Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASTMA

ATTACK
DI RUANG MELATI RSUD MARDI WALUYO BLITAR

DISUSUN OLEH :
SYLVI ANDINI PUTRI
NIM 201183

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS Dr SOEPRAOEN MALANG
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : SYLVI ANDINI PUTRI


NIM : 201183
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
ASTMA ATTACK DI RUANG MELATI RSUD MARDI WALUYO BLITAR

Mengetahui :

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )

Mahasiswa

( )

KONSEP DASAR
A. Pengertian Asma
Asma merupakan suatu penyakit saluran pernapasan yang kronik dan heterogenous. Penyakit
ini dikatakan mempunyai kekerapan bervariasi yangberhubungan dengan peningkatan
kepekaan sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas
(breathlessness), dada tertekan, dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini
hari (GINA, 2014).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang
berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena
asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi alergi, idiopatik,
dan nonalergik atau campura (mixed) antara lain :

a) Asma alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu, ketombe,
tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alergi terbanyak adalah airboner dan musiman
(seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi
pada keluarga dan riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap
alergik akan mencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya di mulai sejak
kanak-kanak.

b) Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsik


Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor
seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi/stres, dan populasi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi seperti
antagonis b-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi
faktor penyebab.Serangan drai asma idiopatik atau non nalregik menjadi lebih berat
dan sering kali berjalannya waktu dapat berkembang menjadi btis dan emfisma.Pada
beberapa kasus dapat dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma in
biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).

c) Asma campuran (Mixed Asma)

Merupakan bentuk asma yang paling sering. Asma campuran


dikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik atau
nonalergik.
B. Klasifikasi Asma
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensiona.
status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator.Status Asmatikus
yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi
ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran
vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di
bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda
bahaya gagal pernapasan.
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.
2. Berdasarkan derajat astma
Derajat kli Pemeriks
Asma Gejala nis Gejala klinis Eksaserbasi an
pada malam Spirome
pada siang hari hari Asma tri

dar Singkat dan VEP≥80 nila


Intermitten Kurang i ≤2 kali setahun tidak % i
1x/
minggu sering prediksi
Variabili
ti
APE<20
%

Persisten Kadang- nila


Ringan >1x/minggu >2 kali sebulan kadang VEP≥80 i
tetapi <1x/hari tetapi prediksi
Variabili AP
mengganggu ti E
tidur 20-30 %

Persisten Setiap Kadang- VEP60-


Sedang hari >1x/minggu kadang 80%
tetapi nilai prediksi
Variabili
mengganggu ti
APE>30
tidur %

Persisten VEP≤60 nila


Berat Terus-menerus Sering Sering % i
prediksi
Variabili
ti
APE>30
%

Sumber : GINA, 2011


3. Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA,
2011) :
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat
nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan
asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian

C. Etiologi Asma Bronkial


secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
b. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
a) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan 
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita
asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
b) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu
terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
c) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
e) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau
D. Patofisiologi Asma bronkial
1. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan
allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit
yang ada dalam jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan
oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++
ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
2. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed ) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologic,yaitu histamin,
Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor
(NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Hiperaktifitas bronkus yaitu
brokus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan
bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang
tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap rokok/ dapur,
bau-bauan yang tajam danAsma bronchiale tipe non atopik (intrisik)
Asma non alergik (asma intrinsik ) terjadi bukan karena pemaparan
allergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi
saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta
tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat
ganguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade
adrenergic beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian
penderita asma aktifitas adrenergic alfa diduga meningkat yang
mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
3. Asma bronchiale campuran (mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.

E. Manifestasi Klinis Asma


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak
dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala
asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak
ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala
yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal.
F. Komplikasi Asma
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas.
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
 Terdapatnya neutrofil eosinofil.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
 Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk.
 Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu serangan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada 
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
radiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
kelainan yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah.
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi
terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan
penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi
atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru,
yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam.
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat
RBBB.
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES,
dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik danpengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.
d. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit
dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat
kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian (data Subyektif dan Obyektif)
Objektif :
 Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing
 Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
 Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
 Sianosis, takikardi, gelisah, pulse paradoksus
 Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
 Klien tampak kepayahan
Subyektif :
 Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
 Klien mengatakan tidak bisa tidur
 Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit dan kekambuhan
Psikososial :
 Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang
ditandai dengan os mengatakan batuk dan dahak sulit keluar,sputum
warna putih kental, os gelisah
2. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan
sesak nafas, os gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak
pembesaran vena leher, takikardi, berkeringat.
3. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan os
tampak payah, os mengatakan sesak nafas, os mengatakan tidak bisa
tidur ,retraksi otot dada (+)
C. Rencana Tindakan (intervensi)

No. Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi


DX
1 Setelah diberi tindakan perawatan - Auskultasi bunyi -Mengetahui luasnya
selama 3x 24 jam jalan nafas pasien nafas ,catat adanya bunyi obstruksi oleh mukus
efektif, dengan KE: mengi, ronkhi
-Bunyi jalan nafas bersih/jelas -Mengetahui tanda
-Pasien bisa batuk efektif dan -Pantau frekuensi stress pernafasan
mengeluarkan sekret pernafasan.catat rasio
inspirasi/ expirasi
-Sekresi bergerak
-Beri posisi nyaman, sesuai gaya gravitasi
misal:peninggian kepala akibat perubahan posisi
tempat tidur,duduk pada dan meningkatkan
sandaran tempat tidur kepala tempat tidur
akan memindahkan isi
perut menjauhi
diafragma sehingga
memungkinkan
diafragma untuk
berkontraksi

-Beri pasien 6-8 gelas /hari -Mengencerkan sekret.


kecuali ada indikasi lain
-Mengeluarkan sekret
-Ajarkan dan berikan dan meningkatkan
dorongan penggunaan
teknik pernafasan patensi jalan nafas
diafragma dan batuk
-Merontokkan sekret
-Lakukan drainage agar mudah
postural dengan perkusi dikeluarkan
dan fibrasi pada pagi dan
malam sesuai yang
diharuskan

-Instruksikan pasien - Tidak merangsang


menghindari iritan seperti pembentukan mukus
asap , asap rokok, aerosol, lagi
cuaca dingin

-Beri bronkodilator sesuai


therapi -Memfasilitasi
pergerakan sekret.
3 Setelah diberi tindakan perawatan -Observasi perubahan pada -Menentukan
selama 3x24 jam pola nafas pasien RR dan dalamnya adekuatnya pola nafas
efektif, dengan KE: pernafasan yang berefek pada
-Tanda-tanda vital dalam batas suplai O2 yang masuk
normal
-Tidak terjadi sianosis dan tanda -Suplai O2 yang cukup
hipoksia -Atur pemberian oksigen akan mengurangi kerja
-Bunyi nafas bersih pernafasan

-Memfasilitasi
-Dorong nafas dalam pernafasan yang dalam
perlahan atau nafas bibir sehingga O2 yang
sesuai kemampuan masuk lebih banyak
-Meningkatkan
diameter jalan nafas
-Beri bronkodilator sesuai sehingga mengurangi
therapy kerja pernafasan

-Mengetahui
adekuatnya suplai O2
ke paru-paru dan
-Observasi tanda vital, dan jaringan
warna membrane mukosa
kulit -Mengoptimalkan
-Beri posisi duduk(fowler) kontraksi diafragma
7. Setelah diberikan tindakan -Ciptakan lingkungan yang -Suasana tenang dan
perawatan 2x 24 jam kebutuhan nyaman dan batasi pemakaian O2 ruangan
istirahat dan tidur pasien terpenuhi pengunjung tidak berbagi sehingga
dengan KE : os bisa istirahat
-Os mengatakan sudah dapat tidur
-Os mengatakan sesak berkurang -Os mau untuk istirahat
-Retraksi otot dada berkurang -Beri KIE pentingnya tidur dan tidur
-RR 16- 24 x/ menit untuk pemulihan
-Melonggarkan jalan
-Delegatif pemberian nafas dan sesak
teraphy sesuai dosis berkurang

-Suplai O2 meningkat
-Delegatif pemberian O2 sehingga sesak
berkurang

-Libatkan satu anggota -Os merasa aman


keluarga untuk menemani sehingga bisa istirahat
dengan tenang
8. Setelah diberikan tindakan -Beri KIE tentang -Os tahu tentang
perawatan 2 x 30 menit pengertian dan penyebab / sakitnya dan tahu
pengetahuan pasien bertambah pencetus dari penyakit faktor penyebab /
dengan KE : pencetus penyakit
-Os tahu tentang penyakitnya -Beri KIE cara
-Os tahu penyebab/ pencetus menghindari kekambuhan - Os tahu dan bisa
penyakit seperti: menghindari faktor
-Os tahu cara menghindari menghindari cuaca dingin pencetus kambuh
kekambuhan dan debu, memakai baju
penghangat dan masker
hidung, mengurangi
aktivitas / latihan berlebih.

-Beri KIE untuk kontrol


ulang penyakitnya

-Os tahu
perkembangan
penyakit sehingga
resiko kambuh
berkurang

9 Setelah diberi tindakan perawatan 3 -Kaji batuk dan -Mengetahui


x 24 jam pasien tidak mengalami pengeluaran dahak selama pengurangan produksi
infeksi dengan KE: 24 jam mukus
-Batuk dan dahak berkurang
-Tidak ada dahak purulen -Observasi perubahan -Dahak purulen tanda
- Vital sign dalam batas normal warna dahak infeksi

-Mengetahui tanda-
-Cek vital sign tanda infeksi

- Dahak encer sehingga


-Anjurkan minum air putih mudah keluar
2-3 liter/ hari -Kuman penyakit tidak
bisa berkembang biak
-Delegatif pemberian sehingga tidak terjadi
antibiotika infeksi.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam

rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan

kolaborasi (Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah

status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan

implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan,

dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).

5. Evaluasi Keperawatan
evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang

membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan

menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang

dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk

bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses

keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan

tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur

keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang

dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien

(Dinarti &Muryanti, 2017)


DAFTAR PUSTAKA

 Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
 GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
 Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
 Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC
 Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
 Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
 Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
 Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
 Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
 Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
 Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
 Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai