Proses alergi
Proses terjadinya alergi terbagi menjadi dua, yaitu periode sensitisasi dan reaksi alergi. Periode
sensitisasi berlangsung ketika pertama kali terpapar oleh allergen. Reaksi alergi terjadi ketika terpapar
allergen untuk kedua kalinya. Reaksi alergi terbagi menjadi dua fase, yaitu fase awal dan fase akhir.
Reaksi alergi fase awal terjadi sesaat ketika terpapar hingga 4-6 jam, sedangkan reaksi fase akhir terjadi
6-24 jam setelah terpapar.
Rhinitis alergi
Rhinitis alergi adalah inflamasi mukosa hidung dengan gejala bersin, pilek, gatal dan hidung tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE, hal ini sering juga disebut sebagai
gejala ocular (bousquet, J., Allergy 2008 : 63 )
Gambar diatas menunjukkan saluran hidung normal dan saluran hidung penderita rhinitis alergi.
penyakit penyerta rhinitis alergi diantaranya : asma, dermatitis atopic, konjungtivitis, sinusitis, polyposis,
ISPA, dan otitis media. Rhinitis alergi telah terjadi pada lebih dari 500 juta penduduk di dunia.
Factor resiko
Hidung meler
Bersin
Hidung tersumbat
Hidung gatal
Dengan atau tanpa konjungtivitis
Gejala unilateral
Hidung tersumbat tanpa gejala lain
Hidung meler mukopurulen
Post nasal drip dengan lender kental
Nyeri
Epiktaksis berulang
Anosmia
Untuk mendirikan suatu diagnose, tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan harus dikonsultasikan
terlebih dahulu kepada dokter.
Asma
Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya memiliki karakteristik inflamasi kronik saluran nafas.
Pennyakit ini ditandai dengan riwayat gejala pernafasan seperti mengi, sesak nafas, dada terasa berat
dan batuk yang bervariasi dalam hal waktu dan intensitas, disertai variasi hambatan aliran udara
ekspirasi. Eksaserbasi asma adalah keadaan yang ditandai dengan peningkatan progresif gejala sesak
nafas, batuk, mengi atau dada tertekan dan penurunan progresif fungsi paru, yang terlihat pada
perubahan keadaan kesehatan pasien sehingga membutuhkan perubahan pengobatan.
Gejala utama dari asma antara lain : sesak nafas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat
episodic dan bervariasi.
Pemeriksaan fisis : normal sampai ada tanda obstruksi ; ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi.
Berat
kontraindikasi : hipersensitivitas
peringatan dan perhatian khusus : seretide diskus tidak untuk digunakan serangan asma akut dan
sebaiknya tidak digunakan ketika mengalami eksaserbasi atau serangan asma yang berat. Ketika gejala
asma dirasa terkontrol, gunakanlah seretide dengan dosis terendah. Pengobatan dengan seretide pada
pasien asma sebaiknya tidak dihentikan secara langsung. Untuk pasien dengan penyakit tuberculosis
paru dan jamur, atau infeksi saluran nafas lainnya sebaiknya berhati-hati dalam menggunakan seretide.
Penting untuk meninjau perkembangan pasien secara rutin dan dosis ICS diturunkan hingga dosis
terendah dimana control asma dapat tetap terjaga. Terapi jangka oanjang dengan dosis ICS yang tinggi
pada pasien dapat mengakibatkan supresi adrenal. Terdapat peningkatan risiko efek samping sistemik
ketika mengkombinasikan salah satu dari flutikason propionate atau salmeterol dengan inhibitor poten
CYP3A. efek farmakologis dari pengobatan beta dua agonis seperti tremor, palpitasi dan sakit kepala
sudah dilaporkan akan tetapi efek tersebut berkurang seiring rutinnya pengobatan.
Kesimpulan :