Anda di halaman 1dari 12

Penatalaksanaan Penyakit Asma

Magdalena Sri Febiolita Tambunan


2163030030
Fakultas Vokasi Universitas Kristen Indonesia
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Kec. Kramat jati, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 13630. Telepon : (021) 8009190
msfebiolitatambunan@gmail.com

Pendahuluan
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap mengganggu
aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat mangkir kerja atau sekolah,
dan dapat menimbulkan disability(kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas
serta menurunkan kualitas hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai
300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila
tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak
dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.1

Pemeriksaan Fisik
Melihat pasien apakah tampak sakit ringan atau berat?Apakah jalan nafasnya
adekuat? Jika tidak, betulkan posisi kepala, pasang alat bantu jalan nafas oral, masker laring,
atau intubasi endotrakea. Apakah pasien bernafas?Jika tidak, pastikan jalan nafas terbuka,
berikan oksigen tambahan dan ventilasi.Apakah sirkulasinya adekuat?
- Inpeksi
 Bentuk dinding dada dan tulang belakang
 laju dan irama pernafasan

1
 pergerakan dinding dada (simetris? Hiperekspansi?)
- Palpasi
Periksa adanya nyeri tekan, posisi denyut apeks, dan ekspansi dinding dada.
- Perkusi
Periksa adanya bunyi tumpul atau hiper resonansi.
- Auskultasi
Gunakan bagian diafragma stetoskop.Dengarkan suara nafas, pernafasan bronkial, dan
suara tambahan (ronki, gesekan, mengi).Suara nafas yang menurun atau tidak terdengar
terjadi pada efusi, kolaps, konsodilatasi dengan hambatan jalan nafas, fibrosis,
pneumotoraks, dan naiknya diafragma.Pernafasan bronkial bisa ditemukan konsolidasi,
kolaps, dan fibrosis padat di atas efusi pleura.1

Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometer. Alat pengukur faalparu, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan
untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani
dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM olehkarena;
PFM tidak begitu sensitive dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM
mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik2
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibody
IgE spesifik meningkat pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari
factor pencetus.

Klasifikasi
Menurut Global Initiative for Asthma(Medical Communications Resources, Inc ; 2006.)
1. Intermiten

2
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2
kali/bulan (FEV1 ≥80% predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas
PEV atau FEV1<20%)
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 ≥80%
predicted atau PEF ≥80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%)
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-β2 kerja pendek setiap hari (FEV1
60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%).
4. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi
(FEV1 ≤60% predicted atau PEF ≤60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%)

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan)
Derajat Gejala Gejala malam Faal
paru
Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Kurang dari 2 kali APE >
Asimtomatik dalam sebulan 80%
Persisten -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi Lebih dari 2 kali dalam APE
ringan kurang dari 1x/hari sebulan >80%
-Serangan dapat menganggu
Aktivitas dan tidur
Persisten -Setiap hari, Lebih 1 kali dalam APE 60-
sedang -serangan 2 kali/seminggu, bisa seminggu 80%
berahari-hari.
-menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu

3
Persisten - gejala Kontinyu Sering APE
berat -Aktivitas terbatas <60%
-sering serangan

Sumber : Buku Ajar Respirologi ;2008

Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).2
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.2
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

4
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. 2

2. Faktor presipitasi
- Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi)
 Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan factor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.3
- Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

- Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.2

Epidemologi

5
Menurut WHO terdapat 235–300 juta orang di seluruh dunia menderita asma, dan
sekitar 250.000 orang meninggal per tahun karena penyakit ini. Tingkatnya berbeda-beda
antar Negara dengan prevalensi antara 1 dan 18%. Lebih sering ditemukan di negara maju di
bandingkan negara berkembang. Jadi tingkatnya terlihat lebih rendah di Asia, Eropa Timur
dan Afrika. Di negara maju penyakit ini lebih banyak diderita oleh mereka yang kurang
beruntung secara ekonomi sementara di negara berkembang lebih biasa ditemukan di
kalangan atas. Alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui. Lebih dari 80% mortalitas terjadi
di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.4
Walaupun asma dua kali lebih sering ditemukan di kalangan anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan , asma berat terjadi pada keduanya setara. Sebaliknya wanita
dewasa memiliki tingkat asma yang lebih tinggi dibandingkan pria dan lebih sering
ditemukan di kalangan orang muda dibandingkan orang tua.
Tingkat asma global telah meningkat secara tajam antara tahun 1960an dan
2008 sehingga penyakit ini diakui sebagai masalah kesehatan umum utama sejak tahun
1970an. Tingkat asma sudah stabil di negara maju sejak pertengahan 1990an dengan
peningkatan terbaru terutama di negara berkembang. Asma diderita sekitar 7% penduduk
Amerika Serikat  dan 5% penduduk Inggris. Di Kanada, Australia dan Selandia Baru
tingkatnya sekitar 14–15%.4

Patofisiologi
1. Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin
D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh
saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos,
pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul
pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket
pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.4
Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah
kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih
besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. (Gambar 3) Perubahan ini
meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur

6
yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan
mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja
sehingga kerjanya menjadi tidak optimal.5

2. Hiperaktivitas saluran respiratori


Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan dengan
perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh terhadap
kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas
yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.4,5
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti
histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.5
3. Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos
dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.5
4. Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma
kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan
pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada
serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.5,6
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan
volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari
sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan

7
sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan
DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis.

Gambaran Klinis
Tanda obstruksi komplet saluran napas atas yang mendadak sangat jelas.Pasien tidak
dapat bernafas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin memegang kerongkongan nya
seperti mencekik (choking).Agitasi, panik dan napas yang tersengal-sengal dan diikuti
sianosis. Selanjutnya akan erjadi gagal napas diikuti dengan hilangnya kesadaran dan apabila
sumbatan tidak dengan segera ditangani akan menyebabkan kematian dalam 2-5 hari.6
Tanda adanya sumbatan saluran napas sebagian di antaranya adalah perasaan
tercekik, tersumbat, batuk, stridor inspirasi serta disponi.Kemungkinan juga terjadi retraksi
dinding intercosta dan supraklavikula.Gagalnya kekuatan inspirasi dapat menyebabkan
ekimonis dermal dan emfisema subkutan.Kegagalan respirasi bisa berlangsung cepat dan
berkembang menjadi obstruksi/ sumbatan komplet.Letargi, gagal napas dan
hilangnyakesadraan merupakan tanda akhir dari hipoksemia pertanda ancaman terjadinya
gagal jantung.5,6

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada asma adalah memberikan obat yang dapat mengontrol dan meredakan
asma, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan asma. Untuk itu, harus ada suatu rancangan
penanganan khusus yang bisa disesuaikan untuk pemantauan dan pengelolaan gejala.
Rancangan ini harus memasukkan langkah pengurangan pajanan terhadap alergen, pengujian
untuk mengetahui tingkat keparahan gejala, dan penggunaan obat-obatan. Rancangan
pengobatan harus ditulis dan saran penyesuaian pengobatan harus diberikan berdasarkan
terjadinya perubahan-perubahan pada gejala.6
Cara pengobatan asma yang paling efektif yaitu menemukan pemicunya, misal merokok,
hewan peliharaan, atau aspirin, dan menghilangkan pajanan terhadap pemicu-pemicu
tersebut. Jika menjauhi pemicu masih belum cukup, baru disarankan untuk menggunakan
obat. Obat farmasi dipilih berdasarkan, antara lain, keparahan penyakit dan frekuensi gejala.
Pengobatan khusus untuk asma secara luas dikategorikan dalam obat reaksi-cepat dan reaksi-
lambat.

Medika Mentosa

8
Bronkodilator direkomendasikan untuk pelega jangka pendek. Pada pasien yang
mendapatkan serangan sesekali, tidak diperlukan obat lain. Jika penyakitnya ringan namun
persisten (terjadi serangan lebih dari dua kali dalam seminggu), maka disarankan
menggunakan kortikosteroid hirup dosis rendah atau antagonis leukotriene oral atau stabiliser
sel mast. Bagi pasien yang mendapatkan serangan setiap hari, disarankan menggunakan
kortikosteroid hirup dengan dosis yang lebih tinggi. Pada serangan asma sedang atau berat,
kortikosteroid oral turut ditambahkan ke dalam rancangan pengobatan ini.7

B2-Agonis
Inhalasi B2 agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma
akut.Salbutamol merupakan obat yang banyak dipakai di inhalasi gawat darurat. Obat lain
yang digunakan adalah metaproterenol, terbutalin dan fenoterol.
Pemakaian secara inhalasi mempunyai onset-onset yang lebih cepat dengan efek samping
yang lebih sedikit serta lebih efektif bila dibandingkan pemakaian secara
sistemik.Penggunaaan B2 Agonis secara intravena pada pasien dengan asma akut diberikan
hanya jika respon terhadap obat per-inhalasi sangat kurang atau jika pasien batuk berlebihan
dan hampir meninggal.7
Antikolinergik
Penggunaan antikolinergikberrdasarkan asumsi terdaatnya peningkatan tonus vagal saluran
pernapasan pada pasien sma akut, tetapi efeknya tidak sebaik B2-Agonis. Penggunaan
Ipratropium bromida (IB) secara inhalasi digunakan sebagai bronkhodilator awal pada pasien
asma akut, kombinasi pemberian IB dan B2 agonis diindikasikan sebgai terapi pertama pada
pasien dewasa dengan eksaserbasi asma berat.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid secraa sistemik diberikan pada penatalaksanaan kecuali kalau
derajat eksaserbasinya ringan.Agen ini tidak bersifat bronkodilator tetapi secra ekstrim sangat
efektif dalam menurunkan inflamasi pada saluran napas.

Teofilin
Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi, efektivitasnya tidak sebaik obat golongan B2
agonis.Pemberian amoniphilin dikombinasi dengan B2 agonis perinhalasi, tidak
memeberikan manfaat yang bermakna. Pemberian obat ini malah akan meningkatkan efek
samping seperti tremor, mual, cemas dan takiaritmia.7

9
Non medika-mentosa
Menjauhi pemicu merupakan komponen kunci dalam meningkatkan kendali dan mencegah
serangan. Pemicu yang paling umum antara lain alergen, rokok (tembakau dan lainnya),
polusi udara,penghambat beta non selektif, dan makanan yang mengandung sulfit. Merokok
dan menjadi perokok pasif dapat mengurangi efektivitas obat seperti kortikosteroid.
Pengendalian tungau debu, termasuk penyaringan udara, bahan kimia pembasmi tungau,
pengisapan debu, pemakaian sprei, dan metode lainnya tidak berpengaruh pada pengurangan
gejala asma.5

Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps
paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas. 8
2. Pneumomediastinum Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana 26 udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan
oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .1,3
3. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
4. Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-
sel tubuh.
5.Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga
terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk
berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas
karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir. 4

Pencegahan

10
Pencegahan asma jika itu adalah asma atopik maka kemungkinan status perkawinan
harus lebih diperhatikan. Dan jika itu adalah asma yang intrinsik maka harus dijauhi alergen
dan faktor pemicu.

Kesimpulan
Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan peranan banyak sel dan
elemen seluler.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsivitas jalan napas
yang menimbulkan gejalaepisodik berulang : mengi, sesak napas; dada terasa berat, dan
batuk –batuk khususnya pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan
atau tanpa pengobatan.
Secara etiologis, asma adalah penyakit yang heterogen, dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti genetik (atopik, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras) dan faktor-
faktor lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok, alergen, dan lain-
lain).Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak menjadi berat
dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor pencetusnya.

Daftar Pustaka
1. Gleadle,Jonathtan. A a Glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga. Jakarta:
   2011;p.26-27
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku
    Kedokteran ECG. Jakarta: 2009; p.783-793
3. Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku
    Kedokteran ECG. Jakarta: 2010; p.756-759
4. Kumar Vinay, Abbas AK, Aster JC. Buku Ajar Patologi Robbins. Penerbit Buku
kedokteran Elsevier Saunder. Edisi ke-9. Jakarta: 2013; p.461- 465
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
    Dalam. Interna Publishing. Jakarta: 2009; p.2216-2229
6. Underwood, JCE. Patologi Umum dan Sistematik. Penerbit Buku Kedokteran ECG.
    Jakarta: 2011; p. 349-406

11
7. Rudijanto Ahmad, Nasution AR, Madjid A, Rachan AM, Tambunan AS, Adiwijono,dkk.
Buku ajar Ilmu Penyakit dalam. Edisi ke-6 Jilid 2. Interna Publishing Pusat Penerbitas
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: 2014;hal.1590-1607
8. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, PujiadiAH,Kosem MS, Rusmil K, dkk,
penyunting. StandarPelayananMedisKesehatanIndonesia. Jakarta :BadanPenerbit IDAI;
2008.

12

Anda mungkin juga menyukai