Anda di halaman 1dari 75

MAKALAH PATOLOGI KANKER

NASOFARING, SERVIKS, PAYUDARA, HEPATOMA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV

 FARAH INDRIYANI
 LENI ROSIANTY
 MESRITA ULNA

FAKULTAS KESEHATAN JURUSAN GIZI


UNIVERSITAS MH THAMRIN
JAKARTA
2019
KANKER SERVIKS
1. Definisi
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh pada bagian sel-sel leher rahim atau
mulut rahim yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan
ditularkan langsung melalui kontak kulit saat melakukan hubungan seksual pada
penderita yang telah terinfeksi virus HPV. Human Papilloma Virus (HPV) ini
merupakan virus yang menyerang kulit dan membran mukosa manusia dan hewan.
Kebanyakan dari Human Papilloma Virus (HPV) tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala. Ada sebanyak 40 tipe HPV yang bisa ditularkan melalui
hubungan seksual. Sasarannya adalah alat kelamin dan digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu tipe HPV yang resiko tinggi yang menyebabkan kanker dan HPV
resiko rendah dan hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang bisa
menyebabkan kanker. Tipe yang paling berbahaya adalah jenis HPV 16 dan 18 yang
menyebabkan 80% kanker serviks. HPV resiko rendah atau HPV yang tidak
menyebabkan kanker ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan
seksual (kulit ke kulit), seperti vaginal, anal, ataupun oral. Penularan HPV pada
umumnya melalui hubungan seksual 90% dan sisanya yaitu 10% terjadi secara non
seksual.
2. Epidemiologi
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada
ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk.
Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir
di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif
lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian
akibat kanker serviks pada 2006.
Menurut IARC (International Agency For Research On Cancer) pada tahun 2012
menyebutkan prevalensi kejadian untuk kanker serviks ada 528.000 kasus dengan
angka kematian 266.000 kasus. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia
pada tahun 2010, kasus rawat inap pada kanker serviks sebesar 5.349 kasus (12,8%) di
seluruh rumah sakit. Penyakit kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan
prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu sebesar 0.8%. Kepulauan
Riau, Maluku Utara dan DI Yogyakarta menjadi wilayah yang memiliki prevalensi
kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1.5%.
3. Etiologi
Faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain :
a. Perempuan dengan mitra seksual multiple atau mempunyai suami resiko tinggi
yaitu suami yang mempunyai mitra seksual multiple juga.
b. Aktivitas Seksual Dini
Wanita dengan aktivitas seksual dini, misalnya sebelum usia 16 tahun, mempunyai
resiko lebih tinggi karena pada usia itu terkadang epitel atau lapisan dinding vagina
dan serviks belum terbentuk sempurna. Hal ini menyebabkan gampangnya timbul
lesi/luka mikro di vagina atau serviks sehingga gampang pula terjadi infeksi, termasuk
infeksi oleh virus HPV penyebab kanker serviks.
c. Perempuan Yang Merokok
Perempuan perokok mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita kanker
serviks daripada perempuan yang tidak merokok.
d. Pengguna obat imunosupresan/penekan kekebalan tubuh.
e. Riwayat terpapar Infeksi Menular Seksual (IMS),
Hal ini karena Human Papilloma Virus (HPV) bisa ikut tertularkan bersamaan
dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin.
4. Gejala
Adapun beberapa gejala yang bisa ditemukan bagi penderita kanker serviks
stadium lanjut yaitu:
a. Keputihan yang tidak normal
Keputihan yang berulang-ulang, tidak sembuh walapun sudah diobati.
Keputihannya biasa berbau, gatal dan panas karena sudah ditumpangi infeksi
sekunder, artinya cairan yang keluar dari lesi pra kanker atau kanker tersebut
ditambah infeksi oleh kuman, bakteri/parasit, jamur, bahkan infeksi virus HPV.
b. Pendarahan dari vagina
Pada tahap lanjut, gejala kanker serviks tidak hanya menimbulkan
keputihan namun sampai pada pendarahan dari vagina. Pendarahan ini terjadi
diluar masa haid. Pendarahan ini bisa terjadi setelah melakukan hubungan badan,
terlalu memaksa pada saat buang air besar, dan pendarahan setelah menopause.
c. Sering merasa sakit pada organ reproduksi
Orang yang terkena kanker serviks juga akan sering mengalami rasa sakit
di daerah sekitar vagina. Selain di daerah vagina, rasa sakit biasanya juga akan
terasa di bagian perut bawah, paha, dan persendian panggul setiap saat menstruasi,
buang air besar, dan berhubungan badan. Apabila kanker serviks sudah menyebar
ke panggul, pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam
berkemih, serta pembesaran ginjal.
5. Deteksi Dini Kanker Serviks
Skrining untuk kanker serviks dengan melakukan tes papsmear merupakan metode
yang standar. Berdasarkan data retrospektif, tes papsmear dapat mengurangin insidensi
kanker serviks sebanyak 60 – 90% dan mortalitas sebanyak 90%.
Macam-macam Skrining yaitu:
 Tes Pap Smear
Tes ini dilakukan oleh dokter kandungan dengan menggunakan alat spekulum yang
berfungsi membuka liang vagina untuk memeriksa perubahan sel-sel leher rahim yang
kemungkinan dapat berubah menjadi kanker.
 IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Pada tes IVA dilakukan dengan mengusap atau mengoles pada leher rahim dengan
asam asetat 3-5% menggunakan aplikator kapas lesi prakanker, lalu hasilnya dapat
diamati dengan mata telanjang selama 20-30 detik.
 Biopsi Serviks
Sebuah penyedia layanan kesehatan mengambil sampel jaringan, atau biopsi dari
serviks untuk memeriksa kanker serviks atau kondisi lainnya. Biopsi serviks sering
dilakukan selama kolposkopi.
 Kolposkopi
Sebuah tes tindak lanjut untuk tes Pap abnormal. Serviks dilihat dengan kaca
pembesar, yang dikenal sebagai kolposkopi, dan dapat mengambil biopsi dari setiap
daerah yang tidak terlihat sehat.
 Biopsi Kerucut (cone biopsy)
Biopsi serviks di mana irisan berbentuk kerucut jaringan akan dihapus dari serviks
dan diperiksa di bawah mikroskop disebut biopsi kerucut. Biopsi kerucut
dilakukan setelah Tes Pap abnormal, baik untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan sel-sel berbahaya dalam serviks.
 CT scanner
CT scanner membutuhkan beberapa sinar-X, dan komputer menciptakan gambar
detail dari serviks dan struktur lainnya dalam perut dan panggul. CT scan sering
digunakan untuk menentukan apakah kanker serviks telah menyebar, dan jika
demikian, seberapa jauh.
 Magnetic resonance imaging (MRI scan)
Sebuah scanner MRI menggunakan magnet bertenaga tinggi dan komputer
untuk membuat gambar resolusi tinggi dari serviks dan struktur lainnya dalam
perut dan panggul. Seperti CT scan, MRI scan dapat digunakan untuk mencari
penyebaran kanker serviks.
 Tes DNA HPV
Sel serviks dapat diuji untuk kehadiran DNA dari Human papillomavirus (HPV)
melalui tes ini. Tes ini dapat mengidentifikasi apakah tipe HPV yang dapat
menyebabkan kanker serviks yang hadir.
6. Patofisologi
Faktor etiologi karsinoma cervik

(aktivitas seksual dini, merokok, wanita dgn


mita multiple, infeksi virus HPV dll) Kurang
pengetahuan
Ca. Serviks Penatalaksanaa tentang penyakit
n dan
penatalaksanaan

 Pembedahan
Keputihan Invasi ke Invasi ke rolad 0-IIa
vaskuler 
serabut saraf Kemoterapi dan Takut
bau busuk radioterapi stad.
IIb - IVb
Gangguan Gangguan Perdarahan Nyeri Cemas
pola seksual spontan
body image Kemoterapi dan
Gangguan rasa radioterapi (ER)
Berulang nyaman nyeri

Mediator Hipovolemia Anemia


pertumbuhan
mikroorganism
e Resiko defisit O2 ke jaringan ↓
volume cairan
Resiko
Gangguan perfusi
infeksi jaringan

Gastro Sumsum Sistem


intestinal tulang integritas

 Stomatitis Depresi  Kulit kering


 Mual-muntah sumsum  Gatal
 Anoreksia tulang  Hiperpigmentasi
 Alopesia

Resiko  Leukopeni
 Trombositopeni
kurang  Anemia Resiko
kerusakan Gangguan
integritas body
Daya
kulit
tahan image
tubuh ↓
7. Stadium Kanker Serviks
Stadium adalah istilah yang digunakan oleh ahli medis untuk menggambarkan
tahapan kanker serta sejauh mana kanker tersebut telah menyebar dan menyerang
jaringan di sekitarnya. Penetapan stadium ini merupakan upaya hati hati guna
mengetahui dan memilih perawatan yang terbaik untuk mengobati penyakit.
Pembagian tahapan kanker serviks paling umum digunakan adalah sistem
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Pada sistem ini, angka
romawi 0 sampai IV menggambarkan stadium kanker. Semakin besar angkanya, maka
kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut.
Untuk mengetahui sejauh mana kanker serviks telah menyerang seseorang pasien,
dokter akan melakukan beberapa rangkaian pemeriksaan fisik padanya. Pemeriksaan
tersebut antara lain kolposkopi, yaitu teropong leher rahim, biopsi kerucut
(pengambilan sedikit jaringan serviks untuk diteliti oleh ahli patologi), dan tes
penanda tumor melalui pengambilan contoh darah.
Pembagian stadium kanker serviks sebagai berikut, yaitu :
 Stadium 0
Stadium ini disebut juga dengan karsinoma in situ yang berarti kanker belum
menyerang bagian yang lain. Pada stadium ini, perubahan sel abnormal hanya
ditemukan pada permukaan serviks. Ini termasuk prakanker yang bisa diobati dengan
tingkat kesembuhan mendekati 100%.
 Stadium 1
Stadium ini berarti kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar
kemana pun. Saat ini, stadium 1 dibagi menjadi 2, yaitu ;
a. Stadium 1A
Pertumbuhan kanker begitu kecil sehingga hanya bisa dilihat dengan sebuah
mikroskop atau kolposkop. Pada stadium 1A 1, kanker telah tumbuh dengan ukuran
kurang dari 3 mm ke dalam jaringan serviks, dan lebarnya kurang dari 7 mm. Stadium
1A2, berukuran antara 3 sampai 5 mm ke dalam jaringan-jaringan serviks, tetapi
lebarnya masih kurang dari 7 mm.
b. Stadium 1B
Area kanker lebih luas, tetapi belum menyebar. Kanker masih berada dalam
jaringan serviks. Kanker ini biasanya bisa dilihat tanpa menggunakan mikroskop.
Pada kanker 1B1, ukurannya tidak lebih besar dari 4 cm. Sementara untuk stadium 1B
2 ukuran kanker lebih besar dari 4 cm (ukuran horizontal).
 Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar di luar leher rahim tetapi tidak ke dinding
panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. Stadium ini dibagi menjadi :
a. Stadium II A
Kanker pada stadium ini telah menyebar hingga ke vagina bagian atas. Pada
stadium IIA1, kanker berukuran 4 cm atau kurang. Sementara pada Stadium A2
kanker berukuran lebih dari 4 cm.
b. Stadium II B
Pada stadium IIB kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks,
namun belum sampai ke dinding panggul.
 Stadium III
Pada stadium ini, kanker serviks telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina
dan serviks sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat aliran urine ke
kandung kemih. Stadium ini dibagi menjadi :
a. Stadium IIIA
Kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah dari vagina, tetapi masih belum
ke dinding panggul.
b. Sttadium IIIB
Pada Stadium IIIB kanker telah tumbuh menuju dinding panggil atau memblokir
satu atau kedua saluran pembuangan ginjal.
 Stadium IV
Kanker serviks Stadium IV adalah kanker yang paling parah. Kanker telah
menyebar ke organ-organ tubuh di luar serviks dan rahim. Stadium ini dibagi
menjadi dua.
a. Stadium IVA
Pada Stadium ini, kanker telah menyebar ke organ, seperti kandung kemih dan
rektum (dubur).
b. Stadium IVB
Pada Stadium IVB, kanker telah menyebar ke organ-organ tubuh yang sangat
jauh, seperti paru-paru.
Stadium kanker serviks yang dikembangkan dan dikelola oleh American Joint
Committee on Cancer (AJCC) dan Uni International Cancer Control (UICC), yang
dikenal dengan tahapan TNM (Lihat dalam Tabel 2.1). Ini adalah yang paling umum
digunakan oleh para profesional medis di seluruh dunia. Tahapan TNM didasarkan
pada sejauh mana tumor (T), tingkat penyebaran ke kelenjar getah bening (N), dan
adanya metastasis (M).
Terdapat beberapa klasifikasi untuk tingkat kanker serviks seperti International
Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) dari World Health Organization
(WHO) dan sistem tumor nodul dan metastasis (TNM) dari International Union
Against Cancer (UICC) serta American Joint Committee on Cancer (AJCC).
Stadium FIGO terbagi kepada 0, I, IA, IA1, IA2, IB, IB1, II, IIA, IIB, III, IIIA, IIIB,
IV, IVA, dan IVB. Sementara, stadium TMN terbagi kepada Tx, T0, Tis, T1, T1a,
T1a1, T1a2, T1b, T1b1, T2, T2a, T2b, T3, T3a, T3b, T4, dan M1 seperti di Tabel
2.1
Kategori T menjelaskan asal (primer) tumor.
Tx : Tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
Tis : Karsinoma in situ (kanker dini yang belum menyebar ke jaringan
tetangga)
T1-T4 : Ukuran dan/atau besarnya tumor primer.
Kanker Serviks Berdasarkan TNM

Tumor Primer (T)

Stadium Stadium Deskripsi

menurut menurut

TNM FIGO

TX Syarat minimal menentukan Indeks T tidak terpenuhi

TO Tidak ditemukan adanya tumor primer

Tis 0 Karsinoma in situ

T1 I Proses karsinoma serviks terbatas pada uterus

T1a IA Karsinoma invasif hanya dapat didiagnosis oleh

mikroskop. Kasinoma menginvasi stroma dengan

kedalaman maksimal 5 mm diukur dari dasar epitelium dan

penyebaran horizontal tidak lebih dari 7 mm. Keterlibatan

ruang vaskular, seperti pembuluh darah dan limfatik, tidak

mempengaruhi klasifikasi.

T1a1 IA1 Bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah

memasuki stroma tidak > 3 mm, tersebar ke lateral atau

horizontal tidak > 7 mm

T1a2 IA2 Sel tumor sudah memasuki stroma 3-5 mm dan tersebar

secara horizontal < 7 mm

T1b IB Secara klinis, dapat dilihat lesi pada batasan serviks atau

lesi lebih tampak daripada IA2

T1b1 IB1 Secara klinis, lesi dapat dilihat tidak > 4 cm

T1b2 IB2 Secara klinis, lesi dapat dilihat > 4 cm

T2 II Karsinoma telah meluas sampai keluar serviks, tetapi


belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah

menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal

T2a IIA Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium

T2b IIB Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium

T3 III Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau

telah mencapai dinding panggul

T3a IIIA Penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke

parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding

panggul

T3b IIIB Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak

ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan

dinding panggul atau proses pada tingkat klinik I atau II,

tetapi sudah ada gangguan faal ginjal

IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan

melibatkan mukosa rektum dan atau kandung kemih

(dibuktikan secara histologis), atau telah terjadi metastasis

keluar panggul atau ke tempat-tempat yang jauh

T4 IV4 Proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah

menginfiltrasi mukosa rektum dan atau kandung kemih

M1 IVB Telah terjadi penyebaran jauh/metastasis

Seluruh tanda makroskopis – walaupun dengan invasi superfisial tergolong T1b/IB

Nodus Limfe Regional (N)

Nx Nodus limfe regional

No Tidak ada metastasis ke nodus limfe regional

NI Metastasis ke nodus limfe regional


Jarak Metastasis (M)

MX IVB Metastasis jauh tidak dapat terkaji

Mo Tidak terjadi metastasis jauh

MI Metastasis jauh

Sumber L American Joint Committee on Cancer. AJCC Cancer Staging Manual. Edisi ke-

6. Chicago. 2002. AJCC.

 Penatalaksaan Medis Berdasarkan Stadium Kanker

1. Stadium 0-1a : Biopsi kerucut, histerektomi transvaginal

2. Stadium Ib, II a : Histerektomi radikal dengan limpadenektomi

panggul dan evaluasi kelenjar limfe pada aorta (Bila terdapat metastasis

dilakukan radioterapi pasca pembedahan)

3. Stadium IIb : Histerektomi, radiasi dan kemoterapi

4. Stadium III-Ivb : Radiasi, kemoterapi


 Penatalaksanaan Diet Kanker Serviks
Tujuan dari penatalaksanaan diet kanker adalah untuk memberikan makanan yang
seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima pasien, mencegah dan
menghambat penurunan berat badan secara berlebihan, dan mengupayakan perubahan
sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien penderita kenker dan keluarganya.

Adapun syarat –syarat diet penyakit kanker adalah:


1. Energi tinggi, yaitu 32 kkal/ kg BBI. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang,
maka energi menjadi 36 kkal/ kg BBI.
2. Protein tinggi, yaitu 1 – 1,5 g/kg BB.
3. Lemak sedang, yaitu 15 – 20% dari kebutuhan energi total dan dalam bentuk MCT
atau lemak tidak jenuh.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai AKG, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E.
6. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.
7. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani kemoterapi
agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril.
8. Porsi makan kecil dan sering diberikan.

8. Pengobatan Kanker Serviks


Menurut Arumaniez (2010) dan Corner (2013) ada beberapa pengobatan serviks,
antara lain sebagai berikut
1. Cerclage serviks : yaitu prosedur bedah dengan menjahit tertutup seleurh
serviks selama kehamilan. Prosedur ini dilakukan pada wanita dengan
inkompentensi serviks untuk mencegah pembukaan awal serviks selama
kehamilan yang dapat menyebabkan persalinan prematur.
2. Terapi antibiotik : yaitu pemberian obat-obatan yang dapat membunuh bakteri
yang menyebabkan infeksi pada serviks dan organ reproduksi. Antibiotik dapat
diambil secara lisan atau diberikan melalui pembuluh darah, atau intravena,
untuk infeksi serius.
3. Metode krioterapi : yaitu membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker
pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area
tersebut mati dan luruh, daan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat.
4. Terapi laser : laser berenergi tinggi digunakan untuk membakar daerah sel-sel
abnormal pada serviks. Sel-sel abnormal hancur, mencegah mereka dari
menjadi kanker serviks.
5. Kemoterapi ; biasanya diberikan untuk kanker serviks yang diyakini telah
menyebar
6. Histerektomi total : operasi pengangkatan uterus dan serviks. Jika kanker
serviks belum menyebar, histerektomi merupakan pengobatan terbaik.
7. Biopsi kerucut : biopsi serviks yang menghilangkan sepotong jaringan
berbentuk kerucut dari serviks dengan menggunakan prosedur eksisi
elektrosurgikal melingkar atau prosedur biopsi kerucut pisau dingin. Oleh
karena sebagian besar dari serviks dihapus, biopsi kerucut dapat membantu
mencegah atau mengobati kanker serviks.
8. Pencegahan Kanker Serviks

Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor-faktor penyebab kanker meliputi :
a. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
b. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu
melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter.
c. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena
dapat memberi perlindungan terhadap kanker serviks.
d. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat
kelamin dan tidak merokok.
e. Memperbanyak makan sayur dan buah segar.
9. Prognosis Kanker Serviks
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah penderita, keadaan umum
fisik, stadium, ciri-ciri histologis sel-sel tumor, kemampuan ahli atau tim yang
menangani, dan sarana pengobatan yang tersedia. Kemampuan mempertahankan
kelangsungan hidup pasien (survival live) 5 tahun setelah pengobatan adalah
sebagai berikut:
 Stadium I : lebih kurang 85%
 Satdium II : antara 42% dan 70%
 Stadium III : antara 26% dan 42%
 Stadium IV : antara 0% dan 12%
KANKER PAYUDARA
1. Definisi Kanker Payudara
Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal pada sel – sel yang
terdapat pada jaringan payudara. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu,
saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara meyebabkan sel dan
jaringan payudara berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak
terkendali.
Karsiogenesis atau perkembangan kanker terjadi dala dua tahap, yaitu tahap inisiasi
dan tahap promosi. Inisiasi adalah awal terjadinya perubahan sel yang cepat tetapi belum
bersifat aktif. Tahap promosi adalah tahap aktifnya sel – sel kanker menjadi matang,
berkembang dan menyebar dengan cepat. Tahap inisiasi hingga manifestasi klinik dapat
terjadi dalam waktu 5 – 20 tahun.
Gambar 1. Anatomi Payudara

2. Epidemiologi
Kanker payudara adalah kanker paling umum kedua di dunia dan merupakan kanker
yang paling sering di antara perempuan dengan perkiraan 1,67 juta kasus kanker baru
yang didiagnosis pada tahun 2012 (25% dari semua kanker). Kasus kanker payudara lebih
banyak terjadi di daerah kurang berkembang (883.000 kasus) dibandingkan dengan daerah
yang lebih maju (794.000 kasus). Tingkat Incidence Rate (IR) bervariasi hampir empat
kali lipat di seluruh wilayah dunia, mulai dari 27 kasus per 100.000 di Afrika Tengah dan
Asia Timur sampai 92 kasus per 100.000 di Amerika Utara.
Menurut IARC (InternationalAgency For Research On Cancer) pada tahun 2012
menyebutkan prevalensi kejadian kanker payudara sebesar 40 per 100.000 wanita.
Estimasi Globocan angka kematian di Indonesia untuk kanker payudara adalah 16.6
kematian per 100.000 penduduk. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2010, kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%). Penyakit kanker
payudara merupaka penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun
2013, yaitu sebesar 0.5%. DI Yogyakarta menjadi wilayah yang memiliki prevalensi
kanker payudara tertinggi yaitu sebesar 2.4%.

3. Etiologi Kanker Payudara


Sampai saat ini etiologi kanker payudara belum diketahui secara pasti. Namun,
terdapat beberapa faktor – faktor risiko kanker payudara. Faktor – faktor risiko adalah
sesuatu yang ada pada diri seseorang atau komunitas yang mungkin pada suatu waktu
dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kesakitan atau bahkan kematian.
Faktor yang termasuk dalam faktor risiko tinggi terjadinya kanker payudara antara
lain adalah :

a. Usia
Berdasarkan data tahun 1992 – 1996 Science and Engineering Education Center
(SEEC) mengungkapkan kemungkinan terjadinya kanker payudara pada usia 15 – 39
tahun sebesar 59/100.000 dan usia 55 – 59 tahun sebesar 296/100.000. Data WHO
menunjukkan bahwa 78% kanker payudara terjadi pada wanita usia 50 tahun ke atas.
Hanya 6%-nya terjadi pada mereka yang berusia kurang dari 40 tahun. Meski demikian,
semakin hari semakin banyak penderita kanker payudara yang berusia 30-an
Walaupun angka kejadian kanker payudara pada usia muda sedikit, tetapi pada usia
muda inilah mulainya penyakit ini. Pada tahapan ini wanita muda memiliki jaringan
payudara yang rentan terhadap daya rusak karsinogen karena sel kelenjar susu mereka
masih belum matur, masih membelah dengan cepat, serta tidak efisien dalam memperbaiki
kerusakan atau mutasi yang terjadi.

b. Genetik
Riwayat kanker payudara pada keluarga merupakan faktor yang dinilai sangat
dominan, karena kanker bisa di pengaruhi oleh kelainan genetika. Sebagai contoh, risiko
seorang perempuan menderita kanker payudara meningkat 1,5 – 3 kali jika ibu atau
saudara perempuannya juga menderita kanker payudara. Sekitar 5 – 10% kanker payudara
terjadi terjadi akibat kelainan genetik dan keturunan. Adapun faktor keturunan yang
mempengaruhi risiko kanker payudara pada wanita, antara lain: terdapat tiga orang atau
lebih keluarga sedarah yang terkena kanker payudara, adanya riwayat kanker payudara
pada keluarga, adanya riwayat kanker payudara pada pria dalam keluarga.
c. Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berperan meningkatan risiko kanker payudara, yaitu: faktor
endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen yang dimaksud yaitu faktor menarche dini
(usia 12 tahun). Di negara – negara berkembang terjadi pergeseran usia menstruasi awal
dari sekitar 16 – 17 tahun menjadi kurang dari 12 tahun. Risiko kanker payudara 1,7 - 3,4
lebih tinggi dari wanita dengan menarche usia normal.
Sedangkan faktor eksogen yang dikatakan dapat meningkatkan risiko kanker
payudara yaitu penggunaan terapi hormonal (Hormon Replace Therapy) dalam jangka
waktu lama. Terapi hormon esterogen yang berlebih dari luar juga dapat meningkatkan
resiko kanker payudara pada wanita disebabkan karena dapat merangsang pertumbuhan
sel – sel menjadi lebih cepat dan tidak terkontrol.

d. Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko kanker payudara yaitu pengaruh
pekerjaan dan radiasi. Mereka yang bekerja dengan bahan – bahan seperti 2- naftilamin,
benzidin, asap batubara dan asbes.

e. Gaya Hidup
Salah satu faktor yang menjadi pencetus timbulnya kanker payudara adalah
perubahan pola hidup. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang
diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup sehat
meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok dan alkohol,
olahraga teratur dan terampil mengelola stres yang dialami. Memiliki gaya hidup yang
sehat dapat mengurangi risiko terkena kanker payudara dan memperpanjang kelangsungan
hidup bagi wanita yang telah didiagnosis menderita kanker payudara.
Adapun gaya hidup yang berperan dalam hal memperbesar risiko terkena kanker
payudara terdiri dari merokok aktif, konsumsi alkohol, konsumsi lemak berlebih, serta
aktifitas fisik. Pengaruh gaya hidup dalam peningkatan angka kejadian kanker payudara
semakin dipertegas dalam jurnal Breast Cancer in Young Women in a Limited-Resource
Enviroment yang mengatakan bahwa gaya hidup yang tidak sehat dapat memperbesar
risiko terkena kanker payudara.
Oleh sebab itu angka kejadian kanker payudara terus meningkat, bahkan tidak
hanya terjadi pada wanita di atas umur 50 tahun tetapi pada wanita yang masih tergolong
muda.

f. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang tidak seimbang dengan gaya hidup maka akan meningkatkan
risiko kanker payudara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berolah
raga secara teratur mempunyai resiko kanker payudara lebih rendah. Hal tersebut
didukung beberapa data yang menunjukkan kadar estrogen dalam sirkulasi darah yang
lebih rendah pada wanita yang berolah raga secara teratur. Lemak tubuh biasanya
berkurang pada wanita yang berolah raga dan disertai penurunan kadar estrogen dalam
tubuh. Olahraga dapat menurunkan kadar esterogen dan menjaga keseimbangan antara
HDLs (High Density Lipo proteins) dan LDLs (Low Density Lipo proteins).

g. Konsumsi alkohol dan merokok


Konsumsi alkohol dapat meningkatkan kadar hormone esterogen dan mengurangi
jumlah asam folat. Beberapa studi menunjukkan bahwa dengan minum alkohol 5 g per
hari, meningkatkan risiko untuk perkembangan kanker payudara. Hal ini mungkin
disebabkan karena alkohol mempengaruhi aktifitas esterogen. Alkohol dapat
menyebabkan hiperinsulinemia yang akan merangsang faktor pertumbuhan pada jaringan
payudara atau Insulin- Like Growth Factor.
Kebiasaan merokok dapat mengurangi aktifitas sistem kekebalan tubuh, sedangkan
sel – sel kanker secara spontan akan terus berkembang apabila sistem kekebalan tubuh
berkurang. Karena dalam rokok mengandung sekitar 200 – 400 jenis zat karsinogen yang
merangsang munculnya sel kanker. Selain itu, wanita yang merokok akan memiliki
tingkat metabolisme esterogen lebih tinggi dibanding wanita yang tidak merokok.

h. Status Gizi Lebih (Obesitas)


Obesitas merupakan manifestasi dari kelebihan berat badan akibat asupan lemak
yang berlebih. Obesitas bila diukur dengan Body Mass Index (BMI) akan menunjukkan
angka lebih besar dari standar normal BMI. Standar BMI normal menurut WHO adalah
18,5 – 25 kg/m2. Dikatakan obesitas bila BMI melebihi 25 kg/m2. Obesitas dapat
meningkatkan risiko kanker payudara dan merupakan salah satu dari beberapa faktor
risiko untuk kanker payudara yang mampu dimodifikasi.
Sebuah penelitian menggunakan data National Cancer Institute Surveillance
Epidemiology and End Results, memperkirakan bahwa pada tahun 2007 di Amerika
Serikat, sekitar 34.000 kasus baru kanker pada laki-laki dan 50.500 pada wanita (7%)
disebabkan oleh obesitas. Beberapa kemungkinan mekanisme dapat menjelaskan
kelebihan lemak dengan peningkatan resiko kanker payudara sebagai berikut:
peningkatan berat badan akan meningkatkan esterogen dalam peredaran darah, jaringan
lemak memproduksi sejumlah estrogen berlebih, pada level tinggi estrogen berlebih
berhubungan dengan resiko kanker payudara, endometrium, dan beberapa jenis kanker
lain, sel-sel lemak memproduksi hormon yang disebut sebagai adipokines, yang dapat
menstimulasi atau menghambat pertumbuhan sel.

i. Riwayat adanya penyakit tumor jinak sebelumnya


Adanya riwayat penyakit tumor payudara juga dapat menjadi penyebab timbulnya
kanker payudara. Beberapa sel tumor jinak pada payudara dapat berubah menjadi ganas,
seperti pada jenis tumor hyperplasia dan duktus atipik.

4. Gejala Klinis
Gejala awal kanker payudara berupa adanya sebuah benjolan pada payudara yang
tidak terasa nyeri di sekitar jaringan payudara. Benjolan yang mulanya berukuran kecil
dan bisa digerakkan bila didorong oleh telapak tangan. Kemudian lama – kelamaan
semakin membesar, lalu melekat pada kulit dan puting payudara.
Hal itu membuat putting payudara tertarik ke dalam (rekstraksi), serta bewarna
merah muda atau kecoklatan sampai menjadi oedema, sehingga terlihat seperti kulit jeruk,
mengerut dan timbul borok pada payudara. Semakin lama, borok semakin membesar dan
mendalam. Inilah yang akan menghancurkan seluruh payudara. Selain gejala tersebut,
gejala lain yang mungkin ditemukan yaitu timbulnya benjolan kecil di bawah ketiak,
perubahan bentuk dan ukuran payudara, kulit disekitar putting susu bersisik, nyeri
payudara karena pembengkakan salah satu payudara. Gejala paling parah adalah
keluarnya darah, nanah atau cairan encer dari puting payudara. Pada stadium lanjut dapat
timbul nyeri tulang, penurunan berat badan, pembengkakan lengan dan ulserasi kulit.

5. Klasifikasi Kanker Payudara


Berdasarkan sifatnya, kanker payudara dibedakan menjadi dua. Pertama, kanker
payudara invasif, sel kanker merusak saluran dan dinding kelenjar susu, serta menyerang
lemak dan jaringan konektif payudara disekitarnya. Kanker ini bersifat invasif hanya
menyerang tanpa menyebar (metastatik) ke simpul limpa ataupun organ lain dalam tubuh.
Kedua, kanker payudara noninvasif, sel kanker terkunci dalam saluran susu, serta tidak
menyerang lemak dan jaringan konektif payudara disekitarnya. Ductal carcinoma in situ
(DCIS) termasuk salah satu kanker payudara non invasif yang paling sering terjadi (90%).
Adapun jenis kanker yang sering terjadi yaitu lobular carcinoma in situ (LCIS),
Ductal carcinoma in situ (DCIS), Infiltrating lobular carcinoma (ILC), Infiltrating ductal
carcinoma (IDC). Selain beragam jenis kanker payudara yang sering terjadi, ada pula jenis
kanker yang jarang terjadi. Adapun jenis kanker payudara yang jarang terjadi yaitu
Medularry carcinoma, Mucinous carcinoma, Tubular carcinoma, Inflamintory breast
cancer, Paget’s disease of the nipple dan Phylloides tumor.
Tabel 1. Stadium Klinis Kanker Payudara

Stadium Kriteria
I Terbatas pada payudara dengan diameter ≤ 2 cm
II Terbatas pada payudara dengan diameter 2 cm sampai ≤ 5
cm atau tumor yang lebih kecil dan secara klinis melibatkan
kelenjar limfe aksila yang kecil dan dapat digerakkan.
IIIa Tumor dengan diameter 5 cm dengan pembesaran limfe
aksila, melekat satu dengan yang lain atau pada jaringan
yang berdekatan.
IIIb Melibatkan kulit – edema, ulserasi, nodula satelit; melekat
pada dinding dada; metastasis kelenjar limfe supraklavikular
atau infraklavikular; edema lengan ipsilateral; kanker
mengalami inflamasi.
IV Metastasis jauh
Sumber : American Joint Committee on Staging and End Result Report : Manual for
staging of cancer, chicagu, 1978,Whiting Press dalam Koswara 1992, dalam Rubiani,
2007.

6. Patologi Kanker Payudara


Patologi anatomi atau kelainan anatomi payudara yang paling sering terjadi
disebabkan oleh tumor. Tumor terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak
memiliki karakter sel yang sangat mirip dengan jaringan asalnya dan relatif tidak
berbahaya karena umumnya tumor jinak tetap dilokalisasi, tidak dapat menyebar ke
tempat lain, dan mudah untuk dilakukan pengangkatan tumor dengan pembedahan lokal.
Tumor dikatakan ganas apabila dapat menembus dan menghancurkan struktur yang
berdekatan dan menyebar ke tempat yang jauh (metastasis) dan umumnya dapat
menyebabkan kematian.
7. Pemeriksaan Payudara
Program pemeriksaan payudara yang dilakukan oleh National Health Service
(NHS) di Inggris (semacam pusat pelayanan kesehatan national di Inggris)
memberikan pemeriksaan mammografl setiap tiga tahun bagi semua wanita yang
berusia antara 50 dan 70 tahun. Setelah usia 70 tahun, wanita tersebut bisa menjalani
pemeriksaan mammografl kembali atas permintaan sendiri ketika seorang wanita
mencapai usianya yang ke 60, dia akan diminta untuk menjalani mammografl pada
salah satu unit mammografl yang bisa di pindah-pindahkan atau yang bersifat
permanen.
Film-film mammografl di baca oleh dua orang ahli radiologi guna mencek
kemungkinan adanya kelainan. Wanita tersebut diminta kembali untuk dikaji secara
mendalam di unit pemeriksaan payudara rumah sakit jika terdapat temuan pada
mammografl yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Sekitar lima persen dari
wanita yang menjalani pemeriksaan mammografi diminta kembali untuk pemeriksaan
kembali. Sekitar satu dalam delapan oarang wanita yang diminta kembali untuk
pemeriksaan terkait dengan dugaan adanya kanker payudara.
Tidak ada cara untuk meramal siapa yang bisa terkena kanker payudara. Karena
itulah, wanita hendaknya menyadari penyakit tersebut dan memberikan kesempatan
terbaik bagi mereka untuk tetap bertahan melalui pendeteksian dini dengan
menggunakan fasilitas pemeriksaan mammografi. Program pemeriksaan payudara
NHS Inggris menurut di kenal sebagai salah satu program pemeriksaan payudara
yang terbaik di dunia.

a. Mamografi payudara
Mamografi merupakan salah satu cara pemeriksaan payudara dengan
menggunakan sinar-X. Jaringan payudara didapatkan (dipencet hingga kempis) pada
dua posisi dan gambar sinar-X diambil pada setiap posisi. Sebagian wanita mungkin
mendapati cara ini tidak nyaman dan bahkan cenderung terasa sakit, terutama persis
sebelum menstruasi tiba.
Pemampatan (kompresi) penting sekali dilakukan kacap kali diperlukan guna
melihat bagian-bagian tertentu secara lebih detil. Mamografl digunkan pada wanita
berusia diatas 35 tahun yang mengalami keluhan pada payudara seperti adanya
gumpalan. nyeri, putting mengkerut kedalam atau sebagai bagian dari program
pemeriksaan payudara NHS. Wanita yang sudah mengidap kanker payudara akan
menjalani mamografl secara lebih rutin karena mereka memerlukan monitoring yang
cermat.
Melalui mamografi, jaringan payudara terlihat putih dan jaringan lemak tampak
hitam. Penampakan kanker payudara yang paling lazim pada mamografl yakni adanya
bagian yang berbentuk bintang (spikulata) yang boleh jadi memiliki beberapa
kepingan kapur (mikrokalsifikasi, proses pengerasan menjadi kapur-kapur kecil) yang
berhubungan dengannya sehingga tampak seperti bintik-bintik putih. Patut diketahui
bahwa sebagian besar (80 persen) mikro-klasifikasi tidak mengkhawatirkan karena
biasanya mereka hanya tumor jinak. Kendatipun demikian, proporsinya yang kecil
bisa diwaspadai sebagai ductus carcinoma in situ (DKIS).
b. Fine Needle Aspirate (FNA)
FNA merupakan pemeriksaan cepat yang hanya membutuhkan waktu beberapa
menit. Sebuah jarum tajam dimasukkan kedalam gumpalan atau bagian yang
bersangkutan.Persis seperti melakukan tes darah, hanya jarum yang diarahkan
dibawah kulit dan beberapa kali mencapai kedalam gumpalan. Kadang-kadang
dilakukan pembiusan local lebih nyaman ketimbang tes itu sendiri. Cairan dan sel
ditarik kembali kedalam syringe dan jarum diletakkan di kaca mikroskop yang sudah
ditetesi dengan celupan tertentu.
Sitopatologis (dokter spesialis dalam mendiagnosa jaringan dan sel melihat pada
kaca mikroskop dan pada dasarnya akan bisa menjelaskan jika terdapat sel-sel yang
ganas pada gumpalan tersebut. Adanya sel-sel ganas memberikan keganasan tentang
adanya kanker payudara. Adalah tidak mungkin dari tes ini menegaskan apakah
kanker tersebut bersifat menyerang atau tidak menyerang.
Hasil negative tidak dianggap sebagai tempat untuk berbagai alasan. Salah satu
alasannya adalah dokter mungkin belum mau memasukkan jarum kedalam tumor. Jika
ini yang terjadi, mungkin perlu mengulangi FNA atau melakukan biopsy inti). Biopsi
inti akan menegaskan apakah tumor tersebut bersifat menyerang atau tidak
menyerang. Langkah ini sangat membantu di saat merencanakan operasi selama
operasi aksilla (sekitar area ketiak hanya diperlukan karena adanya kanker
yang bersifat menyerang).
c. Biopsi inti
Biopsi inti dilakukan dengan peralatan yang dipegang dengan tangan, berisikan
jarum pegas yang lebih besar daripada jarum yang digunakan pada FNA. Suntikan
bius local diarahkan pada kulit; sebuah irisan kecil kemudian dibuat guna
memasukkan jarum kedalam payudara.
Peralatan ini biasanya menimbulkan suara klik yang cukup keras dan ini penting
bagi pasien untuk terjaga sementara prosedur dijalankan. Kadang-kadang biopsy inti
di lakukan dalam hubungan dengan pengambilan gambar, seperti ultrasound atau
mamografi, guna lebih memperjelas bahwa bagian yang tepat sedang diopsi.
Sebagian wanita mungkin mendapati bahwa hal ini tidak menyenangkan ketika
payudara mereka diremas-remas dengan menggunakan petunjuk sinar-X stereotaktik.
Di saat menggunakan petunjuk stereotaktik untuk mendapatkan jaringan bagi
dilakukannya diagnose, wanita didudukkan atau diletakkan dalam posisi terbaring
dengan payudaranya ditempatkan pada mesin mamografi yang sudah dimodifikasi
secara khusus.
Payudara diposisikan dalam cara yang sama seperti ketika gambar-gambar
mamografi
diambil. Suntikan bius local digunakan untuk membuat bagian tertentu mati rasa
sebelum
dilakukan sedotan cairan dengan jarum tajam atau biopsy inti. Biopsi inti merupakan
prosedur yang relative cepat yang memberikan petunjuk penting guna menjamin
bahwa bagian yang tepat untuk dibiopsi. Potongan-potongan jaringan kecil yang
diambil disimpan pada larutan formalin (pengawet jaringan), lalu dikirim ke
laboratorium patologi untuk diproses, diiris, diberi zat warna lalu diperiksa di bawah
mikroskop oleh seorang patologis.
Patologis tersebut akan mempelajari arsitektur jaringan dari gumpalan payudara
atau bagian yang bersangkutan dan jenis-jenis sel yang ada guna memberikan
diagnosa.

d. Biopsi Bedah
Ini melibatkan operasi dimana dilakukan sayatan untuk mendapatkan akses ke
gumpalan tersebut, dan gumpalan dibuang (biopsy penghilang), atau potongan kecil
dari gumpalan tersebut diambil untuk pemeriksaan histology (biopsy sayatan).
8. Penatalaksanaan Diet Kanker Payudara
Tujuan dari penatalaksanaan diet kanker adalah untuk memberikan makanan yang
seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima pasien, mencegah dan
menghambat penurunan berat badan secara berlebihan, dan mengupayakan perubahan
sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien penderita kenker dan
keluarganya.
Adapun syarat –syarat diet penyakit kanker adalah:
1. Energi tinggi, yaitu 36 kkal/ kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/ kg BB untuk
perempuan. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, maka energi menjadi 40
kkal/ kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/ kg BB untuk perempuan.
2. Protein tinggi, yaitu 1 – 1,5 g/kg BB.
3. Lemak sedang, yaitu 15 – 20% dari kebutuhan energi total dan dalam bentuk MCT
atau lemak tidak jenuh.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai AKG, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E.
6. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.
7. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani kemoterapi
agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril.
8. Porsi makan kecil dan sering diberikan.
Adapun bahan makanan yang dianjurkan untuk diet kanker payudara, antara lain :
a. Makanan yang kaya akan kandungan antioksidan, seperti jeruk, jambu biji,
apel, tomat.
b. Karotenoid, yang terkandung dalam wortel.
c. Lignin, yang dapat ditemukan dalam buah pir, plum, sayuran buncis,
asparagus, kembang kol, brokoli, daun bawang, bawang putih, paprika,
bawang bombay, labu, ubi, lobak, rumput laut, kacang kedelei, kacang merah,
gandum, jagung, beras merah dan sorgum.

9. Pengobatan
Menurut (Jackie, Lincoln-Wilensky, 2008) ada beberapa cara untuk pengobatan
kanker
payudara yaitu :
a. Pengobatan Terhadap Ductus Carcinoma In Situ(DKIS)
Tujuan pengobatan DKIS adalah untuk pengendalian local (pencegahan dari
penyebaran lebih lanjut) dengan menggunakan pembedahan dan radioterapi. Ini
karena, sesuai pengertiannya, DKIS terkurung pada pipa saluran payudara dan belum
menyerang disekitar jaringan payudara atau menyebar ke seluruh payudara. la diduga
sebagai kanker pra menyerang karena memerlukan waktu, dan jika dibiarkan tidak
terobati, sebagian besar pada akhirnya akan bersifat menyerang.

Pengobatan dengan cara operasi mencakup pembedahan untuk menyelamatkan


payudara atau masektomi. Pembedahan untuk menyelamatkan payudara kemudian
diikuti dengan radioterapi sekuder pasca-operasi. Sebagian besar wanita yang terkena
tumor yang masih sangat kecil dan berkadar rendah mungkin saja perlu radioterapi,
dan ini sedang diteliti dalam berbagai percobaan klinis Mastektomi terhadap DKS
menyebabkan risiko terulangnya kembali yang sangat rendah. Jika DKIS berulang
kembali atau kambuh setelah terapi utama, separuh dari kambuhnya ini diketahui
mengandung kanker yang bersifat menyerang.
Tamoxifen sebagai terapi sistemik sekunder bagi DKIS setelah operasi dan
radioterapi diketahui belum bermanfaat dalam mengurangi tingkat kambuhan local
pada payudara yang diobati. Kendatipun demikian, terdapat bukti yang menunjukkan
bahwa tamoxifen mengurangi risiko kanker payudara yang timbul pada payudara
lainnya.

b. Mastektomi
Mastektomi mencakup pengangkatan seluruh payudara. Tujuan dari Mastektomi
adalah membuang seluruh jaringan payudara sehingga risiko kambuh local berkurang.
Dalam praktiknya tidaklah mungkin untuk membuang 100 persen jaringan payudara,
dan pada kenyataan ada sejumlah kecil jaringan payudara yang dibirkan tersisa.
Kadang-kadang wanita lebih suka menjalankan mastektomi ketimbang operasi
untuk menyelamatkan payudara (breast conserving surgeri) dan radioterapi.
Pertimbangannya ialah mereka lebih suka bekas luka ketimbang apa yang mungkin
tampak sebagai payudara cacat yang hiking keindahannya, atau mereka boleh jadi
menjalani radioterapi. Manakala mastektomi dikombinasikan dengan pembuangan
bintil-bintil getah bening dari aksila, ia diistilahkan sebagai ''modified radical (radikal
termodifikasi) atau mastektomi "patey". Ketika, pektoralis-pektoralis mayor atau otot-
otot minor juga ikut disebut sebagai 'Hoisted mastectomf (mastektomi halsted).
Mastektomi radikal saat ini jarang dilakukan. Rekonstruksi payudara
dimungkinkan bagi sebagian besar wanita menjalani mastektomi. Sekitar separuh dari
wanita yang ditawarkan rekonstruksi. Wanita yang menderita penyakit-penyakit lain
atau yang memerlukan radioterapi sekunder boleh jadi disarankan untuk tidak
menjalani rekonstruksi payudara saat itu juga, namun mungkin saja rekonstruksi itu
dijalankan pada waktu berikutnya.

Berbagai kulit payudara dibuang pada waktu masektomi. Jika dilakukan


rekonstruksi
payudara langsung saat itu juga, lebih banyak kulit yang bisa dilindungi dan penutup
kulit
bisa diisi langsung. Tindakan ini biasanya meninggalkan bekas luka yang lebih kecil.
Jika
rekonstruksi tidak dilakukan langsung saat itu, dokter bedah boleh jadi membuang
lebih banyak kulit payudara guna membuat bekas luka tampak rata dan rapi.

c. Mastektomi di bawah kulit atau mastektomi untuk menghemat kulit.


Mastektomi di bawah kulit mencakup pembuangan jaringan payudara di mana
kulit payudara dan nipple-aerola complex (puting susu yang kompleks) diawetkan.
Kemungkinan ini dilakukan bagi wanita yang memiliki resiko rendah terkena tumor
sisa pada bagian itu, bersama dengan tumor yang berdekatan dengan tumor yang
bersifat tidak menyerang dan kadang dimana tumor tidak berdekatan dengan puting
susu. Mastektomi untuk menghemat kulit mencakup pembuangan semua jaringan susu
dan puting susu yang kompleks.

d. Operasi Aksilari
Salah satu dari tempat-tempat di mana kanker payudara pertama kali
menyebar
adalah bintil-bintil getah bening(kelenjar- kelenjar) pada aksilar (ketiak) atau tidak
terlalu umum, lingkaran kelenjar susu bagian dalam (bintil-bintil getah bening di
belakang tepi tulang dada). Ada sekitar 20 sampai dengan 35 bintil-bintil getah bening
di bawah lengan. Dibuangnya beberapa bintil-bintil getah bening dari ketiak
memberikan informasi
ini digunakan untuk menentukan stadium kanker dan mengarahkan rekomendasi
rekomendasi bagi pengobatan sekunder. Jika terdapat bintil-bintil getah bening yang
kemungkinan besar sangat luas terlibat pada tumor, maka operasi pembersihan bintil-
bintil getah bening pada ketiak akan menghulangkan tumor dari tempat itu.

10. Prognosis
Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi metastasis. Bila
tidak
diobati ketahanan hidup lima tahun adalah 16 sampai dengan 22 persen . Sedangkan
ketahanan
hidup sepuluh tahun adalah satu sampai dengan lima persen. Ketahanan hidup bergantung
pada
tingkat penyakit saat mulai pengobatan, gambaran histopatologik, dan uji reseptor
estrogen
yang bila positif lebih baik.
Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik untuk menentukan
prognosis penyakit ini. Angka kelangsungan hidup lima tahun pada penderita kanker
payudara
yang telah menjalani pengobatan yang sesuai mendekati :
1. 95 persen untuk stadium 0
2. 88 persen untuk stadium I
3. 66 persen untuk stadium II
4. 36 persen untuk stadium III
5. 7 persen untuk stadium IV.
Harapan hidup dengan adanya metastasis mencapai dua sampai 3,5 tahun, walaupun
beberapa pasien (25 persen sampai dengan 35 persen) dapat hidup selama lima tahun, dan
lainnya (sepuluh persen) dapat hidup lebih dari sepuluh tahun. Pasien yang mengalami
metastasis lama setelah didiagnosa awal atau yang mengalami metastasis ke tulang atau
jaringan lunak memiliki prognosis yang lebih baik.

11. Pencegahan
Banyak faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan. Beberapa ahli diet dan ahli
kanker
percaya bahwa perubahan diet dan gaya hidup secara umum bisa mengurangi angka
kejadian
kanker. Diusahakan untuk melakukan diagnosis dini karena kanker payudara lebih mudah
diobati dan bisa disembuhkan jika masih pada stadium dini.
Periksa payudara sendiri (SADARI) adalah pengembangan kepedulian seorang
perempuan terhadap kondisi payudaranya sendiri. Tindakan ini dilengkapi dengan lankah-
langkah khusus untuk mendeteksi secara awal penyakit kanker payudara untuk
mengetahui paerubahan-perubahan yang terjadi pada payudara. SADARI dilakukan antara
waktu 7 hari – 10 hari stelah hari pertama menstruasi / sudah selesai menstruasi. SADARI
tidak menggantikan peranan dokter atau tenaga medis terlatih untuk melakukan
pemeriksaan klinik. Pemeriksaan payudara oleh tenaga medis sebaiknya dilakukan untuk
perempuan usia 20 – 40 tahun minimal setiap 3 tahum dan perempuan usia 40 tahun
setahun sekali. Perubahan yang dapat dilihat sebagai kelainan yang terjadi dan perlu
mendapat perhatian yaitu perubahan bentuk&ukuran payudara, teraba benjolan, nyeri,
penebalan kulit, terdapat cekung kulit seperti lesung pipit, pengerutan kulit payudara,
keluar cairan dari puting susu, penarikan puting susu ke dalam dan luka pada payudara
yang tidak sembuh-sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, Dkk. 2013. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Ilmu Gizi Dasar. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Alzufry. 2011. Pengembangan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT)
Untuk Rekonstruksi Citra dan Diagnosis Kanker Payudara. Universitas Indonesia
Jakarta.

Anggorowati, L. 2013. Faktor Risiko Kanker Payudara. Jurnal Kesehatan Masyarakat


Universitas Negeri Semarang.

Cahyono, S.B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta. Kanisius
Indrati, Rini. 2005. Faktor – Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Kanker
Payudara Wanita. Jurnal Epidemiologi Universitas Diponegoro.

Kemenkes RI. 2016. Info datin (Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
;Oktober 2016, Bulan Peduli Kanker Payudara). Jakarta ; ISSN 2442-7659

Kurniati. 2018. Kanker Serviks: Pengetahuan dan Kepercayaan Penyakit Degeneratif


Pada Masyarakat Bandar Lampung. Universitas Lampung ; Bandar Lampung

Magee, Elaine. 2000. Cegah Dini Kanker Payudara. Jakarta. Bhuana Ilmu Populer.

Mahanani, 2016. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan dan


Sikap WUS dalam Melakukan Pemeriksaan IVA di Desa Pabelan. Universitas
Muhammaduyah Surakarta ; Jawa Tengah.

Manik, dkk. 2012. Riwayat Gaya Hidup Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Sumedang. Jurnal Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjajaran Bandung.

Mardiana, L.2007. Kanker Pada Wanita Pencegahan dan Pengobatan dengan Tanaman
Obat Cetakan IV. Jakarta. Penebar Swadaya.

Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka.


Puspita, RW. 2009. Gaya Hidup Pada Mahasiswa Penderita Hipertensi. UMS. Surakarta

Raharjo, L.H. 2013. Pengaruh Diet Vegan Terhadap Insiden Terjadinya Kanker
Payudara. Jurnal FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Ramli, M dkk. 2004. Penatalaksanaan Kanker Payudara Terkini. Bandung:
Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia
Rasjidi, I. 2009. Deteksi dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta. Sagung Setyo.
Rasjidi, I. 2010. 100 Questioners And Answers Kanker Pada Wanita. Jakarta. Alex Media
Komputido.

Rubiani. 2007. Hubungan Faktor – Faktor Risiko Kanker Payudara Dengan Kejadian
Kanker Payudara Pada Wanita Usia Produktif di Jakarta Breast Cancer. Karya Tulis
Ilmiah Jurusan Gizi Politekhnik Kesehatan Jakarta II.

Santoso,S.B. 2009. Buku pintar kanker. Yogyakarta: Power books (ihdina).

Yulianti AS, S. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Kanker

Payudara di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Makassar : UIN Alauddin.

DAFTAR ISTILAH
Alopesia : Alopecia areata adalah kerontokan rambut yang disebabkan oleh serangan
sistem imunitas tubuh sendiri (autoimun) terhadap folikel Kondisi ini umumnya terjadi
pada kulit kepala, meski dapat juga terjadi pada bagian tubuh lain yang ditumbuhi rambut,
seperti alis, kumis, dan bulu mata. Selain kebotakan berpola bulat, alopecia areata juga
dapat menimbulkan kebotakan menyeluruh.

Ductal carcinoma : Karsinoma duktal berasal dari sel-sel yang melapisi saluran yang
menuju ke puting susu Sekitar 90 persen kanker payudara merupakan karsinoma duktal.
Kanker ini bisa terjadi sebelum maupun sesudah masa menopause. Kadang kanker ini
dapat diraba dan pada pemeriksaans mammogram, Kanker ini tampak sebagai bintik-
bintik kecil dari endapan kalsium (mikrokalsifikasi). Kanker ini biasanya terbatas pada
daerah tertentu di payudara dan bisa diangkat secara keseluruhan melalui pembedahan.
Sekitar 25 sampai dengan 35 persen penderita karsinoma duktal akan menderita Kanker
invasif (biasanya pada payudara yang sama).

Imunosupresan : Yaitu obat-obat yang digunakan untuk menekan sistem kekebalan tubuh.
Imunosupresan dalam bentuk krim atau salep, seperti tacrolimus atau pimecrolimus dapat
digunakan untuk mengatasi lichen planus.

Invasif : kanker yang telah menyebar dan merusak jaringan lainnya, bisa terlokalisir
(terbatas pada organ yg diserang) maupun metastatik (menyebar ke bagian tubuh

lainnya).

Hyperplasia : peristiwa meningkatnya jumlah sel yang terjadi pada organ tertentu akibat
peningkatan proses mitosis

Hipovolemia : merupakan kondisi penurunan volume darah akibat kehilangan darah


maupun cairan tubuh. Kondisi ini dapat terjadi akibat perdarahan pada saat cedera,
kecelakaan, persalinan maupun operasi.

Leukopeni : rendahnya jumlah sel darah putih yang ada di dalam tubuh.

Lobular carcinoma : Karsinoma lobuler mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, biasanya
terjadi setelah menopause. Kanker ini tidak dapat diraba dan tidak terlihat pada
mammogram, tetapi

biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada mammografi yang dilakukan untuk
keperluan
lain. Sekitar 25 sampai dengan 30 persen penderita karsinoma lobuler pada akhirnya akan

menderita kanker invasif (pada payudara yang sama atau payudara lainnya atau pada
kedua

payudara)

Perfusi adalah aliran cairan melalui sistem peredaran darah/sistem limfatik ke


organ/jaringan. Biasanya merujuk pada pengiriman darah ke kapiler di jaringan.

Trombositopenia adalah kondisi saat jumlah keping darah (trombosit) rendah, di bawah
nilai normal. Trombosit berperan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi luka atau
kerusakan di pembuluh darah. Kurangnya jumlah trombosit dapat menyebabkan darah
sulit membeku.

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : American Joint Committee on Cancer


ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
BMI : Body Mass Index
CO2 : Karbon dioksida
DCIS : Ductal carcinoma in situ
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
FIGO : Federation of Gynecology and Obstetrics
HDLs : High Density Lipo proteins
HPV : Human Papilloma Virus
IARC : International Agency For Research On Cancer
IDC : Infiltrating ductal carcinoma
ILC : Infiltrating lobular carcinoma
IMS : Infeksi Menular Seksual
IR : Incidence Rate
IVA : Inspeksi Visual dengan Asam Asetat
LDLs : Low Density Lipo proteins
LCIS : Lobular carcinoma in situ
MRI scan : Magnetic Resonance Imaging
SADARI : Periksa Payudara Sendiri
SEEC : Science and Engineering Education Center
SIRS : Sistem Informasi Rumah Sakit
TNM : Tumor Nodul dan Metastasis
UICC : Uni International Cancer Control
WHO : World Health Organization

KANKER NASOFARING
A. Definisi
Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam organ tubuh
timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak
terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya, serta merusak
bentuk dan fungsi organ asalnya (Dalimartha, 2004).
Kanker Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah
nasofaring ( area di atas tenggorokan dan di belakang hidung ),yang menunjukkan bukti
adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur.
Kanker sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut kanker.
Tumor merupakan satu sel liar yang berada dibagian tubuh dan terus membesar di lokasi
yang tetap atau tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Mengakibatkan terbentuknya
benjolan di bagian tubuh tertentu dan jika tidak diobati dengan tepat sel tumor berubah
menjadi kanker. Berbeda dengan sel tumor yang tidak menyebar kebagian tubuh lain, sel
kanker akan terus membelah diri dengan cepat dan tidak terkontrol menyebabkan sel
kanker sangat mudah menyebar ke beberapa bagian tubuh melalui pembuluh darah dan
pembuluh getah bening (Aprianti, 2012).
Berdasarkan jenis,Dapat ditemukan berbagai jenis tumor ganas di nasofaring,
antara lain :
1) Jenis karsinoma epidermoid
Tumor yang berasal dari sel yang melapisi organ-organ internal biasanya timbul
dari jaringan epitel kulit atau epidermis kulit dan kebanyakan berasal dari kelenjar
sebasea atau kelenjar yang mengeluarkan minyak dari dalam kulit.
2) Jenis adenokarsinoma
Tumor yang berasal dari bagian dalam kulit seperti endodermis, eksodermis dan
mesodermis.
3) Jenis karsinoma adenoid kistik
Benjolan kecil yang berkembang dibawah kulit pada batang leher wajah tumbuh
lambat dan sering menyakitkan yang mudah digerakan, serta berbagai jenis sarkoma
dan limfoma maligna (Soepardi et al, 1993).

B. ETIOLOGI
Secara umum, faktor resiko yang menyebabkan kanker dibagi menjadi dua,
yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor di luar
tubuh yang mempengaruhi atau mendorong pembentukan kanker. Sedangkan faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh.
Faktor eksternal penyebab kanker antara lain dalam bahan kimia dan radiasi.
Faktor eksternal tersebut sering disebut dengan istilah zat karsinogen. Faktor internal
penyebab kanker antara lain adalah virus dan kondisi-kondisi tertentu di dalam tubuh,
seperti lemahnya sistem imun tubuh dan kondisi genetik yang membuat tubuh rentan
terhadap beberapa jenis kanker.
Faktor genetik, lingkungan dan pola hidup merupakan faktor resiko terjadinya
karsinoma nasofaring. Angka insidensi KNF tertinggi terdapat pada ras Asia dengan
penyebaran KNF terbanyak terjadi di Cina selatan (termasuk Hong Kong), Singapura,
Vietnam, Malaysia, dan Filipina.
Diet tinggi garam pada daging atau ikan merupakan salah satu faktor resiko
KNF. Makanan tersebut mengadung konsentrasi nitrat dan nitrit yang tinggi.
Konsentrat tersebut akan bereaksi dengan protein untuk membentuk nitrosamin. Bahan
kimia tersebut dapat merusak DNA. Studi menunjukkan bahwa orang yang makan
ikan asin didapatkan peningkatan risiko terjadinya KNF.
Hampir semua sel KNF mengandung komponen dari virus Epstein-Barr
(EBV), dan kebanyakan orang dengan KNF memiliki bukti pernah terinfeksi oleh
virus ini dalam darah mereka. Hubungan antara infeksi EBV dan KNF sangat
kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Infeksi EBV saja tidak cukup untuk
menyebabkan KNF.
Faktor-faktor lain, seperti gen seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana
tubuh menghadapi infeksi EBV, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kontribusi
EBV dalam perkembangan KNF.
Pada beberapa studi yang lain, dikatakan bahwa alkohol dan rokok memiliki
peran dalam terbentuknya KNF. Agar sebuah kanker bisa terjadi, maka sel-sel yang
terkena zat karsinogen harus mengalami dua tahapan, yaitu yang disebut sebagai tahap
inisiasi dan tahap promosi. Tahap inisiasi dari kanker biasanya terjadi secara cepat dan
menimbulkan kerusakan secara langsung dalam bentuk terjadinya mutasi pada DNA.
Mekanisme perbaikan DNA akan mencoba melakukan perbaikan tetapi bila
mekanisme tersebut gagal, maka kerusakan tersebut akan terbawa pada sel anak yang
dihasilkan dari proses pembelahan. Dalam tahap promosi, akan terjadi
perkembangbiakan pada sel yang rusak, dimana hal tersebut biasanya terjadi ketika sel-
sel yang mengalami mutasi tersebut terkena bahan yang bisa mendorong mereka untuk
melakukan pembelahan secara cepat. Seringkali terdapat jeda waktu yang cukup
panjang diantara kedua tahapan tersebut. Tahap promosi tersebut sebenarnya adalah
sebuah tahap yang membutuhkan pengulangan agar sel yang rusak tersebut mampu
berkembang biak lebih lanjut menjadi kanker.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2005 dibagi atas 3 tipe, yaitu:
 Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma). Merupakan karsinoma invasif dengan gambaran diferensiasi skuamosa
yang jelas dengan mikroskop cahaya. Tampak jembatan interseluler atau keratinisasi
pada sebagian besar tumor. Tingkat diferensiasi digolongkan menjadi: diferensiasi baik,
diferensiasi moderat, dan diferensiasi buruk.
 Karsinoma Non-Keratinisasi (Non-Keratinizing Carcinoma). Tipe ini dibagi
menjadi dua subtipe yaitu terdapat diferensiasi (diffierentiated) dan tidak terdapat
diferensiasi (undifferentiated). Apabila dijumpai kedua subtipe dalam satu spesimen
maka dapat diklasifikasikan sesuai dengan gambaran subtipe yang mendominasi, atau
dapat disebut sebagai karsinoma non-keratinisasi dengan kedua subtipe.
 Karsinoma sel skuamosa basaloid (Basaloid Squamous Cell Carcinoma) Tipe
ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel skuamosa. Sel-sel basaloid
berukuran kecil dengan inti hiperkromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma
sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular.
Menentukan stadium dipakai sistem TMN (sistem tumor- kelenjar-metastasis)
menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) / UICC (Union Internationale
Contre Cancer) (2010), Edisi 7, untuk Kanker Nasofaring dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.

Klasifikasi stadium TNM (sistem tumor-kelnjar-metastasis) American


Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7 untuk Kanker Nasofaring
dalam Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) 2010

Keadaan Tumor
Primer (T) Batasa
n

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak terdapat tumor primer.

Tis Karsinoma in situ.

T1 Tumor terbatas pada nasofaring atau meluas ke


orofaring dan/atau kavitas nasal, tanpa ekstensi
parafaringeal.

T2 Tumor meluas ke parafaringeal.

T3 Tumor masuk ke struktur tulang pada dasar


tengkorak dan/atau sinus paranasal.

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial, hipofaring,


orbita, atau infratemporal fossa.

Kelenjar Batasa
Getah n

Bening
Regiona
l (N)

Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai.

N0 Tidak terdapat metastasis ke kelenjar getah bening


regional.

N1 Metastasis unilateral di kelenjar getah bening


servikal, 6cm atau kurang di atas fosa
suprakavikula, atau keterlibatan kelenjar getah
bening retrofaringeal bilateral atau unilateral, < 6
cm pada dimensi terbesarnya.
N2 Metastasis bilateral di kelenjar getah bening, 6 cm
atau kurang dalam dimensi terbesar diatas fosa
suprakalvikula

N3 Metastasis di kelenjar getah bening,


ukuran > 6 cm. N3aUkuran > 6 cm

N3b Perluasan ke fosa supraklavikula

Metastasis Batasa
Jauh n
(M)
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Metastasis jauh.

Sumber : Perhimpunan Onkologi Indonesia. Edisi 1, 2010.

Berdasarkan TNM (sitem tumor-kelenjar-metastasis) tersebut,


stadium penyakit dapat dikelompokkan berdasarkan American Joint
Committee on Cancer (AJCC) 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Tabel stadium Karsinoma Nasofaring

Stadium Keadaan Kelenjar Metastasi


Tumor Getah Bening s
Primer Regional Tumor
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T1 N M
T2 1 0
N M
0 0
T2 N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N0 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IVA T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0

1
Stadium IVB Semua N3 M0
T
Stadium IVC Semua Semua N M1
T
Sumber : Perhimpunan Onkologi Indonesia. Edisi 1, 2010.

Keterangan :

1. Sadium 0 = Tumor terbatas di nasofaring, tidak ada pembesaran, tidak ada


metastasis jauh.
1. Stadium II = Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah
bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas
fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh. Terjadi perluasan tumor ke rongga
hidung tanpa perluasan ke parafaring, metastasis kelenjar getah bening unilateral.
Disertai perluasan ke parafaring, tidak ada pembesaran dan metastasis kelenjar
getah bening unilateral,dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm,
diatas fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh.
2.Stadium III = Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah
bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa
supraklavikula, dan tidak ada metastasis jauh.

3.Stadium IVA = Tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat


keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang
mastikator. Tidak ada pembesaran dan metastasis kelenjar getah bening unilateral
serta metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau
sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula. Tidak ada metastasis jauh.

4. Stadium IVB = Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di


nasofaring, tumor meluas ke jaringan lunak, perluasan tumor ke orofaring dan / atau
rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring, disertai perluasan ke parafaring, tumor
menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal, tumor dengan perluasan
intrakranial dan / atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal,
hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Metastasis kelenjar getah bening bilateral

2
dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula.
Tidak ada pembesaran.

5. Stadium IVC = Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di


nasofaring, tumor meluas ke jaringan lunak,
perluasan tumor ke rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring. Bisa jadi
disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus
paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Selain itu
dapat juga pembesaran kelenjar getah bening regional, pembesaran kelenjar getah
bening tidak dapat dinilai, tidak ada pembesaran, metastasi kelenjar getah bening
unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa
supraklavikula, metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar
kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, Metastasis kelenjar
getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam
fossa supraklavikula, ukuran lebih dari 6 cm, di dalam supraklavikula, dan terdapat
metastasis jauh.(Soepardi et al, 2012).

D. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia KNF menduduki urutan pertama pada keganasan di daerah


kepala dan leher serta termasuk urutan kelima pada tumor ganas di seluruh tubuh.
Berdasarkan data patologi prevalensi penderita kanker nasofaring di Indonesia adalah
4,7 orang per 100.000 penduduk setahun, angka ini diambil dari data resmi yang
dikeluarkan Departemen Kesehatan pada tahun 1980 (Soetjipto, 1989; Roezin, 1995).
Marlinda et al (2012) mendapatkan prevalensi KNF di Indonesia adalah 6.2/100 000
penduduk pertahun, dengan 13.000 kasus baru setiap tahunnya. Di Bagian THT FKUI
RSCM selama periode 1988-1992 didapati 511 penderita baru KNF (Roezin, 1995).
Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1998-2000 ditemukan 130 penderita
KNF dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan leher (Lutan, 2003). Usia insidensi
KNF berbeda dengan kanker lainnya. Di Cina KNF mulai muncul usia 15-19 tahun.
Pada pria, KNF sering ditemukan pada usia 15-34 tahun dan mencapai puncaknya

3
usia 35-64 tahun kemudian menurun setelah usia tersebut. KNF lebih sering dijumpai
pada pria dibanding wanita yaitu 2-3:1 (Chew, 1997, Cao et al, 2013).

E. Patofisiologis

4
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang dilapisi mukosa dan disebelah
lateral dibatasi oleh lamina medialis processus pterygoidei, di superior oleh os
sphenoideum, di anterior oleh choanae dan vomer tengah, di posterior oleh clivus
dan di inferior oleh palatum molle. Tuba eustachii bermuara ke arah posterolateral
dan dikelilingi oleh suatu struktur kartilago. Dibelakang tuba eustachii adalah
lekuk-lekuk mukosa yang disebut sebagai fossae rosenmulleri. Adenoid (tonsilla
pharyngealis) menggantung dari fassae tersebut dan dinding posterosuperior kubah
nasofaring (Khoa dan Gady, 2012).
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku yang berada pada atas,
belakang dan lateral. Bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan
gangguan yang sering timbul. Penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara
tuba Estachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di
telinga tengah. Metastasis jauh dapat terjadi di daerah kepala serta dapat
menimbulkan ganggu pada saraf otak (Ballenger, 2010).
F.Gejala Klinis
Gejala kanker nasofaring dapat berupa

 benjolan pada tenggorokan.


 Infeksi telinga.

 Telinga berdengung (tinnitus), tidak nyaman atau gangguan pendengaran.

 Kesulitan membuka mulut.

 Sakit kepala.

 Wajah terasa nyeri atau mati rasa.

 Mimisan.

 Sakit tenggorokan.
G. Diagnosis
Diagnosis KNF ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Sudah jelas, diagnosis pasti memerlukan biopsi lesi. Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat lesi lebih jelas dan untuk melihat lesi yang tidak dapat diraba dapat
mempergunakan indirect nasopharyngoscopy atau flexible fiber optic atau endoskopi
kaku. Dengan endoskopi maka biopsi dapat dilakukan (Her, 2001; Jeyakumar, 2006).

5
Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk KNF adalah CT-Scan dengan
kontras dan MRI karena dapat memberikan detail yang lebih baik tentang perluasan
dan keterlibatan intrakranial. Sebaliknya, CT-Scan pada bone setting dapat
menunjukkan adanya erosi tulang. Faktor-faktor ini penting untuk menentukan
stadium penyakit (Jayekumar, 2006).

CT-Scan dapat menunjukkan perluasan jaringan lunak di daerah nasofaring


dan ke arah lateral menuju ruang paranasofaring. CT-Scan sensitif untuk mendeteksi
erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak. Perluasan tumor ke intrakranial melalui
foramen ovale dengan penyebaran perineural juga dapat di deteksi, yang merupakan
bukti keterlibatan sinus kavernosus tanpa erosi dasar tengkorak. CT-Scan juga dapat
menunjukkan regenerasi tulang setelah terapi yang mengindikasikan eradikasi tumor
telah sempurna (Wei, 2006).

Gambaran lesi T1 pada nasofaring terbatas seluruhnya pada nasofaring


menyebabkan penebalan dan asimetri. Lesi diklasifikasikan T2a apabila telah
menyebar ke fossa nasalis. Keterlibatan ruang parafaring diklasifikasikan sebagai T2b
karena dapat menyebabkan Universitas Sumatera Utara prognosis yang lebih buruk.
T3 tumor dikarakteristikkan dengan perluasan ke sinus paranasal dan ada
ditemukannya keterlibatan tulang.

Pada gambaran CT-Scan akan terlihat erosis kortikal dan sklerosis. Apabila
intrakranial, hipofaring, orbita, sinus maksila atau nervus kranial sudah terlibat, maka
tergolong sebagai T4 (Goh dan Lim, 2009) Identifikasi keterlibatan kelenjar getah
bening penting untuk diketahui karena dapat meningkatkan resiko rekurensi lokal dan
akan mempengaruhi penatalaksanaan. Untuk penentuan stadium digunakan klasifikasi
TNM.

Pada KNF nodul < 6 cm (untuk N1) dan bilateral nodul < 6 cm (untuk N2) di
atas fossa supraklavikula. Nodul unilateral berukuran > 6 dikelompokkan sebagai
N3a. Apabila nodul fossa supraklavikula sudah terlibat maka pasien sudah
digolongkan sebaga N3b (Goh dan Lim, 2009) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
lebih baik dari pada CT-Scan dalam membedakan tumor dengan inflamasi jaringan
lunak. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastasis kelenjar retrofaringeal
dan leher dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi sumsum tulang oleh tumor, dimana
CT-Scan tidak dapat mendeteksi infiltrasi ini kecuali disertai oleh erosi tulang.

6
Penting untuk mendeteksi infiltrasi sumsum tulang ini karena berhubungan dengan
peningkatan resiko metastasis jauh (Wei, 2006). Deteksi pasti metastasis jauh pada
saat diagnosis sulit dilakukan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bone scan, Scintigraphy hati dan


biopsi sumsum tulang sedikit membantu (Wei, 2006). Adanya peningkatan aktivitas
pada tulang seyogyanya diikuti dengan foto setempat (x-ray spot photo) pada daerah
yang bersangkutan untuk menghindarkan positif palsu pada penyakit degeneratif
tulang (artrosis).

a. Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan tidak langsung daerah nasofaring dapat


dilakukan dengan cermin, tetapi variasi anatomi nasofaring pada beberapa pasien
akan mengakibatkan evaluasi yang tidak adekuat pada daerah ini (Wei, 2006).
Permukaan mukosa nasofaring yang tidak rata atau menonjol, perlu dicurigai adanya
tumor, terutama bila relevan dengan gejala klinis. Tumor yang tumbuh eksofitik dan
sudah agak besar akan dapat dilihat dengan mudah (Mulyarjo, 2002).

b. Biopsi nasofaring Konfirmasi pasti diagnosis KNF diperoleh dari hasil


biopsi positif yang diambil dari tumor di nasofaring. Endoskop ini memiliki jalur
penghisap dan forsep biopsi yang dapat dimasukkan melaluinya untuk mengambil
biopsi tumor di bawah pandangan langsung. Walaupun demikian, gambaran visual
yang diperoleh dari endoskop fleksibel kurang baik dibandingkan endoskop kaku dan
ukuran forsep biopsi kecil, sehingga pen

gambilan jaringan tidak optimal (Wei, 2006; Gao et al, 2014).

Teknik biopsi lain yang pernah diperkenalkan adalah biopsi dengan jarum
halus. Dilaporkan bahwa kepekaan teknik ini adalah lebih dari 90% dengan
spesifisitas 100%. Teknik ini mungkin kurang praktis untuk tumor stadium dini
(Mulyarjo, 2002). Penelitian oleh Stevens et al. (2006) menyimpulkan bahwa
monitoring kuantitatif DNA Virus Epstein-Barr dan deteksi mRNA BARF1 dan
EBNA1 pada brushing nasofaring merupakan alat diagnostik non invasif yang
spesifik pada pasien suspek KNF, secara langsung mendeteksi aktivitas Virus
Epstein-Barr yang spesifik terhadap karsinoma di lokasi anatomis dimana tumor
primer berkembang. Oleh karena sifat non invasifnya maka metode ini dapat menjadi
alat yang bernilai untuk prognostik yang dapat digunakan sesering mungkin selama
follow up.

7
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat kanker nasofaring dapat berbeda-
beda. Jika kanker yang diderita pasien semakin besar, akan membahayakan organ lain
di dekatnya, seperti tulang, tenggorokan, dan otak.

Kanker juga dapat menyebar ke organ lain. Apabila kanker telah menyebar,
akan menimbulkan gejala lain sesuai organ yang terserang. Jika kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening, maka diperlukan tindakan pembedahan untuk
mengangkat kelenjar tersebut.
I. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda kanker nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu :
1.Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung dan
pilek (Soepardi et al, 2012). Gejala sumbatan hidung yang didahului oleh
epitaksis yang berulang. Pada keadaan lanjut tumor masuk ke dalam rongga
hidung dan sinus paranasal (Soepardi et al, 1993)
2.Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor. Gangguan dapat berupa tinitus, rasa penuh di telinga, berdengung
sampai rasa nyeri di telinga (Soepardi et al, 2012).
3.Gangguan penglihatan sehingga penglihatan menjadi diplopia
(penglihatan ganda) (Soepardi et al, 2012). Gejala dimata terjadi karena
tumor berinfiltrasi ke rongga tengkorak, dan yang pertama terkena ialah saraf
otak ke 3, 4 dan 6, yaitu yang mempersarafi otot-otot mata, sehingga
menimbulkan gejala diplopia. Gejala yang lebih lanjut ialah gejala neurologik,
karena infiltrasi tumor ke intrakranial melalui foramen laserum, dapat mengenai
saraf otak ke 3, sehingga mengenai saraf otak ke 9, 10, 11 dan 12, dan bila
keadaan ini terjadi prognosisnya buruk (Soepardi et al, 1993).
4.Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher. (Soepardi et al,
2012).

8
J. PEMILIHAN TERAPI KANKER
Memilih obat kanker tidaklah mudah, banyak faktor yang perlu diperhatikan
yakni jenis kanker, kemosensitivitas atau resisten, populasi sel kanker, persentasi sel
kanker yang terbunuh, siklus pertumbuhan kanker, imunitas tubuh dan efek samping
terapi yang diberikan (Sukardja, 2000).
Terapi medik yang dapat digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring
ialah :
a. Radioterapi
Terapi radiasi adalah mengobati penyakit dengan menggunakan gelombang
atau partikel energi radiasi tinggi yang dapat menembus jaringan untuk
menghancurkan sel kanker (Kelvin dan Tyson, 2011). Radio terapi masih memegang
peranan terpenting dalam pengobatan karsinoma nasofaring (Soejipto cit Iskandar et
al, 1989). Radioterapi merupakan pengobatan utama, sedangkan pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetra siklin, faktor
transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus (Soepardi et al,
2012).
Dosis yang diberikan 200 rad / hari sampai mencapai 6000-6600 rad untuk
tumor primer, untuk kelenjar leher yang membesar diberikan 6000 rad. Jika tidak
ada pembesaran diberikan juga radiasi elektif sebesar 4000 rad (Soejipto cit Iskandar
et al, 1989)
Kesulitan-kesulitan yang dihubungkan dengan pemberian terapi radiasi dapat
dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut. Kompilikasi dini dan lanjut tersebut
dapat berupa mukositis dengan disertai rasa tidak enak pada faring, hilangnya nafsu
makan (anoreksia), nausea (mual) dan membran mukosa yang kering (Adams,
1994).
b.Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan obat- obatan. Kemoterapi
dapat menjalar melalui tubuh dan dapat membunuh sel kanker dimanapun di dalam
tubuh. Kemoterapi juga dapat merusak sel normal dan sehat, terutama sel sehat
dalam lapisan mulut dan sistem gastrointestinal, sumsung tulang serta kantung
rambut (Kelvin dan Tyson, 2011).

9
Pengaruh atau efek samping kemoterapi tergantung pada preparat yang diberikan
seperti :
1) Mual, muntah merupakan efek dini yang ditimbulkan akibat efek
kemoterapi.
2) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
3) Anoreksia
4) Perubahan pengecapan (egeusia = tidak ada cita rasa; hipogeusia =
terdapar sedikit cita rasa; disgeusia = terdapat perubahan cita rasa).
5) Diare
6) Konstipasi. Wilkes, 2000).
Kemoterapi tidak hanya dapat menghambat pertumbuhn sel kanker dan
menghancurkan sel kanker akan tetapi kemoterapi juga dapat mengakibatkan
kerusakan pada sel-sel normal yang sedang mengalami pembelahan, seperti pada
sumsum tulang yang memproduksi sel-sel darah dan sel-sel dinding saluran
pencernaan mulai dari mulut sampai dengan anus. Oleh karena itu pengobatan
dengan menggunakan kemoterapi dapat memberikan efek samping berupa kurang
darah dan berbagai gangguan pada saluran pencernaan yang dapat mempengaruhi
asupan makan dan dapat mempengaruhi status gizi secara tidak langsung (Uripi,
2002).
Kemoterapi memberikan efek samping yang dapat timbul selama atau segera
setelah pengobatan dan hilang sepenuhnya setelah pengobatan selesai. Efek
samping akut atau awal hilang sepenuhnya setelah pengobatan selesai seperti
jumlah sel darah, rasa mual, muntah. Efek samping jangka panjang dapat
berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengobatan seperti
kerusakan syaraf atau kelelahan. Efek samping lanjutan mungkin tidak terlihat
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengobatan seperti kemandulan,
gangguan hati atau paru, atau katarak efek jenis ini jarang terjadi akan tetapi efek ini
bersifat permanen (Kelvin dan Tyson, 2011).
c.Terapi kombinasi
Merupakan terapi kombinasi dari beberapa terapi. Seperti kombinasi antara
kemo-radioterapi dengan motomycin C dan 5- fluorouracil memberikan hasil yang
cukup memuaskan dan memperlihatkan hasil yang memberi harapan kesembuhan
total pasien karsinoma nasofaring (Soetjipto cit Iskandar et al, 1989).

10
d.Operasi

Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih (Soetjipto cit Iskandar et al, 1989).
Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi
sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Soeperdi et al, 2012).

K. Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Kanker Nasofaring


1. Jenis Diet
Diet yang diberikan bagi penderita kanker adalah Diet Tinggi Kalori Tinggi
Protein (TKTP) (Almatsier, 2004). Pada pasien kanker nasofaring selama
pengobatan, seringkali kehilangan nafsu makan, mual, muntah, diare,
pembengkakan pada mulut, kesulitan menelan dan lain sebagainya yang
menyebabkan pasien perlu asupan makanan tinggi kalori dan tinggi protein untuk
meningkatkan kekebalan tubuh penderita dan mengurangi efek yang lebih parah
dari pengobatan kanker (Moore, 2002).
2. Tujuan Diet
Tujuan diet penyakit kanker adalah untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi optimal dengan cara :
Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta
daya terima pasien.
a. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara
berlebihan.
b. Mengurangi rasa mual, muntah dan diare.
c. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan
oleh pasien dan keluarganya.
3. Syarat Diet
Syarat-syarat diet penyakit kanker adalah sebagai berikut :
a. Energi tinggi, yaitu 36 Kcal/kg BB untuk laki-laki dan 32 Kcal/kg BB
untuk perempuan. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, maka
kebutuhan energi menjadi 40 Kcal/kg BB untuk laki-laki dan 36
Kcal/kg BB untuk perempuan.
b. Protein tinggi yaitu 1-1,5 g/kg BB.

11
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan
E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.
f. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.
g. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani
kemoterapi agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril.
h. Porsi makan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
(Almatsier, 2004).
L. PROGNOSIS

Tingkat kesembuhan kanker nasofaring

Prognosis atau tingkat kesembuhan kanker nasofaring dapat bervariasi,


tergantung dari stadium dan penyebaran kanker. Umumnya, tingkat harapan
hidup pasien kanker nasofaring akan lebih tinggi jika terdeteksi sejak dini atau
pada stadium awal.

Namun, banyak faktor yang juga berperan dalam tingkat kesembuhan dan
tingkat harapan hidup. Misalnya usia pasien saat terdiagnosis, kesehatan pasien secara
keseluruhan, lokasi kanker, serta respons pasien terhadap terapi kanker.
Dalam statistik medis, tingkat harapan hidup pasien kanker dinilai dalam lima
tahun atau disebut juga dengan 5-year survival rate. Meski banyak pasien (setelah
terdiagnosis kanker) dapat hidup lebih lama dari 5 tahun, tapi ini menggambarkan
persentasi pasien yang hidup paling tidak lima tahun setelah terdiagnosis kanker.
Seperti panduan yang dipublikasikan oleh AJCC (American Joint Committee
on Cancer) Cancer Staging Manual pada tahun 2017, 5-year survival rate pasien
kanker nasofaring dibagi berdasarkan stadiumnya, antara lain:

 Kanker nasofaring stadium I: 72 persen


 Kanker nasofaring stadium II: 64 persen
 Kanker nasofaring stadium III: 62 persen
 Kanker nasofaring stadium IV: 38 persen

12
Sebagai contoh, 5-year survival rate atau tingkat harapan hidup pada pasien
kanker nasofaring stadium IV adalah 38 persen. Ini artinya, 38 dari 100 kasus kanker
nasofaring stadium IV masih bisa hidup hingga lima tahun setelah terdiagnosis.
Satu hal yang perlu diingat, tingkat harapan hidup dan tingkat kesembuhan
pasien kanker nasofaring hanyalah prediksi statistik, bukan prediksi pasti. Faktanya,
tak sedikit pasien yang masih bertahan hidup melebihi 5-year survival rate ini. Ini
karena ada banyak faktor yang berperan dalam penentuan tingkat harapan hidup dan
kesembuhan pasien kanker nasofaring.
M. Pencegahan

Tidak ada cara yang terbukti secara pasti dapat mencegah timbulnya karsinoma
nasofaring. Namun, upaya yang dapat dilakukan adalah menghindari kebiasaan yang
dikaitkan dengan kondisi ini.

Misalnya, seseorang dapat memilih untuk membatasi asupan makanan yang


diawetkan dengan garam, atau menghindari asupan makanan jenis ini sepenuhnya.
Menghindari merokok termasuk menjadi perokok pasif, serta menjalankan pola hidup
sehat dengan cukup istirahat.

13
Daftar Pustaka

1. IARC. GLOBOCAN 2012: Estimated Cancer Incidence, Mortality


and Prevalence Worldwide in 2012. Globocan 2012;2012:3–6.
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran RI,juli 2017.Jakarta.
3. Karsinoma Nasofaring,tips kesehatan,dr.Tjin willy.9 agustus
2018.jakarta.
4. Gizi pada Kanker dan Infeksi,Gail M.Wilkes

14
DAFTAR ISTILAH

1. Pter-y-goid,Berbentuk menyerupai sayap.


2. Sphe-noid,Berbentuk-baji
3. Cho-anae,Salah satu dari sepasang lubang diantara rongga nasal dan nasofaring.
4. Cli-vus,Permukaan bertulang pada fossa cranii posterior yang miring ke atas dari
foramen magnum menuju dorsum sellae.
5. Pa-la-tum,Langit-langit mulut
6. Pos-tero-lat-er-al,Terletak disamping dan ke arah aspek posterior
7. Fos-sa-e,Paret atau saluran
8. Di-plo-pia,Persepsi adanya dua bayangan dari satu objek
9. Na-so-pha-ryn-go-scopy,Endoskopi serat optik yang lentur untuk memeriksa
nasofaring dan laring.

15
HEPATOMA
A. DEFINISI
Hati adalah organ terbesar yang terletak di perut sebelah kanan atas. Fungsi hati
sangat penting dalam menyaring darah agar tetap bersih dan membuang racun atau zat sisa
dari dalam darah. Tugas lain yang tidak kalah penting yaitu menyimpan energi dalam
bentuk gula (glikogen) dan menghasilkan empedu untuk memecah lemak di saluran
pencernaan. Kanker hati terbagi menjadi kanker hati primer dan kanker hati sekunder.
Kanker hati primer adalah kanker yang tumbuh atau berasal dari organ hati. Jenis
kanker hati primer yang paling sering terjadi adalah hepatocellular carcinoma. Umumnya,
jenis kanker ini terjadi akibat komplikasi penyakit hati, seperti sirosis atau penyakit radang
hati (hepatitis). Sedangkan kanker hati sekunder adalah kanker yang tumbuh di organ lain,
kemudian menyebar ke hati (metastase). Kanker dari organ lain dapat menyebar ke hati,
namun yang paling sering adalah kanker lambung, kanker usus, kanker paru-paru, dan
kanker payudara.
Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari
hepatosit.1 Hepatoma adalah tumor ganas hati primer yang paling sering ditemukan
daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan
hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau
kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang
berasal dari sel hati (Misnadiarly, 2007). Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien
dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik
adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C.
Kebiasaan merokok juga dikenali sebagai faktor resiko, khususnya disertai kebiasaan
minum minuman keras.

B. ETIOLOGI
Faktor risiko utama karsinoma hepatoseluler di Indonesia adalah infeksi kronik
virus hepatitis B, virus hepatitis C dan sirosis hati oleh berbagai sebab. Risiko juga
dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan umur. Faktor risiko utama tersebut dihubungkan
dengan pemilihan populasi tertentu yang sebaiknya dilakukan surveillance untuk karsinoma
hepatoseluler dan berpengaruh terhadap prognosis. Populasi terinfeksi virus hepatitis B
yang berisiko tinggi mendapatkan karsinoma hepatoseluler adalah: laki-laki pembawa
hepatitis B pada ras Asia setelah berusia 40 tahun, perempuan pembawa hepatitis B ras Asia

16
setelah berusia 50 tahun, pembawa hepatitis B dengan riwayat keluarga karsinoma
hepatoseluler, pasien hepatitis B ras negro, sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B.
Populasi terinfeksi virus hepatitis C yang digolongkan berisiko tinggi mendapatkan
karsinoma hepatoseluler adalah sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis C. Semua sirosis
hati apapun penyebabnya mempunyai risiko tinggi untuk mendapatkan karsinoma
hepatoseluler. (Tabel 1)

Tabel 1. Kelompok berisiko yang perlu mendapatkan pengawasan.7

Pembawa Hepatitis B Sirosis Non-Hepatitis B


Laki-laki ras Asia berumur > 40 tahun Hepatitis C
Perempuan ras Asia berumur > 50 tahun Sirosis alkoholik
Ras Afrika berumur > 20 tahun Hemokromatosis genetik
Semua sirosis dengan pembawa hepatitis B, Sirosis biliaris primer
meskipun telah berhasil terapi
Riwayat keluarga dengan karsinoma Defisiensi Alpha 1-antitripsin
hepatoseluler
Untuk non-sirosis dengan pembawa hepatitis Nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
B lainnya, variasi risiko karsinoma
hepatoseluler bergantung pada tingkat
keparahan dari penyakit hati yang
mendasarim dan adanya aktivitas inflamasi
saat sekarang atau masa lampau.

Meskipun bukti karsinogenisitas bahan kimia, dan paparan berpengaruh besar pada
hati manusia, hanya 2 bahan kimia yang jelas terbukti bersifat karsinogen bagi hati manusia:
aflatoksin dan monomer vinil klorida. Sebelumnya, bahan makanan (misalnya, kacang-
kacangan dan biji-bijian), terkontaminasi oleh jamur Aspergillus flavus. Jamur ini mencemari
makanan yang disimpan dalam waktu lama di lingkungan yang panas atau lembab dan jelas
terkait dengan HCC, terutama sebagai kofaktor dengan virus hepatitis B yang terdapat di
banyak negara di Afrika dan Asia Tenggara. Hal itu bersifat hepatokarsinogen bagi manusia
yang paling kuat yang dikenal dan mendorong terjadinya tumor. Pada daerah yang beriklim
sedang, alkohol berkaitan dengan karsinoma hepatoseluler, khususnya pada pasien-pasien
lanjut usia. Mereka memiliki risiko 40 kali lebih besar terhadap terjadinya karsinoma

17
hepatoseluler di bagian utara Eropa dan Amerika Utara. Alkohol merupakan sebuah co-
karsinogen dengan virus hepatitis B. Penanda hepatitis B sangat umum ditemukan pada
pasien sirosis alkoholik yang akan berkomplikasi menjadi karsinoma hepatoseluler. Induksi
enzim yang diperantarai oleh alkohol dapat meningkatkan konversi dari cokarsinogen
menjadi karsinogen, sehingga berkontribusi terhadap proses hepatokarsinogenesis. Alkohol
juga dapat meningkatkan karsinogenesis melalui depresi respon imun. Perkembangan
karsinoma hepatoseluler pada sirosis alkoholik sering juga ditemukan DNA virus hepatitis B
yang telah terintegrasi dalam sel hati yang telah berubah ganas. Namun, karsinoma
hepatoseluler tetap dapat berkembang pada kelompok alkoholik tanpa riwayat adanya infeksi
hepatitis B.

C. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian penyakit kanker di Indonesia (136.2/100.000 penduduk) berada


pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke 23. Angka kejadian tertinggi
di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk
dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk, yang diikuti dengan kanker hati
sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk.
Sedangkan angka kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu
sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk
yang diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata
kematian 13,9 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan
adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000
penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di provinsi DI Yogyakarta
4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1000 penduduk dan Gorontalo
2,44 per 1000 penduduk.
Karsinoma Hepatoselluler (KHS) menduduki peringkat kelima dari seluruh
keganasan dan menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian akibat keganasan di
seluruh dunia. Berdasarkan analisis Global Cancer (GLOBOCAN) tahun 2008, insiden
KHS semakin meningkat pada dua dekade terakhir dengan insiden sangat tinggi (lebih dari
20 orang per 100.000) penduduk di Asia, Cina, Afrika Barat dan Timur. Sekita 748.300
kasus KHS baru dan 695.900 kematian karena KHS terjadi di seluruh dunia pada tahun
2008. Asia tenggara menduduki peringkat kedua dalam insiden tumor hepar di dunia dan
Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Vietnam, dan Thailand. Hal ini membuktikan

18
insiden KHS di Indonesia memiliki porsi yang cukup besar. KHS merupakan 10-20% dari
seluruh penyakit hepar di Indonesia. KHS paling banyak ditemukan pada usia 50-70 tahun
dan lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita dengan rasio insiden 2-4:1. Populasi
terinfeksi virus hepatitis B yang berisiko tinggi mendapatkan karsinoma hepatoseluler
adalah: laki-laki pembawa hepatitis B pada ras Asia setelah berusia 40 tahun, perempuan
pembawa hepatitis B ras Asia setelah berusia 50 tahun, pembawa hepatitis B dengan
riwayat keluarga karsinoma hepatoseluler.

D. GEJALA KLINIK

Organ hati bisa memperbaiki dirinya sendiri. Hati masih tetap bisa berfungsi
seperti biasa, walaupun hanya tersisa sedikit bagian yang normal dari organ hati. Oleh karena
itu, kanker hati pada stadium awal tidak menunjukkan gejala kesehatan yang signifikan.
Ketika tumor berkembang menjadi lebih besar, pasien bisa mengalami hal-hal berikut ini:
• Nyeri di sisi kanan perut bagian atas
• Nyeri pada bahu sebelah kanan: Hati yang bengkak bisa merangsang saraf diafragma, dan
saraf ini terhubung ke saraf yang terletak di bahu sebelah kanan.
• Kehilangan nafsu makan dan berat badan, merasa mual dan mengantuk
• Benjolan di perut bagian atas
• Kulit dan mata berwarna kuning, kulit terasa gatal: Saluran empedu terhalang oleh tumor
dan menyebabkan pigmen empedu menumpuk di dalam darah dan menyebabkan sakit
kuning.
• Urin berwarna seperti teh dan tinja berwarna abu-abu terang
• Asites (pengumpulan cairan di dalam perut)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Temuan pada pemeriksaan laboratorium pada karsinoma hepatoseluler sering
tidak ditemukan adanya keabnormalan. Enzim aspartat aminotransferase (AST) dan alanin
aminotransferase (ALT) biasanya masih dalam batas normal atau mengalami hanya sedikit
peningkatan. Alkalin fosfatase (AP) dan glutamiltransferase sering ditemukan abnormal,
tetapi peningkatannya tidak melebihi 2 atau 3 kalinya. Enzim laktat dehidrogenase (LDH)
dapat meningkat pada pasien dengan metastasis hati, khususnya yang berasal dari

19
hematogen. Tes laboratorium yang cukup spesifik pada kasus karsinoma hepatoseluler
adalah kadar α-fetoprotein(AFP) dalam serum yang meningkat pada 70-90% pasien
karsinoma hepatoseluler. Kadar AFP dapat dijadikan pendekatan diagnostik pada karsinoma
hepatoseluler jika kadarnya sangat tinggi ( > 1000 mg/ml ) atau ketika kadarnya meningkat.
Namun pada saat ini terbukti AFP memiliki spesifitas maupun sensifitas yang tidak cukup
tinggi untuk mendukung diagnosis karena AFP juga meningkat pada keganasan lain diluar
karsinoma hepatoseluler.
Selain α-fetoprotein, tumor marker lainnya yang berhubungan dengan
karsinoma hepatoseluler adalah carcinoembryonic antigen (CEA). CEA akan meningkat
pada hampir seluruh bentuk penyakit hati kronis dan memiliki kadar yang tinggi pada
metastasis tumor pada hati

Pemeriksaan Radiologi
Imaging study yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis karsinoma
hepatoseluler adalah pemeriksaan Multidetector CT scan atau MRI yang diperkuat dengan
kontras. Ultrasonografi konvensional tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
karsinoma hepatoseluler kecuali untuk mendeteksi adanya nodul ketika dilakukan
surveillance. Demikian juga ultrasonografi dengan kontras tidak cukup akurat untuk
menegakkan diagnosis karsinoma hepatoseluler. Ciri khas pada karsinoma hepatoseluler
adalah enhanced pada fase arterial dan washout pada fase vena. Dasar fisiologis dari
fenomena ini adalah bahwa karsinoma hepatoseluler diberi pasokan nutrisi oleh darah arteri.
Dengan demikian, selama fase arteri, sel hati disuplai oleh arteri dan vena portal, sedangkan
sel tumor hanya mendapat pasokan nutrisi dari darah arteri. Darah pada vena porta di hati
akan mengencerkan agen kontras. Namun hal tersebut tidak terjadi pada tumor, sehingga
tumor akan menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi dari kontras sehingga terlihat lebih
terang daripada hati di sekitarnya. Selama fase vena, sel hati diberi makan oleh darah portal
yang mengandung kontras, dan darah arteri yang tidak lagi berisi kontras. Tumor mendapat
pasokan nutrisi dari darah arteri yang juga tidak memiliki agen kontras. Dengan demikian,
sel hati akan menjadi lebih terang dari lesi, atau dalam istilah lain pada lesi akan
menunjukkan fenomena washout kontras. Nodul dengan lesi < 1 cm pada ultrasonografi,
khususnya pada sirosis hati, memiliki kemungkinan yang kecil untuk menjadi karsinoma
hepatoseluler. Bahkan kemungkinan adanya keganasan berkurang jika lesi tersebut tidak
menunjukkan penyerapan kontras secara dinamis. Meskipun jika CT atau MRI
menunjukkan adanya vaskularisasi arteri, daerah tervaskularisasi tersebut kemungkinan

20
tidak sesuai dengan focus karsinoma hepatoseluler. Walaupun begitu, kemungkinan untuk
menjadi ganas kapan saja masih tinggi. Sehingga, nodul ini perlu ditindaklanjuti secara
teratur tiap beberapa bulan untuk dapat mendeteksi pertumbuhan perubahan menjadi ganas
dan diperiksa tiap 3-6 bulan. Jika setelah lebih dari 1 atau 2 tahun tidak ada pertumbuhan
maka dapat dikatakan bahwa lesi tersebut bukan merupakan karsinoma hepatoseluler.
Jika nodul berdiameter lebih dari 1 cm, harus ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan MRI yang diperkuat dengan kontras, diagnosis dianggap tegak bila dijumpai
gambaran nodul hipervaskular pada fase arterial diikuti dengan washout pada fase vena.
Bila gambaran tidak khas, misalnya nodul hipvaskular, sebaiknya diulang dengan modalitas
pencitraan yang ke-2.

Biopsi
Biopsi dapat dipertimbangkan sebagai pengganti pemeriksaan imaging kedua
dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan penyebaran melalui jalan jarum biopsy.
Beberapa pusat penelitian penyakit hati, menganjurkan kombinasi antara faktor risiko,
seromarker tumor dan MRI, penegakkan diagnosis tetap berdasarkan pada gambaran
imaging dengan MRI atau biopsy nodul jika diperlukan.

F. PATOFISIOLOGIS
Hepatokarsinogenesis dikenal sebagai proses tahapan yang sangat rumit dan
hampir setiap jalur yang terlibat dalam proses karsinogenesis akan mempengaruhi derajat
pada karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu, tidak ada mekanisme molekuler tunggal
yang dominan atau patognomonik pada karsinoma hepatoseluler. Hepatokarsinogenesis
dianggap suatu proses yang berasal dari sel-sel induk hati (namun, peran sel induk hati
sebagai sel yang berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler masih dalam perdebatan)
atau berasal dari sel hepatosit yang matang dan merupakan perkembangan dari penyakit hati
kronis yang didorong oleh stres oksidatif, inflamasi kronis dan kematian sel yang kemudian
diikuti oleh proliferasi terbatas / dibatasi oleh regenerasi, dan kemudian remodeling hati
permanen.
Mekanisme hepatokarsinogenesis tidak sepenuhnya dipahami . Namun , seperti
kebanyakan tumor solid lainnya, pengembangan dan perkembangan kanker hati yang
diyakini disebabkan oleh akumulasi perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan
ekspresi pada gen yang terkait kanker , seperti onkogen atau gen supresor tumor , serta gen
lainnya yang terlibat dalam jalur regulasi. Karsinoma hepatoseluler merupakan salah satu

21
tumor dengan faktor etiologi yang paling dikenal. Karsinoma hepatoseluler umumnya
merupakan perkembangan dari hepatitis kronis atau sirosis di mana ada mekanisme
peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit. Cedera hati kronis yang
disebabkan oleh HBV, HCV, konsumsi alkohol yang kronis, steatohepatitis alkohol,
hemokromatosis genetik, sirosis bilaris primer dan adanya defisiensi α-antitrypsin
menyebabkan kerusakan hepatosit permanen yang diikuti dengan kompensasi besar-besaran
oleh sel proliferasi dan regenerasi dalam menanggapi stimulasi sitokin. Akhirnya, fibrosis
dan sirosis berkembang dalam pengaturan remodelling hati secara permanen.
Patogenesis secara molekul dari karsinoma hepatoseluler melibatkan genetik
atau terjadi penyimpangan epigenetik yang berbeda dan terdapat perubahan dalam beberapa
jalur sinyal yang mengarah pada heterogenitas penyakit dalam hal biologis dan perilaku
klinis. Bukti saat ini menunjukkan bahwa dalam hepatokarsinogenesis, terdapat dua
mekanisme utama yang terlibat, yaitu sirosis dan yang berhubungan dengan regenerasi hati
setelah adanya kerusakan hati kronis yang disebabkan oleh beberapa faktor (infeksi
hepatitis, toksin atau gangguan metabolisme), serta adanya sejumlah mutasi DNA yang
menyebabkan gangguan dari keseimbangan onkogenesis-onkosupresor dari sel yang
mengarah ke perkembangan sel-sel neoplastik. Beberapa jalur penting dari sinyal seluler
telah diamati menjadi bagian dari keterlibatan onkogenetic pada karsinoma hepatoseluler.
Hepatokarsinogenesis dimulai pada lesi pre-neoplastik seperti nodul makroregeneratif,
nodul diplastik low-grade dan high grade. Percepatan proliferasi hepatosit dan
pengembangan populasi hepatosit monoklonal terjadi pada semua kondisi pre-neoplastik.
Akumulasi perubahan genetik dalam lesi preneoplastik diyakini mengarah terjadinya
karsinoma hepatoseluler. Perubahan genom yang terjadi secara acak akan terakumulasi
dalam hepatosit yang displastik dan hepatosit pada karsinoma hepatoseluler. Meskipun
perubahan genetik dapat terjadi secara bebas dari kondisi etiologi, beberapa mekanisme
molekuler lebih sering berkaitan dengan etiologi spesifik.
Mekanisme perkembangan karsinoma hepatoseluler berbeda-beda sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya. Infeksi HBV dapat menyebabkan karsinoma
hepatoseluler tanpa melalui sirosis, meskipun sebagian besar pasien dengan karsinoma
hepatoseluler yang terkait HBV memiliki penyakit sirosis. Sebaliknya, karsinoma
hepatoseluler yang terkait HCV hampir selalu terjadi fibrosis lanjut atau sirosis.
Hepatokarsinogenesis pada pasien dengan sirosis diawali dengan perkembangan nodul
diplastik (DN). Nodul yang berhubungan dengan sirosis hati secara histologist dibagi
menjadi 6 kategori berdasarkan klasifikasi oleh Kelompok Studi Kanker Hati di Jepang:

22
nodul regenerasi yang besar, hyperplasia adenomatosa (AH), AH atipikal, karsinoma
hepatoseluler tahap awal, karsinoma hepatoseluler yang berdiferensiasi baik, dan karsinoma
hepatoseluler yang berdiferensiasi sedang atau buruk (yang disebut juga karsinoma
hepatoseluler klasik). Klasifikasi lain berdasarkan International Working Party of the World
Congress of Gastroenterology pada tahun 1995, nodul karsinoma hepatoseluler dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu nodul displastik (DNs), dan karsinoma hepatoseluler. DNs adalah
nodul diplastik dari hepatosit yang memiliki diameter minimal 1 mm dengan dysplasia
namun kriteria histologisnya tanpa tanda-tanda keganasan. Dibagi menjadi 2 subtipe, yaitu
Low-grade Dysplastic Nodules (LGDN) merupakan sebuah nodul dengan atipia ringan, dan
High-grade Displastic Nodule (HGDN) yang merupakan sebuah nodul dengan atipia sedang
namun tidak cukup untuk mendiagnosis adanya suatu keganasan. Transforming growth
factor-α (TGF-α) dan Insulin-like growth factor 2 (IGF-2) adalah salah satu mediator yang
mempercepat poliferasi hepatosit selama fase ini. Di sisi lain, karsinoma hepatoseluler
didefinisikan sebagai neoplasma ganas terdiri dari sel-sel dengan diferensiasi hepatoseluler.
Selama periode lanjutan selama 2 tahun, sekitar sepertiga dari HGDN akan berubah menjadi
karsinoma hepatoseluler, dan pada 5 tahun risiko karsinoma hepatoseluler meningkat
menjadi 81%.21 Untuk membedakan antara HGDN dan karsinoma hepatoseluler
merupakan hal yang sulit, karena ahli patolog yang berbeda mungkin mengklasifikasikan
lesi yang sama dengan klasifikasi yang berbeda. Identifikasi invasi stroma adalah kunci
untuk mengidentifikasi transisi ini. Karsinoma hepatoseluler tahap awal (yaitu 2 cm atau
lebih kecil) biasanya bernodul dan berdiferensiasi baik. Ketika penyakit ini berkembang,
terjadi invasi vaskular mikroskopis, kemudian terjadi invasi intrahepatik dan akhirnya
menyebar secara sistemik, biasanya pada tahap ini tumor telah mencapai diameter sekitar 3
cm. Pada perkembangan lebih lanjut, tumor dapat meluas ke pembuluh darah hati yang
lebih besar, paling sering adalah sistem portal, tetapi juga vena hepatika. Setelah ini terjadi,
pengobatan kuratif tidak memungkinkan.

23
24
G. DIAGNOSA

Hepatoma merupakan kanker ganas yang menyebabkan kematian dalam kurun waktu 6
sampai 20 bulan. Kanker ini menjadi sangat mematikan karena banyak pasien yang tidak
mengeluhkan gejala apa-apa pada saat stadium awal. Kebanyakan pasien kanker hati yang
datang sudah stadium lanjut, yaitu stadium 3 atau 4. Berikut tahapan atau stadium
perkembangan kanker hati:
Stadium I
Muncul satu tumor berukuran mulai dari 5 cm yang belum tumbuh pada pembuluh darah.
Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau tempat yang jauh. Fungsi hati
pasien masih dalam keadaan normal.
Stadium II
Ada beberapa tumor yang berukuran sekitar 5 cm. Namun kanker belum menyebar ke
kelenjar getah bening terdekat atau tempat jauh , sehingga belum mengganggu fungsi hati
pasien.
Stadium III
Kanker menyebar ke pembuluh darah dan sebuah tumor tumbuh pada organ terdekat (selain
kandung empedu), atau tumor telah tumbuh ke luar dan menutupi hati.
Stadium IV
Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening serta organ lain di dekatnya. Kondisi pasien
semakin memburuk akibat gangguan fungsi organ hati dan organ-organ di sekitarnya yang
terkena dampak.
Stadium kanker hati dapat membantu dokter memutuskan rencana pengobatan yang terbaik
bagi pasien. Beberapa tes yang akan dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosa penyakit
kanker hati adalah:
Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan apakah terdapat benjolan disertai nyeri atau tidak. Dokter akan memeriksa
bagian perut, biasanya kondisi ini akan ditandai dengan sakit dan nyeri saat ditekan, kulit dan
mata menguning, feses berkapur, mual, muntah, memar atau mudah berdarah, lemas serta
lemah. Dokter akan memeriksa riwayat kesehatan terkait dengan penyakit yang pernah
diderita dan kebiasaan atau pengobatan yang Anda gunakan.
Tes darah AFP (alpha fetoprotein)
Tes ini biasanya dilakukan pada orang yang menderita sirosis atau hepatitis B dan C. Tes ini
bertujuan untuk mengukur jumlah kimia tertentu yang dikeluarkan tubuh.

25
Tes pendukung lainnya
Untuk memastikan hasil diagnosis dari tes darah AFP, biasanya biasanya
dokter menggabungkan dengan hasil tes lain seperti ultrasound, CT scan atau MRI hati. Jika
gambar ultrasound menunjukkan tumor, maka dokter harus melakukan biopsi pada hati, yaitu
mengambil sampel jaringan kecil dari bagian yang bermasalah dengan jarum kemudian
dipelajari di bawah mikroskop untuk mencari sel kanker

H. TERAPI
Setelah pasien didiagnosis menderita kanker hati, dokter umumnya akan menyarankan
tindakan pengobatan berikut ini, tergantung pada stadium kanker yang dihadapi,yaitu :
(1) Pengangkatan dengan pembedahan
• Alasan tindakan pengobatan: Untuk mengangkat tumor dan jaringan yang terdampak di
sekitarnya.
• Cocok untuk: Pengangkatan kanker dengan teknik pembedahan radikal cocok untuk 20%
pasien penderita kanker hati yang tumornya hanya memengaruhi salah satu dari lobus
hati dan fungsi hatinya masih normal. 62% dari populasi ini bisa bertahan hidup hingga 3
tahun, sedangkan 50% dari populasi ini bisa bertahan hidup hingga 5 tahun.
(2) Trans-Arteri Chemoembolisasi (TACE)
• Alasan tindakan pengobatan: Tindakan pengobatan ini dilakukan untuk memblokir
pembuluh darah guna menghentikan asupan nutrisi kepada tumor. Tindakan ini bisa
menghentikan pertumbuhan tumor kanker dan mengurangi ukuran besarnya. Hal ini bisa
dicapai dengan menyuntikkan obat ke dalam pembuluh darah tertentu yang menyediakan
asupan nutrisi kepada tumor melalui aorta. Tindakan ini dilakukan untuk memblokir
arteri yang memberi nutrisi pada kanker hati tanpa memengaruhi jaringan hati yang
normal.
• Cocok untuk: Tindakan pengobatan ini cocok bagi pasien yang tumornya telah menyebar
ke kedua sisi hati, namun belum menyebar ke organ lain, atau pasien yang tumornya
hanya terletak di satu sisi hati tetapi fungsi hati, lokasi tumor, ukuran tumor, atau jumlah
tumor tidak sesuai dengan persyaratan operasi bedah atau pengobatan ablatif lokal.
(3) Injeksi alkohol
• Alasan tindakan pengobatan: Lokasi tumor bisa dipastikan dengan bantuan pemindaian
USG. Setelahnya, alkohol dengan konsentrasi 95% disuntikkan secara langsung ke tumor
dengan jarum tipis melalui kulit. Alkohol dengan tingkat konsentrasi tinggi ini akan
mengeringkan sel dan membunuhnya.

26
• Cocok untuk: Sangat cocok untuk pasien dengan ukuran tumor lebih kecil dari 3 cm
atau yang jumlah tumornya kurang dari 3 buah. Karena injeksi hanya bisa
menghancurkan bagian tengah tumor, jaringan di sekitarnya akan tetap bertahan dan
terus berkembang. Pasien harus mendapatkan banyak suntikan untuk membunuh
semua sel kanker hati yang ada.
(4) Ablasi frekuensi radio
• Alasan tindakan pengobatan: Tindakan pengobatan ini dilakukan dengan menggunakan
teknik pengobatan termal lokal, menggunakan suhu 60∘C untuk menghancurkan
jaringan tumor. Tergantung pada lokasi dan ukuran tumornya, operasi bedah bisa
dilakukan melalui perkutan atau laparotomi. Ultrasonografi dilakukan secara
bersamaan untuk memandu elektroda dan memantau tingkat ablasi tumor.
• Cocok untuk: Bagi mereka yang terinfeksi kanker hati primer dan kanker hati
metastatik.
(5) Transplantasi hati
 Alasan tindakan pengobatan: Tindakan pengobatan ini dilakukan bagi mereka yang
tidak bisa menjalani tindakan operasi bedah untuk mengangkat hati. Khusus bagi
pasien yang fungsi hatinya telah memburuk, dan pasien yang telah menjalani tindakan
pengobatan Kemoembolisasi Transarterial dan injeksi alkohol, asalkan ukuran
tumornya tidak lebih besar dari 5 cm. Jika tumor telah berkembang hingga mencapai
ukuran tertentu, besar kemungkinannya bahwa sel-sel kanker tersebut telah menyebar
ke bagian tubuh lainnya. Jika transplantasi hati tidak dilakukan, sel kanker akan
memperbanyak diri dengan cepat di organ hati yang baru, yang akan mengakibatkan
kambuhnya kanker hati.
(6) Radioterapi tubuh ablatif stereotaktik (SABR)
 Alasan tindakan pengobatan: Iradiasi sinar eksternal untuk HCC jarang digunakan di
masa lalu karena tingkat toleransi radiasi hati yang rendah. Risiko penyakit hati yang
diakibatkan oleh radiasi meningkat seiring dengan fungsi dasar hati yang buruk.
Dengan semakin banyaknya pengalaman penggunaan metode pengobatan ini,
sekarang diketahui bahwa pengendalian penyakit bisa dilakukan jika dosis radiasi
yang tinggi bisa dikirimkan ke tumor sambil mempertahankan jumlah cadangan hati
yang masih berfungsi dengan normal. Kemajuan teknologi dalam bidang Radioterapi
tubuh ablatif stereotaktik (SABR) melalui penggunaan registrasi citra multi-modalitas,
perencanaan pengobatan radiasi, manajemen gerak pernapasan, dan terapi radiasi

27
dipandu citra telah meningkatkan akurasi pengobatan secara signifikan dan
memungkinkan penyampaian dosis ablatif radiasi secara aman ke HCC yang tidak
bisa dioperasi secara fokal.
 Cocok untuk: pasien yang tidak setuju untuk menjalani operasi bedah atau terapi
ablatif lokal. Tindakan ini juga diindikasikan pada pasien yang telah mengalami
kekambuhan meskipun telah menjalani beberapa sesi TACE. Pasien dengan trombosis
vena portal yang tidak cocok dengan TACE juga bisa diobati dengan SABR. Tingkat
respons objektif mencapai 80-90% pada HCC dengan ukuran kurang dari 5 cm, dan
berada di rentang 50-70% pada kanker yang berukuran lebih besar. Peningkatan
kendali lokal dan kelangsungan hidup teramati pada pasien yang diobati dengan dosis
yang lebih tinggi.

Pemberian Nutrisi

Karena merusak hati, kanker secara otomatis menghambat hati untuk bekerja secara
optimal. Untuk dapat memulihkan kondisi hati dengan mencegahnya bekerja lebih
berat dari seharusnya. Langkah ini dapat diwujudkan melalui diet yang tepat. Makanan
mengandung 3 makronutrien yang memberikan energi bagi tubuh agar dapat berfungsi
secara optimal. Ketiga makronutrien tersebut adalah karbohidrat, protein dan lemak.
Karbohidrat (dapat berupa pati), gula, dan serat
Pati adalah karbohidrat kompleks, sedangkan gula adalah karbohidrat sederhana yang
memberikan energi bagi tubuh. Serat membantu usus untuk menyingkirkan produk
limbah serta membantu menurunkan kadar kolesterol jahat. Pasien kanker hati
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat sederhana
seperti buah. Karena buah mengandung gula, serat dan nutrisi lainnya yang bermanfaat.
Selain itu, konsumsi buah-buahan merupakan cara yang lebih sehat untuk memuaskan
terhadap makanan manis, di samping mendapatkan energi jangka pendek yang
dibutuhkan tubuh.
Jenis makanan tinggi serat dan nutrisi lainnya, seperti buah, sayuran akar, biji-bijian,
kacang-kacangan, roti gandum dan pasta, dapat membantu Anda menjaga kondisi hati
yang lebih baik. Hindari konsumsi jenis karbohidrat buruk seperti soda, permen, kue,
dan roti putih.
Pada dasarnya, tubuh tidak dapat mencerna serat. Serat justru melewati tubuh dan
membantu regulasi gula darah, menahan rasa cepat lapar, dan berkontribusi dalam
kesehatan banyak organ. Ada dua jenis serat, yaitu serat larut dan serat tidak larut.

28
 Serat larut menurunkan kadar glukosa darah dan kolesterol darah. Anda dapat
menemukan serat larut dalam oatmeal, kacang, polong-polongan, lentil, apel, jeruk,
biji rami, mentimun, seledri, wortel.
 Serat tidak larut tentunya tidak dapat larut dalam air. Serat ini akan melewati saluran
pencernaan dan membuat feses lebih lembut. Makanan yang mengandung serat tidak
larut adalah beras merah, barley, dan dedak gandum.
Protein
Dalam tubuh, ada banyak protein yang dibuat di hati. Protein ini kemudian dilepaskan
ke dalam aliran darah ketika tubuh membutuhkannya. Bila mengidap kanker hati,
pasien akan membutuhkan waktu lebih lama dalam pemulihan jaringan yang rusak,
mengalami penundaan regenerasi hati, dan rentan terkena atrofi otot. Protein hewani
dan nabati merupakan protein yang penting. Pilihlah protein tanpa lemak seperti daging
ayam atau ikan (bukan daging merah) dan kacang-kacangan. Untuk hasil yang terbaik,
makanan sebaiknya tidak digoreng. Cara pengolahan dapat mengukus, memanggang,
menumis, atau merebus bahan protein tanpa lemak Anda dengan banyak bumbu,
rempah-rempah, bawang putih, bawang merah, dan sayuran. Hindari menambahkan
garam terlalu banyak garam pada makanan.
Lemak

Lemak yang menumpuk di hati akan memperburuk kondisi hati. Di antara banyak jenis
lemak, ada lemak yang sehat dan ada pula yang tidak.
 Lemak jenuh: Hindari lemak jenis ini jika Anda mengidap kanker hati. Lemak jenuh
dapat ditemukan dalam daging merah, kulit unggas, dan produk susu penuh lemak.
 Lemak trans: Lemak trans mengurangi jumlah kolesterol sehat dan justru
meningkatkan kolesterol jahat dalam tubuh. Pastikan Anda memeriksa label makanan
yang mengandung lemak trans. Lemak trans umumnya ditemukan dalam makanan
yang digoreng, roti, pasta, kue dan makanan ringan.
 Lemak tak jenuh tunggal: Lemak jenis ini merupakan lemak sehat yang dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan insulin. Lemak tak jenuh tunggal dapat membantu
mengontrol gula darah. Lemak ini ditemukan dalam minyak sayur, biji-bijian, kacang-
kacangan, dan alpukat.
 Lemak polyunsaturated: Lemak ini dapat ditemukan dalam minyak sayur, ikan,
makanan laut, dan produk nabati. Lemak ini bermanfaat bagi jantung dan mengurangi
risiko diabetes tipe 2.

29
 Asam lemak omega-6 ditemukan dalam minyak biji-bijian seperti canola, rapeseed,
dan biji kapas. Beberapa jenis minyak ini digunakan untuk menggoreng makanan,
yang tidak baik bagi kesehatan hati.
 Asam lemak omega-3 mungkin merupakan jenis lemak terbaik untuk hati. Lemak ini
dapat ditemukan dalam beberapa jenis ikan, seperti salmon, tuna, makarel, trout,
sarden, dan herring.
Intinya, hindari makanan yang digoreng, makanan olahan, dan makanan panggang yang
mengandung lemak jenuh dan lemak trans. Dianjurkan untuk mulai memperhatikan
label makanan dan daftar bahan makanan kemasan.
Makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi kondisi kesehatan hati. Cara termudah
untuk mendapatkan nutrisi lengkap yang dibutuhkan tubuh Anda adalah dengan
mengonsumsi berbagai jenis makanan sehari-hari.
Pencegahan

Berikut ini merupakan cara untuk mencegah kanker hati:


• Jangan merokok
• Batasi jumlah minuman beralkohol yang dikonsumsi
• Tetapkan jadwal kerja dan istirahat yang teratur, dan konsumsi lebih banyak buah dan
sayuran
• Hindari tertularnya virus hepatitis B: Jika ada anggota keluarga yang terinfeksi virus
hepatitis B, anggota keluarga lainnya harus memeriksakan diri mereka juga, apakah
mereka terjangkit virus hepatitis atau apakah mereka sudah memiliki antibodi setelah
tertular virus tersebut. Jika mereka belum terinfeksi, maka mereka harus mendapatkan 3
kali vaksin hepatitis B dalam jangka waktu 6 bulan.
• Gunakan kondom dan jangan menggunakan ulang jarum bekas: 8-10% dan 0,5% dari
populasi Hong Kong merupakan pembawa virus hepatitis B dan virus hepatitis C.
Kedua jenis hepatitis ini bisa ditularkan melalui cairan tubuh, oleh karena itu, hubungan
seksual yang tidak aman atau saling berbagi jarum suntik bisa menyebarkan virus
hepatitis B dan virus hepatitis C.
• Simpanlah makanan dengan benar dan waspadalah agar tidak mengonsumsi makanan
yang sudah busuk atau terkontaminasi: Makanan tertentu seperti kacang, biji-bijian,
dan jagung bisa membusuk dan menghasilkan aflatoksin yang meningkatkan risiko
terkena kanker hati. Makanan ini harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering
untuk menghindari cepatnya proses pembusukan.

30
•Pembawa virus hepatitis harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, yang
bisa membantu mendeteksi penyakit pada stadium awal.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi umum teramati pada pasien kanker hati, antara lain:
a. Gagal hati: Jaringan kanker menyebabkan kerusakan serius pada hati pasien, yang
membuat hati tidak mampu mengeluarkan racun dari tubuh dan menyebabkan
ensefalopati hepatik yang merupakan penyebab utama kematian akibat kanker hati.
b. Gagal ginjal: Fenomena kanker hati menyebabkan gagal ginjal yang melumpuhkan
kemampuan pasien untuk membuang limbah hasil pencernaan dari dalam tubuh.
c. Metastasis tumor: Sel-sel tumor bisa bermetastasis ke paru-paru dan tulang. Jika
sel-sel tumor ini bermetastasis ke peritoneum, maka asites akan terjadi. Dengan
demikian, kanker hati yang terletak dekat dengan diafragma bisa menembus
diafragma dan pleura secara langsung, yang kemudian bisa menyebabkan cairan
pleura yang berwarna kemerahan.

J. PROGNOSA
Angka ketahanan hidup 3 tahun untuk stadium I 60-75%, stadium II 50%, stadium
III 10% dan stadium IV 0%. Survival terbaik tanpa pengobatan adalah sekitar 65% pada 3
tahun untuk pasien kelas Child-Pugh A dengan tumor tunggal, sedangkan setelah terapi
radikal, survival mencapai 70% pada 5 tahun. Pada perjalanan alami karsinoma
hepatoseluler stadium lanjut lebih diketahui. Pada survival rate 1 tahun dan 2 tahun pada
pasien yang tidak diobati secara random dalam 25 percobaan terkontrol secara acak
(RCTs) adalah sekitar 10-72% dan 8-50%. Pasien dalam penelitian ini, merupakan bagian
terbaik dari pasien karsinoma hepatosleuler yang tidak dioperasi. Ini menjelaskan adanya
perbedaan dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan dalam seri retrospektif atau
dibandingkan dengan perkiraan survival dikumpulkan dari pendaftar kanker berbasis
populasi. Pasien pada tahap terminal memiliki survival kurang dari 6 bulan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Gontar A. Siregar, Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati Divisi


Gastrohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
2. JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Volume 5, Nomor 4, Oktober 2016
(epidemiologi)
3. Misnadiarly, Obesitas sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyakit.
Jakarta: Pustaka Obor Populer; 2007
4. Liver Cancer / Indonesian Hospital Authority. All rights reserved Copyright © 2017
5. Parakrama Chandrasoma, Cline R Taylor; alih bahasa Roem Soedoko, Dewi Asih
Maharani, Ringkasan Patolog Anatomi, 2005
6. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta:
Jayabadi, 2007

32
DAFTAR ISTILAH

1. Hepatosit : sel parenkimal pada hati, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan
berbagai fungsi utama hati.
2. Parenkim : suatu jaringan yang terbentuk dari sel-sel hidup dengan struktur morfologi
serta fisiologi yang bervariasi.
3. Limfoma maligna: adalah kanker pada sistem limfatik yang disebabkan oleh mutasi pada
DNA sel-sel limfosit
4. Asites : merupakan kondisi tidak normal dimana rongga perut (abdomen) terisi oleh
cairan yang berlebihan. Pada kondisi normal, setidaknya cairan pada rongga perut
berjumlag 20 mililiter atau kurang, pada jumlah cairan melebihi 20 mililiter, maka
seseorang dapat dikatakan mengalami asites dan penderita akan tampak buncit dan
bengkak pada area perut.
5. Fibrosarcoma : Fibrosarcoma adalah salah satu jenis tumor ganas (kanker) yang dapat
berasal dari sel di dalam jaringan lunak, penyebab pastinya tidak diketahui, namun
diduga adanya pengaruh keturunan serta perubahan genetik dalam jaringan tertentu
sehingga menimbulkan sel normal menjadi sel tumor ganas
6. Hemokromatosis genetik : kondisi turunan yang menyebabkan tubuh menyerap terlalu
banyak zat besi dari makanan, zat besi yang berlebihan tersimpan di organ-organ seperti
hati, jantung, dan pankreas. Zat besi yang berlebihan dapat menyebabkan racun bagi
organ-organ ini, dan mengancam nyawa karena dapat menyebabkan penyakit seperti
kanker, aritmia jantung, dan sirosis.
7. Sirosis biliaris primer : adalah kondisi ketika saluran empedu di hati meradang dan
tersumbat.
8. Defisiensi Alpha 1-antitripsin : kelainan bawaan yang dapat menyebabkan penyakit hati.
Ini menandakan bahwa tubuh Anda tidak dapat menghasilkan cukup Alpha-1 antitrypsin,
protein penting yang ditemukan dalam hati untuk melindungi hati dari kerusakan. Alpha-
1 antitrypsin melindungi hati dari enzim kuat yang disebut neutrofil elastase. Enzim ini
diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk menyerang hati ketika berada di bawah
serangan. Hal ini dapat terjadi ketika terpapar asap rokok, bahan kimia atau racun
lainnya. Ketika tidak ada cukup Alpha-1 antitrypsin, ada penumpukan neutrofil elastase,
yang dapat menyebabkan kerusakan hati

33
9. Nonalcoholic steatohepatitis : kondisi di mana ada terlalu banyak lemak yang tersimpan
dalam sel-sel hati, namun ini terjadi pada orang yang bukan peminum alkohol atau hanya
minum sedikit alkohol. Perlemakan hati non-alkohol merupakan bentuk penyakit yang
berpotensi serius, ditandai oleh peradangan hati berat (yang dapat berkembang menjadi
luka dan kerusakan yang tidak dapat disembuhkan). Pada tingkat terparahnya, kondisi ini
dapat berkembang menjadi sirosis dan gagal hati.
10. α-fetoprotein(AFP) : adalah tumor marker atau penanda tumor merupakan substansi yang
ditemukan dalam tubuh karena sel kanker, dibuat dari sel normal yang biasanya adalah
protein. AFP atau alpha fetoprotein yang merupakan penanda tumor untuk kanker hati.
11. Epigenetik : modifikasi eksternal DNA yang mengaktifkan atau menonaktifkan gen.
Modifikasi ini tidak mengubah urutan DNA, tetapi sebaliknya, mereka mempengaruhi
bagaimana sel membaca gen, jenis perubahan tersebut dapat berupa penambahan atau
menghapus unsur kimia untuk mempengaruhi bagaimana gen-gen tertentu diekspresikan
12. Displastik : istilah yang dipakai untuk menunjukkan perkembangan sel dan jaringan
yang tidak normal, sering digunakan pada bidang onkologi, yaitu ilmu mengenai
penyakit keganasan atau kanker. Displastik sering kali merupakan awal mula dari
pertumbuhan kanker. Pada beberapa jenis kanker, displastik digolongkan sebagai sel atau
jaringan tersebut sudah memiliki sifat kanker tetapi pertumbuhannya masih terbatas pada
lokasi sel atau jaringan asal. Sel kanker belum meluas atau menyebar ke jaringan dan
organ lain.
13. Fibrosis : kondisi di mana terjadi pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan
pada suatu organ atau jaringan akibat proses peradangan, menyebabkan gangguan fungsi
organ tersebut karena jaringan fibrosis merupakan jaringan non-fungsional (tidak
berfungsi seperti jaringan sehat dan hanya berfungsi menutupi luka)
14. sirosis : komplikasi atau stadium lanjut dari berbagai penyakit hati, berupa terjadinya
kerusakan sel-sel hati yang membentuk jaringan parut (fibrosis) dan bersifat ireversibel,
perubahan struktur yang terjadi pada sirosis mengakibatkan fungsi hati menjadi tidak
normal.
15. Proliferasi hepatosit : proses yang bertanggung jawab untuk peningkatan jumlah sel. Dua
tahap proliferasi sel adalah pertumbuhan sel dan pembelahan sel
16. Inflamasi : adalah respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik
agen pencedera maupun jaringan yang cedera tersebut.

34
35

Anda mungkin juga menyukai