Anda di halaman 1dari 47

BAB II

PEMBAHASAN

A. DISLIPIDEMIA
1. Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol (>240mg/dl),kolesterol LDL(>160 mg/dl),
kenaikan kadar trigliserida (>200 mg/dl) serta penurunan kadar HDL (< 40 mg/dl)
(Mansjoer, 2001).
Asupan asam lemak jenuh yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
dalam tubuh adalah 10% dari energy total perhari dan kolesterol > 300 mg/hari.
Konsumsi asam lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL. LDL bertugas
membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer yang didalamnya terdapat
reseptor- reseptor yang akan menangkapnya (termasuk pembuluh darah koroner)
untuk keperluan metabolic jaringan. Kolesterol yang berlebihan akan diangkut lagi
ke hati oleh HDL untuk menjadi deposit. Jika kolesterol LDL meningkat serta HDL
menurun, maka akan terjadi penimbunan kolesterol dijaringan perifer termasuk
pembuluh darah (Sitorus, 2006).

2. Etiologi
Penyebab dislipidemia menurut Rampengan (2014) yaitu aterosklerosis,
genetik dan diet. Etiologi dislipidemia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya seperti:
a. Faktor Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya
kolesterol HDL. Resiko terjadinya dislipidemia pada wanita lebih besar
daripada pria (Djauzi, 2005).

1
b. Faktor Usia
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin
menurun, begitu juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL,
sehingga bercak perlemakan dalam tubuh semakin meningkat dan
menyebabkan kadar kolesterol total lebih tinggi, sedangkan kolesterol
HDL relative tidak berubah. Pada usia 10 tahun bercak perlemakan
sudah dapat ditemukan di pembuluh darah(Djauzi, 2005).
c. Faktor Kegemukan
Salah satu penyebab kolesterol naik adalah karena kelebihan berat
badan . Kelebihan berat badan ini juga bisa disebabkan oleh makanan
yang terlalu banyak yang mengandung lemak jahat tinggi di dalamnya.
Kelebihan berat badan dapat meningkatkan trigliserida dan dapat
menurunkan HDL (Anwar, 2004).
d. Faktor Olahraga
Olahraga mempunyai peranan yang dapat membantu tubuh untuk
memproduksi enzim yang berfungsin memindahkan kolesterol LDL
dalam darah terutama pada pembuluh arteri kemudian dikembalikan
menuju ke hati untuk diubah menjadi asam empedu. Asam empedu ini
diperlukan melancarkan proses pencernaan kadar lemak dalam darah.
Semakin rutin berolahraga dengan teratur maka kadar kolesterol LDL
dalam tubuh akan semakin berkurang sampai menuju ke titik normal
(Arisman, 2008).
e. Faktor Merokok
Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
trigliserida, dan menurunkan kolesterol HDL. Ketika pengguna rokok
menghisap rokok maka secara otomatis akan memasukkan karbon
monoksida ke dalam paru-paru dan akan merusak dinding pembuluh
darah. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang
hormone adrenalin, sehingga akan mengubah metabolisme lemak yang
dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah (Anwar, 2004).
f. Faktor Makanan

2
Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan
arterosklerosis. Asupan tinggi kolesterol menyebabkan peningkatan
kadar kolesterol total dan LDL sehingga mempunyai resiko terjadinya
dislipidemia (Anwar, 2004).

3. Klasifikasi
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan proses patogenik atau terjadinya
penyakit yaitu :
a. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer berkaitan dengan genetik yang mengatur enzim dan
apoprotein yang terlibat dalam metabolisme lipoprotein maupun reseptornya.
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh mutasi genetik. Dislipidemia primer
meliputi:
 Hiperkolesterolemia poligenik
 Hiperkolesterolemia familial
 Dislipidemia remnant
 Hyperlipidemia combined familial
 Sindroma Chylomicron
 Hypertriglyceridemia familial
 Peningkatan Cholesterol HDL
 Peningkatan Apolipoprotein B

b. Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia Sekunder yaitu dislipidemia yang disebabkan oleh suatu
penyakit atau keadaan seperti hiperkolesterolemia. Hipertrigliserida disebabkan
oleh diabetes mellitus, konsumsi alkohol, gagal ginjal kronik, miokard infark, dan
kehamilan. Selain itu dislipidemia dapat disebabkan oleh gagal ginjal akut, dan
penyakit hati (Grundy, 2004).
Sedangkan klasifikasi dislipidemia menurut WHO (World Health
Organization) didasarkan pada modifikasi Fredricson, yang didapatdari hasil
pengukuran kolesterol total, trigliserida, dan subkelas lipoprotein.

3
Tabel 1. Klasifikasi dislipidemia berdasarkan kriteria WHO
FREDRICSON KLASIFIKASI GENERIK KLASIFIKASI PENINGKATAN
TERAUPEUTIK LIPOPROTEIN
I DISLIPIDEMIA HIPERTRIGLISERIDEMIA KILOMIKRON
EKSOGEN EKSOGEN
II A HIPERKOLESTROLEMIA HIPERKOLESTROLEMIA LDL
II B DISLIPIDEMIA HIPERKOLESTROLEMIA LDL+ VLDL
KOMBINASI ENDOGEN +
DISLIPIDEMIA
KOMBINASI
III DISLIPIDEMIA HIPERTRIGLISERIDEMIA PARTIKEL
REMNANT REMNANT
(BETAVLDL)
IV DISLIPIDEMIA ENDOGEN VLDL
ENDOGEN
V DISLIPIDEMIA HIPERTRIGLISERIDEMIA VLDL
CAMPURAN ENDOGEN KILOMIKRON

4. Epidemiologi
Epidemiologi dislipidemia cukup tinggi baik di Indonesia maupun di dunia.
Dislipidemia merupakan faktor risikoberbagai penyakit kardiovaskular. Menurut
data WHO, 1/3 penyakit jantung iskemik berhubungan dengan peningkatan kadar
kolesterol darah. Pada tahun 2008, prevalensi global dislipidemia pada pasien
dewasa adalah 39%. Peningkatan kadar total kolesterol dilaporkan paling tinggi di
Eropa, disusul dengan Amerika.
Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner berkisar 1,5%.Prevalensi
dislipidemia pada penduduk berusia diatas 15 tahun atas dasar pengukuran kadar
kolesterol total >200 mg/dL adalah 35,9% berdasarkan data RISKESDAS 2013.
Data juga menunjukkan hingga 15,9% memiliki kadar LDL sangat tinggi (≥190
mg/dL) dan 22,9% memiliki kadar HDL <40 mg/dL. Sementara itu, 11,9%
penduduk memiliki kadar trigliserida yang sangat tinggi yaitu ≥500 mg/dL
(Arsana,dkk. 2015). Data epidemiologi menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia
merupakan faktor risiko untuk stroke iskemia. Penurunan LDL sebesar 30 mg/dL
maka akan terjadi penurunan risiko relatif untuk penyakit jantung koroner sebesar
30 % (Grundy, 2004).

4
5. Patofisiologis
Patofisiologi terjadinya dislipidemia berkaitan dengan metabolisme lipid di
dalam tubuh. Secara umum, lemak di dalam darah di metabolisme di hati. Asupan
lemak berlebih menyebabkan terjadinya gangguan proses metabolisme kolesterol
yang berujung pada penumpukan kolesterol di hati. Akibatnya, kolesterol tidak
dapat diangkut seluruhnya oleh lipoprotein menuju ke hati dari aliran darah di
seluruh tubuh. Hal ini terjadi berulang-ulang dan berlangsung cukup lama, sintesis
kolesterol di hati terus meningkat dan densitas reseptor LDL menurun sehingga
akhirnya kolesterol menumpuk di dinding pembuluh darah dan menimbulkan plak.
Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid diangkut dalam darah sebagai
kompleks lipid dan protein (lipoprotein). Lipid dalam darah diangkut dengan dua
cara yaitu jalur eksogen dan jalur endogen. Jalur eksogen yaitu trigliserida dan
kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas sebagai kilomikron.
Selain kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus juga terdapat kolesterol
dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus
yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen.
Jalur endogen yaitu trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati mengalami
hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis
kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil. LDL merupakan
lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%). Lipoprotein
dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu : I (Kilomikron), IIa (LDL), IIb
(LDL+very-low-density lipoprotein [VLDL]), III (intermediate density
lipoprotein), IV (VLDL), V (VLDL+kilomikron).
Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol
yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti
meningkatnya jumlah LDL seperti pada sindrom metabolik dan kadar kolesterol
HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.

5
Gambar 1. Metabolisme Lemak

Pada keadaan normal, gen LPL (Lipoprotein Lipase) akan memacu produksi
enzim lipoprotein lipase dan membutuhkan bantuan apo C-II sebagai kofaktornya.
Enzim lipoprotein lipase ini akan memecah lipoprotein dalam bentuk kilomikron
yang membawa molekul lemak dari usus ke dalam darah. Ketika lipoprotein
dipecah, lipoprotein akan melepaskan asam lemak yang disimpan dalam jaringan
adiposa dan digunakan untuk energi dalam otot serta gliserol yang digunakan oleh
hati untuk sintesis lemak lainnya.
Pada tipe 1 terjadi defisiensi enzim lipoprotein lipase dan apo C-II yang
disebabkan karena adanya mutasi pada gen LPL. Akibatnya, lipoprotein tidak akan
terurai secara efisien dan menyebabkan akumulasi drastis kilomikron dalam
plasma, walaupun dalam keadaan puasa. Pada dasarnya, tipe 1 mengalami
kegagalan memecah kilomikron menjadi asam lemak dan gliserol, sehingga kadar
kilomikron (triasilgliserida) meningkat drastis.
Dislipidemia IIB ini ditandai dengan tingginya kadar kolesterol dan
trigliserida akibat peningkatan LDL dan VLDL. Tingginya LDL dan VLDL dapat
menimbulkan endapan lemak dan menyebabkan adanya pertumbuhan xantoma di
lapisan kulit. Peningkatan LDL dan VLDL ini dapat terjadi karena adanya mutasi
pada reseptor apolipoprotein B-100 dimana apolipoprotein B-100 ini merupakan
komponen utama dari LDL dan VLDL.Pada tipe IIB, terjadi penurunan reseptor

6
LDL dan peningkatan apolipoprotein B, sehingga tingkat VLDL dan LDL tinggi
karena kelebihan produksi substrat, dan disertai peningkatan sintesis apolipoprotein
B-100. Tingginya kadar LDL, kolesterol, dan trigliserida dapat pula disebabkan
karena disregulasi dari 3-hidroksi-3-metilglutaril A reduktase (HMG-CoA
reductase) yang merupakan enzim pengendali dalam biosintesis kolesterol.
Disipidemia IIB dapat disebabkan oleh hipotiroidism, penyakit obstruktif hati,
sindrim Nefrotik, anorexia nervosa, porphyria akut, serta penyalahgunaan alkohol.
Hiperlipidemia tipe III merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
gangguan kemampuan tubuh dalam memecah lemak tertentu, seperti lemak kaya
trigliserida, yang mengakibatkan penumpukan lipoprotein sisa dalam darah dan
berisiko pada perkembangan aterosklerosis dini. Pada tipe III ini disebabkan karena
adanya kecacatan akibat terjadinya mutasi pada gen Apolipoprotein E (Apo E) yang
berperan penting dalam metabolisme normal lipoprotein kaya trigliserida. Adanya
kesalahan pada Apo E ini dapat mengakibatkan akumulasi partikel kaya trigliserida
dalam plasma.
Penyakit ini diawali dengan terjadinya mutasi pada genotip Apo E-3
menjadi Apo E-2. Mutasi ini menyebabkan Apo memiliki defek dan tidak dapat
berikatan dengan reseptor lipoprotein. Pada keadaan metabolisme yang normal,
VLDL remnans atau IDL yang mengandung trigliserida, kolestrol, Apo B, dan Apo
E akan masuk ke hati melalui reseptor LDL (reseptor Apo B-100/Apo-E). Akan
tetapi, Apo E yang telah mengalami mutasi tidak dapat berikatan dengan reseptor
lipoprotein ini sehingga IDL (VLDL remnant) tidak dapat masuk ke hati. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya penumpukan kilomikron dan VLDL remnant dalam
darah, sehingga berisiko terkena stroke, aterosklerosis, dan penyakit lainnya.
Pada dislipidemia tipe IV Kadar VLDL meningkat, sedangkan kadar LDL
normal atau berkurang, mengakibatkan kolesterol normal atau meningkat dan
peningkatan kadar gliserol yang berbeda. Peningkatan kadar triasilgliserol yang
terkandung di dalam VLDL dan kemungkinan akan berkembang menjadi
aterosklerosis. Kondisi berhubungan dengan abnormalitas toleransi glukosa
(resisten insulin) dan obesitas.

7
Kadar lipid pada tipe dislipidemia V,yaitu VLDL dan kilomikron serum
meningkat. LDL normal atau berkurang. Ini menyebabkan kadar kolesterol
meningkat dan triasilgliserol sangat meningkat. Penyebabnya adalah peningkatan
produksi atau penurunan bersihan VLDLdankilomikron. Biasanya suatu kelainan
genetic. Paling sering terjadi pada orangdewasa yang gemuk dan/atau diabetic.

6. Gejala Klinis
Sebagian besar dislipidemia tidak memunculkan gejala yang berarti.
Dislipidemia biasanya diketahui ketika seseorang menjalani pemeriksaan rutin
untuk darah dan kondisi lainnya. Dislipidemia yang berat menimbulkan komplikasi
yang serius seperti penyakit jantung koroner dan stroke.
Beberapa gejala umum yang muncul adalah:
 Pusing.
 Nyeri kepala hingga ke leher dan pundak.
 Rasa kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki.
 Keringat dingin.
 Mual dan muntah.
 Nyeri pada kaki.
 Nyeri dada.
 Mudah lelah.

7. Diagnosis
Diagnosis dislipidemia dilakukan dengan pemeriksaan laboraturium profil
lipid plasma. Pemeriksaan ini dianjurkan pada setiap orang dewasa berusia lebih
dari 20 tahun. Kadar lipid plasma yang diperiksa meliputi kolesterol total, kolesterol
LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida. Apabila ditemukan hasil yang normal, maka
dianjurkan pemeriksaan ulangan setiap lima tahun.
Tabel 2.Interpretasi Kadar Lipid Plasma
Nilai Interpretasi
Kolesterol LDL
< 100 mg/dl Optimal
100-129 mg/dl Mendekati optimal

8
130- 159 mg/dl Sedikit tinggi
160 -189 mg/dl Tinggi
≥ 190 mg/dl Sangat tinggi
Kolesterol Total
< 200 mg/dl Normal
200 – 239 mg/dl Sedikit tinggi
≥ 240 mg/dl Tinggi

Kolesterol HDL
< 40 mg/dl Rendah
≥ 60 mg/dl Tinggi
Trigliserida
< 150 mg/dl Optimal
150 -199 mg/dl Sedikit tinggi
200-499 mg/dl Tinggi
≥ 500 mg/dl Sangat
Sumber: Buku Ajar Penyakit Dalam

8. Komplikasi
Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi beberapa
komplikasi seperti aterosclerosis, PJK, penyakit serebrovaskular seperti strok,
kelainan pembuluh darah tubuh dan pankreatitis akut.

9. Terapi Farmasi
Terapi farmakologi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu terapi dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan dari terapi farmakologi dislipidemia
dalam jangka pendek adalah untuk mengontrol kadar LDL dan HDL dalam darah.
Tujuan jangka panjang untuk mencegah terjadinya jantung koroner. Cara
penanganannya dengan menormalkan kadar kolesterol LDL dan kolesterol HDL
dalam darah (Anwar, 2004).Adapun beberapa golongan obat yangdapat memperbaiki
propil lipid serum yaitu:

a.HMG-CoA reduktase inhibitor


Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim HMG-CoA
reduktaseyaitu suatu enzim di hati yang berperan dalam pembentukan kolesterol.
b.Derivat asam fibrat

9
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan oksidasi asam lemak bebas di
hati ataupunotot dan mengurangi lipogenesis dihati sehingga sekresi dari VLDL
dan trigliserida hatimenjadi menurun.
c.Sekuestran asam empedu
Mekanisme kerjanya ada dua yaitu meningkatkan bersihan (klirens)
kolesterol danmenurunkan resirkulasi asam empedu. Obat ini mengikat asam
empedu padausus halus sehingga dapat mencegah resirkulasinya ke dalam sistem
entrohepatik. Dengandemikian ekskresi asam empedu meningkat hingga 10 kali
lipat, dan karena asamempedu berkurang, hati berespon meningkatkan produksi
asam empedu dengan caramemecah kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga
meningkat untuk mengikat kolesterol,sehingga kadar kolesterol yang ada dalam
sirkulasi darah makin menurun.
e.Ezetimibe
Obat ini bekerja sebagai pengganggu absorpsi kolestrol dari membrane fili
pada salurancerna Karena jumlah kolesterol yang masuk melalui usus halus turun,
membuat hatimeningkatkan asupan kolesterolnya dari sirkulasi darah, sehingga
kadar kolesterol serumakan turun.
f. Asam lemak omega-3.
Asam lemak omega‐3 menurunkan kadar lipid dengan cara menekan
produksi trigliseridadan VLDL di hati dan meningkatkan konversi VLDL menjadi LDL.

10. Terapi Diet


Perencanaan terapi diet Pada pasien dislipidemia harus diterapkan diet
seimbang yang mengandung semua nutrient dalam jumlah yang memadai.

a. Tujuan diet yang diberikan untuk pasien dengan kondisi dislipidemia:


- Menurunkan berat badan bila terjadi kegemukan
- Mengubah jenis dan asupan lemak makanan
- Menurunkan asupan kolesterol makanan
- Meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan
asupankarboidrat sederhana

10
b. Syarat diet yang diberikan:
- Energi yang dibutuhkan disesuaikan menurut berat badan dan aktivitas
fisik
- Lemak sedang, yaitu < 30% dari kebutuhan energi total
- Protein cukup, yaitu 10-20% dari kebutuhan total energi
- Karbohidrat sedang, yaitu 50-60% dari total energi
- Serat tinggi, terutama serat larutair
- Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan tubuh (Almatsier, 2013)

11. Prognosis
Dislipidemia yang ditangani dengan komprehensif memiliki prognosis yang
baik. Sebagian besar pasien merespon baik terhadap terapi penurun kolesterol.
Hanya saja, perubahan gaya hidup dan modifikasi asupan nutrisi memiliki peranan
penting dalam kesuksesan terapi dislipidemia. Sebagai contoh, peningkatan kadar
HDL hingga >60 mg/dL melalui modifikasi asupan nutrisi dapat mengurangi risiko
kardiovaskular pada pasien dislipidemia (PERKI, 2017).

12. Pencegahan
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang
meliputi modifikasi diet, latihan jasmani, serta pengelolaan berat badan. Tujuan
terapi diet adalah menurunkan resiko penyakit jantung koroner dengan mengurangi
asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori,
sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya
memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta
pembatasan asupan kalori (Waspadji, 2007)
B. Penyakit Jantung Koroner
1. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri
koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan penyumbatan
pada pembuluh darah. Hal itu terjadi karena adanya atheroma atau atherosclerosis

11
(pengerasan pembuluh darah), sehingga suplai darah ke otot jantung menjadi
berkurang.
Penyakit jantung koroner terjadi akibat penyempitan dan penyumbatan
pembuluh arteri koroner pada organ jantung. Arteri koroner merupakan pembuluh
darah yang menyediakan darah bagi jantung. Penyempitan dan penyumbatan arteri
koroner menyebabkan terganggunya aliran darah ke jantung. Sehingga akan
menimbulkan efek kehilangan oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah
ke jantung melalui arteri berkurang (Wijayakusuma, 2005).

2. Etiologi
Etiologi PJK dikarenakan adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan
pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri.
Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang dan
dapat merusak sistem pengontrol irama jantung yang berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa, 2014).
Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a. Penyempitan (stenosis) arteri koronaria
b. Aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK.
Arterosklerosis merupakan penyebab penyakit jantung koroner yang paling
sering ditemukan. Arterosklorosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan
fibrosa dalam arteri koronaria,sehingga mempersempit lumen pembuluh darah.
Tersumbatnya pembuluh darah arteri dapat disebabkan oleh pengendapan kalsium,
kolestrol, lemak dan substansi lain yang dikenal sebagai plak. Plak yang terbentuk
secara perlahan –lahan berakibat mempersempit diameter arteri koroner yang
mempengaruhi aliran darah ke jantung .

12
Gambar 3.Arteroklorosis
Penyakit jantung koroner dipengaruhi dari beberapa faktor dan dinamakan
dengan faktor risiko. Secara garis besar faktor risiko PJK dibagi dua yaitu faktor
risiko yang dapat diubah/ modifiable dan faktor risiko yang tidak dapat diubah/ non
modifiable. Faktor risiko yang dapat dirubah meliputi hiperlipidemia, hipertensi,
merokok, obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik, stres. Sedangkan faktor
risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga, jenis kelamin dan usia
(Bustan, 2007).

3. Klasifikasi
Menurut Huon Gray (2002), PJK diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
a. Silent Ischaemia (Asimtotik)
Banyak dari penderita silent ischaemiayang mengalami PJK tetapi tidak
merasakan ada sesuatu yang tidak enak atau tanda-tanda suatu penyakit
b. Angina Pectoris
Angina pectoristerdiri dari dua tipe, yaitu Angina Pectoris Stabil yang
ditandai dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu rasa tertekan atau berat
di dada yang menjalar ke lengan kiri dan Angina Pectoris tidak Stabilyaitu
serangan rasa sakit dapat timbul, baik pada saat istirahat, waktu tidur,
maupun aktivitas ringan.
c. Infark Miocard Akut (Serangan Jantung)
Infark miocard akut yaitu jaringan otot jantung yang mati karena
kekurangan oksigen dalam darah dalam beberapa waktu. Keluhan yang
dirasakan nyeri dada, seperti tertekan, tampak pucat berkeringat dan dingin,
mual, muntah, sesak, pusing, serta pingsan.

13
4. Epidemiologi
Penyakit jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan
penyebab nomor satu kematian di dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 2015 menyebutkan lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah, atau sekitar 31% dari seluruh kematian di
dunia, sebagian besar atau sekitar 8,7 juta disebabkan oleh penyakit jantung
koroner. Lebih dari 75% kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah
terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Penyakit
jantung saat ini tidak hanya diderita oleh penduduk usia lanjut, namun juga sudah
banyak ditemukan pada usia muda.
Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa
sebesar 1,5% atau 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung
koroner. Sedangkan jika dilihat dari penyebab kematian tertinggi di Indonesia,
menurut Survei Sample Registration System tahun 2014 menunjukkan 12,9%
kematian akibat Penyakit Jantung Koroner.

5. Patofisiologis
Perkembangan penyakit jantung koroner (PJK) dimulai dari penyumbatan
pembuluh jantung oleh plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah
awalnya disebabkan karena peningkatan kadar kolesterol LDL (low-
densitylipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri sehingga
aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah.Penyumbatan pada
pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak disertai klot
trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada
awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, selanjutnya dapat menyebabkan
ulserasi danpendarahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot
darah. Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan
jantung (Naga, 2012).

14
Gambar 4. Penyumbatan di Arteri Koroner

Plak yang menyumbat akan menyebabkan beberapa gejala klinis seperti


iskemia miokardium lokal. Sumbatan yang terjadi dapat mengakibatkan angina
pectoris, infark miokardium, syok kardiogenik, rupture jantung.

6. Gejala Klinis
Penyakit jantung koroner terbentuk secara perlahan-lahan dan dalam waktu
yang lama, kebanyakan orang tidak tahu bahwa mereka sudah memiliki penyakit
yang parah ini. Biasanya gejala yang paling awal adalah nyeri dada atau angina
serta sesak napas. Tidak semua nyeri dada disebabkan oleh penyakit jantung
koroner. Angina atau nyeri dada karena penyakit jantung koroner timbul setelah
melakukan aktifitas dan hilang ketika beristirahat. Rasa nyeri timbul karena otot
jantung tidak mendapat oksigen cukup. Angina biasanya berlangsung selama 2-3
menit dan tidak lebih dari 10 menit.
a. Angina pectoris
Angina pectoris adalah gejala PJK yang paling sering muncul dan dalam
perkembangannya dapat menjadi serangan jantung, hal yang dirasakan ketika
angina pectoris terjadi adalah terasanya tidak nyaman atau nyeri di dada sebelah

15
kiri karena berkurangnya suplai dd\arah menuju otot jantung. Angina tidak selalu
muncul dengan rasa nyeri namun juga terasa seperti cengkraman, terbakar (panas),
sesak, lokasi nyeri berada pada sternum (tulang tengah dada) yang menyalur ke
sebelah kiri dada, lengan kiri, leher, hingga rahang dan uluhati.
Angina pectoris biasanya di sebabkan karena aktifitas fisik, cuaca, stress
dan makan terlalu kenyang. Angina pectoris ini biasanya berlangsung sekitar 3-5
menit dan dapat redah setelah istirahat, angina pectoris adalah gejala yang dapat di
obati dapat menghilang atau reda dengan obat-obat anti angina (aspirin, nitrat, beta-
bloker, antagonis kalsium).
b. Serangan jantung atau infark miokard
Infark miokard akut dapat menyebabkan pembentukan trombus yang
menyumbat arteri, sehingga menghentikan pasokan darah ke regio jantung yang
disuplainya (Philip et al. 2010).
c. Gagal Jantung
d. Aritmia atau Gangguan irama Jantung
Jantung merupakan organ yang memiliki pemicu untuk berkontraksi yang
disebut pacemaker (baterai) jika aliran darah dan oksigen di arteri koroner
terganggu maka pacemaker dan gangguan konduksi jantung terganggu, sehingga
terjadi gangguan irama jantung.

7. Diagnosis
Mendiagnosis PJK dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a) Anamnesis adanya angina pektoris yang menggambarkan jenis rasa tidak
nyaman atau nyeri tumpul seperti rasa tertindih yang biasanya terletak retrosternum,
dapat berdurasi kurang dari 20 menit pada angina pektoris stabil atau lebih dari 20
menit pada angina pektoris tidak stabil.
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan saat merasakan nyeri dada untuk menemukan
adanya aritmia, gallop bahkan murmur, ronki basah dibagian basal paru, hilang lagi
pada saat nyeri berhenti.
c) Elektrokardiogram (EKG)

16
Terdapat dua jenis EKG yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PJK
khususnya dalam mendiagnosis angina pektoris stabil, yaitu EKG istirahat dan
EKG aktivitas. EKG istirahat dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri
dada adalah non kardiak, sedangkan EKG aktivitas penting sekali dilakukan pada
pasien-pasien yang amat dicurigai, termasuk depresi ST ringan.

d) Enzim-enzim jantung
Beberapa macam enzim jantung yang dapat digunakan sebagai pendeteksi
kelainan jantung, antara lain Creatinin Kinase (CK), CK MB, Lactic Dehidrogenase
(LDH), cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, dan lain sebagainya.
 CK meningkat setelah 3-8 jam bila ada IM dan mencapai
puncakdalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
 CKMB akan meningkat setelah 3 jam bila ada IM dan
mencapaipuncak pada 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari.
 cTn T dan cTn I meningkat meningkat setelah 2 jam IM dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5- 14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
e) Intravascular ultrasound (IVUS)
IVUS dan IVUS-based imaging modalities berpotensi untuk dapat berguna
dalam mengetahui fase-fase berbeda dalam pembentukan plak dalam pembuluh
darah koroner.
f) Angiografi koroner
Pemeriksaan ini diperlukan pada pasien-pasien yang tetap pada angina
pektoris stabil kelas III-IV meskipun telah mendapat terapi yang cukup, atau
pasien-pasien dengan risiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya angina, serta
pasien-pasien yang pulih dari serangan aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac
arrest, yang telah berhasil diatasi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan terkait diagnosis penyakit jantung
koroner. Pemeriksaan fisik, riwayat medis dan sejumlah tes dapat membantu
mendiagnosis jantung koroner, termasuk:

17
 Holter monitor: Ini adalah alat portabel yang dipakai pasien di bawah
pakaian mereka selama 2 hari atau lebih. Ini mencatat semua aktivitas
listrik jantung, termasuk detak jantung.
 Echocardiogram: Ini adalah scan ultrasound yang memeriksa jantung
yang memompa. Ini menggunakan gelombang suara untuk memberikan
gambar video.
 Kateterisasi koroner: Pewarna disuntikkan ke arteri jantung melalui
kateter yang berulir melalui arteri, sering di kaki atau lengan, ke arteri di
jantung. X-ray kemudian mendeteksi titik-titik sempit atau penyumbatan
yang diungkapkan oleh pewarna.
 CT scan: Ini membantu dokter untuk memvisualisasikan arteri,
mendeteksi kalsium apa pun di dalam endapan lemak yang menyempit
arteri koroner, dan untuk mengkarakterisasi kelainan jantung lainnya.
 Ventrikulografi Nuklir: Ini menggunakan pelacak, atau bahan
radioaktif, untuk menunjukkan ruang jantung. Materi disuntikkan ke
pembuluh darah. Itu menempel pada sel darah merah dan melewati
jantung. Kamera atau pemindai khusus melacak pergerakan material.
 Tes darah: Tes ini dapat mengukur kadar kolesterol darah, terutama
pada orang yang berusia di atas 40 tahun, memiliki riwayat keluarga
dengan jantung atau kondisi terkait kolesterol, kelebihan berat badan,
dan memiliki tekanan darah tinggi atau kondisi lain, seperti kelenjar
tiroid yang kurang aktif atau kondisi apa pun yang dapat meningkatkan
kadar kolesterol dalam darah.

8. Komplikasi
Penyakit jantung koroner yang tidak tertangani dapat memicu sejumlah
komplikasi, seperti:
 Angina. Angina atau nyeri dada disebabkan oleh menyempitnya arteri,
sehingga jantung tidak mendapatkan cukup darah.

18
 Serangan jantung. Komplikasi ini terjadi bila arteri tersumbat sepenuhnya,
akibat penumpukan lemak atau gumpalan darah. Kondisi ini akan merusak
otot jantung.
 Gagal jantung. Gagal jantung terjadi bila jantung tidak cukup kuat
memompa darah. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan yang ditimbulkan
oleh serangan jantung.
 Gangguan irama jantung (aritmia). Kurangnya suplai darah ke jantung atau
kerusakan pada jantung akan memengaruhi impuls listrik jantung, sehingga
memicu aritmia

9. Terapi Farmasi

Tindakan pengobatan bisa mencakup pemberian obat-obatan, intervensi


kateter, dan bedah jantung. Terlepas dari jenis pengobatan yang diterima, pasien
harus menjalani gaya hidup yang sehat, seperti berhenti merokok, mengikuti pola
makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan menjaga berat badan yang sehat.

a. Pengobatan: Obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi beban kerja


jantung dan meningkatkan pasokan darah ke otot-otot jantung.
 Aspirin: Obat ini bisa mengurangi viskositas darah dan memperlambat
ataumencegah penyumbatan arteri koroner.
 Penyekat beta: Untuk memperlambat denyut jantung dan menurunkan
tekanandarah, untuk mengurangi beban kerja jantung.
 Vasodilator: Untuk melebarkan pembuluh darah dan meringankanbeban
kerja jantung. Vasodilator tersedia dalam berbagai bentuk, seperti tablet
sublingual, spray, dan patch.
 Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI - Angiotensin-
ConvertingEnzyme Inhibitors): Obat-obatan ini berfungsi untuk
menurunkan tekanan darah. Digunakan untuk memperlambat
perkembangan komplikasi penyakit jantung koroner.

19
 Diuretik: Obat-obatan ini bisa mengurangi volume sirkulasi darah dengan
menghilangkan natrium dan air, sehingga bisa mengurangi beban kerja
jantung.
 Penyekat saluran kalsium: Obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah
yangbisa meningkatkan aliran darah di arteri koroner.
b. Intervensi kateter:
Intervensi koroner perkutan (umumnya dikenal sebagai “angioplasti balon”)
digunakan untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit, untuk
meningkatkan fungsi jantung dan mengurangi timbulnya nyeri dada.
c. Operasi jantung
Operasi bypassarterikoronermerupakan tindakan bedah mayor.Operasi
bypass adalah membuat aliran baru dari pembuluh nadi besat (aorta) ke
arteri koroner jantung dengan mengunakan pembuluh darah vena dan
arteri.Operasi ini bisa menyebabkan komplikasi yang parah dan pasien
wajib berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu.

9. Terapi Diet
a. Tujuan diet jantung yaitu; memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, menurunkan berat badan bila terlalu gemukdan
mencergah penimbunan garam atau air.
b. Syarat-syarat diet penyakit jantung adalah sebagai berikut:
 Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
normal.
 Protein cukup yaitu0,8 g/kg BB.
 Lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total.
 Kolestrol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia.
 Vitamin dan mineral cukup.Hindari penggunaan suplemen kalsium,
kalium dan maghnesium jika tidak dibutuhkan,
 Garam rendah, 2-3 gr/hari,jika disertai hipertensi atau edema
 Makanan bersifat mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
 Serat untuk menghindari konstipasi.

20
 Cairan cukup ± 2liter/hari sesuai dengan kebutuhan.
 Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit.
 Diberikan dengan porsi kecil, namun sering
 Bila kebutuhan gizi tidak dapatdipenuhi melalui makanan, maka bisa
siberikan makanan tambahan berupa enteral,parenteral atau suplemen
gizi
c. Jenis diet jantung
Diet jantung dibagi menjadi 4 jenis, berdasarkan indikasi dan keadaan
penyakit jantung sendiri (Almatsier, 2013)
 Diet Jantung I diberikan kepada pasien dengan penyakit jantung akut
seperti myocard infacrt (MCI)atau dekompensasio kordis berat. Diet
diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama. Diet
inisangat rendah emergi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya
diberikan selama 1-2 hari saja.
 Diet Jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet
ini diberikan sebagai peralihan diet jantung I, setelah fase akut teratasi.
Diet ini bersifat rendah energi, protein, kalsium dan thiamin.
 Diet Jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet
Jantung III diberikan sebagai peralihan diet jantung II pada pasien
jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Diet ini rendah energi
dan kalsium.
 Diet Jantung IV
Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa yang diberikan
kepada pasien penyakit jantung dengan keadaan ringan. Diet ini cukup
zat gizi, namun kurang kalsium.

10. Prognosis
Prognosis penyakit jantung koroner akan sangat tergantung pada jumlah
plak koroner, keparahan obstruktif, fungsi ventrikel kiri dan adanya aritmia
kompleks.

21
11. Pencegahan
Menurut Bustan (2007) upaya pencegahan PJK meliputi 4 tingkat upaya :
a. Pencegahan primordial, yaitu upaya pencegahan munculnya faktor
predisposisi terhadap PJK dalam suatu wilayah dimana belum tampak
adanya faktor yang menjadi risiko PJK.
b. Pencegahan primer, yaitu upaya awal pencegahan PJK sebelumseseorang
menderita. Dilakukan dengan pendekatan komunitasdengan pendekatan
komunitas berupa penyuluhan faktor-faktor risikoPJK terutama pada
kelompok usia tinggi. Perubahan gaya hidup seperti penurunan berat badan
untuk mencapai berat ideal dengan lingkar pinggang yang diharapkan untuk
laki-laki < 90 cm dan untuk wanita < 80 cm ( modifikasi asia), pengaturan
pola makanan dengan gizi seimbang, menghentikan kebiasaan merokok,
faktor psikososial dengan menghindari stress berlebihan.
c. Pencegah sekunder, yaitu upaya pencegahan PJK yang sudahpernah terjadi
untuk berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahapini diperlukan
perubahan pola hidup dan kepatuhan berobat bagi yang punya riwayat
menderita PJK. Upaya peningkatan inibertujuan untuk mempertahankan
nilai prognostik yang lebih baikdan menurunkan mortalitas.
d. Pencegan tersier, yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yanglebih
berat atau kematian
e. Pengendalian Faktor Resiko: Faktoir Resiko – yang sudah disebut terdahulu
seperti Hipertensi , Diabetes Mellitus,Lipid darah ( LDL, HDL, Trigliserida
dll), riwayat keluarga dan sindroma metabolik, perlu dikontrol dan
diperhatikan. Apabila kita sudah mempunyai salah satu faktor tersebut perlu
dilakukan pengendalian yang baik dengan berkonsultasi ke dokter.

22
C. Congestive Heart Failure (CHF)
1. Definisi
Congestive Heart FailureatauGagal jantung kongestif (CHF) adalah
keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
(Mansjoer, 2001).

2. Etiologi
Gagal jantungterjadi karenakegagalan otot jantung yang menyebabkan
hilangnya fungsi yang penting setelahkerusakan jantung, hemodinamis kronis yang
menetapkarena tekanan atau volume overload sehingga menyebabkan hipertrofi
dan dilatasi ruang jantung. Kegagalan jantung dapat juga terjadi karena beberapa
faktoreksternal yang menyebabkan keterbatasan dalam pengisian ventrikel.
Mekanisme fisiologis menjadi penyebab gagal jantung dapat berupa :
a. Meningkatnya beban awal karenaregurgitasiaorta dan adanya cacat
septum ventrikel.
b. Meningkatnya beban akhir karena stenosis aorta serta hipertensi
sistemik.
c. Penurunan kontraktibilitas miokardium karena infark miokard
ataupun kardiomiopati.
d. Kelainan otot jantung
Kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitasotot
jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi jantung
meliputi ateroklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi.
e. Aterosklerosis koroner
Arterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.Terjadi hipoksia

23
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gagal jantung.

f. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen
untukmenyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki
sedangkan padawanita belum ada fakta yang konsisten.Sementara
diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan
obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan
resikopenyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama
dari gagal jantungkongestif.

3. Klasifikasi
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung
Kongestifberdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :

Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif


Klasifikasi Deskripsi
Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitasfisik tidak
Kelas I menyebabkan sesak nafas, fatigue, ataupalpitasi.

Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik.Merasa


Kelas II nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukanaktivitas fisik
mulai merasakan sedikit sesak, fatigue, dan palpitasi
Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasanyaman
Kelas III saat istirahat namun ketika melakukan aktivitasfisik yang sedikit
saja sudah merasa sesak, fatigue, danpalpitasi.

Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa


Kelas IV muncul dan jika melakukan aktivitas fisik makagejala akan
meningkat.

Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the


Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic heart Failure.

24
4. Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi dan insiden gagal
jantung global mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.Hal tersebut diduga
berkaitan dengan peningkatan kesadaran masyarakat dan angka diagnosis gagal
jantung, pertambahan jumlah populasi lansia, peningkatan insiden gagal jantung,
serta perbaikan tata laksana penyakit kardiovaskuler dan layanan kesehatan secara
umum (Ponikowski etal, 2016). Insiden gagal jantung bervariasi antara 1-32 kasus
per 1000 orang-tahun. Rentang estimasi insidens yang lebar tersebut sangat
dipengaruhi oleh karakteristik populasi yang diteliti dan kriteria diagnosis yang
dipakai.

5. Patofisiologis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang
tidakbisa berkontraksi secara normal seperti infark miokardium, gangguan
tekananhemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti
cardiomiopathy.Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas
pompa jantung. Namun,pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan
asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh
mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injuryataupun
disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin
Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan
kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan
cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan
terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri,sinus karotikus dan arkus aorta,
kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center
yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis
posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitasduktus kolektivus sehingga
reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008).
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal.

25
Stimulasisimpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin
meningkatkankadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan
retensi cairan dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Mekanisme kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan
fungsional dan struktural jantung serta retensicairan dan garam pada gagal jantung
kongestif yang lebih lanjut (Mann, 2010).

Gambar 5. Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif


Sumber : Rampengan, 2014. Buku Praktis Kardiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan

26
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan
curah jantung normal masih dapat dipertahankan (Karim, Kabo. 2002).
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
 Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung
 Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium
 Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.

6. Gejala Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu
mengalami gejala berikut (Karim, Kabo. 2002).:
 Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
 Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer

27
 Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
Berdasarkan ruang jantung yang terlibat, gejala yang mungkin dialami oleh
pasien gagal jantung antara lain :

a. Gagal jantung kiri :


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu
 Dispnu
 Batuk
 Orthopnea
 Kogestif vena pulmonalis
 Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
 Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
b. Gagal jantung kanan:
 Kongestif jaringan perifer dan viseral.
 Edema ekstrimitas bawah berupa edema pitting, penambahan berat badan.
 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
 Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
 Nokturia
 Kelemahan

28
 Nausea
 Ascites

7. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung tidak mudah dilakukan baik pada skenario gagal
jantung akut maupun kronik. Pada kasus akut, gagal jantung dapat memiliki gejala
yang mirip dengan iskemia miokardia, eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), emboli, dan infeksi paru. Sementara itu pada situasi kronik,
diagnosis gagal jantung kadang sulit dibedakandari depresi, asthma, sirosis hati,
dan hipotiroidisme. Oleh sebab itu, prinsip kehati-hatian perlu diterapkan dalam
menangani pasien yang dicurigai dengan gagal jantung agar pemeriksaan
diagnostik dan intervensi yang tepat dapat segera dilakukan.
Menurut Doenges (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektro kardiogram (EKG)
Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
takikardi,fibrilasi atrial
b. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
c. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler)
Dapatmenunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/
struktur katub atauarea penurunan kontraktilitas ventricular.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau insufisiensi.
e. Rongent Dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasiatau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit yang berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
g. Oksimetri Nadi

29
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.

h. Analisa Gas Darah (AGD)


Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongestif.

8. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal jantung kongestive, antara lain :
a) Gangguan pertumbuhan
Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama bisa
mengalami gangguan pertumbuhan.
b) Dispneu
Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri
dapat mengakibatkan bendungan paru dan menyebabkan ventrikel kanan
berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea
serta gangguan pernafasan lainnya.
c) Gagal ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal, sehingga
meningkatkan resiko terjadi gagal ginjal.
d) Hepatomegali, asites pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal pada
gagal jantung kanan
e) Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah pada jantung rendah, sehingga menimbulkan terjadinya
jendalan darah yang dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan
stroke.
f) Syok kardiogenik

30
Akibat jantung tidak mampu mengalirkan cukup darah ke jaringan

9. Terapi Farmasi
Tindakan pengobatan bisa mencakup pemberian obat-obatan, seperti:
 Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi
gejalavolume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural
peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan
preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen
dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
 Antagonis aldosteron berfungsi menurunkan mortalitas pasien dengan
gagal jantung sedang sampai berat.
 Obat inotropik dapat meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah
jantung.
 Glikosida digitalis berfungsi meningkatkan kekuatan kontraksi otot
jantung menyebabkan penurunan volume distribusi.
 Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)berfungsi mengurangi preload
danafterload berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena yang
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
 Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi
sekresi aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan
air. Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler venadan tekanan
darah yang menyebabkan peningkatan curah jantung.

10. Terapi Diet


Penderita penyakit jantung akut yaitu gagal jantung kongestif berupa diet
jantung I. Diet ini dalam bentuk cair sejumlah 1 – ½ liter per hari sesuai daya terima
penderita. Diet sangat rendah energi, sehingga sebaiknya hanya diberikan 1-2 hari

31
saja. Jika tidak memungkinkan untuk di tingkatkan, pemberian gizi enteral perlu
dipertimbangkan.
Tujuan diet pada penderita gagal jantung kongestif untuk memberikan
makanan yang secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau
menghilangkan penimbunan garam atau air.Syarat diet yang diberikan pada pasien
gagal jantung kongestif yaitu :
 Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan BB normal
 Protein 0,8 gram/ kg BB
 Lemak sedang, yaitu 20-25 % dari total kebutuhan energi. 10% berasal dari
lemak jenuh dan 10-15% dari lemak jenuh
 Kolestrol rendah, terutama jika disertai dislipidemia
 Rendah garam 2-3 gram per hari, jika disertai hipertensi dan edema
 Vitamin dan mineral yang cukup. Penggunaan suplemen kalium, kalsium
dan maghnesium tidak dianjurkan, karena dapat memacu kontraksi otot
jantung.
 Cairan dan serat cukup
 Bentuk makanan sesuai, porsi sedikit tapi sering
 Jika kebutuhan oral tidak terpenuhi maka dapat diberikan gizi enteral dan
parenteral.

11. Prognosis
Menentukan prognosis pada gagal jantung bersifat kompleks yang
mempengaruhi seperti etiologi, usia, ko-morbiditas, variasi progresi gagal jantung
tiap individu yang berbedadan hasil akhir kematian. Kurang dari 30% tingkat
kelangsungan hidup untuk syok kardiogenik. Dampak pengobatan spesifik gagal
jantung terhadap tiap individu pun sulit untuk diperkirakan.

12.Pencegahan
Upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan dalam pencegahan
dan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah diantaranya dengan
mesosialisasikan perilaku CERDIK. Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap

32
rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup
dan Kelola stres. Selain itu, disarankan melakukan pengukuran tekanan darah dan
pemeriksaan kolesterol rutin atau minimal sekali dalam setahun di Pobindu
PTM/Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Kemenkes, 2017)
C. CVD

1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisiskan suatu
gangguan fungsional otak yang secara mendadak dengan tanda atau gejala klinik
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menuimbulkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan
vascular (WHO, 2006).Sedangkan menurut Ginsberg, stroke adalah sindrom yang
terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau
global yang berkembang cepat.
Stroke mengalami peningkatan signifikan pada masyarakat seiring dengan
perubahan pola makan, gaya hidup dan peningkatan stress yang cukup tinggi.
(Rahmawati, 2009).

2. Etiologi
Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau yang sering
disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke dibagi
menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk
factors) dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors). Faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, genetic atau
riwayat keluarga yang menderita stroke. Sedangkan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi berupa hipertensi, merokok, penyakit arteri carotis dan perifer,
penyakitjantung (gagal jantung, kelainan jantung congenital, jantung koroner,
kardiomegali dan cardiomyopaty),dislipidemia, diabetes melitus, obesitas, kurang
aktifitas, penggunaan alcohol dan penggunaan obat –obatan terlarang.

3. Klasifikasi

33
Stroke berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, di klasifikasikan
sebagai berikut:

a. Stroke Non Hemoragik / Iskemia


Stroke yang disebkan adanya sumbatan pada arteri sehingga menyebabkan
penurunan suplay oksigen pada jaringan otak (iskemik) sehingga menimbulkan
nekrosis. 87% kasus stroke disebabkan karena adanya sumbatan yang berupa
thrombus atau embolus. Faktor lain yang berpengaruh adalah denyut jantung yang
irreguler (atrial fibrilation) yang merupakan tanda adanya sumbatan di jantung
yang dapat keluar menuju otak. Adanya penimbunan lemak pada pembuluh darah
otak (aterosklerosis) akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskhemik.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah yang rapuh pada
otak. Pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke hemoragik, yaitu:
aneurysms dan arteriovenous malformation. Aneurysms adalah pengembangan
pembuluh darah otak yang semakin rapuh sehingga mudah pecah. Arterivenous
malformation merupakan pembuluh darahyang mempunyai bentuk abnormal
sehingga mudah pecah dan menimbulkan pendarahan otak. Pendarahan otak dibagi
dua yaitu :
 Pendarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Pendarahan intra serebral yang
disebabkan karena hipertensi sering di jumpai di daerah putamen, thalamus, pons
dan sereblum.
 Pendarahan subaraknoid
Pendarahan ini disebabkan pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah berasal dari pembuluh darah sirkulasi wilisi dan cabang –cabangnya
yang terdapat diluar parenkim. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur

34
peka nyeri dan vasopasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi
otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun disfungsi otak fokal
(Price & Wilson, 2006).

Gambar 5. Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik

Klasifikasi stroke berdasarkan waktunya terdiri atas:


 Transient Ischaemic Attack (TIA):
Defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit
 Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND)
Defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu
 Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke
 Completed Stroke
Berdasarkan sistem pembuluh darah :
 Sistem Karotis
 Sistem Vertebrobasiler

4. Epidemiologi
Penyakit kardiovaskuler (CVD), penyakit yang menyerang jantung dan
sistem pembuluh darah, merupakan penyebab utama kematian di dunia.
Diperkirakan 17,5 juta jiwa meninggal karena CVD pada tahun 2012, angka
tersebut mewakili 31% dari jumlah kematian di dunia. Dari kematian akibat CVD

35
diperkirakan 7,4 juta diantaranya disebabkan oleh penyakit jantungkoroner dan 6,7
juta lainnya oleh stroke (WHO, 2016).

5. Patofisiologis
Otak sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai cadangan
oksigen apabila tidak adanya suplai oksigen maka metabolisme di otak mengalami
perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam waktu 3
sampai 10 menit. Iskemia dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan
berakibat menjadi infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang
terserang stroke secara permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang
terkena. Stroke itu sendiri disebabkan oleh adanya arteroskelorosis (Junaidi, 2011).
Arteroskelorosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terdapat di
dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah kejaringan
otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral
tidak adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
Arterosklerosis dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah atau trombus yang
melekat pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah. Apabila arteriosklerosis bagian trombus terlepas dari dinding
arteri akan mengikuti aliran darah menuju arteri yang lebih kecil dan akan
menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.

6. Gejala Klinis
Gejala stroke biasanya berkembangsecara tiba-tiba dan tanpa peringatan.
Gejala yang mungkin terjadi antara lain :
 Sakit kepala mungkin terjadi, terutama jika stroke disebabkan pendarahan
di otak.
 Gejala lainnya tergantung pada tingkat keparahan stroke dan bagian dari
otak yang di pengaruhi. Gejala mungkin termasuk :
- Perubahan kewaspadaan (termasuk mengantuk, pingsan dan koma)
- Perubahan pendengaran

36
- Perubahan indera pengecapan
- Perubahan yang mempengaruhi sentuhan dan kemampuan untuk
merasakan sakit, tekanan atau temperatur yang berbeda
- Kecanggungan
- Kesulitan menelan
- Pusing atau perasaan gerakan yang abnormal (vertigo)
- Mati rasa atau kesemutanpada satu sisitubuh
- Kehilangaan keseimbangan dan koordinasi
Pada penderita stroke non hemoragik (iskemik)dapat ditemukan gejala
berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi). Hiperrefleksia anggota
tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria,dysfagia, peningkatan reflex muntah,
diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan kesadaran. Sedangkan
pada penderita stroke hemoragik

7. Diagnosis
Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan laboratorium berperan dalam beberapa hal
antara lain untuk menyingkirkan gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab
stroke, dan menemukan keadaan komorbid. Parameter yang diperiksa meliputi
kadar glukosa darah, elektrolit, analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum,
kreatinin, enzim jantung, prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT)(Rahajuningsih, 2009).
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemi maupun
hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis.
Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik
untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium.
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan
neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari
pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin,

37
nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah.
Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel
darah yang dapat menyebabkan stroke (Rahajuningsih, 2009).
Untuk menegakkan diagnosis stroke dilakukan beberapa pemeriksaan
radiologis seperti :
a. CT scan Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk
menegakan diagnosis stroke (Rahmawati, 2009).
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Secara umum pemeriksaan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) lebih sensitive dibandingkan CT scan. MRI
mempunyai kelebihan mampu melihat adanya iskemik pada jaringan otak
dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke non hemoragik. MRI juga
digunakan pada kelainan medulla spinalis. Kelemahan alat ini adalah tidak
dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan
fraktur.

8. Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika
dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang
lumpuh dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan
kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat
menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan
kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya
densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi
dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari

38
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena
umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31%
menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering
pada hemiparesis kiri.
f. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegidan nyeri
bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder
hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.

Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008) dan
Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial management of acute
stroke and transite ischemic attack (2014), daerah- daerah (domain) neurologis
yang mengalami gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
 Motor: gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan
yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan
kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya
manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu
sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah
kekuatan otot yang berkurang pada sebagian tubuh dimana lengan dan
tungkai sisi lumpuh sama beratnya ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh
dari tungkai atau sebaliknya sedangkan hemiplegia adalah kekuatan otot
yang hilang.
 Sensori: defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai
kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan
sensitivitas.
 Penglihatan: stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal. d. Bicara dan bahasa:
disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa akan nama-
nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis. Kira-kira 30%
penderita stroke menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara dan bahasa

39
dapat mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan
mandiri seperti sebelum sakit.
 Kognitif: kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi,
dan hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke
menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan
akut iskemik.
 Afek: gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan
jarang pada saat akut.

9. Terapi Farmasi
Penanganan khusus terhadap pasien stroke dilakukan tergantung pada jenis
stroke yang dialami pasien, apakah stroke disebabkan gumpalan darah yang
menghambat aliran darah ke otak (stroke iskemik) atau disebabkan perdarahan di
dalam atau di sekitar otak (stroke hemoragik).
a. Pengobatan stroke iskemik.
Penanganan awal stroke iskemik akan berfokus untuk menjaga jalan napas,
mengontrol tekanan darah, dan mengembalikan aliran darah. Penanganan
tersebut dapat dilakukan dengan cara:
- Penyuntikkan rtPA(recombinant tissue plasminogen activator) melalui
infus dilakukan untuk mengembalikan aliran darah.
- Obat antiplatelet. Untuk mencegah pembekuan darah, digunakan obat
antiplatelet, seperti aspirin.
- Obat antikoagulan. Untuk mencegah pembekuan darahdiberikan obat-
obatan antikoagulanseperti heparin, yang bekerja dengan cara mengubah
komposisi faktor pembekuan dalam darah.Obat antikoagulan biasanya
diberikan pada penderita stroke dengan gangguan irama jantung.
- Obat antihipertensi diberikan pada penderita stroke baru, biasanya
tekanan darah tidak diturunkan terlalu rendah untuk menjaga suplai darah
ke otak. Obat hipertensi juga digunakan untuk mencegah stroke berulang,
mengingat hipertensi merupakan faktor risiko terbanyak penyebab

40
stroke. Contoh obat hipertensi seperti obat penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE inhibitor), obat penghambat alfa dan beta
(alpha- dan beta-blocker), obat diuretik thiazidedan obat antagonis
kalsium (calcium channel blocker).
- Obat kolesterol golongan statin, seperti atorvastatin, untuk mengatasi
kolesterol tinggi. Statin berguna untuk menghambat enzim penghasil
kolesterol di dalam organ hati.
- Endarterektomi karotis.
Terkadang operasi diperlukan untuk mencegah berulangnya stroke
iskemik, salah satunya adalah endarterektomi karotis. Melalui prosedur
ini, tumpukan lemak yang menghambat arteri karotis dibuang oleh dokter
dengan sebuah pembedahan di leher pasien. Arteri katoris merupakan
arteri yang terdapat di setiap sisi leher yang menuju ke otak. Meski
efektivitas operasi endarterektomi karotis dalam mencegah stroke
iskemik cukup tinggi, namun prosedur ini tidak sepenuhnya aman
dilakukan pada pasien yang juga menderita kondisi lainnya, terutama
penyakit jantung.
- Angioplasti.
Selain endarterektomi karotis, arteri karotis juga dapat dilebarkan dengan
teknik angioplasti. Angioplasti dilakukan melalui kateter yang
dimasukkan melalui pembuluh darah di pangkal paha untuk selanjutnya
diarahkan ke arteri karotis. Kateter ini membawa sebuah balon khusus
dan stent. Setelah berada dalam arteri karotis, balon digelembungkan
untuk memperluas arteri yang tersumbat lalu disangga dengan ring
atau stent.

b. Pengobatan stroke hemoragik.


Pada kasus stroke hemoragik, penanganan awal bertujuan untuk
mengurangi tekanan pada otak dan mengontrol perdarahan. Ada beberapa
bentuk pengobatan terhadap stroke hemoragik, antara lain:

41
- Obat-obat untuk menurunkan tekanan di otak, menurunkan tekanan
darah, dan mencegah kejang. Jika pasien mengonsumsi obat
antikoagulan atau antiplatelet, dokter akan memberikan transfusi
faktor pembekuan atau obat-obatan untuk membalik efek obat
pengencer darah tersebut.
- Operasi
Selain dengan obat, stroke hemoragik juga bisa ditangani dengan
operasi. Operasi dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak,
dan bila memungkinkan memperbaiki pembuluh darah yang pecah.
- Pengobatan TIA (Transient Ischemic Attack)
Pengobatan TIA bertujuan untuk mengendalikan faktor risiko yang
dapat memicu timbulnya stroke, sehingga dapat mencegah stroke.
Obat yang meliputi obat antiplatelet atau obat antikoagulan, obat
kolesterol, serta obat antihipertensi, tergantung dari faktor risiko
yang dimiliki pasien. Dalam beberapa kasus, prosedur operasi
endarterektomi karotis diperlukan jika terdapat penumpukan lemak
pada arteri karotis.

10. Terapi Diet


Diet yang diberikan pada penderita stroke bertujuan untuk memberikan
makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi dengan memperhatikan
keadaan dan komplikasi penyakit, memperbaiki keadaan stroke (seperti disfagia,
pneunomia, kelainan ginjal dan dukubitus) serta mempertahankan kesimbangan
cairan elektrolit tubuh (Almatsier, 2013).

Syarat diet yang diberikan untuk pasien stroke, antara lain :


 Energi cukup, yaitu 25-45 kkal/kg berat badan. Pada fase akut diberikan
1100- 1500 kkal/hari.
 Protein cukup, yaitu 0,8- 1 gr/kg berat badan. Apabila pasien berada dalam
keadaan gizi kurang, protein diberikan1,2-1,5 gram/kg BB. Apabila stroke

42
disertai Gagal Ginjal Kronik (GGK) protein diberikan rendah 0,6 gram/kg
BB.
 Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Batasi sumber
lemak jenuh yaitu < 10 % dalam kebutuhan energi total dan kolestrol
dibatasi < 300 mg.
 Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari kebutuhan energi total.
 Vitamin cukup, terutama vitamin A, Riboflavin, B6, Asam Folat, B12, C
dan E
 Mineral cukup, terutama kalsium, maghnesium dan kalium.
 Natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 ½ sendok
teh /hari atau setara ± 5 gr garam dapur atau 2 gr natrium.
 Serat cukup, untuk membantu menurunkan kadar kolestrol darah dan
mencegah konstipasi.
 Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas /hari, kecuali pada keadaanedema atau asites
maka cairan dibatasi.
 Bentuk makanan disesuaikan keadaan pasien.
 Makanan diberikan dalam porsi kecil tapi sering

Berdasarkan tahapannya, diet stroke dibagi menjadi dua fase yaitu :


a. Fase Akut (24-48 jam)
Fase akut adalah keadaan tidak sadarkan diri atau kesadaran menurun.
Pada fase ini makanan diberikan makanan parenteral (nothing per oral/ NPO)dan
dilanjutkan makanan enteral (Naso Gastric Tube/NGT). Pemberian makanan
parenteral total yang perlu dimonitor dengan baik. Kelebihan cairan dapat
menimbulkan edema serebral. Kebutuhan energi pada NPO total adalah (AMB x 1
x 1,2), protein 1,5 g/kg BB, lemak maksimal 2,5 g/kg BB dan dekstrosa maksimal
7 g/kg BB. Diet pada fase akut disebut diet stroke I dalam bentuk cair kental atau
kombinasi cair jernih dan cair kental yang diberikan dalam porsi kecil tiap 2-3 jam.
Lama pemberian makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.

43
Sumber bahan makanan yang dianjurkan untuk diet stroke I yaitu :
Tabel 3. Sumber Bahan Makanan yang Di Anjurkan
Zat Gizi Bahan Makanan
Karbohidrat Maizena, tepung beras, tepung hunkwe dan sagu
Protein Hewani Susu whole, susu skim, telurayam 3-4 btr/minggu
Protein Nabati Susu kedelai, sari kacang ijo dan tempe
Lemak Margarin, minyak jagung
Buah Sari buah jeruk, pepaya, tomat, sirsak dan apel
Minuman Teh encer, sirup, air gula, madu dan kaldu

b. Fase Pemulihan
Fase pemulihan ketika pasien sudah sadar dan tidak mengalami gangguan
fungsi menelan (disfagia). Makanan diberikan per oral secara bertahap dalam
bentuk makanan cair, makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa. Diet
pada fase ini juga disebut diet stroke II, yang dibagi dalam 3 tahap yaitu : Diet
stroke IIA (bentuk makanan cair + bubur saring dengan energi 1700 kalori), diet
stroke IIB (bentuk makanan lunak dengan energi 1900 kalori) dan diet stroke IIC
(bentuk makanan biasa dengan energi 2100 kalori). Bila pasien stroke mengalami
disfagia, makanan diberikan secara bertahap sebagai gabungan makanan NPO, per
oral dan NGT sebagai berikut:
 NPO
 ¼ bagian per oral (bentuk semi padat) dan ¾ bagian melalui NGT
 ½ bagian per oral (bentuk semi padat) dan ½ bagian melalui NGT
 Diet per oral (bentuk semi padat dan semi cair melalui NGT)
 Diet lengkap per oral

Apabila makanan melalui NGT bertahap selama 6 minggu, perlu


dipertimbangkan pemberian makan melalui gastrostomi dan jejunostomi. Bila ada
tukak lambung akibat sekresi asam lambung dan gastrin meningkat (terutama pada
stroke hemoragik), makanan diberikan secara bertahap dengan syarat:

44
1. Bila tidak ada pendarahan pada lambung dan cairan Maag Slang (CMS)
< 200 ml dapat diberikan makanan enteral
2. Bila ada pendarahan untuk sementara diberikan makanan parenteral
sampai pendarahan berhenti dan CMS < 200 ml dalam 6 jam
3. Bila CMS sudah jernih, makanan parenteral dapat diubah menjadi
makanan enteral

11. Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut
tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor
dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen,
tekanan darah dan suhu tubuhsecara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan
stroke.
Prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat
ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama
dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun pertama. Prognosis stroke juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada penderita stroke.
Prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan
secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya,
dan penyakit arteri karotis yang menyertai.Pasien dengan TIA memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih
baik dibandingkan pasien dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien
dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 %
dalam 5 tahun.

12. Pencegahan
Langkah utama untuk mencegah stroke adalah menerapkan gaya hidup
sehat. Selain itu, kenali dan hindari faktor risiko yang ada, serta ikuti anjuran dokter.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah stroke, antara lain:

45
 Menjaga pola makan. Terlalu banyak mengonsumsi makanan asin dan
berlemak dapat meningkatkan jumlah kolesterol dalam darah dan risiko
menimbulkan hipertensi yang dapat memicu terjadinya stroke. Jenis
makanan yang rendah lemak dan tinggi serat sangat disarankan untuk
kesehatan. Hindari konsumsi garam yang berlebihan. Konsumsi garam yang
baik adalah sebanyak 6 gram atau satu sendok teh per hari.Makanan yang
disarankan adalah makanan yang kaya akan lemak tidak jenuh,protein,
vitamin, dan serat. Seluruh nutrisi tersebut bisa diperoleh dari sayur, buah,
biji-bijian utuh, dan daging rendah lemak seperti dada ayam tanpa kulit.
 Olahraga secara teratur. Olahraga secara teratur dapat membuat jantung dan
sistem peredaran darah bekerja lebih efisien. Olahraga juga dapat
menurunkan kadar kolesterol dan menjaga berat badan serta tekanan darah
pada tingkat yang sehat.

Bagi orang yang berusia 19-64 tahun, pastikan melakukan aktivitas aerobik
setidaknya 150 menit seminggu yang dibagi dalam beberapa hari, ditambah
dengan latihan kekuatan otot setidaknya dua kali seminggu. Yang termasuk
aktivitas aerobik antara lain jalan cepat atau bersepeda. Sementara yang
termasuk latihan kekuatan, antara lain angkat beban, yoga, ataupun push-
up dan sit-up

Namun bagi mereka yang baru sembuh dari stroke, sebaiknya berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai kegiatan olahraga.
Olahraga teratur biasanya mustahil dilakukan di beberapa minggu atau
beberapa bulan pertama setelah stroke. Pasien bisa mulai berolahraga
setelah rehabilitasi mengalami kemajuan.

 Berhenti merokok. Risiko stroke meningkat dua kali lipat jika seseorang
merokok, karena rokok dapat mempersempit pembuluh darah dan membuat
darah mudah menggumpal. Tidak merokok berarti juga mengurangi risiko
berbagai masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit paru-paru dan jantung.

46
 Hindari konsumsi minuman beralkohol. Minuman keras mengandung kalori
tinggi. Jika minuman beralkohol dikonsumsi secara berlebihan, maka
seseorang rentan terhadap berbagai penyakit pemicu stroke, seperti diabetes
dan hipertensi. Konsumsi minuman beralkohol berlebihan juga dapat
membuat detak jantung menjadi tidak teratur.
 Hindari penggunaan NAPZA. Beberapa jenis NAPZA, seperti kokain
dan methamphetamine, dapat menyebabkan penyempitan arteri dan
mengurangi aliran darah.

47

Anda mungkin juga menyukai