ATTACK
DI RUANG MELATI RSUD MARDI WALUYO BLITAR
DISUSUN OLEH :
SYLVI ANDINI PUTRI
NIM 201183
Mengetahui :
( ) ( )
Mahasiswa
( )
KONSEP DASAR
A. Pengertian Asma
Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang kronik dan heterogenous. Penyakit
ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yangberhubungan dengan peningkatan
kepekaan sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas
(breathlessness), dada tertekan, dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini
hari (GINA, 2014).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang
berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena
asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi alergi, idiopatik,
dan nonalergik atau campura (mixed) antara lain :
a) Asma alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu, ketombe,
tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alergi terbanyak adalah airboner dan musiman
(seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi
pada keluarga dan riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap
alergik akan mencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya di mulai sejak
kanak-kanak.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk.
Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu serangan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
radiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
kelainan yang terjadi adalah:
Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi
terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan
penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru,
yakni :
Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam.
Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat
RBBB.
Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES,
dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik danpengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.
d. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit
dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat
kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian (data Subyektif dan Obyektif)
Objektif :
Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing
Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
Sianosis, takikardi, gelisah, pulse paradoksus
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
Klien tampak kepayahan
Subyektif :
Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
Klien mengatakan tidak bisa tidur
Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit dan kekambuhan
Psikososial :
Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung
-Memfasilitasi
-Dorong nafas dalam pernafasan yang dalam
perlahan atau nafas bibir sehingga O2 yang
sesuai kemampuan masuk lebih banyak
-Meningkatkan
diameter jalan nafas
-Beri bronkodilator sesuai sehingga mengurangi
therapy kerja pernafasan
-Mengetahui
adekuatnya suplai O2
ke paru-paru dan
-Observasi tanda vital, dan jaringan
warna membrane mukosa
kulit -Mengoptimalkan
-Beri posisi duduk(fowler) kontraksi diafragma
7. Setelah diberikan tindakan -Ciptakan lingkungan yang -Suasana tenang dan
perawatan 2x 24 jam kebutuhan nyaman dan batasi pemakaian O2 ruangan
istirahat dan tidur pasien terpenuhi pengunjung tidak berbagi sehingga
dengan KE : os bisa istirahat
-Os mengatakan sudah dapat tidur
-Os mengatakan sesak berkurang -Os mau untuk istirahat
-Retraksi otot dada berkurang -Beri KIE pentingnya tidur dan tidur
-RR 16- 24 x/ menit untuk pemulihan
-Melonggarkan jalan
-Delegatif pemberian nafas dan sesak
teraphy sesuai dosis berkurang
-Suplai O2 meningkat
-Delegatif pemberian O2 sehingga sesak
berkurang
-Mengetahui tanda-
-Cek vital sign tanda infeksi
4. Implementasi Keperawatan
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah
5. Evaluasi Keperawatan
evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto