyai alergi
pada makanan
apapun

10.00 II Memberikan Magdalena


tindakan kompres
hangat

Hasil : pasien sudah


diberikan kompres
hangat dan terjadi
penurunan suhu
38,8°C

10.20 II Memonitor suhu Magdalena


tubuh

Hasil : suhu tubuh


anak 38,8°C

11.00 V Memonitor hasil Magdalena


pemeriksaan
laboratorium

Hasil : hasil
pemeriksaan
laboratorium pasien
yaitu , Hemoglobin :
15,4 g/dL,
Hematokrit 45%,
leukosit 5700g/dL,
Trombosit 45.000

12.00 V Memonitor hasil Magdalena


pemeriksaan
laboratorium

Hasil: hasil
pemeriksaan
laboratorium pasien
yaitu , Hemoglobin :
15,4 g/dL,
Hematokrit 45%,
leukosit 5700g/dL,
Trombosit 45.000

12.30 III Memberikan Magdalena


kolaborasi obat oral

Hasil : pasien
mendapat obat
berupa paracetamol
500mg ( untuk
antipiretik dan
analgesik)

13:00 IV Memberikan Magdalena


aktifitas ditraksi
untuk anak
Hasil : anak sudah
diberikan aktifitas
distraksi berupa
bermain game
mobile legend dan
membaca buku
bergambar

13:10 IV Memonitor pola Magdalena


tidur anak

Hasil : anak tidur


selama 8 jam

13:20 I Memonitor intake Magdalena


dan output cairan

Hasil : Intake pasien


100ml/24 jam dan
output pasien
200ml/24 jam balans
cairan pasien 2300
mL/hari

13:30 I Menganjurkan Magdalena


memperbanyak
asupan oral

Hasil : ibu pasien


mengatakan masih
sulit minum, pasien
minum sebanyak
200cc

13:50 IV Mengidentifikasi Magdalena


tanda dan gejala
perdarahan

Hasil : anak tampak


bintik bintik merah
ditangan dan kaki

14:00 V Memonitor Magdalena


trombosit secara
berkala

Hasil : hasil
pemeriksaan
trombosit anak ,
trombosit 55.300

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap untuk melihat hasil atau menilai sejauh mana tercapainya suatu
intervensi yang dilakukan dan respon klien terhadap pemberian asuhan keperawatan yang
diberikan (Perry Potter, 2005).

No. Dx Hari/Tgl/Jam Evaluasi Hasil Paraf & Nama Jelas


(SOAP)
(Mengacu pada
tujuan)

Daftar Pustaka
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Buku ajar ilmu penyakit
dalam Edisi ke-6. Jakarta : InternaPublishing; 2014.h.539-48.
WHO. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue: panduan lengkap.
Jakarta: EGC; 2004.h.16-8
Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h.265-7.
Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Infeksi & pediatric tropis. Edisi ke-2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anaka FKUI;2006

Anda mungkin juga menyukai