Kelompok C-4
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Studi Kasus
Tn. D, 50 tahun, didiagnosis dokter Hipertensi dan Asma. Dokter memberi
terapi Nifedipin 3x 10 mg untuk mengatasi hipertensinya (T 160/100).
Bagaimana menurut Anda?
B. Breakdown Kasus
1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi dan asma?
2. Apa penyebab hipertensi dan asma?
3. Bagaimana patofisiologi hipertensi dan asma?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat hipertensi dan macam obatnya?
5. Bagaimana mekanisme kerja obat asma dan macam obatnya?
6. Bagaimana pendapat tentang pemilihan obat yang diberikan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Faktor Penyebab
a. Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi antara lain :
Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan
70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17%
untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut
standar internasional).
Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah
satunya adalah penyakit jantung koroner.10 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol
HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun.
Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk
menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin
besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak
lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.14 Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and
Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya
tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8%
subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan
dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu
kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari
b. Asma
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :
Alergen
Faktor pencetus asma yang paling banyak dijumpai. Pada penelitian Anyta
& Yulia (2014) terdapat responden pencetus asma karena alergen sebanyak
94,1%. Alergen memiliki ukuran sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat
terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari
burung dan hewan menyusui karena bulu akan rontok dan terbang
mengikuti udara (Sundaru,2007). Udara kering yang banyak mengandung
alergen langsung masuk melalui mulut dan menempel di saluran nafas
bawah (bronkus dan paru).
Debu
Berdasarkan penelitian Purnomo diperoleh pasien asma yang memiliki
faktor pencetus berupa debu sebanyak 96,2%. Hasil ini dikarenakan kondisi
lingkungan dan letak geografis tempat penelitian beriklim tropis.
Penyakit yang diderita
Penelitian yang dilakukan oleh Oemiarti, kelompok yang terkena infeksi
pernapasan 2,7 kali berisiko terkena asma dibandingkan dengan kelompok
yang tidak terkena ISPA. Penelitian ini didapatkan responden yang pencetus
asma karena infeksi pernapasan sebanyak 26,7%.infeksi pernapasan
merupakan salah satu faktor resiko penyebab serangan asma.
Latihan Fisik
Serangan asma karena olahraga biasanya terjadi setelah selesai olahraga,
antara 10-60 menit. Teori hiperosmolaritas mengemukakan bahwa
hilangnya air dari cairan permukaan napas setelah latihan fisik
menyebabkan hipertonisitas cairan permukaan saluran napas dan kondisi
hiperosmolar dalam sel saluran napas. Keadaan ini menyebabkan pelepasan
mediator pro-inflamasi sehingga terjadi bronkokonstriksi; mediator
termasuk histamin, prostaglandin, faktor kemotaksis, dan leukorin, yang
berpotensi terhadap kerusakan saluran napas kronik melalui inflamasi.
Jenis Makanan dan Obat-obatan
Beberapa jenis makanan penyebab asma yakni susu sapi, ikan laut, vetsin,
dan makanan berpengawet. Penderita asma yang sensitif terhadapobat-
obatan tertentu, contohnya: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam
lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain
(Handayani,2004). Penelitian yang dilakukan Oemiarti, konsumsi makanan
yang diawetkan satu kali/hari berisiko 1,2 kali terkena asma dibandingkan
mengkonsumsi makanan yang tidak diawetkan.
Stress
Stres dapat menjadi pencetus asma bahkan memperberat asma yang sudah
ada. Pun dapat menghantarkan individu pada kecemasan sehingga memicu
dilepaskannya histamin yang menyababkan terjadinya kontraksi otot polos
dan peningkatan pembentukan lendir. Keadaan ini membuat
bronkokonstriksi, sehingga penderita sulit bernapas dan memicu terjadinya
serangan asma.
Polusi Udara
Pasien asma yang memiliki faktor pencetus karena polusi udara mudah
kambuh jika terpapar pencemaran udara seperti asap rokok, bau menyengat,
dan asap pabrik. Diketahui bahwa asap tersebut banyak mengandung
senyawa kimia yang dapat menyebabkan inflamasi saluran napas.
Kondisi Cuaca
Temperatur dingin, tingginya kelembapan dapat menyebabkan kekambuhan
asma, epidemik ini dapat menyebabkan asma menjadi lebih parah dan
meningkatkan partikel alergenik (Ramaiah,2006). Penelitian yang dilakukan
di RSCM didapatkan penderita asma kemungkinan akan mengalami
kekambuhan asma 32x lebih besar daripada penderita tanpa perubahan
cuaca.
3. Patofisiologi
a. Hipertensi
2. Asma
a) Antagonis Muskarinik
Mekanisme Kerja: Obat antimuskarinik memblokir neurotransmitter
asetilkolin di sistem saraf pusat dan perifer. Antagonis muskarinik
menghambat efek asetilkolin pada reseptor muskarinik, dan agen antikolinik
menghambat efek asetilkolin pada reseptor nikotinik (kebanyakan relaksan
otot rangka). Reseptor Muskarinik M3 yang tidak berikatan dengan
asetilkolin dapat menyebabkan bronkodilatasi.
Contoh obat:
Ipratropium Br Inhalation Solution 0,02%
Tiotropium Br Inhaler 9 mcg dan 18 mcg
b) Antihistamin
Mekanisme Kerja: Mencegah Mast Cell dan Basofil melepaskan histamin
sehingga reseptor H1 tidak dapat berikatan histamin. Hal ini menyebabkan
otot polos ileum, bronkus, bronkiolus, dan uterus tidak dapat berkontraksi.
Contoh obat:
Loratadine tablet 10 mg
Diphenhydramine HCl 25 mg
c) Stimulan β2
Mekanisme Kerja: Obat berikatan dengan reseptor adrenergik β digabungkan
dengan protein G stimulan dari adenylyl cyclase. Enzim ini menghasilkan
cAMP. Di paru-paru, cAMP menurunkan konsentrasi kalsium di dalam sel
dan mengaktifkan protein kinase A. Kedua perubahan ini menonaktifkan
myosin light-chain kinase dan mengaktifkan myosin light-chain phosphatase.
Selain itu, agonis β2 membuka saluran Kalsium – Kalium yang diaktifkan
dengan konduktansi besar dan dengan demikian cenderung hiperpolarisasi
sel-sel otot polos jalan napas. Kombinasi penurunan kalsium intraseluler,
peningkatan konduksi kalium membran, dan penurunan aktivitas myosin
rantai ringan kinase menyebabkan relaksasi otot polos dan bronkodilatasi.
Contoh obat:
Salmeterol Inhaler 25 mcg
Formoterol Inhaler 12 mcg
BAB III
PEMBAHASAN