Anda di halaman 1dari 63

Kelompok V

Rayani Nahampun (1023181043)


Sri Suhartini (1023181045)
Rumondang Hutahean (1023181047)
Cholelithiasis
Pengertian
Cholelithiasis (kalkuli/kalkulus, batu
empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di
dalam kandung empedu (vesica
fellea) yang memiliki ukuran,bentuk
dan komposisi yang bervariasi.
Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
Etiologi

• Empedu normal terdiri dari 70 % garam empedu :terutama kolik dan


asam chenodeoxycholic, 22 % fosfolipid, (lesitin), 4 % kolesterol, 3 %
protein dan 0,3 % bilirubin. etiologi batu empedu masih belum
diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Epidemiologi

• Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang


orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak
berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara. Kolelitiasis
lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko yaitu: obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Faktor resiko
* Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3
* Makanan
kali lipat untuk terkena * Penyakit usus halus
Intake tinggi lemak
kolelitiasis dibandingkan Penyakit yang dilaporkan berhubungan
dengan pria dengan kolelitiasis adalah crohn
* Riwayat keluarga disease, diabetes, anemia sel sabit,
* Usia Orang dengan riwayat keluarga trauma, dan ileus paralitik
Orang dengan usia > 60 tahun kolelitiasis mempunyai resiko
lebih cenderung untuk terkena lebih besar dibanding dengan
kolelitiasis dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
* Nutrisi intravena jangka lama
orang degan usia yang lebih muda.
* Aktifitas fisik Nutrisi intravena jangka lama
Kurangnya aktifitas fisik mengakibatkan kandung empedu
*Berat badan (BMI) tidak terstimulasi untuk
berhubungan dengan
Orang dengan Body Mass berkontraksi, karena tidak ada
peningkatan resiko terjadinya makanan/ nutrisi yang melewati
Index (BMI) tinggi, mempunyai
kolelitiasis. intestinal.
resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis.
Gejala klinik
• Gejala klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala
dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri
epigastrium yang tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas.
• Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier
dan obstructive jaundice.. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas
menyebar sampai ke punggung. Demam umum terjadi pada anak dengan umur
kurang dari 15 tahun.
• Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung
empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis.
Diagnosis
* Radiologi * Sonogram • Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan USG telah Sonogram dapat • Kenaikan serum kolesterol
menggantikan kolesistografi mendeteksi batu dan • Kenaikan fosfolipid
oral sebagai prosedur menentukan apakah • Penurunan ester kolesterol
diagnostik pilihan karena dinding • Kenaikan protrombin serum
pemeriksaan ini dapat kandung empedu telah time
dilakukan dengan cepat dan menebal • Kenaikan bilirubin total,
akurat,. transaminase
* ERCP • Penurunan urobilirubin
(Endoscopic Retrograde
* Radiografi: Kolesistografi • Peningkatan sel darah putih
Colangiopancreatografi)
Kolesistografi digunakan Pemeriksaan ini memungkinkan • Peningkatan serum amilase,
bila USG tidak tersedia atau visualisasi struktur secara bila pankreas terlibat atau
bila hasil USG meragukan. langsung yang bila ada
hanya dapat dilihat pada saat batu di duktus utama
laparatomi
Patogenesis
• Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu,
dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
• Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini
: bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut
Pathway

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu



Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi
Komplikasi
• Asimtomatik
• Obstruksi duktus sistikus
• Kolik bilier
• Kolesistitis kronis
• Kolesistitis akut 1. Hidrop kandung empedu
1. Empiema 2. Empiema kandung empedu
2 .Perikolesistitis 3. Fistel kolesistoenterik
3. Perforasi 4. Ileus batu empedu
Penatalaksanaan Nonbedah
1. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral.
2. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier.
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock
Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen
Penatalaksanaan Nonbedah

4. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus.
Penatalaksanaan Bedah

1.Kolesistektomi terbuka
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera
duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat
sayatan kecil di dinding perut
Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, Pengobatan
pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui
perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang • Ranitidin
secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan
masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma • Buscopan
kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko (analgetik /anti nyeri)
tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada • Buscopan Plus
anak yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu • NaCl
pigmen akan semakin memburuk dengan bertambahnya • dll
umur penderita, dianjurkan untuk melakukan
kolesistektomi.
Pengertian • Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam

Klasifikasi
• Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu
kandung empedu yang berada di duktus sistikus.
• Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.
• Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut
dan kolesistitis kronik..
Etiologi
• Umumnya kolesistitis disebabkan oleh batu empedu yang menyebabkan sumbatan pada duktus
sistikus seningga terjadi distensi kandung empedu dan gangguan aliran darah dan limfa.
Faktor yang mepengaruhi timbulya serangan kolesistitis akut adalah satatis cairan empedu,
infeksi kuman, dan iskemi pada dinding kandung empedu.
• Penyebab lain :iskemia vesika bilaris.
1. Obtruksi duktus sistikus dengan distensi dan Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus
2. Kolelitiasis terdapat lebih dari 80%
3. Cedera kimia (empedu) dan atau mekanik (batu empedu) pada mukosa.
4. Infeksi bakteri dan kuman seperti E. coli, salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena
pengaruh enzim-enzim pankreas.
Epidemiologi
• Distribusi jenis kelamin untuk kolesistitis adalah 2-3 kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pada pria. Prevalensi kolelitiasis (faktor risiko predominan
kolesistitis) lebih tinggi pada orang-orang keturunan Skandinavia, Pima, India, dan
populasi Hispanik
• Di Amerika Serikat, orang kulit putih memiliki prevalensi lebih tinggi daripada orang
kulit hitam (Pridady, 2009).
• Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk di Indonesia, insidens kolesistitis
di Indonesia relative lebih rendah di banding negara-negara barat.
Faktor Resiko

• Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering
terjadi pada orang kulit putih. Pada wanita, terutama pada wanita-wanita
hamil dan yang mengkonsumsi obat-obatan hormonal, insidensi kolesistitis
akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan
dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan stasis aliran
kandung empedu (Lambou, 2008)
Gejala Klinis
• Kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta
kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut dapat memburuk secara progresif. Kadang
– kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda.
• Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan
inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu
• Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau
pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering
mual. Muntah relatif sering terjadi
Diagnosis
• Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan
15.000 sel per mikroliter
• Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45
% pasien, sementara 25 % pasien mengalami peningkatan aminotransferase
serum. Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien
dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, Urinalisis diperlukan untuk
Foto polos abdomen, tampak menyingkirkan kemungkinan pielonefritis.
batu – batu empedu • Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
berukuran kecil
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung
empedu
• Adapun gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan
perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda
sonographic Murphy. Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis
Patogenesis
• Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu,
infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah
batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu empedu.
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu yang
menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya aliran darah dan drainase limfatik menurun
dan menyebabkan iskemia mukosa dan nekrosis. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh
seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
• Pasien-pasien dalam kondisi kritis lebih mungkin terkena kolesistitis karena meningkatnya
viskositas empedu akibat demam dan dehidrasi dan akibat tidak adanya pemberian makan per
oral dalam jangka waktu lama sehingga menghasilkan penurunan atau tidak adanya rangsangan
kolesistokinin untuk kontraksi kandung empedu
Komplikasi
• Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat.
tingginya demam dan leukositosis.
• Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu berukuran
besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum terminal atau di
duodenum dan atau di pilorus.
• Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan adanya udara di
dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil gas seperti Escherichia coli,
Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp.
• Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
• Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis.
Penatalaksanaan Bedah

• Open Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan
infeksi.
• Kolesistektomi Laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih
cepat, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering
adalah nyeri bilier yang berulang
• Early Cholecystectomy
Merupakan kolesistektomi awal yang dilakukan dalam kurun waktu 72 jam setelah
pasien masuk rumah sakit.
Interval Cholecystectomy
Merupakan kolesistektomi yang dilakukan setelah prosedur konservatif dengan
antibiotik selama 6 minggu, setelah peradangan akut membaik. Hal ini diyakini jauh lebih aman
dan juga tingkat konversi berkurang
Prognosis

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat


baik, dengan tingkat kematian sangat sangat rendah.
Kebanyakan pasien dengan kolesistits akut memiliki remisi
lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien
memerlukan operasi atau menderita beberapa komplikasi.
Komplikasi yang terjadi seperti perforasi/gangrene
Pengobatan
• Antibiotik
Berfungsi untuk membunuh bakteri yang menginfeksi kandung
empedu. Contoh: levoflaxcin dan metronidazole.
• Antiemetik
Dapat mengatasi rasa mual muntah yang disebabkan oleh distensi
kandung empedu. Contoh : prometazin dan prochloperazine.
• Analgesik
Berfungsi untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien dari proses
inflamasi. Contoh: acetaminophen.
• Asam ursodeoksikolat (undafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk)
Bertujuan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran
kecil dan terutama tersusun dari kolesterol
Diet cholelithiasis & cholesistitis
Tujuan Diet:
Untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dan memberi istirahat
pada kandung empedu, dengan cara:
 Menurunkan berat badan bila kegemukan, yang dilakukan secara bertahap.
Membatasi makanan yang menyebabkan kembung atau nyeri abdomen.
Mengatasi malabsorbsi lemak.
Syarat Diet:
• Energi sesuai kebutuhan. Bila kegemukan diberikan Diet Rendah Energi. Hindari penurunan
berat badan yang terlalu cepat.
• Protein agak tinggi, yaitu 1-1,25 g/kg BB.
• Pada keadaan akut, lemak tidak diperbolehkan sampai keadaan akutnya mereda, sedangkan
pada keadaan kronis dapat diberikan 20-25% dari kebutuhan energi total. Bila ada
steatorea dimana lemak feses 25 g/24 jam, lemak dapat diberikan dalam bentuk asam
lemak rantai sedang (MCT), yang mungkin dapat mengurangi lemak feses dan mencegah
kehilangan vitamin dan mineral.
• Bila perlu diberikan suplemen vitamin A, D, E, dan K.
• Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin yang dapat mengikat kelebihan asam empedu
dalam saluran cerna.
• Hindari bahan makanan yang dapat menimbulkan rasa kembung dan tidak nyaman.
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian:
• Diet lemak rendah I diberikan kepada pasien pasien kolesistitis dan kolelitiasis dengan
kolikakut. Makanan yang diberikan berupa buah-buahan dan minuman manis. Makanan ini
rendah energi dan semua zat gizi kecuali vitamin A dan C. Sebaiknya diberikan selama 1-2 hari
saja.
• Diet lemak Rendah II diberikan secara berangsur bila keadaan akut sudah dapat diatasi dan
perasaan mual sudah berkurang atau kepala pasien penyakit saluran empedu kronis yang
terlalu gemuk. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang, lunak, atau
biasa. Makanan ini rendah energi, kalsium, dan tiamin.
• Diet Lemak Rendah III diberikan kepada pasien penyakit kandung empedu yang tidak gemuk
dan cukup mempunyai nafsu makan. Menurut keadaan pasien diberikan bentuk lunak atau
biasa. Makanan ini cukup energi dan semua zat besi.
Bahan Makanan yang tidak Dianjurkan:

 Semua makanan dan daging yang mengandung lemak


 Gorengan, dan makanan yang menimbulkan gas seperti:
Ubi kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.
HEPATITIS
Pengertian
Hepatitis adalah peradangan atau
Etiologi
inflamasi pada hepar yang umumnya
terjadi akibat infeksi virus, tetapi dapat Penyebab hepatitis dikelompokan
pula disebabkan oleh zat-zat toksik.
dalam 3 bagian besar, yaitu :
Hepatitis berkaitan dengan sejumlah
hepatitis virus dan paling sering adalah 1. Virus
hepatitis virus A, hepatitis virus B,serta
hepatitis virus C (Sue hanclif, 2000: 105). 2. Alkohol
3. Obat-obatan
Klasifikasi Hepatitis Virus

Type Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E

Virus HAV HBV HCV HDV HEV

Virus RNA rantai Virus DNA Virus RNA untai Virus RNA untai Virus RNA untai
Agen
tunggal terselubung ganda tunggal tunggal tunggal tak berkapsul

Fekal oral, makanan, Parenteral, seksual, Darah, hubungan Darah, hubungan


Cara Penularan Fekal oral, air
air, parenteral darah seksual seksual
15-45 hari, rata-rata 60-180 hari, rata-rata 15-160 hari, rata-rata 30-60 hari, rata-rata 15-60 hari, rata-rata
Masa Inkubasi
30 hari 60-90 hari 50 hari 35 hari 40 hari
HbsAg (infeksi akut),
Pemeriksaan Infeksi akut IgM anti HbsAg (infeksius), Anti HDV, HdAg, Anti HEV,RNA HEV
Anti HCV
Laboratorium HAV Infeksi lama IgG anti Hbs, HbcAg,anti HbsAg dengan PCR
Hbc
Epidemiologi
Besaran masalah Hepatitis virus di Indonesia dapat diketahui dari berbagai hasil studi,
kajian, maupun kegiatan pengamatan penyakit. Menurut Riskesdas tahun 2007,
didapatkan hasil prevalensi HbsAg sebesar 9,4% dan prevalensi Hepatitis C 2,08%,
sehingga apabila diestimasi secara kasar maka terdapat 28 juta orang terinfeksi
Hepatitis B dan atau Hepatitis C. Dari jumlah tersebut 50% akan menjadi kronis (14
juta) dan 10% dari jumlah yang kronis tersebut berpotensi untuk menjadi sirosis hati
dan kanker hati primer (1,4 juta)
Faktor Resiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan
seseorang untuk lebih mudah terkena
Untuk hepatitis yang penularannya
hepatitis tergantung dari penyebab hepatitis
itu sendiri. Hepatitis yang dapat menular melalui cairan tubuh seperti hepatitis B,
lewat makanan atau minuman seperti
C, dan D lebih berisiko pada:
hepatitis A dan hepatitis E, lebih berisiko
pada pekerja pengolahan air atau pengolahan  Petugas medis.
limbah. Sementara hepatitis non infeksi, lebih
 Pengguna NAPZA dengan jarum suntik.
berisiko pada seseorang yang kecanduan
alkohol  Berganti-ganti pasangan seksual.
 Orang yang sering menerima transfusi
darah.
Gejala klinis
1. Stadium pra ikterik 2. Stadium ikterik yang berlangsung 3. Stadium pasca ikterik
berlangsung selama selama 3-6 minggu, ikterus mula-mula (rekonvalesensi). Ikterus
4-7 hari. Pasien terlihat pada sclera, kemudian kulit seluruh mereda, warna urin dan tinja
menjadi normal lagi.
mengeluh sakit tubuh, keluhan-keluhan berkurang, tetapi
Penyembuhan pada anak-
kepala, lemah, pasien masih lemah, anoreksia,dan anak lebih cepat daripada
anoreksia, mual, muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu orang dewasa, yaitu pada
muntah,demam,nyeri atau kuning muda. Hati membesar dan akhir bulan kedua, karena
penyebab yang biasanya
pada otot dan nyeri nyeri bila ditekan.
berbeda
diperut kanan atas.
Urin menjadi lebih
coklat.
Diagnosis
Untuk mengetahui diagnosis hepatitis dengan beberapa tes seperti berikut ini:
1. Menanyakan tentang riwayat penyakit pasien, untuk menentukan faktor risiko hepatitis infeksi maupun noninfeksi,
dan melakukan pemeriksaan fisik dengan menekan perut secara lembut untuk melihat adanya rasa sakit atau
nyeri, serta memeriksa kemungkinan pembesaran pada hati. Jika kulit dan mata berwarna kuning, dokter bisa
memberikan pertimbangan tertentu.
2. Tes darah, untuk mendeteksi sumber masalah pada fungsi hati yang tidak normal. Tes ini juga dapat memeriksa
virus yang menyebabkan hepatitis dan juga antibodi yang umum pada kondisi hepatitis autoimun.
3. USG perut, untuk menggambarkan organ-organ dalam perut, terutama hati dan organ - organ sekitarnya.
4. Tes fungsi hati, dengan menggunakan sampel darah yang menentukan efisiensi kerja hati.
5. Biopsi hati, yang merupakan suatu prosedur invasif untuk mengambil sampel jaringan hati dengan menggunakan
jarum melalui kulit dan tidak memerlukan operasi.
Patofisiologi
• Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel
mononukleous.
• Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati. Respon peradangan menyebabkan
pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini
menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan
kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai
urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
• Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan timbulnya sakit dengan gejala ringan. Sel hati
mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan
bahkan kematian.
• Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu
yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati
atau kanker hati
Komplikasi
Penyakit hepatitis B kronis atau C biasanya dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih
serius. Karena virus mempengaruhi hati, pengidap hepatitis B atau C kronis berisiko untuk:
- Penyakit Hati kronis - Gagal ginjal
- Sirosis - Ensefalopati hati
- Kanker hati - Kematian
- Gangguan pendarahan - Ascites
- Peningkatan tekanan darah di vena porta yang masuk ke hati
Prognosis
Prognosis hepatitis A baik dan pasien dapat sembuh sempurna. Kematian dikaitkan dengan
umur penderita atau apabila ada penyakit hepatitis kronik lain terutama hepatitis kronik C.
Pada hepatitis B akut, sekitar 95–99% pasien akan sembuh sempurna. Pasien yang lanjut
usia dan disertai dengan kelainan medis lain dapat mengalami penyakit yang berkelanjutan
dan dapat menderita hepatitis berat. Prognosis buruk tampak jika pada penderita ditemukan
asites, edema perifer, dan ensefelopati hepatik. Tambahan lainnya, Waktu protrombin yang
memanjang, kadar albumin serum yang rendah, hipoglikemia, dan tingginya kadar bilirubin
serum menandakan penyakit hepatoseluler yang berat. Pasien dengan tanda klinis dan hasil
laboratorium seperti ini perlu mendapatkan tindakan medis yang segera
Pengobatan
Type Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E

Tidak membutuhkan pengobatan, Hepatitis B yang akut Antivirus akan diberikan Belum ada Belum ada
karena umumnya dapat sembuh tidak memerlukan baik untuk hepatitis C akut antivirus yang pengobatan khusus
dengan sendirinya dan hanya pengobatan yang maupun kronis tersedia untuk untuk Hepatitis E
Pengobatan berlangsung sesaat spesifik,hepatitis B kronis mengobati hepatitis
akan mendapatkan obat D.
antivirus

Belum tersedia Vaksin Belum tersedia


Vaksin Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis B
Hepatitis C Vaksin Hepatitis E

Istirahat, jika mengalami muntah Membutuhkan evaluasi Pemeriksaan lebih lanjut Hepatitis D baru Beristirahat dan
atau diare, maka diperlukan hidrasi medis secara teratur, diperlukan untuk dapat terjadi jika minum dengan
dan nutrisi yang memadai. termasuk untuk respons menentukan pengobatan muncul infeksi cukup,
Anjuran virus terhadap yang terbaik hepatitis B. mengonsumsi
pengobatan cukup nutrisi, serta
menghindari
alkohol.
VIRUS

PATHWAY Radang Hati

Fungsi hati terganggu

Gangguan metabolisme gangguan metabolisme gangguan metabolisme gangguan metabolieme gangguan metabolisme gangguan metabolisme
Bilirubin karbohidrat lemak protein vit & mineral empedu

Bilirubin tidak glukosa asam trigliserid asam amino absorbsi vit B12 lemak tidak dapat
Terkonjugasi relatif relatif relatif asam folat menurun diemulsi dan tidak dapat
diserap usus
Feses ikterik urin Kompensasi tubuh
Pucat gelap menggunakan asam lemak penurunan produksi
Sel darah merah
Penumpukan peningkatan
Garam empedu dibawah metabolisme anaerob peristaltik
Kulit
Anemia diare
Pruritius asam laktat meningkat

fatique
Kekurangan volume
Resti kerusakan Cairan dan elekrolit
Integritas kulit
Intoleransi aktivitas
Diet Untuk penyakit Hepatitis diberikan Diet Hati

Tujuan Diet :
1. Mencegah kerusakan jaringan Syarat Diet :
hati lebih lanjut 1. Energi : 40 – 45 kkal/kg BB per hari
2. Mengurangi beban kerja hati 2. Lemak : 20 – 25% dari kebutuhan energi total
3. Memperbaiki jaringan hati 3. Protein : 1,25 – 1,5 g/kg BB.
yang rusak 4. Bila ada anemia diberikan suplementasi vitamin B
4. Memperbaiki/ kompleks, C dan K
mempertahankan status gizi 5. Pemberian garam dibatasi apabila ada oedema dan
pasien asites
5. Menghindari komplikasi. 6. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan
saluran cerna.
Pengertian

Sirosis hati adalah suatu keadaan


penyakit yang mengakibatkan cedera hati
yang terjadi dalam jangka waktu lama dan
menimbulkan kerusakan serius pada
struktur hati
Klasifikasi

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas


mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis)
Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1.Malnutrisi
2.Alkoholisme
3.Virus hepatitis
4.Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5.Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6.Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7.Zat toksik
Epidemiologi
Sirosis merupakan penyebab kematian ke dua belas pada orang dewasa di
seluruh dunia dengan angka kematian sebanyak 1028 per tahun (WHO, 2013). Prevalensi
sirosis seluruh dunia diperkirakan 100 (kisaran 25-400) per 100.000 subyek, dengan
rasio perempuan dan laki-laki 1:1. Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus
hepatitis C 47,7%, alkohol 8,7% dan infeksi virus hepatitis B 3,4% (Amico dan Malizia,
2012).
Di Indonesia, belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatik. Secara
keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5 % dari seluruh pasien yang
dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4 % dari seluruh pasien penyakit
hepar yang dirawat dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2,1 : 1 dan usia rata-
rata 44 tahun (Kusumobroto, 2012).
Faktor Resiko
* Faktor • Hemokromatosis
* Hepatitis Virus • Zat Hepatotoksik
Kekurangan Nutrisi
Hepatitis virus Beberapa obat-obatan Bentuk sirosis yang
Menurut Spellberg, terjadi biasanya tipe
terutama tipe B dan bahan kimia dapat
Shiff (1998) bahwa di portal
sering disebut menyebabkan terjadinya
negara Asia faktor
sebagai salah satu kerusakan pada sel hati
gangguan nutrisi
penyebab sirosis hati secara akut dan kronis
memegang penting
untuk timbulnya
sirosis hati
Gejala Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala, bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
• Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
• Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
• Hati yang membesar
• Hipertensi portal. .
Diagnosis
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untuk sirosis hepatis meliputi :
1. Darah Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikositer
2. Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan
jaringan parenkim hepar
3. Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang berkurang.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati
5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet
6. USG (Ultrasonografi).
7. Pemeriksaan radiologi.
8. Tomografi komputeris
9. Magnetic resonance imaging.
10. Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
Patogenesis

Penyalahgunaan alkohol dengan kejadian sirosis hati sangat erat hubungannya. Etanol
merupakan hepatotoksin yang mengarah pada perkembangan fatty liver, hepatitis alkoholik dan
pada akhirnya dapat menimbulkan sirosis. Patogenesis yang terjadi mungkin berbeda tergantung
pada penyebab dari penyakit hati. Secara umum, ada peradangan kronis baik karena racun
(alkohol dan obat), infeksi (virus hepatitis, parasit), autoimun (hepatitis kronis aktif, sirosis bilier
primer), atau obstruksi bilier (batu saluran empedu), kemudian akan berkembang menjadi fibrosis
difus dan sirosis.
Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001)
adalah:
• Hipertensi portal
• Coma/ ensefalopaty hepatikum
• Hepatoma
• Asites
• Peritonitis bakterial spontan
• Kegagalan hati (hepatoselular)
• Sindrom hepatorenal
Prognosis
Penderita sirosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesr
10 % per tahun. Penderita sirosis hepatis dekompensata mempunyai angka ketahanan hidup
5 tahun, hanya sekitar 20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata.
Penderita sirosis hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka
ketahanan hidup 1 tahun sekitar 30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka
ketahanan hidup 1 tahun sekitar 40 %.
PATHWAY
Pengobatan

Pada pasien tanpa infeksi, pemberian glukokortikoid dan pentoxifylline dapat


diberikan untuk menangani sirosis.
Pasien dengan hepatitis B dapat diberikan interferon alfa dan lamivudine.
Lamivudin dapar diberikan 100 mg setiap hari selama 1 tahun secara oral. Interferon alfa
diberikan 3 MIU 3x per minggu selama 4-6 bulan secara subkutan.
Pada pasien yang resisten lamivudin dapat diberikan adefovir dan tenofovir.
Walaupun begitu, pemberian lamivudin dapat menyebabkan resistensi apabila digunakan
9-12 bulan.
Diet
Prinsip Diet Sirosis Hepatis 2. Sirosis hepatis dekompensasi 3. Sirosis hepatis dengan ensefalopati
1. Sirosis hepatis tanpa komplikasi (dengan ascites dan edema) hepatik
 Energi cukup, dianjurkan 40-45  Energi cukup, diberikan 40-45  Energi yang diberikan 35-40%
kal/KgBB/hari. kal/KgBB/hari. kkalKgBB/hari untuk mencegah
 Pemberian protein tergantung keadaan  Protein tinggi 1-2 pemecahan protein tubuh.
sirosis hepatis. Mula-mula 0,8–2 gr/KgBB/hari.  Masukan protein dihentikan
gr/KgBB/hari, 60-70% berasal dari  Lemak diberikan 20% dari total selama 2 hari pertama, 3 hari
protein bernilai biologis tinggi seperti energi. selanjutnya mulai diberikan 10-20
susu, telur dan daging.  Hidrat arang kurang lebih 60% gr/hari, kemudian 30-40 gr /hari.
 Hidrat arang diberikan 60-70% dari dari total energi.  Lemak diberikan 20% dari total
total kalori, dianjurkan dari hidrat arang  Cairan diberikan 1 liter/hari. energi, pilih lemak nabati.
yang murni.
 Lemak dianjurkan 20% dari total kalori.
Perbedaan
Perbedaan Cholelithiasis Cholesistitis Hepatitis Sirosis
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai