Disusun oleh :
KIKY RUSYANA
NIM 3720180028
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
A. PENGERTIAN ASMA
Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang kronik dan heterogenous.
Penyakit ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yangberhubungan dengan
peningkatan kepekaan sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak
napas (breathlessness), dada tertekan, dispnea, dan batuk (cough) terutama pada
malam atau dini hari (GINA, 2014).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus
yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentang terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang
menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimul seperti oleh
faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Irman Somarti, 2012).
Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi alergi,
idiopatik, dan nonalergik atau campura (mixed) antara lain :
a) Asma alergik/Ekstrinsik
mencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya di mulai sejak kanak-
kanak.
drai asma idiopatik atau non nalregik menjadi lebih berat dan sering kali
atau nonalergik.
B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi
menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru
dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensiona. status asmatikus merupakan keadaan emergensi
dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator.Status Asmatikus yang dialami penderita asma
dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas
(adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut
menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,
respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda
bahaya gagal pernapasan.
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.
2. Berdasarkan derajat astma
kli Pemeriks
Derajat Asma Gejala nis Gejala klinis Eksaserbasi an
pada siang hari pada malam hari Asma Spirometri
Singkat dan
Intermitten Kurang dari ≤2 kali setahun tidak VEP≥80% nilai
1x/minggu sering prediksi
Variabiliti
APE<20%
Persisten
Ringan >1x/minggu >2 kali sebulan Kadang-kadang VEP≥80 nilai
tetapi <1x/hari tetapi prediksi
mengganggu Variabiliti APE
tidur 20-30 %
Persisten VEP60-
Sedang Setiap hari >1x/minggu Kadang-kadang 80%
tetapi nilai prediksi
mengganggu Variabiliti
tidur APE>30%
Persisten
Berat Terus-menerus Sering Sering VEP≤60% nilai
prediksi
Variabiliti
APE>30%
Sumber : GINA, 2011
3. Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan
asma yaitu: (GINA, 2011) :
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat
berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis
dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas,
bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada
sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang
-kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat
dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata,
mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat
serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma
berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan
asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang
dapat menyebabkan kematian
C. Etiologi Asma Bronkial
Menurut The Lung Association of Canada 2011, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan
akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma
jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan
oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu
pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran
pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah
ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara,
polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit.
Sedangkan Lewis et al. (2010) tidak membagi pencetus asma secara
spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
b. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu
makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang
mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan
(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E
pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen
ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen
berupa asma.
a) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan
fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik
tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme,
nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya
melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
b) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial
dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
c) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
d) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua
gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
e) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau.
D. Patofisiologi Asma bronkial
1. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat
pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran
pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh
makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh
karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk
IgE. Sel eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki resepotor untuk
IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah
menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau
baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh
IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam
sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator
yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed ) di dalam
sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil
Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah
obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang
rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa,
misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya
baik yang berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui
bahwa hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi bronkus yang
kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah
besar dalam cairan bilaas bronkus pasien asma bronchiale sebagai
bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas berhubungan dengan
derajat berat penyakit.Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma
dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkospasme yang reversible,
secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi bronkus dan secara
patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya
,infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang
menyebabkan getaran silia dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya
pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula
pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh
mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.Akibat dari
bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga
akan menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang
produktif.Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan
menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA
axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropik hormone
(ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A
(IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang
menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada
bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2. Asma bronchiale tipe non atopik (intrisik)
Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan
allergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi
saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta
tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat
ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade
adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian
penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
3. Asma bronchiale campuran (mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai
menimbulkan masalah keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut :
Penyebab:
-Alergen
-Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi
traktus respiratorius,emosi, Kontak terhadap tubuh
latihan, dehidrasi,iritan non
spesifik
-Hipersensitif terhadap Pembentukan antibody(IgE)
penisilin
Bersihan
jalan nafas Resiko
tidak efektif tinggi
infeksi
Kelemahan fisik
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan
darurat medis beberapa serangan asma yang berat bersifat
refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible
maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal.
F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam
basa dan gagal nafas.
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal,
kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut
“status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup.
C. Rencana Tindakan
-Instruksikan pasien
menghindari iritan - Tidak merangsang
seperti asap , asap pembentukan
rokok, aerosol, cuaca mukus lagi
dingin
-Beri bronkodilator
sesuai therapi -Memfasilitasi
pergerakan sekret.
-Membantu
mengurangi rasa
cemas
4.Evaluasi
RENCANA KEPERAWATAN
Respiratory Monitoring
· Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
· Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
· Monitor suara nafas, seperti dengkur
· Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
· Catat lokasi trakea
· Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
· Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
· Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
· Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
penyempitan bronkus pasien mampu :
vRespiratory status : Ventilation
Airway Management
v Respiratory status : Airway patency
v Vital sign Status · Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
Dengan Kriteria Hasil : jaw thrust bila perlu
vMendemonstrasikan batuk efektif dan · Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
suara nafas yang bersih, tidak ada · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
sianosis dan dyspneu (mampu jalan nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu· Pasang mayo bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada · Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pursed lips) · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
vMenunjukkan jalan nafas yang paten · Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
(klien tidak merasa tercekik, irama tambahan
nafas, frekuensi pernafasan dalam · Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada suara · Berikan bronkodilator bila perlu
nafas abnormal)
· Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
vTanda Tanda vital dalam rentang
Lembab
normal (tekanan darah, nadi,
· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
pernafasan)
keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet