Anda di halaman 1dari 33

KLASIFIKASI ASMA

Penyakit asma dibagi menjadi dua menurut berat ringannya, yaitu:

1. Klasifikasi derajat penyakit asma

Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak membagi asma berdasarkan keadaan


klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang, persisten sering,
dan persisten berat.

1. Klasifikasi derajat serangan asma

Asma yang dinilai berdasarkan derajat serangan dan dibagi atas serangan ringan, sedang, dan
berat. Seorang penderita asma persisten sedang atau berat dapat mengalami serangan ringan
saja, sebaliknya seorang penderita tergolong episodik jarang (asma ringan) dapat mengalami
serangan berat, bahkan ancaman henti napas, tetapi umumnya anak dengan asma persisten
sering akan mengalami serangan asma berat atau sebaliknya.

KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT ASMA

KNAA membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter klinis,
kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu: (Tabel 22-2)

Asma episodik jarang (asma ringan)

Asma episodik sering (asma sedang)

Asma persisten (asma berat)

Pembagian derajat penyakit asma pada anak

Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik sering Asma persisten


kebutuhan obat dan faal jarang
paru (Asma sedang) (Asma berat)
(Asma ringan)

< 1 x / bulan > 1 x / bulan Sering


1. Frekwensi
serangan < 1 minggu 1 minggu Hampir sepanjang
tahun (tidak ada remisi)
2. Lama serangan
biasanya ringan biasanya sedang biasanya berat

1. Intensitas tanpa gejala sering ada gejala gejala siang & malam
serangan
tidak terganggu sering terganggu sangat terganggu
2. Di antara
serangan normal (tidak mungkin terganggu tidak pernah normal
ditemukan (ditemukan kelainan)
3. Tidur dan kelainan)
aktivitas perlu, non steroid
tidak perlu perlu, steroid
4. Pemeriksaan fisis
di luar serangan
PEF/ FEV1 60-80%
5. Obat pengendali PEF / FEV1 >80% PEF / FEV1 < 60%
(anti inflamasi)

6. Uji faal paru (di variabilitas 20-30%


luar serangan) variabilitas < 20% variabilitas > 30%

7. Variabilitas faal
paru (bila ada
serangan)

Penilaian derajat serangan asma

Parameter Ringan Sedang Berat Ancaman henti


klinis, fungsi nafas
paru,

laboratorium

Aktivitas Berjalan Berbicara Istirahat

Bayi: menangis Bayi: Bayi:


keras
tangis pendek dan berhenti makan
lemah
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin Biasanya teragitasi Biasanya Kebingungan
teragitasi teragitasi

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata


Mengi Sedang, hanya Nyaring, sepanjang Sangat nyaring, Sulit/ tidak
pada akhir ekspir +inspirasi terdengar tanpa terdengar
ekspirasi stetoskop

Otot bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan


paradoks
torakoabdominal

Retraksi Dangkal, retraksi Sedang, ditambah Dalam, ditambah Dangkal/ hilang


interkostal retraksi suprasternal nafas cuping
hidung

Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun


Laju Normal Takikardia Takikardia Bradikardia
nadi
Pulsus Tidak ada 10-20 mm Hg > 20 mm Hg Tidak ada
paradoksus (kelelahan otot
napas)

PEFR atau
FEV1 (% nilai dugaan / % nilai terbaik)

-pra >60% 40-60% <40%


bronkodilator
>80% 60-80% <60%
-pasca bronko

Dilator

Sa O2 % >95% 91-95% < 90%


Pa O2 Normal >60 mmHg < 60 mmHg

Pa CO2 < 45 mm <45 mm Hg > 45 mm Hg


Hg

Butir-butir penilaian dalam tabel ini tidak harus lengkap ada pada setiap pasien. Penilaian
tingkat awal harus diberikan jika pasien kurang memberikan respons terhadap terapi awal,
atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.

Pembagian derajat penyakit asma pada anak

Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik sering Asma persisten


kebutuhan obat dan jarang
faal paru
Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada remisi
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis Normal (tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal
diluar serangan ditemukan kelainan) (ditemukan kelainan)
Obat pengendali (anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%

(di luar serangan) Variabilitas 20-30%

Variabilitas faal paru Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
(bila ada serangan)

Penilaian derajat serangan asma

Parameter klinis, Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas


Fungsi paru,

laboratorium

Sesak timbul-pada Berjalan Berbicara Istirahat


saat (breathless)
Bayi: Bayi : Bayi :

menangis keras - Tangis pendek dan Tidak mau


lemah makan/minum

- Kesulitan makan/minum

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk


bertopang
lengan

Kesadaran Mungkin Biasanya iritable Biasanya Bingung dan


iritable iritable mengantuk

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas

Mengi (wheezing) Sedang, sering Nyaring, sepanjang Sangat nyaring, Sulit/tidak terdengar
hanya pada akhirekspirasi, terdengar tanpa
ekspirasi stetoskop
inspirasi

Sesak nafas Minimal Sedang Berat

Obat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok


torako-abdominal

Retraksi Dangkal, Sedang, ditambah retraksi Dalam, Dangkal / hilang


retraksi suprasternal ditambah nafas
interkostal cuping hidung

Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun


Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :

Usia laju nafas normal

< 2 bulan < 60 / menit

2 12 bulan < 50 / menit

1 5 tahun < 40 / menit

6 8 tahun < 30 / menit

Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :

Usia laju nadi normal

2 12 bulan < 160 / menit

1 2 tahun < 120 / menit

3 8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda


(pemeriksaannya kelelahan otot nafas
tidak praktis) < 10 mmHg 10-20 mmHg > 20 mmHg

PEFR atau FEV1


(% nilai dugaan/%
nilai terbaik)

- pra
bronkodilator
> > 80% < 40%
- pasca 60%
bronkodilator

60-80% < 60%


40-60%
Respon < 2 jam
SaO2 % > 95% 91-95% 90%

PaO2 Normal biasanya > 60 mmHg < 60 mmHg


tidak perlu
diperiksa

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

Sistem Skoring Pernafasan

0 1 2

Sianosis (-) (+) pada udara kamar (+) pada 40% O2

Aktifitas otot-otot pernafasan (-) Sedang Nyata


tambahan

Pertukaran udara Baik Sedang Jelek

Keadaan mental Normal Depresi/gelisah Koma

Pulsus paradoksus (Torr) < 10 10-40 > 40

PaO2 (Torr) 70-100 70 pada udara kamar 70 pada 40%O2

PaCO2 (Torr) < 40 40-65 > 65

Skor :
0-4 : tidak ada bahaya

5-6 : akan terjadi gagal nafas siapkan UGD

7 : gagal nafas

DIAGNOSIS

UKK Pulmonologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional asma dengan gejala awal
berupa batuk dan/atau mengi. Pada alur diagnosis selain anamnesis yang cermat beberapa
pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan tergantung pada fasilitas yang tersedia. KNAA
(Konsensus Nasional Asma Anak) memberi batasan sebagai berikut: Asma adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung
pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat
asma atau atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri.

Sedangkan GINA mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan


inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi
yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau
dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan
bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan.
Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai
rangsangan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat
ditegakkan bila didapatkan :

Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1 (forced
expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada detik pertama) 15%

Kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator
Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

- Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal akan
menunjang diagnosis

- Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya komplikasi
pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan
asma persisten atau sulit diatasi.

PENANGANAN

Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang penyakit
asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang
digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali
(controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan
(asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).

Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma
episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma
persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan
(Lampiran 2), kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya (lampiran 5).

Pada serangan asma akut yang berat :

- Berikan oksigen

-agonis antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali pemberian.- Nebulasi dengan

- Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada

- Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam

- Berikan aminofilin intra vena :

Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan aminofilin dosis awal
6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam 20-30 menit

Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis diberikan
separuhnya.

Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml

Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam

- Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan
pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral
- Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat -agonis (hirupan ataudipulangkan
dengan dibekali obat oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu
steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk
reevaluasi tatalaksana.

Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak
napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Serangan asma
biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang, atau adanya pajanan
dengan pencetus, dan serangan asma merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di
ruang gawat darurat.

Tujuan tatalaksana serangan

Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin

Mengurangi hipoksemia

Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

Rencanakan tatalaksana untuk mencegah kekambuhan

Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan, National Asthma
Education and Prevention Program (NAEP) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium (Tabel
22-1).

Tatalaksana serangan asma di klinik atau IGD

Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai serajat serangannya
menurut klasifikasi di atas dengan fasilitas yang tersedia. Tatalaksana awal terhadap pasien
adalah pemberian b-agonis secara nebulisasi, dapat ditambahkan NaCl 0,9% dan/atau
mukolitik. Nebulisasi serupa dapat diulang 2 kali dengan selang 20 menit dan pada
pemberian kedua dapat ditambahkan prednison oral 1 mg/kg/kali dan O2. Pemberian O2 dan
prednison ini juga dapat diberikan segera bila penderita datang dalam serangan berat.
Pemberian prednison sistemik awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di rumah sakit
(Bagan 22-1).
Alur tatalaksana serangan asma pada anak

Nilai derajat serangan


(sesuai tabel 1)

Klinik/ IGD

Serangan berat

Nebuliser b2- agonis

Oksigen

Prednison oral

Nebuliser 1-3 kali

Prednison oral bila sebelumnya minum / tidak ada kemajuan

Intubasi + ventilator

O2 100%

Nebuliser b2- agonis


Kortikosteroid iv

Serangan ringan

Gagal nafas

Ruang Rawat Inap


Oksigen teruskan

Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada

Steroid iv tiap 6-8 jam

Nebulisasi tiap 1-2 jam

Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan

Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam

Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman
henti nafas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif

Bekali obat -agonis (hirupan / oral)

Jika sudah ada obat pengendali, teruskan

Dapat diberikan steroid oral


Boleh pulang

Ruang Rawat Sehari


Oksigen teruskan

Berikan steroid oral

Nebulisasi tiap 2 jam

Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang

Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke Ruang Rawat Inap

Catatan :

1. Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi dengan -agonis +


Prednison oral + O2
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01
ml/kgBB/kali maksimal 0,3 ml/kali

3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal,
termasuk saat nebulisasi

Tatalaksana jangka panjang

Sehubungan kesulitan menggunakan alat-alat penunjang diagnosis asma pada anak-anak di


bawah 6 tahun, maka penentuan derajat penyakit asma pada kelompok anak-anak ini
sepenuhnya bergantung pada gejala-gejala klinis (Tabel 22-2).

Untuk anak-anak yang sudah besar (> 6 tahun) sebaiknya dilakukan pemeriksaan faal paru.
Uji fungsi paru yang sederhana atau dengan peak flow meter, atau dengan lebih canggih
dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan dengan lari
bebas (exercise), udara dingin dan kering, atau dengan salin hipertonis sangat menunjang
diagnosis. Ada 3 macam pemeriksaan yang berguna untuk mendukung diagnosis asma anak:

Variabilitas PEFR atau FEV1 20%

Kenaikan 20% PEFR/FEV1 setelah pemberian bronkodilator inhalasi

Penurunan 20% PEFR/FEV1 setelah provokasi bronkus

Variabilitas harian adalah perbedaan peningkatan/penurunan PEFR dalam 1 hari, sebaiknya


penilaian dilakukan selama 2 minggu.
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah sebagai berikut:

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan berolah raga

2. Sesedikit mungkin absen sekolah

3. Gejala tidak timbul siang atau malam hari

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR) yang mencolok

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin

6. Efek obat dapat dicegah seminimal mungkin, terutama yang menghambat tumbuh
kembang anak.

OBAT-OBATAN

Obat-obat yang umum digunakan

Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi

Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik

Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml

-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2

Waktu 10-15 menit 3-5 menit

Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis

Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi

Golongan -agonis

Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes


Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)

Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule

Golongan antikolinergik

Ipratropium bromide Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes

6 thn : 4-10 tetes

Golongan steroid

Budesonide Pulmicort Respule

Fluticasone Flixotide Nebule

Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma

Steroid Oral :

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis

Prednisolon Medrol, Medixon Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Lameson, Urbason 4 mg

Prednison Hostacortin, Pehacort, Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam


Dellacorta
5 mg

Triamsinolon Kenacort Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

4 mg
Steroid Injeksi :

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis

M. prednisolon Solu-Medrol Vial 125 mg IV / IM 1-2 mg/kg

suksinat Medixon Vial 500 mg tiap 6 jam

Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef Vial 100 mg IV / IM 4 mg/kgBB/x

Silacort Vial 100 mg tiap 6 jam

Deksametason Oradexon Ampul 5 mg IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,


dilanjutkan 1
Kalmetason Ampul 4 mg mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam
Fortecortin Ampul 4 mg

Corsona Ampul 5 mg

Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB


tiap 6 jam

Agonis b2-Adrenergik

Sebagai bronkodilator, b2-Agonis adalah obat yang paling poten dan berkerja cepat dan paling
banyak dipakai untuk mengatasi serangan asma. Ada 2 golongan b2-agonis yang tersedia di
Indonesia yaitu yang bekerja cepat dan bekerja lambat, dan diberikan dalam bentuk inhalasi
(metered dose inhaler), dengan nebulizer, atau serbuk yang dihirup (dry powder inhaler).
Selain bekerja sebagai bronkodilatasi, b2-agonis meningkatkan fungsi clearance daripada
silia, mengurangi edema dengan menghambat kebocoran kapiler dan mungkin menghambat
kerja sel mast. Efek samping b2-agonis adalah tremor, takikardia dan anak cemas, yang
semuanya ini akan berkurang bila b2-agonis diberikan lewat hirupan.

Untuk serangan asma dipakai b2-agonis yang bekerja cepat seperti, salbutamol, terbutalin atau
pirbeterol, sedangkan salmeterol dan formeterol dipergunakan sebagai pengendali asma
dengan mengkombinasikan kedua obat ini dengan steroid inhalasi dan sebaiknya b2-agonis
kerja lambat tidak dipergunakan sebagai monoterapi.
Metilxantin

Yang tergolong dalam metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini adalah
menghambat kerja ensim fosfodiesterase dan menghambat pemecahan cAMP menjadi
5AMP yang tidak aktif. Obat ini dapat dipergunakan sebagai pengganti b2-agonis untuk
mengatasi serangan asma atau kombinasi dengan b2-agonis oral atau inhalasi. Teofilin atau
aminofilin lepas lambat dapat diberikan bersama dengan steroid inhalasi sebagai pengendali
asma, juga pada asma berat aminofilin masih dapat dipakai dengan memberikannya secara
parenteral.

Untuk memperoleh fungsi paru yang baik, diperlukan konsentrasi aminofilin dalam darah
antara 5-15 mg/ml dan efek samping terjadi bila kadar aminofilin dalam darah berada di atas
20 mg. Pemberian aminofilin intravena pada serangan berat/status asmatikus
dipertimbangkan. Bila dengan obat-obat standar di atas belum ada perbaikan, berikan loading
dose 4-5 mg/kg BB, diencerkan dengan NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan dalam
waktu 10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,7-0,9 mg/kg BB/jam atau 5-6 mg/kg
BB/8 jam. Efek samping yang sering dijumpai adalah iritasi lambung, insomia, palpitasi, dan
pada dosis yang berlebihan dapat terjadi konvulsi.

Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang paling poten untuk pengobatan penyakit asma.
Kerja obat ini melalui pelbagai cara, antara lain menghambat kerja sel inflamasi, mengambat
kebocoran pembuluh darah kapiler, menurunkan produksi mukus dan meningkatkan kerja
reseptor b-reseptor.

Steroid inhalasi

Walaupun pemberian steroid secara inhalasi mempunyai efek samping yang minimal
(kecuali: kandidiasis oral), pada pemberian lama dan dosis tinggi akan menghambat
pertumbuhan, sekitar 1-1,5 cm/tahun untuk bulan-bulan pertama pemakaian, dan pada
pemakaian jangka panjang ternyata tidak berpengaruh banyak pada pertumbuhan. Walaupun
demikian, perlu dipertimbangkan untuk dikombinasi dengan b-agonis kerja lambat, teofilin
kerja lambat atau leukotriene receptor antagonist, bila untuk pengendali jangka panjang
pasien resisten terhadap steroid inhalasi atau dosis steroid perlu ditingkatkan.

Obat asma dibagi 2 kelompok, yaitu:

obat pereda (reliever), yang digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma
yang timbul.
obat pengendali (controller) yang digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma,
yaitu inflamasi kronik saluran napas. Pemakaian obat ini terus menerus dalam jangka
waktu yang relatif lama, bergantung pada derajat penyakit asma dan responsnya
terhadap pengobatan.

Cukup diobati dengan obat pereda seperti b-agonis inhalasi, atau nebulisasi kerja pendek dan
bila perlu saja, yaitu jika ada serangan/gejala. Teofilin makin kurang perannya dalam
tatalaksana serangan asma, sebab batas keamanannya sempit. NAEPP menganjurkan
penggunaan kromoglikat atau b-agonis kerja pendek sebelum aktivitas fisik atau pajanan
dengan alergen.

NAEPP merekomendasikan kromoglikat atau steroid inhalasi sebagai obat pengendali. Pada
anak sebaiknya obat pengendali dimulai dengan kromoglikat inhalasi dahulu, jika tidak
berhasil diganti dengan steroid inhalasi. Bila dengan steroid saja asma belum dapat
dikendalikan dengan baik, atau dosis steroid perlu ditingkatkan, sebagai terapi tambahan
dapat digunakan b-agonis atau teofilin lepas lambat, atau leukotriene receptor antagonist
(zafirlukast atau montelukast) atau leukotriene synthesis inhibitor (Zueliton).

Pada asma berat sebagai obat pengendali adalah steroid inhalasi. Dalam keadaan tertentu,
khususnya pada anak dengan asma berat, dianjurkan untuk menggunakan steroid dosis tinggi
dahulu, bila perlu disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Apabila dengan steroid
inhalasi dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 1-2
bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap sehingga tercapai dosis terkecil yang
masih dapat mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan b-agonis sebagai obat
pereda tetap diteruskan. Sebaliknya bila dengan steroid hirupan asmanya belum terkendali,
maka perlu dipertimbangkan tambahan pemberian b-agonis kerja lambat, teofilin lepas
lambat, atau leukotriene modifier.

Jika dengan penambahan obat tersebut, asmanya tetap belum terkendali, obat tersebut
diteruskan dan dosis steroid inhalasi dinaikkan, bahkan bila perlu diberikan steroid oral.
Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian
diturunkan sampai dosis terkecil dan diberikan selang sehari pada pagi hari.

Tatalaksana asma jangka panjang


Derajat asma Pengendali (Controller) Pereda (Reliever)

Persisten Terapi harian: Bronkodilator kerja cepat: 2


berat agonis inhalasi
Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi
(dosis tinggi) dan Intensitas terapi tergantung
pada seringnya eksaserbasi
Bronkodilator kerja panjang: 2 agonis
inhalasi/tablet kerja panjang,
theophylline sustained-release atau

Kortikosteroid/Prednisone 2mg/kg/hari
(max 60 mg perhari)

Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi


(dosis rendah atau dosis
tinggi)

Persisten sedang Terapi harian: Bronkodilator kerja cepat: -


2 agonis inhalasi untuk
Anti inflamasi: salah satu dari mengatasi gejala.
kortikosteroid inhalasi (dosis rendah)
atau cromolyn atau nedokromil (anak- Meski demikian, penggunaan
anak biasanya dimulai dari kromolin -2 agonis lebih dari 3-4 kali
atau nedokromil). perhari atau penggunaan
teratur setiap hari
Dan jika diperlukan: mengindikasikan perlunya
pengobatan tambahan
Bronkodilator jangka panjang: salah
satu dari b2-agonis inhalasi atau tablet
kerja panjang, theophylline sustained-
release atau leukotriene receptor
antagonist (LRA)

Episodik ringan Tidak diperlukan terapi harian Bronkodilator kerja cepat: 2


agonis inhalasi untuk
mengatasi gejala.

Intensitas terapi tergantung


pada seringnya eksaserbasi

2 agonis inhalasi, cro-


molyn sebelum olahraga
DAFTAR PUSTAKA

Michael Sly. Asthma Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting.
Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders, 2000 : 664-
80.

Lemanske RF, Green CG. Asthma in Infancy and Childhood. Dalam: Middleton E Jr,
Ellis EF, penyunting. Allergy, Principle & Practice. 5th ed. St Louis, Mosby 1998, pp
877-900.

Eliss EF. Asthma in Infancy and Childhood. Dalam: Adkinson NF, penyunting.
Middletons Allergy. Principles and Practice. 6th ed. St Louis 2003, pp 1225-62.

Siwik JP, Nowak RM, Zoratti EM. The evaluation and management of acute, severe
asthma. Med Clin Amer. 2002;86:

Larche M, Robinson DS, Kay AB. The role of T lymphocytes in the patogenesis of
asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:450-463.

Warner JO. Guidelines for treatment of asthma. Dalam: Leung DYM, Sampson HA,
Geha RS, Szefler SJ, penyunting. Pediatric Allergy; Principles and practice. St Louis
2003,pp 350-356.

Lemanske RF, Busse WW. Asthma. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:S502-S519.

1. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK


Pulmonologi : PP IDAI, 2004.

Larsen Garyl, Colasurdo GN. Assesment and treatment of Acute Asthma in Children
and aldolecens Dalam: Naspitz CK, penyunting. Text Book of Pediatric Asthma an
International Perspective. Edisi ke-1. United Kingdom : Martin Dunitz, 2001 : 189-
209.

Provided by

DR WIDODO JUDARWANTO SpA


childrens ALLERGY CLINIC

JL TAMAN BENDUNGAN ASAHAN 5 JAKARTA PUSAT, JAKARTA INDONESIA


10210
PHONE : (021) 70081995 5703646

email : judarwanto@gmail.com\

htpp://www.childrenallergyclinic.wordpress.com/

Copyright 2009, Children Allergy Clinic Information Education Network. All rights
reserved.

Share this:

StumbleUpon

Digg

Reddit

Like this:

Like
Be the first to like this.

Posted in alergi-batuk-asma-tbc

Basic Immunology and Disorders of The Immune System


RINITIS ALERGIKA

Responses

1.

terima kasih atas infonya . Sangat membantu kami.

By: agustinus indarjanto on April 14, 2010


at 4:35 am
Reply

2.

dok anakku 9 tahun(lahir 4 juni 2001 dalam tiap bulan lebih dari 1 kali terserang asma
dalm satu tahun pernah dia 4 kali di opname karena asma. sehingga saya disarankan
oleh perawat untuk membeli alat uap. setelah membeli alat uap itu anak saya sangat
terbantu dengan cepat jika dia terkena serangan. yang menjadi pertanyaan saya
1, kapankah alat uap digunakan untuk penyembuahan?
2. bagaimana dosis pemakaian ventolin nebule yang tepat . anak saya 9 tahun berat
badan 19 kg.jika terserang asma dia minta penguapan lebih dari satu kali dalam satu
hari. apakah itu berbahaya?
3. apakah efek samping dari penggunaan penguapan jika berlebih , dan jika kurang
dari dosos yang dianjurakan

By: eny on August 11, 2010


at 6:40 am

Reply

Leave a Reply

Categories
0.WELCOME SPEECH

00.disease-condition

01.children allergy club

02.konsultasi online

03.commercial sites

04.news-update

05.photo-images-atlas
06.professional resources

07.parenting resources

08.basic immunology

09.research

10.journal watch

11.diagnosis-assessment

12.prevention

13.treatment

14.cause-etiology

15.Allergy Quiz

16.Meetings-Congress

17. Tools-Devices

alergi gangguan tidur

alergi gigi-mulut

alergi ginjal

alergi hidung-THT

alergi hormonal-obesitas

alergi kehamilan-bayi

alergi kulit

alergi makanan

alergi mata

alergi obat

alergi otot-tulang

alergi pada dewasa


alergi pembuluh darah-jantung

alergi saluran-cerna

alergi susu sapi

Alergi Thd Organ Tubuh Lain dan Penyakit Lain

alergi-batuk-asma-tbc

alergi-gangguan otak

alergi-gangguan perilaku

alergi-prevalensi

Book-Publication

celiac disease

Guidelines-Police Statement

imunologi dasar

imunologi klinis

komplikasi

kontroversi

obat-terapi

Pathophysiology

pencegahan

penyebab dan pencetus

perjalanan alergi sesuai usia (allergy march)

resep menu makanan

seminar

tanda dan gejala

tes alergi-diagnosis
Uncategorized

Top Posts
Bayi Rewel Minta Minum ASI Terus, Belum Tentu Haus. Sering Terjadi Pada Bayi
Alergi dan Hipersensitifitas Saluran Cerna

PEMILIHAN DAN JENIS SUSU ALERGI

Gangguan Buang Air Besar (Konstipasi) Pada Anak, Karena Pengaruh Alergi atau
Hipersensitif Makanan

Biduran, Giduan, Urtikaria Bukan Sekedar Alergi Makanan Biasa

Susu Formula Khusus Alergi Yang Beredar di Indonesia

Alergi Debu, Alergi Dingin atau Alergi Makanan Manakah Yang Benar ?

Pencegahan Alergi Sejak Dini : Kenali Tanda dan gejala Alergi Pada Bayi

Dermatitis Atopik Pada Anak

Penggunaan Terapi Hirupan atau Inhalasi pada Anak

Home

Operasi Amandel (Tonsilektomi) : Kapan Harus Dilakukan dan Bahaya Komplikasi


Operasi

TBC ("Flek") Asma atau Batuk Alergi ?


Recent Posts

References and Bibliography of Asthma

References and Bibliography of Food Allergy

Focus in Patophysiology of Food Allergy

Focus in Pathophysiology of Asthma

Prevalence and Incidence of Food Allergy 1980 2010

Google

Asthma Prevalence and Statistics 1980-2010

Guidelines and Position Statement Allergy

Recommendations for appropriate sublingual immunotherapy clinical trials

Allergy and Immunology Books Review

Worldwide Allergy Meetings Congress

Maternal consumption of peanut during pregnancy is associated with peanut


sensitization in atopic infants.

Children with allergic and nonallergic rhinitis have a similar risk of asthma.

Food Allergy and Stuttering

Challenge Tes (Eliminasi Provokasi Makanan) : Diagnosis Pasti Alergi Makanan dan
Hipersensitifitas Makanan

link
Indonesian Articles
Allergy-Adolescent-Man-Old Man

Allergy-Cough-Asthma-Tuberculosis

Komplikasi

Kontroversi

Obat-Terapi

Pencegahan

Penyebab-Pencetus

Perjalanan Alamiah Alergi (Allergy March)

PROFESIONAL : Imunologi Dasar

PROFESIONAL : Imunologi Klinis

PROFESIONAL : Prevalensi Alergi

Resep Makanan Alergi

Tanda-Gejala Alergi

Tes Alergi-Diagnosis
Search Articles

Point Of Interest
.Online Consultation

Abstract-Journal Watch

Allergy Quiz

Basic Immunology

Causes-Etiologies

Children Allergy Club

Diagnosis-Assessment

Disease-Condition

Meetings-Congress

Parenting Resources

Photo-Images-Atlas

Prevention
Professional Resources

Research

Tools-Devices

Treatment-Management

Allergy Target Organ


Allergy Hormone-Obesity

Allergy Mouth-Tooth

Allergy Pregnancy-Newborn-Infant

Allergy Skin-Dermatitis

Allergy-Behaviour (Gangguan Perilaku)

Allergy-Brain-Central Nerve System

Allergy-Cough-Asthma-Tuberculosis

Allergy-Cow milk

Allergy-Drug
Allergy-Ear-Nose-Throath

Allergy-Eyes

Allergy-Food

Allergy-Heart-Blood Vessels

Allergy-Muscle-Bone

Allergy-Other Organ-Body

Allergy-Sleep Problems

Allergy-Stomach-Gastrointestinal

Healthy Sites Recommendation


Children Autism Clinic

Children Celiac Clinic

Children Speech Clinic

Children Speech Clinic

Clinic for Children

Clinical Pediatric Allergy

Clinical Pediatric Asthma


Clinical Pediatric Food Allergy

Clinical Pediatric Online

Picky Eaters Clinic Klinik Khusus Kesulitan Makan Pada Anak

Support For Children


Fight Against Aids, Save Indonesian Children

Indonesian Breastfeeding Network

Poems and Songs For Children

Save Indonesian Child From Pedophilia and sexual Abuse

Save Our Children

Save Our Children from Smoke

Media Internal
Koran Anak Indonesia

Koran Demokrasi Indonesia

Koran Indonesa Sehat

Special Links
American Academy of Allergy, Asthma and Immunology
World Allergy Organization

Join with My Twitter


Rekomendasi Pemberian Suplemen Zat Besi pada Bayi dan Anak wp.me/p1gYB6-wm
16 hours ago

Anda mungkin juga menyukai