Anda di halaman 1dari 12

Asma Bronkial

a. Definisi
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak
atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain
seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia,
baik muda atau tua.
b. Epidemiologi

Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013 memperkirakan
jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari total jumlah penduduk.

Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka kematian akibat
penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar 1,77 persen dari total
jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian umur dari berbagai
penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di urutan ke-19 di dunia perihal
kematian akibat asma.

c. Etiologi

 Infeksi paru-paru dan saluran napas yang umumnya menyerang saluran napas bagian atas
seperti flu.
 Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk bunga).
 Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap rokok, dan polusi udara, termasuk kabut
asap.
 Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas yang didukung
kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan suhu yang drastis
juga pemanasan global.
 Kondisi interior ruangan yang lembap, berjamur, dan berdebu.
 Pekerjaan tertentu, seperti tukang kayu, tukang las, atau pekerja pabrik tekstil.
 Stres.
 Emosi yang berlebihan (kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan, dan tertawa
terbahak-bahak).
 Aktivitas fisik (misalnya olahraga).
 Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid (aspirin, naproxen,
dan ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya diberikan pada penderita gangguan
jantung atau hipertensi).
 Makanan atau minuman yang mengandung sulfit (zat alami yang kadang-kadang
digunakan sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan olahan, makanan siap saji,
minuman kemasan sari buah, bir, dan wine.
 Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).
 Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau penyakit di mana asam lambung kembali
naik ke kerongkongan sehngga mengiritasi saluran cerna bagian atas.

d. Patofisologi
Asthma merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik meningkatnya
responsivitas bronkial serta obstruksi jalan napas secara episodik. Karakteristik patologis
mayor pada asthma antara lain:

 peluruhan epitelial
 peningkatan massa otot polos pada jalan napas yang diakibatkan oleh hipertrofi,
hiperplasia, atau migrasi.
 hiperplasia kelenjar mukosa
 fibrosis sub epitelial
 inflitrasi sel inflamasi pada dinding bronkial
Abnormalitas imunologis utama pada asthma adalah respon imun tipe 2 yaitu sekresi sitokin tipe
2. Kelebihan sekresi sitokin tipe 2 pada saluran napas bagian bawah akan merangsang
hipersensitivitas yang dimediasi oleh IgE.
Bagaimana mekanisme atopi maupun infeksi virus pada saluran napas menginisiasi respon imun
tipe 2 belum sepenuhnya dipahami. Stimulus ekternal seperti oksidan (asap rokok, polutan),
aeroalergen, dan infeksi terutama virus dapat mengaktifkan sel epitel. Aktivasi sel epitel memicu
pelepasan sitokin, kemokin, mediator lipid, nitrit oksida, dan oksigen reaktif. Sitokin utama yang
dilepaskan adalah IL-25, IL-33, dan thymic stromal lymphopoietin (TSLP) yang menginisiasi
respon imun tipe 2.
e. Faktor risiko

 Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit asma atau


 alergi atopik (kondisi yang berkaitan dengan alergi, misalnya alergi makanan dan eksim).
 Mengidap penyakit bronkiolitis atau infeksi paru-paru saat masih kecil.
 Lahir dengan berat badan di bawah normal, yaitu kurang dari dua kilogram.
 Kelahiran prematur, terutama jika membutuhkan ventilator.
 Terpapar asap rokok saat masih kecil. Pada kasus ibu yang merokok saat hamil, risiko
anak untuk menderita asma akan meningkat.

f. Tanda dan gejala


- Sulit bernafas
- Batuk
- Dada terasa sesak
- Mengi
- Sulit tidur
Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara signifikan, tanda-tanda lain
serangan asma parah dapat meliputi:

 Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.


 Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan sering.
 Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.
 Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
 Denyut jantung yang meningkat.
 Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
 Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.

g. Klasifikasi

Asthma Intermiten
Asthma disebut sebagai asthma intermiten jika:
 Gejala ≤ 2 hari/minggu
 Serangan malam < 2 kali/bulan
 Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat (Short Acting beta-2 agonist / SABA) untuk kontrol
gejala ≤ 2 hari/minggu
 Gangguan pada aktivitas normal tidak ada
 Fungsi paru: FEV1> 80% normal bila tidak eksaserbasi, dan FEV1/FVC normal
 Risiko eksaserbasi: 0-2 kali per tahun
Asthma Persisten Ringan
Asthma persisten ringan jika :
 Gejala > 2 hari/minggu tetapi tidak setiap hari
 Serangan malam 3-4 kali/bulan
 Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat untuk kontrol gejala: > 2 hari/minggu tetapi tidak
setiap hari
 Aktivitas normal terbatas sedikit
 Fungsi paru: FEV1 > 80% dengan FEV1/FVC normal
 Risiko eksaserbasi: > 2 kali per tahun
Asthma Persisten Sedang
Asthma disebut persisten sedang jika:
 Gejala muncul setiap hari
 Serangan malam > 1 kali/minggu tetapi tidak tiap malam
 Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat untuk kontrol gejala setiap hari
 Aktivitas normal terbatas
 Fungsi paru FEV1> 60 tetapi < 80% dengan FEV1/FVC menurun 5%
 Risiko eksaserbasi: > 2 kali per tahun
Asthma Persisten Berat
Asthma disebut persisten berat jika:
 Gejala: sepanjang hari
 Serangan malam sering, 7 hari/minggu
 Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat untuk kontrol gejala beberapa kali/hari
 Aktivitas normal sangat terbatas
 Fungsi paru FEV1< 60%, dengan FEV1/FVC menurun lebih dari 5%
 Risiko eksaserbasi > 2 kali per tahun

h. Diagnosis
- Anamnesis
a) Sesak nafas
b) Ada suara mengi
c) Sulit bicara
d) Waktu terjadinya gejala tersebut
e) Ada riwayat alergi tidak
f) Riwayat keluarga ada penyakit serupa
- Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan thoraks : terdapat bunyi wheezing pada kedua lapang paru
- Pemeriksaan penunjang
a) Spirometry
b) Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah
gejala-gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi. Misalnya
alergi pada makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan serangga.
c) CT Scan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh dokter apabila mencurigai bahwa
gejala sesak napas pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma, melainkan
infeksi di dalam paru-paru atau kelainan struktur rongga hidung.
d) Pemeriksaan rontgen. Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini sama seperti
pemeriksaan CT Scan, yaitu untuk melihat apakah gangguan
pernapasandisebabkan oleh kondisi lain.

i. Tatalaksana
Tujuan pengobatan asma adalah mengendalikan gejala dan mencegah timbulnya kembali
serangan. 

 Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan untuk meringankan gejala asma dengan cepat
saat serangan sedang berlangsung. Biasanya inhaler ini berisi obat-obatan yang
disebut short-acting beta2-agonist atau beta2-agonist yang memiliki reaksi cepat
(misalnya terbutaline dan salbutamol). Obat ini mampu melemaskan otot-otot di sekitar
saluran pernapasan yang menyempit. Dengan begitu, saluran pernapasan dapat terbuka
lebih lebar dan membuat pengidap asma dapat bernapas kembali dengan lebih mudah.
Obat-obatan yang terkandung di dalam inhaler pereda jarang menimbulkan efek samping
dan aman digunakan selama tidak berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering digunakan
lagi jika asma sudah terkendali dengan baik. Bagi pengidap asma yang harus
menggunakan obat ini sebanyak lebih dari tiga kali dalam seminggu, maka keseluruhan
penanganan perlu ditinjau ulang.

 Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah terjadinya serangan asma, inhaler pencegah


juga dapat mengurangi jumlah peradangan dan sensitivitas yang terjadi di dalam saluran
napas. Biasanya Anda harus menggunakan inhaler pencegah tiap hari untuk sementara
waktu sebelum merasakan manfaatnya secara utuh. Anda juga mungkin akan
membutuhkan inhaler pereda untuk meredakan gejala saat serangan asma terjadi. Namun
jika Anda terus-menerus membutuhkan inhaler pereda tersebut, maka penanganan Anda
harus ditinjau ulang secara keseluruhan. Umumnya pengobatan pencegah disarankan jika
Anda mengalami serangan asma lebih dari dua kali dalam seminggu, harus menggunakan
inhaler pereda lebih dari dua kali dalam seminggu, atau terbangun pada malam hari sekali
atau lebih dalam seminggu akibat serangan asma. Inhaler pencegah biasanya
mengandung obat-obatan steroid seperti budesonide, beclometasone, mometasone, dan
fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja obat ini.
 Steroid oral. Tablet steroid mungkin akan diresepkan dokter jika asma Anda masih
belum bisa dikendalikan. Pengobatan ini biasanya dipantau oleh dokter spesialis paru
yang menangani penderita asma karena jika digunakan secara jangka panjang (misalnya
lebih dari tiga bulan), berisiko menyebabkan efek samping tertentu, seperti hipertensi,
kenaikan berat badan, otot melemah, pengeroposan tulang, kulit menipis dan mudah
memar. Selain itu, efek samping yang lebih serius yang bisa saja terjadi adalah katarak
dan glaukoma. Oleh karena itu pengobatan dengan steroid oral hanya dianjurkan jika
Anda telah melakukan cara pengobatan lainnya, namun belum berhasil. Sebagian besar
orang hanya perlu menggunakan steroid oral selama 1-2 minggu dan sebagai obat
tambahan untuk menangani infeksi tambahan (seperti infeksi pada paru). Biasanya
mereka akan kembali ke pengobatan sebelumnya setelah asma dapat dikendalikan.
Sebaiknya Anda rutin memeriksakan diri agar terhindar dari osteoporosis, diabetes, dan
tekanan darah tinggi.
 Tablet theophylline. Obat yang bisa difungsikan sebagai obat pencegah gejala asma ini
bekerja dengan cara membantu melebarkan saluran napas dengan melemaskan otot-otot
di sekelilingnya. Pada sebagian orang, tablet theophylline diketahui menyebabkan efek
samping, seperti mual, sakit kepala, muntah, insomnia,dangangguan perut. Namun hal ini
biasanya dapat dihindari dengan penyesuaian dosis.
 Tablet leukotriene receptor antagonist (montelukast). Obat ini bekerja dengan cara
menghambat bagian dari reaksi kimia yang menyebabkan radang di dalam saluran
pernapasan. Sama seperti theophylline, obat ini digunakan untuk mencegah gejala
asma. Leukotriene receptor antagonist dapat menimbulkan efek samping berupa sakit
kepala dan gangguan perut.
 Ipratropium. Meski lebih banyak diresepkan pada kasus bronkitis kronis dan
emfisema, ipratropium juga bisa digunakan untuk menanggulangi serangan asma. Obat
ini mampu memperlancar aliran pernapasan dengan cara melemaskan otot-otot saluran
pernapasan yang mengencang ketika gejala asma kambuh.
 Omalizumab. Obat ini mampu menurunkan risiko terjadinya peradangan saluran
pernapasan dengan cara mengikat salah satu protein yang terlibat di dalam respons imun
dan mengurangi kadarnya pada darah. Umumnya, omalizumab direkomendasikan bagi
penderita yang menderita asma karena alergi dan sering mengalami serangan asma.
Sebagai obat yang biasanya hanya diresepkan oleh dokter
spesialis, omalizumab diberikan dengan cara disuntikkan tiap 2-4 minggu sekali.
Penggunaan omalizumab harus dihentikan jika obat ini tidak berhasil mengendalikan
asma dalam kurun waktu enam belas minggu.
 Bronchial thermoplasty. Ini merupakan prosedur pengobatan asma baru yang masih
terus diteliti dan belum tersedia di Indonesia. Dalam beberapa kasus, prosedur ini
digunakan untuk mengobati asma parah dengan cara merusak otot-otot sekitar saluran
napas yang dapat mengurangi penyempitan pada saluran pernapasan. Ada beberapa bukti
yang menunjukkan bahwa prosedur ini dapat mengurangi serangan asma dan
memperbaiki kualitas hidup penderita asma parah. Kendati begitu, keuntungan maupun
kerugian secara jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui

j. Diagnosis banding
k. Chronic upper airway cough syndrome
- Inhalasi benda asing
- Bronkiektasis
- Diskinesia silia primer
- Penyakit jantung kongenital
- Gagal jantung
- Emboli paru
- Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
- Sindrom hiperventilasi
- Displasia bronkopulmoner
- Fibrosis kistik
- Disfungsi vocal cord
- Penyakit pada parenkim paru

l. Komplikasi

- Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).


- Menurunnya performa di sekolah atau di pekerjaan.
- Tubuh sering terasa lelah.
- Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.
- Status asmatikus (kondisi asma parah yang tidak respon dengan terapi normal).
- Pneumonia.
- Gagal pernapasan.
- Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru dan atelektasis.
- Kematian.

m. Pencegahan

- Mengenali dan menghindari pemicu asma.


- Mengikuti rencana penanganan asma yang dibuat bersama dokter.
- Mengenali serangan asma dan melakukan langkah pengobatan yang tepat.
- Menggunakan obat-obatan asma yang disarankan oleh dokter secara teratur.
- Memonitor kondisi saluran napas Anda.

DAPUS

1. Hamid Q. Pathogenesis of Small Airways in Asthma. Respiration. 2012;84(1):4–11. Available


from: http://www.karger.com/DOI/10.1159/000339550
2. Holgate ST. Pathophysiology of asthma: What has our current understanding taught us about
new therapeutic approaches? J Allergy Clin Immunol. 2011 Apr 13;128(3):495–505. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2011.06.052

3. Woodruff PG, Bhakta NR, Fahy J V. Asthma: Pathogenesis and Phenotypes. In: Broaddus
VC, Mason RJ, Ernst JD, King Jr TE, Lazarus SC, Murray JF, et al., editors. Murray & Nadel’s
Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2016. p. 713–30.

4. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen K-H, Custovic A, Gern J, Lemanske R, et al.


International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. 2012;67(8):976–97. Available
from: http://dx.doi.org/10.1111/j.1398-9995.2012.02865.x

5. Wenzel SE. Asthma phenotypes: the evolution from clinical to molecular approaches. Nat
Med. 2012 May;18(5):716–25. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/nm.2678

6. Nijs SB De, Venekamp LN, Bel EH. Adult-onset asthma : is it really different ? Eur Respir
Rev. 2013;22(127):44–52. Available from: http://dx.doi.org/10.1183/09059180.00007112

7. To T, Stanojevic S, Moores G, Gershon AS, Bateman ED, Cruz AA, et al. Global asthma
prevalence in adults: findings from the cross-sectional world health survey. BMC Public Health.
2012;12(1):204. Available from: http://dx.doi.org/10.1186/1471-2458-12-204

8. Song W-J, Kang M-G, Chang Y-S, Cho S-H. Epidemiology of adult asthma in Asia: toward a
better understanding. Asia Pac Allergy. 2014 Apr;4(2):75–85. Available from:
http://synapse.koreamed.org/DOIx.php?id=10.5415%2Fapallergy.2014.4.2.75

9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Lap Nas 2013. 2013;1–384. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf

10. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2016;
Available from: www.ginasthma.org
11. Lugogo N, Que LG, Gilstrap DL, Kraft M. Asthma: Clinical Diagnosis and Management. In:
Broaddus VC, Mason RJ, Ernst JD, King Jr TE, Lazarus SC, Murray JF, et al., editors. Murray &
Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2016. p.
731–50.

12. Karakaya Z, Demir S, Sagay SS, Karakaya O, Ozdinç S. Bilateral spontaneous


pneumothorax, pneumomediastinum, and subcutaneous emphysema: rare and fatal complications
of asthma. Case Rep Emerg Med. 2012;2012:242579. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3542916&tool=pmcentrez&rendertype=abstract

13. Parry GD, Cooper CL, Moore JM, Yadegarfar G, Campbell MJ, Esmonde L, et al. Cognitive
behavioural intervention for adults with anxiety complications of asthma: Prospective
randomised trial. Respir Med. 2012 Jun;106(6):802–10. Available from:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611112000741

14. Mendola P, Laughon SK, Männistö TI, Leishear K, Reddy UM, Chen Z, et al. Obstetric
complications among US women with asthma. Am J Obstet Gynecol. 2017 Apr
22;208(2):127.e1-127.e8. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajog.2012.11.007

15. Lefebvre P, Duh MS, Lafeuille M-H, Gozalo L, Desai U, Robitaille M-N, et al. Acute and
chronic systemic corticosteroid-related complications in patients with severe asthma. J Allergy
Clin Immunol. 2015 Apr 22;136(6):1488–95. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2015.07.046

16. Morris MJ. Asthma [Internet]. Medscape. 2016. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/296301

17. Safer Care Victoria. Asthma acute [Internet]. The Royal Children’s Hospital Melbourne.
Available from: http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Asthma_acute/
18. Ducharme FM, Tse SM, Chauhan B. Diagnosis, management, and prognosis of preschool
wheeze. Lancet. 2014 Apr 21;383(9928):1593–604. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(14)60615-2

19. Andersson M, Hedman L, Bjerg A, Forsberg B, Lundbäck B, Rönmark E. Remission and


Persistence of Asthma Followed From 7 to 19 Years of Age. Pediatrics. 2013 Aug 1;132(2):e435
LP-e442. Available from: http://pediatrics.aappublications.org/content/132/2/e435.abstract

20. Fu J, Gibson PG, Simpson JL, McDonald VM. Longitudinal Changes in Clinical Outcomes
in Older Patients with Asthma, COPD and Asthma-COPD Overlap Syndrome. Respiration.
2014;87(1):63–74. Available from: http://www.karger.com/DOI/10.1159/000352053

Anda mungkin juga menyukai