Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

Y DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN (ASMA)

OLEH
EKO HIJRI WAHYU AKBAR
2022207209223

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari
atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa
pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002)

2. Etiologi/Faktor Risiko
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik
biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare,
2002)

b. Berdasarkan Derajat Penyakit


Derajat Gejala
No Gejala Faal Paru Pengobatan
Asma Malam
1 Intermitten - Gejala <1x/minggu: 2 kali - VEP1 atau - Inhalasi agonis B-2
- Tanpa gejala antar sebulan APE ³80% jangka pendek
serangan - Variabilitas
- Serangan singkat APE <20%
2 Persisten - Gejala >1x/minggu > 2 kali - VEP1 atau Bronkodilator jangka
ringan tetapi <1x/hari, sebulan APE ³80% pendek + obat anti
Serangan dapat - Variabilitas inflamasi
mengganggu APE 20-30%
aktivitas dan tidur
3 Persisten - Gejala setiap hari > 2 kali - VEP1 atau - Setiap hari memakai
sedang - Serangan sebulan APE 60-80% agonis B-2 jangka
Mengganggu - Variabilitas pendek
aktivitas dan tidur APE >30%
-Bronkodilator jangka
pendek+kortikosteroid
inhalasi+bronkodlator
jangka panjang (asma
malam)
4 Persisten - Gejala terus Sering - VEP1 atau
berat menerus APE £60%
- Sering kambuh (Depkes RI,
- Aktivitas fisik 2009; Mulia,
terbatas 2000)
c. Berdasarkan derajat serangan

Parameter Klinis,
Ancaman Henti
Fungsi Faal Paru, Ringan Sedang Berat
Napas
Laboratorium
Aktivitas: Aktivitas: Berbicara Aktivitas:
Berjalan Bayi : Istirahat
Sesak
Bayi : Tangis pendek dan Bayi :
(breathless)
Menangis lemah, kesulitan Tidak mau
keras menetek/makan makan/minum
Duduk
Bisa
Posisi Lebih suka duduk bertopang
berbaring
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Sianosis Tidak ada Ada Ada Nyata
Sedang,
sering hanya Sulit/tidak
Wheezing
pada akhir terdengar
ekspirasi
Penggunaan otot Biasanya Gerakan paradok
Biasanya ya Ya
bantu napas tidak torako- abdominal
Dangkal, Sedang,ditambah Dalam,
Takipnu
Retraksi retraksi retraksi ditambah napas
Bradipnu
interkostal suprasternal cuping hidung
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi £90%

(Gina, 2006 dalam Depkes RI 2009)

d. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi


timbulnya serangan asthma bronkial.
1) Faktor predisposisi :
Genetik :
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
- Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan
obat-obatan.
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti :
perhiasan, logam dan jam tangan.
b) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
f) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan
nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput
lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan yang
lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat
dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat
rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat
pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang
menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung jawab
untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting mungkin adalah
leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa histamine, PAF,
neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang berasal dari
eosinofil juga berperan penting dalam proses ini.
obstruksi menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama
pada ekspirasi karena penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu
dini); hiperinflasi paru; penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent
compliance paru; peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan
pertukaran gas oleh paru. Obstruksi yang terjadi tiba-tiba besar
kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan jalan nafas besar, dengan
sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon baik terhadap
terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi setiap hari hampir
selalu memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan penyakit
jalan nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap terapi bronkodilator
saja.
Eosinofil diperkirakan merupakan sel efektor utama pada pathogenesis
gejala asma kronik, dimana beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan
luas pada stel epitel bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory.
Walaupun banyak sel mungkin sitokin (termasuk sel mast, sel epitel,
makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi,
kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T type TH 2 dianggap
berperan sentral, karena sel ini mampu mengenali antigen secara langsung.
Obstruksi pada asma biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi
menyebabkan penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi
hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar
dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan semakinparahnya
obstruksi, PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi
berat yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.
Pathway :
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala awal berupa:
1) Batuk terutama pada malam atau dini hari
2) Sesak napas
3) Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien
menghembuskan napasnya
4) Rasa berat di dada
5) Dahak sulit keluar.
6) Belum ada kelainan bentuk thorak
7) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
8) BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat
adalah:
1) Serangan batuk yang hebat
2) Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
3) Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
4) Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan
duduk
5) Kesadaran menurun
6) Thorak seperti barel chest
7) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
8) Sianosis
9) BGA Pa O2 kurang dari 80%
10) Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari
asma, diantaranya:
1) Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
2) Sianosis karena hipoksia
3) Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan
sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah
lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1).
Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien
sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi
pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi
dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari
nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma,
yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan.
2) Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau
setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam
yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus.

6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan diagnose asma adalah:
a. Perubahan struktur saluran pernapasan (airway remodeling)
Komplikasi asma pertama yang mungkin terjadi adalah perubahan
struktur pada saluran pernapasan. Kondisi ini disebut juga dengan
airway remodelling. Hal ini terjadi ketika asma yang sudah diderita
dalam jangka panjang menyebabkan dinding saluran pernapasan
menebal dan menyempit.
Penebalan dinding saluran pernapasan ini diakibatkan oleh
peradangan pada paru-paru, dan tubuh Anda berusaha melawan
peradangan tersebut. Kurang lebih, fenomena ini serupa dengan kulit
yang tersayat, kemudian tubuh akan membentuk jaringan luka dengan
sendirinya.
Semakin lama asma dibiarkan tanpa pengobatan, semakin parah
peradangan yang terjadi di saluran pernapasan. Tubuh pun akan terus
membuat jaringan baru di dinding saluran pernapasan. Fenomena
airway remodelling termasuk serius karena saluran pernapasan yang
strukturnya berubah tidak dapat kembali lagi seperti semula. Hal ini
berisiko menyebabkan penyumbatan dan gagal fungsi paru-paru.
b. Komplikasi Saluran Pernapasan
Meskipun jarang terjadi, asma terkadang dapat menyebabkan
komplikasi pernapasan yang mengancam jiwa, seperti:
1) Flu pada penderita asma
2) Pneumonia akibat asma
3) Pneumotoraks (kolaps sebagian atau seluruh paru-paru)
4) Kegagalan pernapasan
5) Status asmatikus (serangan asma berat yang tidak merespons
pengobatan).
Hal ini dapat berujung pada kegagalan sistem pernapasan bahkan
kematian jika tidak ditangani dengan segera.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tingkat
kematian yang disebabkan oleh asma pada tahun 2016 ada 10 dari 1 juta
pasien. Meski demikian, banyak dari kematian ini sebenarnya dapat
dicegah dengan perawatan darurat yang tepat.
c. Gangguan Psikologis
Penyakit asma yang tak terkendali dan tak diobati berhubungan
langsung dengan stres, gangguan kecemasan, hingga depresi.
Gangguan psikologis yang berkaitan dengan asma umumnya
disebabkan oleh terbatasnya aktivitas sehari-hari, sehingga rentan
memicu stres dan kecemasan. Selain itu, ada kemungkinan masalah
mental dapat dipicu oleh penanganan asma yang kurang tepat, baik oleh
orangtua pasien maupun anggota keluarga lainnya. Namun, tidak
menutup kemungkinan gangguan psikologis akibat asma juga dipicu
oleh faktor-faktor lain, misalnya efek samping dari penggunaan obat-
obatan jangka panjang.
d. Obesitas
Asma juga berpotensi menimbulkan komplikasi berupa kenaikan berat
badan berlebih atau obesitas. hubungan antara obesitas dan asma adalah
kurangnya aktivitas tubuh. Penderita asma, terutama yang belum
mendapatkan penanganan medis, cenderung mengalami kesulitan atau
takut untuk berolahraga. Gaya hidup yang tidak sehat inilah yang
menjadi pemicu berat badan naik melebihi batas normal.
e. Gangguan Tidur
Penyakit gangguan pernapasan, terutama asma, sangat berkaitan
dengan berbagai masalah tidur. Beberapa di antaranya adalah
menurunnya kualitas tidur, sering terbangun di malam hari, bangun
terlalu cepat, dan lebih mudah mengantuk di siang hari. Jika sudah
begitu, aktivitas jadi terganggu dan Anda akan susah fokus dengan
kegiatan sehari-hari. Bahkan, gangguan tidur berkepanjangan bisa-bisa
menimbulkan gangguan psikologis, seperti stres.
f. Efek Samping Pengobatan Jangka Panjang
Salah satu contohnya adalah efek samping dari obat kortikosteroid
hirup. Penggunaan jangka panjang dari jenis obat asma ini mungkin
dapat memengaruhi risiko terkena pneumonia, permasalahan tumbuh
kembang anak, serta gangguan pada janin selama masa kehamilan.

7. Penatalaksanaan
a. Posisikan pasien semifowler
b. Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
1) Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat
diulang setiap 20 menit sampai 3 kali.
2) Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini ( per
oral ) :
a) Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
- Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
- Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
- Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual,
disritmia, tremor, hipertensi dan insomnia. Intervensi
keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat
dan monitor efek samping obat.
b) Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi
bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.
- Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
- Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per
menit.Efek samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi
gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala
toxic;sering muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan
kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran infus secara ketat,
gunakan alat infus kusus misalnya infus pump.
c) Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa
bronkus. Prednison : 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada
serangan hebat).

B. Konsep Proses Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental :
Lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan Fisik
1) Dada
a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c) Keabnormalan struktur Thorax
d) Contour dada simetris
e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna
merata
f) RR dan ritme selama satu menit.
2) Palpasi
a) Temperatur kulit
b) Premitus : fibrasi dada
c) Pengembangan dada
d) Krepitasi
e) Massa
f) Edema
3) Auskultasi
a) Vesikuler
b) Broncho vesikuler
c) Hyper ventilasi
d) Rochi
e) Wheezing
f) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometri
b) Tes provokasi
c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g) Pemeriksaan sputum.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Napas Tidak Efektif
b. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif
c. Gangguan Pertukaran Gas
d. Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

3. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa 1 : pola napas tidak efektif
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pola napas klien kembali efektif
Kriteria Hasil:
1) Klien tidak mengeluh sesak
2) RR 16-20 x/menit
3) Wajah rileks
4) Tidak ada penggunaan otot bantu napas
Intervensi
1) Kaji frekuensi nafas, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat, kedalaman pernafasan
bervariasitergantung derajat asma
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
Rasional: Ronkhi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
Rasional: Memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
Rasional: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
5) Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2, Nebulizer (via inhalasi) dg golongan
terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% solution, orciprenaline
sulfur 0,75 mg.
Rasional: Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung
menuju area bronkus yg mengalamin spasme shg lebih cepat
berdilatasi
b. Diagnosa 2 : bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi bersihan
jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
1) Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
2) Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
3) Tidak ada suara nafas tambahan
4) Pernafasan klien normal (16-20x/mnt) tanpa ada penggunaan otot
bantu nafas
Intervensi:
1) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat, kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat asma Karakteristik sputum dpt
menunjukkan berat ringannya obstruksi.
2) Atur posisi semi flowler
Rasional: Meningkatkan ekspansi dada
3) Ajarkan cara batuk efektif
Rasional: Batuk yg terkontrol & efektif dpt
memudahkan pengeluaran sekret yg melekat di jalan nafas
4) Bantu klien latihan nafas dalam
Rasional: Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas &
meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar u/
dikeluarkan
5) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan
Rasional: Hidrasi yg adekuat membantu mengencerkan sekret
dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas
6) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik postural drainase,
perkusi, & fibrasi dada
Rasional: Fisioterapi dada merupakan strategi untuk
mengeluarkan sekret.
c. Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi
adekuat.
Kriteria Hasil:
1) Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit
2) Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit
3) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas
normal
Intervensi:
1) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan
haluaran
Rasional: Kecepatan Untuk mengidentifikasi indikasi kearah
kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
2) Tempatkan klien pada posisi semi fowler
Rasional: Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik
3) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
Rasional: Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat
mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.
4) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya
sesuaikan dengan hasil PaO2
Rasional: Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot
pernafasan.
5) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada
tanda – tanda toksisitas
Rasional: Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus
seperti kondisi sebelumnya
d. Diagnosa 4 : Defisit Nutrisi
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam intake dan output
cairan seimbang setelah dilakukan intervensi.
Kriteria Hasil:
1) Frekuensi BB meningkat
2) Nafsu makan (+)
3) Malnutrisi (-)
4) Intake dan output dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
Rasional: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dipsnea.
2) Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
Rasional: Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual atau muntah dengan peningkatan kesulitan
nafas
3) Auskultasi bising usus
Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan
penurunan motilitas gaster dan konstipasi
4) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori
5) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
Rasional: Pengobatan Menurunkan dipsnea dan meningkatkan
energi untuk makan, meningkatkan masukan.
6) Konsul dengan ahli gizi mengenai kebutuhan nutrisi pasien
Rasional: Kebutuhan kalori didasarkan pada kebutuhan pasien
untuk memperoleh nutrisi yg maksimal
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.


Hudack&Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F.
A. Davis Company
Mulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma
Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.Y DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN (ASMA)

I. Biodata
A. Identitas Klien :
1. Nama Klien : Ny. Y
2. Usia : 60 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama / Keyakinan : islam
5. Suku Bangsa : Lampung
6. Pekerjaan : IRT
7. No. MR : 060924
8. Tanggal Masuk RS : 13/09/2022
9. Tanggal Pengkajian : 13/09/2022

II. Keluhan Utama :


Sesak nafas disertai suara nafas tambahan berupa wheezing

III. Riwayat Kesehatan :


A. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sesak nafas dirasakan pada saat beraktivitas, sesak
menjalar hingga kebagian punggung. Sesak dirasakan sejak 2 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluh pada area dada. Pasien juga mengatakan batuk,
namun secret tidak dapat keluar dan terdengar suara nafas tambahan
(wheezing). Pasien mengeluh lemah, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga
dan perawat. Pasien juga mengeluh nyeri pada dada dengan skala 6.
B. Riwayat kesehatan lalu :
Pasien mengatakan sebelumnya pernah menderita penyakit gastroentritis
C. Riwayat kesehatan keluarga :
Pasien mengatakan ayahnya memiliki riwayat peyakit DM dan hipertensi
IV. Pengkajian Fokus :
a. Oksigenasi :
Pasien mengatakan sesak nafas saat beraktivitas, batuk dan sulit
mengeluarkan secret, serta terdengar suara nafas tambahan (wheezing)
b. Cairan :
Pasien mengatakan sebelum sakit biasanya minum 4 gelas sehari, saat sakit
pasien mengatakan minum 4 gelas sehari (800cc) dan terpasang cairan RL
1500 cc/24 jam
c. Nutrisi :
Sebelum masuk rumah sakit pasien makan 3x sehari, hanya saja pasien
makan tidak tepat waktu dan pasien sangat suka makan petisan. Pada saat
dirumah sakit pasien tetap makan 3x sehari dengan porsi sedikit dari
biasanya (1/4 dari porsi yang tersedia), pasien tidak mengalami gangguan
menelan, hanya saja lidah terasa tebal
d. Eliminasi :
Sebelum masuk rumah sakit pasien BAK 4x sehari dan sempat merasakan
sulit BAB selama 3 hari, warna urine kuning dan pasien tidak terpasang
kateter. Sedangkan pada saat di rumah sakit pasien BAK 4x sehari dan sudah
mulai BAB pada hari ke 2 perawatan
e. Aman-Nyaman :
Pasien mengeluh nyeri pada area ulu hati dengan skala nyeri 4

VI. Pemeriksaan Fisik :


A. Keadaan Umum Pasien : Sedang
B. Tanda-tanda Vital :
Suhu ; 36,7⁰C
Nadi : 85x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Tekanan Darah: 149/79 mmHg
C. Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala & Leher :
Bentuk Kepala Normal, tidak terdapat keluhan pada area kepala.
Tidak terdapat kelenjar tiroid & vena jugularis tidak meningkat
2. Mata, Hidung & Telinga : tidak terdapat serumen pada kedua telinga,
tidak terdapat polip atau sumbatan lainya
pada hidung, dan mata ananemis
3. Thorax (Jantung & Paru) :
a) Inspeksi : Tidak terdapat jejas, pernapasan cepat dan dangkal
serta gerakan dinding dada normal.
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat
crepitasi
c) Perkusi : Terdengar suara sonor pada semua lapang paru
d) Auskultasi : Terdengar suara napas tambahan (wheezing)
4. Abdomen (Lambung, Usus, Hepar, Ginjal, Lien, Kandung Kemih) :
a) Inspeksi : Perut datar dan tidak terdapat benjolan
b) Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada area ulu hati
c) Perkusi : Terdengar suara timfani pada seluruh kuadran
abdomen
d) Auskultasi : Terdengar suara bising usus 40x/menit
5. Meatus Uretra & Anus : Pada area genitalia dan anus pasien bersih
6. Ekstremitas Atas & Bawah : Tidak terdapat masalah pada ke empat
area ektremitas atas dan bawah pasien

VII. Pemeriksaan Penunjang :


A. Laboratorium (Pemeriksaan terakhir darah/urine/feses/pus):
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 11,3 gr % 12 – 16 gr %
Hematokrit 32 % 38 – 47 %
Eritrosit 3,8 jt Ul 4,2 – 5,4 jt Ul
- MCV 84 tl 80 - 96 tl
- MCH 29 lpg 27 - 30 lpg
- MCHC 34 g/dL 32 - 36 g/dL
Leukosit 8.300 Ul 4.500 – 10.700 Ul
Basofil 0% 0–1%
Eosinofil 4% 1–3%
Batang 2% 2-6%
Segmen 54 % 50 - 70 %
Limfosit 32 % 20 - 40 %
Monosit 8% 2-8%
Trombosit 325.000 Ul 159 – 400rb Ul

B. Rontgen Thorax :
Kesan :
- Pulmo dalam batas normal
- Tidak tampak kardiomegali
- Skeletal yang tervisualisasi tidak tampak kelainan
C. Rapid Test :
Negatif
D. Gula Darah Sewaktu :
83 mg/dL

VIII. Terapi saat ini ( tulis dengan rinci ) :

1. Paracetamol 3 x 1 tab/oral
2. OBH 3 x 1 sendok/oral
3. Salbutamol 1 x 1 tab/oral
4. Teofilin 1 x 1 tab/oral
5. OMT 40 mg/24 jam/IV
6. Nebu Ventolin 2,5 mg/8 jam/inhalasi
7. Inf Ringer Laktat 1500 cc/24 jam/IV
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH PENYEBAB


DS :
Pasien mengatakan sulit bernafas
DO : Pola Nafas Hambatan
- Pola nafas takipnea Tidak Upaya Nafas
1
- RR : 26 x/m Efektif (Penyempitan
- terdengar suara wheezing Bronkospasme)
- pasien tampak menggunakan otot
bantu pernafasan
DS:
- Pasien mengeluh nyeri pada ulu
hati
- Nyeri skala 4
- Nyeri hilang timbul
- Pasien juga mengatakan Agen
punggung terasa panas Nyeri Akut Pencedera
2
DO: Fisiologis
- Pasien tampak meringis (Asma)
- Pasien tampak gelisah
- Nadi: 89x/menit
- Pasien sulit tidur
- Pasien tampak memegangi area ulu
hati
DS:
- Pasien mengatakan mudah
Lelah
- Sesak saat beraktifitas Intoleransi
3 Kelemahan
- Pasien mengatakan tidak Aktifitas
nyaman jika pasien terlalu
banyak melakukan
aktifitas/berbicara
DO:
- TD: 112/72 mmHg
- Pasien tampak lemah
- Pasien terlihat mudah Lelah
pada saat banyak berbicara

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas


(penyempitan bronkospasme)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (asma)
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
RENCANA KEPERAWATAN

NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN


Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas (penyempitan - Monitor pola nafas
bronkospasme) - Monitor bunyi nafas tambahan
DS : - Monitor sputum
Pasien mengatakan sulit bernafas - Posisikan pasien semi fowler

01 13/09/2022 DO : - Berikan minumah hangat


- Pola nafas takipnea - Ajarkan Teknik batuk efektif
- RR : 26 x/m - Berikan oksigen
- terdengar suara wheezing - Kolaborasi pemberian
- pasien tampak menggunakan otot bantu bronkodilator
pernafasan
Nyeri akut berhubungan dengan agen - Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisiologis (asma) durasi, frekuensi, kualitas,

02 13/09/2022 DS: intensitas nyeri.


- Pasien mengeluh nyeri pada ulu hati - Identifikasi skala nyeri
- Nyeri skala 4 - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Nyeri hilang timbul - Berikan Teknik nonfarmakologis
- Pasien juga mengatakan punggung terasa napas dalam
panas - Anjurkan Teknik nonfarmakologis
DO: untuk mengurangi nyeri
- Pasien tampak meringis - Kolaborasi pemberian analgetic
- Pasien tampak gelisah
- Nadi: 89x/menit
- Pasien sulit tidur
- Pasien tampak memegangi area ulu hati
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
kelemahan selama melakukan aktifitas
DS: - Sediakan lingkungan nyaman dan
- Pasien mengatakan mudah Lelah rendah stimulus

03 13/09/2022 - Sesak saat beraktifitas - Anjurkan melakukan aktifitas secara


- Pasien mengatakan tidak nyaman jika pasien bertahap
terlalu banyak melakukan aktifitas/berbicara - Ajarkan strategi koping untuk
DO: mengurangi kelelahan
- TD: 112/72 mmHg - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Pasien tampak lemah mengenai cara meningkatkan asupan
- Pasien terlihat mudah Lelah pada saat makanan
banyak berbicara

Anda mungkin juga menyukai