Anda di halaman 1dari 21

A.

Konsep Teori
1. Defenisi
Asma adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible. Asma
adalah penyakit yang ditandai oleh serangan intermitten bronkus yang
disebabkan oleh rangsang alergik atau iritatif (Manurung, 2016). Asma
adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang
dikarakteristikkan dengan hiperresponsitifitas, edema mukosa, produksi
mukus (Smeltzer, 2013).
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran
napas-saluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari
paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas
penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma sangat
terkait dengan alergi. Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran
pernafasan akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel
(penyempitan dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh
episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik
(Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru,
karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos
bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma
bronchial adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena
adanya penyempitan saluran nafas yang mengakibatkan sesak nafas
dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase ekspirasi dan diikuti oleh
bunyi mengi (wheezing).
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan
akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini
membuat sulit bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran
napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak;
adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian
saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi
tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya
dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama
terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba
menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran
udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas
menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2. Etiologi
Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu termasuk
predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
yaitu asma genetik, alergik(atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan Asma adalah:
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk,
bulubulu binatang.
b. Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi,
dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
d. Faktor predisposisi
Genetik : Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.
e. Faktor presipitasi
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan Contoh : debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan : yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-
obatan
3) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
g. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.
Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita
Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
h. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
i. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut
3. Klasifikasi asma
Berdasarkan epidosik serangan asma, dapat dibedakan :
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-6 tahun, serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran napas. Frekuensi
serangan 3-4 x/hari. Lamanya serangan beberapa hari dan langsung
menjadi sembuh. Gejala menonjol pada malam hari dapat
berlangsung 3-4 hari, sedangkan batuk 10-14 hari, serangan tidak
ditemukan kelainan.
b. Asma episodik sedang
2/3 golongan ini serangan pertama timbul pada usia sebulan sampai
3 tahun, serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut.
Pada usia 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
c. Asma kronik/resisten
Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan (25%), sebelum usia 3
tahun (75%), pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan
episodik pada usia 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi jalan
napas yang persisten dan hampir selalu terdapat wheezing setiap
hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk/wheezing dan
waktu serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan
rumah sakit.
Berdasarkan berat penyakit :
1) Tahap I : intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a) Gejala intermitten < 1 kali dalam seminggu
b) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai
beberapa hari)
c) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
d) Asimptomastis dan nilai fungsi paru normal diantara
periodaeksaserbasi
e) PEF atau FEV1 : ≥ 80% prediksi Variabilitas < 20%
f) pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :Obat untuk
mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu
inhalasi jangka pendek β2 agpnis
g) intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
2) Tahap II : persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a) Gejala ≥ 1 kali seminggu tapi < 1 kali sehari
b) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
pemakaian obat harian untuk mempertahankan
kontrol :Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin
perlu bronkodilator jangka panjang ditambah dengan obat-
obatan antiinflamasi (terutama untuk serangan asma malam
hari).
3) Tahap III : persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a) Gejala harian
b) Gejala eksaserbasi menggangu aktivitas dan tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
d) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
4. Patofisiologi
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu,
asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita.
Bendabenda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem
di tubuh. penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen).
Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang
berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil,
dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang memicu
reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang
membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci). Ikatan
antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran
mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic show
acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan
mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas
kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama
bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada
semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus
(bronkokontrikis) dan sesak nafas. Penyempitan bronkus akan
menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga
menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada
penurunan oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah.
Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus
dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi sering
batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak (Harwina Widya
Astuti 2010).
5. Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer, 2013) manifestasi asma adalah:
a. Gejala asma paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa disertai
produksi mukus), dispnea dan mengi (pertama-tama pada ekspirasi,
kemudian bisa juga terjadi selama inspirasi).
b. Serangan asma paling sering terjadi pada malam atau pagi hari.
c. Eksaserbasi asma sering kali didahului oleh peningkatan selama
berhari-hari, namun dapat pula terjadi secara mendadak.
d. Sesak dada dan dispnea.
e. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi dan ekspirasi
memanjang.
f. Seiring proses eksaserbasi, sianosis sentral sekunder akibat
hipoksia berat dapat terjadi.
g. Gejala tambahan seperti diaforesis, takikardia, dan pelebaran
tekanan nadi mungkin dijumpai pada pasien asma.
h. Asma yang disebabkan oleh latihan fisik: gejala maksimal selama
menjalani latihan fisik, tidak terdapat gejala pada malam hari, dan
terkadang hanya muncul gambaran sensasi seperti “tercekik”
selama menjalani latihan fisik.
i. Reaksi yang parah dan berlangsung terus menerus, yakni status
asmatikus, bisa terjadi. Kondisi ini dapat mengancam kehidupan.
j. Eksema, ruam, dan edema temporer merupakan reaksi alergi yang
biasanya menyertai asma.
6. Pathway

Infeksi Merokok Polusi Alergen Genetik

Masuk saluran
pernafasan
Hipersekresi mukus
Sel goblet di bronkus meningkat
Iritasi mukosa saluran
pernafasan
Bronkitis Metaplasia sel gobet
Terjadi reaksi
Penumpukan lendir inflamasi/peradangan Brokonpasme (Penyempitan
dan sekresi
saluran pernafasan)
berlebihan
Nyeri dada
Obstruksi jalan nafas Mekanisme kompensasi
tubuh/memenuhi kebutuhan o2
Nyeri akut
Bersihan jalan nafas
tidak efektif Frekuensi pernafasan
meningkat

Peningkatan metabolisme
Pola nafas tidak
efektif

Dispnea saat makan


Metabolisme ATP menurun
Kelemahan otot
Energy menurun
pengunyah

Kelemahan umum
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh Intoleransi aktivitas
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada
pasein asma bronchial yaitu :

a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat


menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.

b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya


hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)

c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh

8. Penatalaksanaan

Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :

a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri &
Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
1) Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien
dengan batuk yang tidak efektif
2) Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
a. Pneumothoraks
b. Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
napas.
c. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa yunani pneuma “udara” juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara
keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
d. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
e. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp
f. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
g. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).
Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lender.
10. Pencegahan
Pencegahan menjadi hal penting dalam menurunkan insedens. Tindakan
preventif terutama bisa dibagi menjadi tiga tahap, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Cara primer bertujuaan untuk mengurangi pajanan agen berpotensi
mencetuskan ditempat kerja. Sedangkan mengidentifikasi bukti awal subklinis
penyakit pada pekerja sehingga diperlukan tindakan untuk mencegah penyakit
semakin berkembang merupakan pokok pencegahan sekunder. Pada cara tersier
sudah menekankan intervensi, baik medis atau nonmedis untuk mencegah penyakit
semakin memburuk. Berikut adalah contoh-contoh tindakan preventif primer
sekunder, dan tersier.
a. Primer
1) Hindari agen pencetus baru yang bisa diprediksi ditempat kerja
2) Hindari penggunaan agen pencetus jika ada alternatif bahan lain yang lebih
aman
3) Memodifikasi bahan, baik secara fisika atau kimiawi agen pencetus yang
sudah diketahui untuk mengurangi resiko(misalnya penggunaan bahan yang
sulit menguap, produk yang dipolimerisasi, dan sarung tangan lateks dengan
kandungan rendah protein dan rendah bahan serbuk).
4) Menjaga kebersihan tempat kerja.
5) Mendidik pekerja bertindak aman ditempat kerja.
6) Memantau dan mengendalikan kadar pajanan terhadap pekerja
b. Sekunder
1) Menyediakan suveilans untuk pekerja yang beresiko. Evaluasi secara medis
terdiri kuesioner tentang pre dan post penempatan kerja serta cek faal paru
dengan tes spirometri dan uji imunologi.
2) Pastikan bahwa penyedia pelayanan kesehatan memiliki pengetahuan yang
memadai tentang asma akibat kerja.
3) Mendidik pekerja tentang resiko asma akibat kerja melalui penyuluhan,
informasi melalui selebran atau via daring ditempat kerja
c. Tersier
1) Mengevaluasi pekerja yang mempunyai gejala WRA sejak dini dan
mendapatkan diagnosis yang akurat.
2) Memindahkan pekerja dari lokasi yang ada pajanan agen pencetus setelah
diagnosis terkonfirmasi.
3) Kontrol pemicu lain dan mulai gunakan obat-obatan jika perlu.
4) Bantu pasien dengan klaim kompensasi pekerja untuk mengatasi efek sosial
ekonomi.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Usia : asma bronkial dapat menyerang segala usia, tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
2) Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.
3) Tempat tinggal dan jenis pekerjaan : lingkungan kerja diperkirakan
merupaka faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma
bronkial (Nugroho,T. 2016). Kondisi rumah, pajanan alergen, hewan di
dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan dan pemanasan
(Francis, 2011).
b. Riwayat kesehatan klien
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang mengalami asma
bronkial adalah batuk, peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau
berbulan-bulan), hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada (Somantri,
2009)
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma bronkial
adalah pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien sudah
lama menderita penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit
asma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien. Secara
umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini : Riwayat
merokok, merokok merupakan penyebab utama Kanker paru-paru,
emfisema, dan bronkhitis kronis. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa
non perokok. Pengobatan saat ini, alergi dan tempat tinggal.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali ditemukan di dapatkan adanya
riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya
6) Riwayat Psikososial
a) Presepsi klien terhadap masalahnya
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang salah
satu dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
b) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif ( Asmadi, 2008).
c) Pola komunikasi
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan
dengan orang lain.
d) Pola interaksi
Pada pasien asma, biasanya interaksi dengan orang lain berkurang.
c. Pola kesehatan sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada pasien sesak,
potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal
ini karena dispnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami
pasien.

2) Eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam eliminasi. Penderita
asma dilarang menahan buang air kecil dan buang air besar, kebiasaan
menahan buang air kecil dan buang air besar akan menyebabkan feses
menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan (Mumpuni & Wulandari,
2013).

3) Istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien.
4) Pola Personal Hygiene
Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang mengalami asma. Terkadang
ada hambatan dalam personal hygiene.

5) Aktivitas
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan
aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asma.
Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga (Mumpuni dan
Wulandari, 2013)

6) Pola reproduksi dan seksual


Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia. Bila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini
akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
serangan asma

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum klien

Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, lemah, dan sesak
nafas.

2) Pemeriksaan kepala dan muka


Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau putih, tidak ada lesi.

3) Pemeriksaan telinga

Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

4) Pemeriksaan mata

Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada odema

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, konjungtiva merah muda, sklera putih

5) Pemeriksaan Hidung

Inspeksi : Simetris, terdapat rambut hidung,terdapat pernafasan cuping


hidung, tidak ada lesi

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

6) Pemeriksaan mulut dan faring

Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya ada kesulitan
untuk menelan.

7) Pemeriksaan leher

Inspeksi : Simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar


tiroid.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

8) Pemeriksaan payudara dan ketiak

Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
payudara simetris.

9) Pemeriksaan thoraks
a) Pemeriksaan Paru
Inspeksi

Batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental dan sulit


dikeluarkan, bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan, sianosis
(Somantri, 2009). Mekanika bernafas, pernafasan cuping hidung,
penggunaan oksigen, dan sulit bicara karena sesak nafas (Marelli, 2008).

Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri, 2009).
Takikardi akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis
sentral (Djojodibroto, 2016).

Perkusi

Lapang paru yang hipersonor pada perkusi

Auskultasi

Respiras terdengar kasar dan suara mengi (Whezzing) pada fase


respirasi semakin menonjol (Somantri, 2009).
b) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara tambahan
Perkusi : suara pekak

10) Pengkajian abdomen dan pelvis


Inspeksi :
Pada inspeksi perlu perlu disimak apakah abdomen membusung atau
membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus
menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati juga
apakah di daerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa. Laporkan
bentuk dan letaknya.

Auskultasi

Mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35 kali per menit :
bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui
pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal. Peristaltik yang
berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak
terdengar suara peristaltik sama sekali maka kita lakukan peristaltik
negative (pada pasien post operasi).

Palpasi

Sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien


adakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus di palpasi terakhir,
palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui
apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari
dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga
turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah
dengan tekanan region suprapubika (cystitis), titik mc burney
(appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis)
barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar
dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadran
kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan
cembungan perut. Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak.

Perkusi

a) Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung


dan usus (tympani atau redup)
b) Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau
massa dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang normal adalah
timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan- keadaan
tertentu misalnya apabila hepar dan limpa membesar, maka bunyi
perkusi akan menjadi redup, khusunya perkusi di daerah bawah
kosta kanan dan kiri.
11) Pemeriksaan integumen
a) Tanda – tanda injuri eksternal
b) Nyeri
c) Pergerakan
d) Odema, fraktur (Bintari, R. 2017).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret dalam bronki
b. Nyeri akut berhubungn dengan agen injuri biologi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot pengunyah
e. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
3. INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Bersihan jalan Respiratory status : Airway Airway Management
nafas Management 1. Posisikan pasien untuk
berhubungan Setelah dilakukan asuhan memaksimalkan ventilasi
dengan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Auskultasi suara nafas , catat
penumpukan diharapkan lendir dapat keluar adanya suara nafas tambahan
sekret dalam dan sesak nafas berkurang 3. Berikan bronkodilator bila
bronki dengan indicator : perlu
1.menunjukkan jalan nafas 4. Anjurkan pasien minum air
paten ( klien tidak merasa hangat
tercekik , irama nafas ,
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal , tidak ada
suara nafas abnormal )
Pain Control Pain management
2. Nyeri akut
Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungn
keperawatan selama 3 x 24 jam secara komprehensif termasuk
dengan agen
diharapkan nyeri berkurang lokasi , karakteristik , durasi ,
injuri biologis
dengan indicator : frekuensi , kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol nyeri ( prespitasi
tahu penyebab nyeri , mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan teknik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik terapeutik
mengurangi nyeri , mencari untuk mengetahui pengalaman
bantuan ) nyeri klien
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Ajarkan teknik
berkurang dengan nonfarmakologi
menggunakan management Tingkatkan istirahat
nyeri
3. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
3. Intoleransi Activity Therapy Activity Therapy :
aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu klien untuk
berhubungan keperawatan selama 2 x 24 jam mengidentifikasi
dengan diharapkan klien dapat aktivitas yang mampu
kelemahan beraktifitas tanpa keluhan dilakukan
apapun dengan indicator : 2. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi dalam memilih aktivitas yang
aktivitas fisik tanpa konsisten sesuai
disertai peningkatan dengan kemampuan
tekanan darah, nadi dan fisik, psikologi, dan
RR sosial
2. Mampu melakukan 3. Bantu untuk
aktivitas sehari hari mendapatkan alat
secara mandiri bantuan aktivitas
3. Tanda tanda vital seperti kursi roda, krek
normal 4. Bantu klien untuk
4. Mampu berpindah: mengembangkan
dengan atau tanpa motivasi diri dan
bantuan alat penguatan

4.. Ketidakseimb Nutritional status Nutrition Management


angan nutrisi Setelah dilakukan asuhan
kurang dari keperawatan selama 2 x 24 jam 1. kaji adanya alergi makanan
kebutuhan diharapkan nutrisi dapat 2. monitor adanya penurunan
tubuh membaik dengan kriteria berat badan
berhubungan hasil : 3. anjurkan pasien untuk
dengan laju 1. adanya peningkatan berat meningkatkan intake fe
metabolic, badan sesuai dengan tujuan anjurkan pasien untuk
dispnea saat 2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
makan, dengan tinggi badan vitamin c
kelemahan 3. tidak ada tanda tanda 5. Monitor interaksi anak dan
otot malnutrisi orang tua saat makan
pengunyah 4. tidak terjadi penurunan berat 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
badan untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien

Respiratory status Terapi oksigen


5. Pola Nafas
Setelah dilakukan asuhan a. Bersihkan mulut, hidung
tidak efektif
keperawatan selama 3 x 24 jam dan secret trakea
berhubungan
diharapkan pola nafas b. Pertahankan jalan nafas
dengan
membaik dengan kriteria hasil: yang paten
penurunan
Mendemonstrasikan batuk c. Atur peralatan oksigenasi
tekanan
efektif dan suara nafas yang d. Monitor aliran kosigen
inspirasi/ekspir
bersi, tidak ada sianosis dan e. Pertahankan posisi pasin
asi
dispnea (mampu mengeluarkan f. Observasi adanya tanda
sputum, mampu bernafas tanda hipoventilasi
dengan mudah, tidak ada g. Monitor adanya
pursed lips) kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Anda mungkin juga menyukai