Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

A. Konsep Dasar Asma


1. Pengertian
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid
& Suprapto, 2013).
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Menurut Murphy dan Kelly (2011) Asma merupakan penyakit
obstruksi jalan nafas, yang revelsibel dan kronis, dengan karakteristik
adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasma saluran bronkial atau
pembengkakan mukosa setelah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi,
morbiditas dan martalitas asma meningkat akibat dari peningkatan polusi
udara.
Jadi asma atau reactive air way disease (RAD) adalah penyakit
obstruksi pada jalan napas yang bersifat reversible kronis yang ditandai
dengan bronchopasme dengan karakteristik adanya mengi dimana trakea
dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta
mengalami peradangan atau inflamasi
2. Etiologi
Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:
a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
b. Pembengkakan membrane bronkus
c. Bronkus berisi mucus yang kental

1
Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:
a. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar
dengan faktor pencetus.

Adapun faktor pencetus dari asma adalah:


a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-
obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein,
dan sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris
lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
b. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015).
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-
15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi
lalu lintas, penyapu jalanan.

2
e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma
bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan asma
f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma,
selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalahnya. (Wahid & Suprapto, 2013).

3. Klasifikasi
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenis
asma lainnya. Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik)
yang muncul pada waktu kanak-kanak dengan mekanisme serangan
melalui reaksi alergi tipe 1 terhadap alergen dan asma non-alergik
(intrinsik) bila tidak ditemukan reaksi hipersensitivitas terhadap alergen.
Namun, dalam prakteknya seringkali ditemukan seorang pasien dengan
kedua sifat alergi dan non-alergi, sehingga Mc Connel dan Holgate
membagi asma kedalam 3 kategori: 1) Asma alergi/ekstrinsik; 2) Asma
non-alergi/intrinsik; 3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru
obstruksif kronik.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi
4 yaitu :
a. Asma intermitten, ditandai dengan :
1) gejala kurang dari 1 kali seminggu.
2) eksaserbasi singkat
3) gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan
4) bronkodilator diperlukan bila ada serangan.
5) Jika serangan agak berat mungkin memerlukan kortikosteroid
6) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi

3
7) variabiliti APE atau VEP1 < 20%
b. Asma persisten ringan, ditandai dengan :
1) gejala asma malam >2x/bulan
2) eksaserbasi >1x/minggu, tetapi <1x/hari
3) eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur
4) membutuhkan bronkodilator dan kortikosteroid.
5) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi; variabiliti APE atau VEP1 20-
30%
c. Asma persisten sedang, ditandai dengan :
1) gejala hampir tiap hari
2) gejala asma malam >1x/minggu
3) eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur
4) membutuhkan steroid inhalasi dan bronkhodilator setiap hari
5) APE atau VEP1 60-80%; 6) variabiliti APE atau VEP1 >30%
d. Asma persisten berat, ditandai dengan :
1) APE atau VEP1 <60% prediksi
2) variabiliti APE atau VEP1 >30%

Klasifikasi berdasarkan derajat berat serangan asma menurut


GINA, dibagi menjadi tiga kategori :
1) Asma ringan : asma intermiten dan asma persisten ringan
2) Asma sedang : asma persisten sedang
3) Asma berat : asma persisten berat.

Baru-baru ini, GINA mengajukan klasifikasi asma berdasarkan


tingkat kontrol asma dengan penilaian meliputi gejala siang, aktivitas,
gejala malam, pemakaian obat pelega dan eksaserbasi. GINA
membaginya kedalam asma terkontrol sempurna, asma terkontrol
sebagian, dan asma tidak terkontrol.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Serangan Asma menurut GINA

4
Karakteristik Ringan Sedang Berat
Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka Duduk
duduk membungkuk
ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat Kata demi
terbatas kata
Frekuensi Meningkat Meningkat Sering > 30
nafas kali/menit
Retraksi otot Umumnya tidak Kadang kala Ada
bantu nafas ada ada
Mengi Lemah sampai Keras Keras
sedang
Frekuensi nadi <100 100-200 >120
Pulsus Tidak ada Mungkin ada Sering ada
paradoksus (<10mmHg) (10-25 mmHg) (>25 mmHg)
APE sesudah
bronkhodilator
(% prediksi )
PaCO2 >80% 60-80% <60%
SaO2 <45 mmHg <45 mmHg <45 mmHg
>95% 91-95% <90%

Keterangan : Dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter


harus dipenuhi.

5
Tabel 2. Tingkat Kontrol Asma menurut GINA
Karakteristik Kontrol Terkontrol Tidak
penuh sebagian terkontrol
(semua (salah
kriteria) satu/minggu)
Gejala harian Tidak ada (≤ >2x/minggu ≥3x/minggu
2xminggu
Keterbatasan Tidak ada Ada Gambaran
aktivitas asma
Gejala Tidak ada Ada Terkontrol
nokturnal/terbangun sebagian ada
karena asma dalam setiap
minggu
Kebutuhan pelega Tidak ada >2x/minggu
(≤2x/minggu)
Fungsi paru Normal <8-% 1x/minggu
(APE/VEPI) prediksi/nilai
terbaik
Eksaserbasi Tidak ada ≥1/tahun 1x/minggu

4. Patofisiologi
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas
saluran napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas.
Kerusakan epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya
perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan pada proses
hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi
karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran
nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali
secara spontan atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi
sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.

6
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom.
Pada jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh
akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan
alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2.
Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti
mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit
untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
(PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi
organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran
pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi
mukus, keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan
fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas.
Faktor lainnya yang dapat menginduksi pelepasan mediator adalah obat-
obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf
otonom pada jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel
saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus
vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan
reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa
keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan
SO2. Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak
melibatkan sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A

7
dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang
menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi
plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

8
Pathway

9
5. Manifestasi klinis
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat
ditemui pada pasien asma diantaranya ialah:
a. Stadium Dini
1) Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
2) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
3) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya
hilang timbul
4) Wheezing belum ada
5) Belum ada kelainan bentuk thorak
6) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
7) BGA belum patologis
b. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
c. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan
pada Ro paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

10
6. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena penyakit asma
menurut (Wahid & Suprapto, 2013) yaitu:
1) Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazim
dipakai.
2) Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis
3) Hipoksemia
4) Pneumothoraks
5) Emfisema
6) Deformitas Thoraks
7) Gagal Jantung

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
b. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan Fev sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90%
dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan
PEFR 105 atau lebih.
c. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): hanya dilakukan pada
serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis respiratorik.

11
2) Sputum: adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja
yang menyebabkan trensudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitelnya dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
antibiotik. Sel eosinofil: pada klien dengan status asmatikus
dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma instrinsik maupun
ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinosil normal antara 100-
200/mm3.
3) Pemeriksaan darah rutin dan kimia: jumlah sel leukosit yang
lebih dari 15.000/mm3terjadi karena adanya infeksi SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan
hiperkapnea.
e. Pemeriksaan radiologi: hasil pemeriksaan radiologi pada klien
asma biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di
paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis. (Muttaqin, 2012).
8. Penatalaksanaan asma
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma
yaitu:
a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:
1) Menghilangkan obstruksi jalan napas.
2) Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
asma dan pengobatannya.
b. Pengobatan pada asma
Pengobatan farmakologi
1) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:

12
- Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya
terbutalin/bricasama.
- Santin/teofilin (Aminofilin)
2) Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada
penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti
asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.
3) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan
dalam dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat
diberikan secara oral.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon
maka segera penderita diberi steroid oral.

Pengobatan non farmakologi


1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian cairan
4) Fisioterapi napas (senam asma)
5) Pemberian oksigen jika perlu (Wahid & Suprapto, 2013).

Pengobatan selama status asmathikus


1) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit
3) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama
20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tpm)
dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam
4) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan.
5) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV.
6) Antibiotik spektrum luas (Padila, 2013).

13
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam proses pemberian asuhan keperawatan hal yang paling penting
dilakukan pertama oleh seorang perawat adalah melakukan pengkajian.
Pengkajian dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian skrining dan
pengkajian mendalam. Kedua pengkajian ini membutuhkan pengumpulan
data dengan tujuan yang berbeda. Pengkajian pada pasien asma
menggunakan pengkajian mendalam mengenai kesiapan peningkatan
manajemen kesehatan, dengan kategori perilaku dan subkategori
penyuluhan dan pembelajaran. Pengkajian disesuaikan dengan tanda
mayor kesiapan peningkatan manajemen kesehatan yaitu dari data
subjektifnya pasien mengekspresikan keinginannya untuk mengelola
masalah kesehatan dan pencegahannya dan data objektifnya pilihan
hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program kesehatan.
a. Anamnesis
Data yang dikumpulkan saat pengkajian meliputi nama, umur, dan
jenis kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena
sangat berkaitan. Status atopik sangat mungkin terjadi pada serangan
asma di usia dini karena dapat memberikan implikasi, sedangkan
faktor non-atopik menyerang pada usia dewasa. Lingkungan klien
akan tergambarkan berdasarkan kondisi tempat tinggal
menggambarkan kondisi lingkungan klien berada. Melalui tempat
tinggal tersebut, maka dapat diketahui faktor-faktor yang
memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Selain itu status
perkawinan dan gangguan emosional yang dapat muncul di keluarga
atau lingkungan juga merupakan faktor pencetus serangan asma.
Perkerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui
adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari
identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor
rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan

14
utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit untuk bernapas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian
diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot
bantu napas, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan
tekanan darah. Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk
berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang
kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk
disertai mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa sesak napas,
berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai
klien adalah duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat
tidur, tampak pucat, tampak gelisah serta warna kulit mulai
membiru. Stadium ketiga ditandai dengan suara napas hampir tidak
terdengar ini dikarenakan aliran udara kecil, batuk (-), pernapasan
tidak teratur dan dangkal, asfiksia yang mengakibatkan irama
pernapasan meningkat. Obat-obatan yang biasa dimiut harus dikaji
oleh perawat serta memeriksa kembali apakah obat masih relevan
untuk digunakan kembali.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel,
sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi,
waktu, dan alergen-alergen dicurigai sebagai pencetus serangan,
serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala
asma.

15
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit asma memiliki hipersensitivitas yang lebih ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan, sehingga perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asma dan alergi pada anggota keluarga.
e. Pengkajian psiko-sosio-kultural
Salah satu pencetus asma yaitu gangguan emosional yang didapat
dari lingkungan pasien mulai dari tempat kerja, tetangga, dan
keluarga. Koping tidak efektif dan ansietas yang berlebih juga akan
mudah ditemui dan agak berdampak pada perubahan mekanisme
peran dalam keluarga, status ekonomi, dan asuransi kesehatan
penderita. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami
ketidakhormatan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami
ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula juga akan
mempengaruhi emosional serta psikis penderita.
f. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Gaya hidup sangat berperan mengakibatkan serangan asma, sehingga
klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai keadaan
untuk menghindari terserang asma. Selain itu gejala asma dapat
membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal.
g. Pola hubungan dan peran
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien, baik di lingkungn rumah tangga, masyarakat, maupun
lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien
mengalami serangan asma.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Terhambatnya respons kooperatif pasien juga dapat dipengaruhi
oleh persepsinya. Cara memandang diri yang salah juga akan
menjadi stresor dalam kehidupan klien. Kemungkinan terserang
asma pun akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
stress dalam kehidupan.

16
i. Pola penanggulangan stres
Salah satu faktor intrinsik serangan asma ialah stres dan
keteganggangan emosional, sehingga pengkajian terhadap stres
sangat diperlukan meliputi penyebab, frekuensi dan pengaruh stress
terhadap kehidupan klien serta cara klien mengatasinya.
j. Pola sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang
dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang
pun akn semakin tinggi
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipecaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Mendekatkan diri dan keyakinan
kepada-Nya merupakan metode stres yang konstruktif.
l. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang
kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot- otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan
lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
2) B1 (Breathing)
- Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
napas. Inpeksi dada terutama melihat postur bentuk dan
kesimetrisan, peningkatan diameter anteroposterior,
retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan
dan frekuensi.
- Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil
fremitus normal
- Perkusi: pada perkusi didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

17
- Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat
disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari
tiga kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama
wheeezing pada akhir ekspirasi.
3) B2 (blood)
Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh
perawat meliputi: keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan
darah, dan CRT.
4) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu
diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat
kesadaran klien apakah composmentis, somnolen, atau koma.
5) B4 (Bladder)
Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan
pengukuran volume output urine perlu dilakukan, sehingga
perawat memonitor apakah terdapat oliguria, karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
6) B5 (Bowel)
Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji, hal-
hal tersebut dapat merangsang serangan asma. Pengkajian
tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan
kesulitan- kesulitan dalam memnuhi kebutuhannya. Pada klien
dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipneu saat
makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
7) B6 (Bone)
Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada ekstremitas. Pada integumen perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembaban, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikraria atau dermatitis.

18
Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban, dan kusam.
Tidur, dan istirahat klien yang meliputi: berapa lama klien tidur
dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami
klien juga dikaji, adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Aktivitas sehari-
hari klien juga diperhatikan seperti olahraga, bekerja, dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor
pencetus asma yang disebut dengan exercise induced asma.
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi sputum
b. Pola nafas tidak efektif b.d adanya wheezing
c. Gangguan pertukaran gas b.d terjadinya gangguan ventilasi
d. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik

3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Kode : D0149 Bersihan jalan Latihan batuk
Bersihan jalan nafas : L.01001 efektif : I.01006
nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
berhubungan tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk mengkaji
dengan keperawatan kemampuan kemampuan
hipersekresi diharapkan batuk pasien
sputum bersihan jalan mengeluarkan
nafas pasien sputum
menjadi efektif 2. Monitor 2. Sputum sulit
dengan kriteria adanya retensi untuk
hasil: sputum dikeluarkan pada
- Produksi beberapa pasien
sputum 5 Terapeutik : Terapeutik :
(menurun) 1. Atur posisi 1. Memaksimalkan
- Mengi 5 semi fowler ekspansi paru
(menurun) atau fowler
- Wheezing 5 2. Pasang perlak 2. Agar sputum
(menurun) dan bengkok yang akan
- Frekuensi dipangkaun dikeluarkan
nafas 5 pasien tidak berserakan
(membaik) 3. Sekret dapat
- Pola nafas 5 3. Buang sekret menularkan

19
(membaik) pada tempat penyakit jika
sputum dibuang pada
tempat terbuka
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan 1. Agar pasien
dan posedur mengetahu cara
batuk efektif batuk efektif
2. Anjurkan tarik 2. Untuk
nafas dalam memaksimalkan
melalui hidung pemasukan O2
selama 4 detik, dan pengeluaran
ditahan selama CO2 serta agar
2 detik, mengatur nafas
kemudian saat ekshalasi
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mecucu
(dibulatkan)
selama 8 detik 3. Membantu
3. Anjurkan dalam
mengulang meningkatkan
tarik nafas kenyamanan
dalam hingga 3 serta
kali memaksimalkan
pengeluaran
sekret
4. Anjurkan batuk 4. Memaksimalkan
dengan kuat pengeluaran
langsung sekret
setelah tarik
nafas dalam
yang ke 3
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi 1. Untuk
pemberian menurunkan
mukolitik atau kekentalan
ekspektoran, sekret
jika perlu

Kode : D.0005 Pola nafas : Pemantauan


Pola nafas tidak L.01004 respirasi :
efektif Setelah dilakukan I.01014
berhubungan tindakan Observasi : Observasi :
dengan wheezing keperawatan 1. Monitor 1. Sebagai
diharapkan pola frekuensi, evaluasi derajat
nafas lebih baik irama, distress

20
dengan kriteria kedalaman dan pernafasan dan
hasil: upaya nafas kronisnya
- Dispnea proses penyakit
menurun (5)
- Penggunaan 2. Monitor pola 2. Mengetahui
otot bantu nafas (seperti keadaan
nafas bradipnea, pernafasan
menurun (5) takipnea, pasien
- Frekuensi hiperventilasi,
nafas kusmaul,
membaik (5) cheyne-stokes,
- Kedalaman biot, ataksik)
nafas 3. Monitor 3. Mengkaji
membaik (5) kemampuan kemampuan
batuk efektif pasien dalam
batuk efektif
4. Monitor adanya 4. Karakteristik
produksi sputum dapat
sputum berubah sesuai
penyebab atau
etiologi
pernyakitnya
5. Auskultasi 5. Suara nafas
bunyi nafas abnormal
menggambarka
n adanya
sputum dalam
jalan nafas
6. Monitor 6. Mengetahui
saturasi oksigen kadar oksigen
dalam tubuh
pasien dalam
jumlah
pemberian
terapi oksigen
Terapeutik :
1. Pemantauan
sangat perlu
dilakukan

Edukasi :
1. Merupakan hak
Terapeutik : pasien
1. Atur interval mengetahui
pemantauan kondisinya saat
respirasi sesuai sakit

21
kondisi pasien 2. Pasien berhak
Edukasi : mengetahui
1. Jelaskan tujuan perkembangan
dan prosedur tentang
pemantauan penyakitnya
1.

2. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu

Kode : D.0003 Pertukaran gas : Pemantauan


Gangguan L.01003 respirasi :
pertukaran gas Setelah dilakukan I.01014
b.d terjadinya tindakan Observasi : Observasi :
gangguan keperawatan 1. Monitor 1. Sebagai
ventilasi diharapkan frekuensi, irama, evaluasi
petukaran gas kedalaman dan derajat distress
lebih baik dengan upaya nafas pernafasan dan
kriteria hasil: kronisnya
- Dispnea proses
menurun (5) penyakit
- Bunyi nafas 2. Monitor pola 2. Mengetahui
tambahan nafas (seperti keadaan
menurun (5) bradipnea, pernafasan
- Nafas cuping takipnea, pasien
hidung hiperventilasi,
menurun (5) kusmaul,
cheyne-
stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor 3. Mengkaji
kemampuan kemampuan
batuk efektif pasien dalam
4. Monitor batuk efektif
adanya 4. Karakteristik
produksi sputum dapat
sputum berubah sesuai
penyebab atau
etiologi
pernyakitnya
5. Suara nafas
5. Auskultasi abnormal
bunyi nafas menggambark
an adanya

22
sputum dalam
jalan nafas
6. Mengetahui
6. Monitor kadar oksigen
saturasi dalam tubuh
oksigen pasien dalam
jumlah
pemberian
terapi oksigen
Terapeutik :
Terapeutik : 1. Pemantauan
1. Atur interval sangat perlu
pemantauan dilakukan
respirasi
sesuai
kondisi Edukasi :
pasien 1. Merupakan hak
Edukasi : pasien mengetahui
1. Jelaskan kondisinya saat
tujuan dan sakit
prosedur 2. Pasien berhak
pemantauan mengetahui
2. Informasikan perkembangan
hasil tentang
pemantauan, penyakitnya
jika perlu
Kode : D.0056 Toleransi Manajemen
Intoleransi aktivitas : energi : I. 05178
aktifitas b.d L.05047 Observasi : Observasi :
kelemahan fisik Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
tindakan gangguan penyebab
keperawatan fungsi tubuh kelelahan
diharapkan yang
aktivitas mengakibatka
meningkat dengan n kelelahan
kriteria hasil: 2. Monitor 2. Mengobservasi
- Frekuensi nadi kelelahan fisik kelelahan yang
meningkat (5) terjadi
- Saturasi Terapeutik : Terapeutik :
oksigen 1. lakukan 1. Melatih
meningkat (5) latihan anggota gerak
- Keluhan lelah rentang gerak
menurun (5) pasif
- Dispnea saat dan/aktif
aktivitas Edukasi : Edukasi :
menurun (5) 1. Anjurkan 1. Mencegah

23
- Dispnea setelah tirah baring terjadinya
aktivitas kelelahan
menurun (5) berlebih
2. Anjurkan 2. Aktivitas secara
melakukan bertahap agar
aktivitas pasien dapat
secara rerlatih
bertahap
Kolaborasi ; Kolaborasi ;
1. Kolaborasi 1. Agar nutrisi
dengan ahli pasien
gizi tentang terpenuhi dan
cara dapat
meningkatka menambah
n asupan energi bagi
makanan pasien
1.

4. implementasi keperawatan
Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan
terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
yang khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau
program keperawatan).Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan
mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan
tersebut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan.
Dalam konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan,
berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional kesehatan
menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil, dan
keefektifan rencana asuhan keperawatan. (Kozier et al., 2011). Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana

24
keperawatan yang telah ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel
yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil
keoutusan apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi atau
dihentikan (Manurung, 2011).

25
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Kozier , Barbara. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses &
Praktik. Jakarta : EGC

Padila.2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV Medika

Wahid & suprapto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan


Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta. CV Trans Info Medika

26

Anda mungkin juga menyukai