Anda di halaman 1dari 11

ASMA

1. Definisi
Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa
Yunani yang berarti “sukar bernapas.” Penyakit asma dikenal karena adanya
gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan
saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang
menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena
pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri,
pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru. Hal lain juga
disebutkan bahwa Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan
respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam – macam stimuli yang
ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang
berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus.
Kondisi yang berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan
saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga empersulit
jalan pernafasan. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu. (Smeltzer 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 :
48).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan
dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel
dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). (iman
somantri, 2008)
Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah
suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.

2. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai
individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik
sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut
reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks
arkus cabang aferen, yang pada ujung cabang eferen merangsang kontraksi
otot polos bronkus (Sundaru, 2006).
Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot
polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida
dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas (Sundaru, 2006). Faktor
imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan
terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe.
Seringkali, kadar IgE total maupun spesifik penderita seperti ini meningkat
terhadap antigen yang terlibat. Pada penderita lainnya dengan asma yang
serupa secara klinik tidak ada bukti keterlibatan IgE dimana uji kulit negatif dan
kadar IgE rendah. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia
2 tahun pertama juga orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut
dengan asma intrinsik (Sundaru, 2006).

3. Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita
mempunyai gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang
menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian
besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan
sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma
berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada
yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan
mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari
ke hari (Sundaru, 2006).
Di Australia prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar
12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia
memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Manado,
Palembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut
7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%.
Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP di
beberapa tempat di Indonesia, antara lain: Palembang, dimana prevalensi
asma sebesar 7,4%; Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan Bandung
prevalensi asma sebesar 6,7%. Belumdapat disimpulkan kecenderungan
perubahan prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya
penelitian dengan sasaran siswa SLTP, namun tampak terjadinya penurunan
(outgrow) prevalensi asma sebanding dengan bertambahnya usia terutama
setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada
orang dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan angka kejadian asma
pada anak (Manfaati, 2004).
4. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan derajat berat serangan asma menurut
GINA, dibagi menjadi tiga kategori : 1). Asma ringan : asma intermiten
dan asma persisten ringan; 2) Asma sedang : asma persisten sedang; 3)
Asma berat : asma persisten berat.

Klasifikasi derajat berat serangan Asma menurut GINA


Karakteristik Ringan Sedang Berat
Aktivitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk membungkuk ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin terganggu Biasanya terganggu Biasanya terganggu
Freuensi Napas Meningkat Meningkat Sering > 30 kali/menit
Retraksi otot bantu
Umumnya tidak ada Kadang kala ada Ada
napas
Mengi Lemah sampai sedang Keras Keras
Frekuensi nadi < 100 100 - 200 > 120
Mungkin ada (10-
Tidak ada (<10 mmHg) Sering ada (>25 mmHg)
Pulsus paradoksus 25 mmHg
APE sesudah
bronkodilator > 80% 60-80% < 60%
(%prediksi)
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg < 45 mmHg
SaO2 > 95% 91-95% < 90%
Keterangan : Dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus terpenuhi

5. Gejala Klinik
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa
sesak dan berat di dada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi 6, yaitu :
1. Asma tingkat 1
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes pro!okasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat 2
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat 3
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat 4
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi./ada serangan
asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak
antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus.
b. Sianosis
c. Silent Ghestd.
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat 5
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. karena pada dasarnya asma bersifat
re!ersible maka dalam kondisi apapun diusahakan untukmengembalikan
nafas ke kondisi normal.

6. Patofisiologi

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dan
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi dan hiperaktivitas bronkus.

Faktor-faktor risiko lingkungan (penyebab)

INFLAMASI

Hiperesponsif Obstruksi jalan


jalan napas napas

Pencetus
Gejala

Gambar 1. Mekanisme dasar kelainan asma


7. Diagnosa
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini
dapat ditangani dengan semestinya, mengi (weeezing) dan atau batuk kronik
berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnese,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Amannesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain :
1. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari ?
2. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk
setelah terpapar alergan atau polutan ?
3. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold)
merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan
(10 hari atau lebih)?
4. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah
melakukan aktifitas atau olah raga ?
5. Apakah gejala-gejala tersebut diatas berkurang/hilang setelah
pemberian obat pelega (bronkodilator) ?
6. Apakah ada batuk, mengi, sesak didada jika terjadi perubahan
musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba) ?
7. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis.dermatitis atopi, konjuktivitas
alergi) ?
8. Apakah dalam keluarga ada yang menderita asma atau alergi ?
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai
didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit
alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi,
namun pada sebagian orang asma tidak didapatkan mengi diluar serangan.
Begitu juga pada asma yang sangat e berat mengi dapat tidak terdengar
(silent chest), biasanya orang dalam keadaan sianosis dan kesadaran
menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :

Inspeksi
- Pasien terlihat gelisah
- Sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrum,retraksi suprasternal)
- Sianosis
Palpasi
- Biasanya tidak ditemukan kelainan
- Pada serangan berat dapat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
- Biasanya tidak ditemukan kelainan
Aukultasi
- Ekspirasi memanjang
- Mengi
- Suara lendir
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma
- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
- Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada tidaknya hipereaktivitas
bronkus
- Uji alergi (tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi,
- Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.

8. Pengobatan
a. Tatalaksana Non-farmakologis
Tatalaksana non-farmakologis terutama dilakukan untuk mencegah
terjadi serangan berulang. Beberapa tatalaksana non-farmakologis yang
dianjurkan adalah, menghindari paparan terhadap alergen dan
penggunaan obat yang menjadi pemicu asma, penurunan berat badan
pada pasien yang obesitas.
Memang kebanyakan alergi yang diderita oleh pengidap asma adalah
alergi debu dan partikel lain yang mengganggu pernapasan. Akan tetapi
ada juga alergi terhadap beberapa jenis makanan yang bisa buat asma
Anda kambuh. Beberapa diantaranya adalah kacang, susu, jagung, telur,
ikan, kecap dan gandum.
Jenis makanan terbaik untuk pengidap asma sebaiknya yang tinggi
kandungan vitamin A C D dan E, betakaroten, antioksidan flavonoid,
magnesium, selenium, hingga asam lemak omega-3.

b. Tatalaksana Farmakologis
1. Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan
penggunaan obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat
dikontrol dan dikendalikan. Penggolongan obat-obatan asma, sebagai
berikut :
a. Obat-obatan anti peradangan (preventer) Usaha pengendalian dalam
jangka panjang, mencegah dan mengurangi peradangan,
pembengkakan saluran nafas dan produksi lendir.
b. Obat-obat pelega gejala jangka panjang Contoh : salmoterol, teofilin,
salbutamol
c. Obat-obat kortikosteroid oral Berfungsi mengatasi pembengkakan dan
peradangan yang mencetuskan serangan asma. Dibutuhkan 6-8 jam
agar obat bekerja Contoh : prednisone, prednisolone, metilprednisolone,
deksametason
2. Alat-alat hirup Alat
hirup disebut juga inhaler puffer adalah alat yang paling banyak
digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernafasan atau
paru-paru. Alat ini disebut dosis terukur karena memang menghantar
suatu jumlah obat yang konsisten terukur dengan setiap semprotan.

9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin akibat penyakit asma bronkial, antara lain sebagai
berikut (Vitahealth, 2006) :
A. Pneumothorax
B. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
C. Atelektasis
D. Gagal napas
E. Bronkhitis
F. Fraktur iga
G. Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).
H.Menurunnya performa di sekolah atau di pekerjaan.
I.Tubuh sering terasa lelah.
J. Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.
K. Status asmatikus (kondisi asma parah yang tidak respon dengan terapi
normal).
L. Pneumonia.
M. Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru.
N. Kematian
10. Pencegahan
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma
dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan
yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum
melakukan olah raga.
Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
datangnya serangan penyakit asma, antara lain :
1. Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari
pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja
mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat
serangan penyakit asma beserta komplikasinya.
Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa makan makanan yang
bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan
olahraga yang sesuai. Penderita dianjurkan banyak minum kecuali bila
dilarang dokter, karena menderita penyakit lain seperti penyakit jantung
atau ginjal yang berat.
Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran
pernapasan, sehingga dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila
penderita kurang minum, dahak akan menjadi sangat kental, liat dan sukar
dikeluarkan.
Pada serangan penyakit asma berat banyak penderita yang kekurangan
cairan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan,
kurang minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran napas
akibat bernapas cepat dan dalam.
2. Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi
timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat
penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan
cahaya matahari.
Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat
yang perlu mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur sesedikit
mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu rumah.
Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan
rambut dan lain-lain mencetuskan penyakit asma. Lingkungan pekerjaan
juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas ada hubungan
antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit asmanya.
3. Menghindari Faktor Pencetus
Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu
sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain
seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga perlu
diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat
menimbulkan penyakit asma.
Infeksi virus saluran pernapasan sering mencetuskan penyakit asma.
Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi orang-orang yang sedang
terserang influenza. Juga dianjurkan menghindari tempat-tempat ramai
atau penuh sesak.
Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara
yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang
melelahkan. Jika akan berolahraga, lakukan latihan pemanasan terlebih
dahulu dan dianjurkan memakai obat pencegah serangan penyakit asma.
Zat-zat yang merangsang saluran napas seperi asap rokok, asap mobil,
uap bensin, uap cat atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus
dihindari.
Perhatikan obat-obatan yang diminum, khususnya obat-obat untuk
pengobatan darah tinggi dan jantung (beta-bloker), obat-obat antirematik
(aspirin, dan sejenisnya). Zat pewarna (tartrazine) dan zat pengawet
makanan (benzoat) juga dapat menimbulkan penyakit asma.
4. Menggunakan obat-obat anti penyakit asma
Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang,
penderita boleh memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul
maupun sirup. Tetapi bila ingin agar gejala penyakit asmanya cepat hilang,
jelas aerosol lebih baik.
Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin dapat menambah
dosis obat, sering lebih baik mengkombinasikan dua atau tiga macam obat.
Misalnya mula-mula dengan aerosol atau tablet/sirup simpatomimetik
(menghilangkan gejala) kemudian dikombinasi dengan teofilin dan kalau
tidak juga menghilang baru ditambahkan kortikosteroid.
Pada penyakit asma kronis bila keadaannya sudah terkendali dapat
dicoba obat-obat pencegah penyakit asma. Tujuan obat-obat pencegah
serangan penyakit asma ialah selain untuk mencegah terjadinya serangan
penyakit asma juga diharapkan agar penggunaan obat-obat bronkodilator
dan steroid sistemik dapat dikurangi dan bahkan kalau mungkin dihentikan

11. Prognosis
a) Pada umumnya bila segera ditangani dengan dekuat pronosa adalah
baik.
b) Asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil
prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa.
c) Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang
memadai
Pencegahan :
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa
dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum
obat sebelum melakukan olah raga. Pasien dengan asma kambuhan harus
menjani pemerikasaan mengidentifikasi substnsi yang mencetuskan terjadinya
serangan. Penyebab yang mungkin terjadi dapat saja bantal, kasur, pakaian
jenis tertentu, hewan peliharan, deterjen, pakian jenis tertentu, jamur dan
serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari menjadi
dugan kuat. Upaya yang harus dibuat untuk menghindari agen penyebab
kapan saja memungkinkan.

12. Perbedaan
13. Kata-kata sulit
Penutup
Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan.
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus
yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai
rangsang.
Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap
rangsangan atau hiper reaksi bronkus.
Dapat disimpulakan Penyakit Asma adalah suatu penyakit yang menyerang
saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi)
kronis dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Dengan berbagai mcam etiologi
factor pencetus seperti : Zat allergen, Infeksi saluran pernapasan( respiratorik )
Olahraga / kegiatan jasmani yang berat, Perubahan suhu udara, Udara dingin, panas,
kabut,Polusi udara, Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan, Riwayat keluarga
(factor genetic), beberapa infeksi pernapasan selama masa kanak-kanak, Lingkungan
pekerajan, Emosi,stress.
Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah
menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri.
Saran
Kiranya, dengan adanya pengetahuan tentang penyakit asma kita lebih sadar
akan pentingnya menjaga kesehatan dan pola hidup sehat, demi kualitas hidup yang
lebih baik.
Daftar Pustaka
Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003).Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ayres, Jon. (2003).Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat
Bull, Eleanor & David Price. (2007).Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat .
Jakarta: Pustaka Anggrek
Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta
Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius Muttaqin, Arif. (2008).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika Widjadja, Rafelina. (2009).
Muchtar Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi: 2.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai