Dosen Pengampu :
Sri Melfa Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An
Disusun Oleh :
Magdalena Sri Febiolita Tambunan
2163030030
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
memberikan kita nikmat berupa nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga saya selaku
penyusun bisa menyelesaikan pembuatan makalah asuhan keperawatan ini.
Terimakasih kepada Sri Melfa Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An yang telah
membimbing saya dalam membuat makalah ini.. Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………..
BAB I……………………………………………………………………………………………….
2. Definisi………………………………………………………………………….
3. Etiologi…………………………………………………………………………
5. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………….
6. Penatalaksanaan Medis…………………………………………………………
7.Penatalaksanaan Keperawatan………………………………………………….
8.Komplikasi………………………………………………………………………
9.Pencegahan………………………………………………………………………
1. Pengkajian………………………………………………………………………
2. Diagnosa………………………………………………………………………..
3. Intervensi……………………………………………………………………….
4. Implementasi……………………………………………………………………
5. Evaluasi…………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Pada negara tropis yang curah hujannya cukup tinggi seperti Indonesia, banyak terdapat
genangan-genangan air pada lingkungan kita setelah hujan. Genangan air ini merupakan salah
satu sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, termasuk nyamuk Aedes aegypti yang
merupakan penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyamuk ini berkembang biak di air
yang jernih, tidak menempel langsung pada tanah. Penularan terjadi pada awal musim
penghujan dan akhir musim kemarau. Dengan banyaknya kasus DBD di Indonesia, diperlukan
pengetahuan yang baik seputar penyakit demam berdarah dengue itu sendiri. DBD menjadi
masalah utama kesehatan pada negara Indonesia, terutama di beberapa daerah seperti Jawa,
Kalimantan dan Sumatra. Penyakit ini merupakan suatu penyakit demam berat yang disebabkan
oleh virus yang sering bersifat mematikan dan ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler dan
hemostasis tubuh.
Angka kematian di Indonesia akibat penyakit ini, khususnya pada balita dan anak masih
cukup tinggi. Bahkan, DBD merupakan salah satu penyakit utama yang rentan pada anak dan
balita maupun orang dewasa. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan
anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Virus dengue termasuk arbovirus karena
ditularkan melalui gigitan artropoda, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. DBD ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia dan
perdarahan. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. Oleh
karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD
yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti
BAB I
Gambar 1. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2008 : 133). Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 ml, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
dalam mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum
tulang, limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh
selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning
kemerahan karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak
mengandung O2.
2. pengertian
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditandai demam 2-7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan , penurunan
trombosit (trombositopenia) , adanya hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma
(peningkatan hematokrit , asites , efusi pleura , hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala gejala
tidak khas seperti nyeri kepala , nyeri otot dan tulang , ruam kulit atau nyeri belakang bola mata
(Kemenkes , 2017)
3. etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.5
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West
Nile virus.5
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.5
Pada kasus DBD biasanya disertai dengan demam tinggi, pendarahan, hepatomegali dan
gangguan sirkulasi. Trombositopenia yang disertai dengan hemokonsentrasi dapat
ditemukan dengan uji di laboratorium. Perubahan patofisologis yang utama yang
menbedakan demam berdarah dan deman berdarah dengue ialah hemostatis abnormal dan
kebocoran plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.
Demam berdarah dengue dimulai dengan peningkatan suhu secara tiba-tiba dan disertai
dengan kemerahan dan gejala lainya seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri otaot dan
sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok. Ketidaknyamanan di epigastrik dan nyeri
tekan pada tepi rusuk kanan dan nyeri perut. Demam tinggi pada dua sampai tujuh hari
kemudian baru turun menjadi normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh mencapai 40 ○C
dan dapat terjadi kejang demam.
Pendarahan paling umum yaitu hasil positif pada uji tounikuet positif. Ditemukan
petekie yang kecil dan menyebar pada anggota gerak, ketiak, wajah dan palatum lunak yang
tampak pada masa awal demam. Ruam makulopapular atau ruam seperti pada campak
mucul pada awal dan akhir perjalanan penyakit. Terkadang terjadi epiktasis dan gusi
berdarah. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan
beratnya penyakit.
Pada kasus ringan maupun sedang semua gejala biasanya mereda saat demam turun,
perdaan ini terjadi dengan adanya pengeluaran keringat, perubahan nadi dan tekanan darah
serta mendinginnya anggota gerak dan kongesti kulit. Perubahan ini menandakan adanya
gangguan ringan dan sementara pada system sirkulasi akibat kebocoran plasma. Pasien
biasanya akan pulih dengan sendirinya setelah diberikan terapi cairan dan elektrolit.
Pada kasus yang berat, kondisi pasien memburuk tiba-tiba setelah beberapa hari demam.
Gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang
terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan
tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara
hari ke-3 dan hari ke-7. Nyeri abdomen akut ialah keluhan yang biasa diutarakan pasien
tepat sebelum syok terjadi. Bila terjadi syok paisen dapat meninggal 12-24 jam kemudian
atau pulih dengan cepat bila diberikan terapi pergantian cairan yang tepat. Syok yang tidak
ditangani akan menciptakan situasi yang lebih rumit, terjadi asidosis metabolic, pendarahan
pada saluran gastrointestinal dan lainnya sehingga prognosis menjadi buruk. Sementara
pada pasien yang pulih dari syok akan pulih dengan cepat tanpa meninggalkan gejala,
peningkatan nafsu makan ialah tanda prognosis membaik.
Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:
1. Derajat I, demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, myalgia,
arthralgia ditambah uji bending positif.
2. Derajat II, gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan spontan.
3. Derajat III, gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diperiksa
DBD derajat III dan IV biasa disebut dengue shock syndrome atau biasa disingkat DSS.
5.Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan
sel darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma
biru.5
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang
mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun
IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
1. Leukosit : normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosirt plasma biru (LPB) > 15% dari
jumlah total leukositosit yang pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit : umunya ada trombositopenia pada hari ke 3-8.
3. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umunya dimulai pada hari ke-3 demam.
4. Hemostatis : dilakukan pemeriksaan PT, fibrinogen atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinimia akibat kebocoran plasma.
6. SGOT/SGPT : dapat meningkat.
7. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
8. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
9. Golongan darah dan cross match(uji cocok serasi): bila akan diberikan transfuse darah
atau komponen darah.
10. Imunoserologi dilakukan pada pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi pada hari ke -2.
11. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
12. NS 1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke
delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%C-93,4% sengan sfesifisitas 100% sama
tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negative NS1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
6.Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana terapi anak yang mengalami DBD berupa terapi suportif dan simptomatik. Terapi
suportif meliputi upaya penggantian cairan tubuh karena dehidrasi. Sedangkan terapi
simptomatik ada beberapa jenis yang diberikan salah satunya adalah terapi antipiretik (Andriani,
2014)
7.Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Kozier, Erb, Berman & Snyder (2011), pelaksanaan keperawatan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini disebut juga tahap
implementasi yang dimulai dengan menyusun rencana tindakan, lalu dilakukan sesuai
perencanaan. Hal ini perlu untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
(meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan serta memfasilitasi
koping).
8.Komplikasi
Menurut Soedarto (2012), komplikasi DBD ada tujuh, yaitu komplikasi susunan sistem
saraf pusat (SSP) yang dapat berbentuk konvulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan
varises, ensefalopati yaitu komplikasi neurologik yang terjadi akibat pemberian cairan
hipotonik yang berlebihan, infeksi, kerusakan hati, kerusakan otak, resiko syok,
kematian.
9.Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti. Pemberantasan nyamuk dibagi menjadi pemberantasan nyamuk dewasa dan
pemberantasan jentik nyamuk serta pencegahan gigitan nyamuk.
Pemberatasan nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara melakukan fogging atau membunuhan
nyamuk dewasa dengan mengunakan insektisida ( malation, losban).
Pemberantasan jentik nyamuk, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik
secara fisik , biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Fisik
Cara ini dikenal denga kegiatan 3 M yaitu adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk
memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
a. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas
bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-
lain.
c. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung
air hujan.
Pengurasan TPA perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat itu.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan yang memakan jentik-
jentik nyamuk (ikan kepala timah, ikan guppy).
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta
jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan
cara memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Pencegahan gigitan nyamuk dengan cara:
10. patofisiologi
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya
dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai
dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur
dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif
terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan
ADE.
Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki
serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang
mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam
pathogenesis DBD dan DSS. Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan
DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan,
bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses
kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi
jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang berat.
Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk
kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi
bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A)
dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi
virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya
cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang
mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan,
kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan
pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock
hipolemik) dan perdarahan.
Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi
dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya
infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka
akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag
mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada
teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat
mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya
tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik
immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi
oleh IgM, IgG1 dan IgG3. Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang
pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan
serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat
ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya.
Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD
terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5.
Disamping itu, pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus
dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang
menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator
seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin
bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi
infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan
tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolic
11.Pathoflow
viremia
DHF
Peningkatan permebilitas
Pengaktifan kompleks
pembuluh darah
imun antibodi
Kebocoran plasma
Merangsang endotoksin
(protrombin dan
pyrogen)
trombositopenia Penurunan jumlah cairan intravaskuler
Interleukin meningkat ke
Fungsi trombosit menurun peningkatan viskositas
set point di titik normal
pembuluh darahpembuluh
darah
Pengaktifan kompleks
imun antibodi
Suplai O2 ke jaringan
Metabolisme tidak
anaerob
Resiko perdarahan hipertermia
adekuat
Menimbulkan respon
peradangan
Penimbunan asam laktat
Di jaringan
Menstimulasi medulla
vomiting
Iritasi terhadap ujung ujung saraf oleh
Asam laktat
Nyeri akut
anoreksia
Peningkatan permeabilitas
pembuluh darah
Menghilangnya plasma
Intake nutrisi kurang melalui endotel dinding
pembuluh darah
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK hipovolemia
Defisit nutrisi KebocoranPADA
plasma PENYAKIT DEMAM
BERDARAH DENGUE
1. Pengkajian
Untuk memberikan asuhan keperawatan, evaluasi melambangkan premis prinsip dan sesuatu
penting untuk dilakukan baik saat pertama masuk poliklinik maupun mengingat klien riwayat
dirawat di rumah sakit sebelumya (Widyorini et al. 2017).
Identitas pasien Nama, umur (anak di bawah 15 tahun paling sering terkena DBD), jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.
Keluhan utama Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah serta adanya nyeri sendi dan otot yang dirasakan
Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III. IV), melena atau hematemesis.
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan ulangan
DHF dengan tipe virus lain.
Imunisasi
Jika anak memiliki kekebalan yang baik, kemungkinan penyakit dapat dihindarkan.
Status Nutrisi
Anak Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya berkurang
Tempat Tinggal
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air
yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
Pola aktivitas
1) Nutrisi dan pencernaan: kekambuhan, jenis, keinginan berkurang dan berkurang. 2) Eliminasi
(BAB) terkadang anak menderita konstipasi/diare. Tatkala DHF skala IV terjadi kencing darah.
Produksi Urine normal pada anak adalah 0,5 -1 cc/kgBB/jam (Sugandha, 2018) 3) Tidur dan
istirahat: anak mengalami gangguan pola tidur sehingga kualitas tidur anak terganggu. 4)
Kebersihan: menjaga lingkungan agar tetap bersih dan terhindar dari sarang nyamuk Aedes
aegypty. 5) Respon keluarga jika ada saudara yang sakit dalam upaya menjaga kesehatan
Pemeriksaan fisik
2) Skala II yaitu kesadaran CM, kondisi lemah, terdapat perdarahan petekie, gusi & telinga
berdarah, dan juga nadi adekuat.
3) Skala III yaitu untuk kesadaran apatis, keadaan lemah, untuk nadi lemah, dan tekanan darah
rendah.
4) Skala IV kesadaran coma, nadi tidak teraba, tekanan darah naik turun, pernafasan tidak
teratur, dan kulit berwarna biru
Sistem Integumen
1) Terdapat petechiae di kulit, turgor kulit jelek dan mengalami keringat dingin.
3.) Kepala dan leher: kepala mengalami nyeri, kemeraan pada wajah, perdarahan pada hidung
pada grade II, III, IV. Mukosa bibir kering, gusi berdarah, dan terasa nyeri pada saat menelan
untuk skala II,III,IV.
4) Dada: selaras terkadang klien mengalami sesak, terdapat cairan pada hasil poto thorak sebelah
kanan
2, Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Tgl No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Rencana tindakan dan Paraf dan
nama prosedur nama
jelas
Edukasi
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
III Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam
Observasi
agen pencedera diharapkan tingkat nyeri
1. Identifikasi lokasi,
fisiologis ditandai (L.08066) teratasi dengan
karakteristik, durasi,
dengan pasien kriteria hasil :
frekuensi, kualitas,
mengeluh nyeri 1. Keluhan nyeri
intensitas nyeri
menurun (5)
2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun (5)
3. Identifikasi respons
3. Sikap protektif
nyeri non verbal
menurun (5)
4. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun (5)
yang memperberat dan
5. Kesulitan tidur
memperingan nyeri
menurun (5)
5. Monitor efek samping
6. Muntah menurun (5)
penggunaan analgetik
7. Mual menurun (5)
8. Frekuensi nadi
Terapeutik
membaik (5)
6. Berikan teknik
9. Pola napas membaik
(5) nonfarmakologis untuk
10. Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
membaik (5) (mis. TENS, terapi
11. Fungsi berkemih music, terapi pijat,
membaik (5) aromaterapi, kompres
12. Nafsu makan hangat/dingin, terapi
membaik (5) bermain)
13. Pola tidur membaik 7. Kontrol lingkungan
(5) yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruang,
pencahayaan,
kebisingan)
8. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
9. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
12. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
13. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Kolaborasi
15. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
Edukasi
8. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
9. Anjurkan
menggunakan kasu
kaki saat ambulasi
10. Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan
11. Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin
K
12. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol perdarahan,
jika perlu
4. implementasi keperawatan
Implementasi yang komperhensif merupakan pengeluaran dan perwujudan dari rencana yang
telah disusun pada tahap-tahap perencanaan dapat terealisasi dengan baik apabila berdasarkan
hakekat masalah, jenis tindakan atau penatalaksanaan bisa dikerjakan oleh perawat itu sendiri,
kolaborasi sesam tim atau tim kesehatan lain dan rujukan dari profesi lain (Wijaya & Putri, 2013)
Hasil TTV :
TD : 100/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 100x/menit
S : 39°C
Hasil : ibu
mengatakan anak
anak menyukai
makanan yang
manis dan gurih
Hasil : hasil
pemeriksaan
laboratorium pasien
yaitu , Hemoglobin :
15,4 g/dL,
Hematokrit 45%,
leukosit 5700g/dL,
Trombosit 45.000
Hasil: hasil
pemeriksaan
laboratorium pasien
yaitu , Hemoglobin :
15,4 g/dL,
Hematokrit 45%,
leukosit 5700g/dL,
Trombosit 45.000
Hasil : pasien
mendapat obat
berupa paracetamol
500mg ( untuk
antipiretik dan
analgesik)
Hasil : hasil
pemeriksaan
trombosit anak ,
trombosit 55.300
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap untuk melihat hasil atau menilai sejauh mana tercapainya suatu
intervensi yang dilakukan dan respon klien terhadap pemberian asuhan keperawatan yang
diberikan (Perry Potter, 2005).
Daftar Pustaka
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Buku ajar ilmu penyakit
dalam Edisi ke-6. Jakarta : InternaPublishing; 2014.h.539-48.
WHO. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue: panduan lengkap.
Jakarta: EGC; 2004.h.16-8
Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h.265-7.
Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Infeksi & pediatric tropis. Edisi ke-2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anaka FKUI;2006