Konsep Teori
1. Defenisi
Asma adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible. Asma
adalah penyakit yang ditandai oleh serangan intermitten bronkus yang
disebabkan oleh rangsang alergik atau iritatif (Manurung, 2016). Asma
adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang
dikarakteristikkan dengan hiperresponsitifitas, edema mukosa, produksi
mukus (Smeltzer, 2013).
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran
napas-saluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari
paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas
penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma sangat
terkait dengan alergi. Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran
pernafasan akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel
(penyempitan dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh
episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik
(Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru,
karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos
bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma
bronchial adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena
adanya penyempitan saluran nafas yang mengakibatkan sesak nafas
dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase ekspirasi dan diikuti oleh
bunyi mengi (wheezing).
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan
akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini
membuat sulit bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran
napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak;
adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian
saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi
tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya
dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama
terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba
menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran
udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas
menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2. Etiologi
Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu termasuk
predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
yaitu asma genetik, alergik(atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin
dan ras. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan Asma adalah:
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk,
bulubulu binatang.
b. Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi,
dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
d. Faktor predisposisi
Genetik : Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.
e. Faktor presipitasi
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan Contoh : debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan : yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-
obatan
3) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
g. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.
Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita
Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
h. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
i. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut
3. Klasifikasi asma
Berdasarkan epidosik serangan asma, dapat dibedakan :
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-6 tahun, serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran napas. Frekuensi
serangan 3-4 x/hari. Lamanya serangan beberapa hari dan langsung
menjadi sembuh. Gejala menonjol pada malam hari dapat
berlangsung 3-4 hari, sedangkan batuk 10-14 hari, serangan tidak
ditemukan kelainan.
b. Asma episodik sedang
2/3 golongan ini serangan pertama timbul pada usia sebulan sampai
3 tahun, serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut.
Pada usia 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
c. Asma kronik/resisten
Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan (25%), sebelum usia 3
tahun (75%), pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan
episodik pada usia 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi jalan
napas yang persisten dan hampir selalu terdapat wheezing setiap
hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk/wheezing dan
waktu serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan
rumah sakit.
Berdasarkan berat penyakit :
1) Tahap I : intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a) Gejala intermitten < 1 kali dalam seminggu
b) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai
beberapa hari)
c) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
d) Asimptomastis dan nilai fungsi paru normal diantara
periodaeksaserbasi
e) PEF atau FEV1 : ≥ 80% prediksi Variabilitas < 20%
f) pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :Obat untuk
mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu
inhalasi jangka pendek β2 agpnis
g) intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
2) Tahap II : persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a) Gejala ≥ 1 kali seminggu tapi < 1 kali sehari
b) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
pemakaian obat harian untuk mempertahankan
kontrol :Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin
perlu bronkodilator jangka panjang ditambah dengan obat-
obatan antiinflamasi (terutama untuk serangan asma malam
hari).
3) Tahap III : persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan
a) Gejala harian
b) Gejala eksaserbasi menggangu aktivitas dan tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
d) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
4. Patofisiologi
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu,
asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita.
Bendabenda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem
di tubuh. penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen).
Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang
berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil,
dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang memicu
reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang
membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci). Ikatan
antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran
mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic show
acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan
mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas
kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama
bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada
semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus
(bronkokontrikis) dan sesak nafas. Penyempitan bronkus akan
menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga
menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat pada
penurunan oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah.
Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus
dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi sering
batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak (Harwina Widya
Astuti 2010).
5. Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer, 2013) manifestasi asma adalah:
a. Gejala asma paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa disertai
produksi mukus), dispnea dan mengi (pertama-tama pada ekspirasi,
kemudian bisa juga terjadi selama inspirasi).
b. Serangan asma paling sering terjadi pada malam atau pagi hari.
c. Eksaserbasi asma sering kali didahului oleh peningkatan selama
berhari-hari, namun dapat pula terjadi secara mendadak.
d. Sesak dada dan dispnea.
e. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi dan ekspirasi
memanjang.
f. Seiring proses eksaserbasi, sianosis sentral sekunder akibat
hipoksia berat dapat terjadi.
g. Gejala tambahan seperti diaforesis, takikardia, dan pelebaran
tekanan nadi mungkin dijumpai pada pasien asma.
h. Asma yang disebabkan oleh latihan fisik: gejala maksimal selama
menjalani latihan fisik, tidak terdapat gejala pada malam hari, dan
terkadang hanya muncul gambaran sensasi seperti “tercekik”
selama menjalani latihan fisik.
i. Reaksi yang parah dan berlangsung terus menerus, yakni status
asmatikus, bisa terjadi. Kondisi ini dapat mengancam kehidupan.
j. Eksema, ruam, dan edema temporer merupakan reaksi alergi yang
biasanya menyertai asma.
6. Pathway
Masuk saluran
pernafasan
Hipersekresi mukus
Sel goblet di bronkus meningkat
Iritasi mukosa saluran
pernafasan
Bronkitis Metaplasia sel gobet
Terjadi reaksi
Penumpukan lendir inflamasi/peradangan Brokonpasme (Penyempitan
dan sekresi
saluran pernafasan)
berlebihan
Nyeri dada
Obstruksi jalan nafas Mekanisme kompensasi
tubuh/memenuhi kebutuhan o2
Nyeri akut
Bersihan jalan nafas
tidak efektif Frekuensi pernafasan
meningkat
Peningkatan metabolisme
Pola nafas tidak
efektif
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh Intoleransi aktivitas
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada
pasein asma bronchial yaitu :
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh
8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri &
Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
1) Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien
dengan batuk yang tidak efektif
2) Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
a. Pneumothoraks
b. Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
napas.
c. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa yunani pneuma “udara” juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini
dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara
keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
d. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
e. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp
f. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
g. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami
bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak).
Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lender.
10. Pencegahan
Pencegahan menjadi hal penting dalam menurunkan insedens. Tindakan
preventif terutama bisa dibagi menjadi tiga tahap, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Cara primer bertujuaan untuk mengurangi pajanan agen berpotensi
mencetuskan ditempat kerja. Sedangkan mengidentifikasi bukti awal subklinis
penyakit pada pekerja sehingga diperlukan tindakan untuk mencegah penyakit
semakin berkembang merupakan pokok pencegahan sekunder. Pada cara tersier
sudah menekankan intervensi, baik medis atau nonmedis untuk mencegah penyakit
semakin memburuk. Berikut adalah contoh-contoh tindakan preventif primer
sekunder, dan tersier.
a. Primer
1) Hindari agen pencetus baru yang bisa diprediksi ditempat kerja
2) Hindari penggunaan agen pencetus jika ada alternatif bahan lain yang lebih
aman
3) Memodifikasi bahan, baik secara fisika atau kimiawi agen pencetus yang
sudah diketahui untuk mengurangi resiko(misalnya penggunaan bahan yang
sulit menguap, produk yang dipolimerisasi, dan sarung tangan lateks dengan
kandungan rendah protein dan rendah bahan serbuk).
4) Menjaga kebersihan tempat kerja.
5) Mendidik pekerja bertindak aman ditempat kerja.
6) Memantau dan mengendalikan kadar pajanan terhadap pekerja
b. Sekunder
1) Menyediakan suveilans untuk pekerja yang beresiko. Evaluasi secara medis
terdiri kuesioner tentang pre dan post penempatan kerja serta cek faal paru
dengan tes spirometri dan uji imunologi.
2) Pastikan bahwa penyedia pelayanan kesehatan memiliki pengetahuan yang
memadai tentang asma akibat kerja.
3) Mendidik pekerja tentang resiko asma akibat kerja melalui penyuluhan,
informasi melalui selebran atau via daring ditempat kerja
c. Tersier
1) Mengevaluasi pekerja yang mempunyai gejala WRA sejak dini dan
mendapatkan diagnosis yang akurat.
2) Memindahkan pekerja dari lokasi yang ada pajanan agen pencetus setelah
diagnosis terkonfirmasi.
3) Kontrol pemicu lain dan mulai gunakan obat-obatan jika perlu.
4) Bantu pasien dengan klaim kompensasi pekerja untuk mengatasi efek sosial
ekonomi.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Usia : asma bronkial dapat menyerang segala usia, tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
2) Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.
3) Tempat tinggal dan jenis pekerjaan : lingkungan kerja diperkirakan
merupaka faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien dengan asma
bronkial (Nugroho,T. 2016). Kondisi rumah, pajanan alergen, hewan di
dalam rumah, pajanan asap rokok tembakau, kelembapan dan pemanasan
(Francis, 2011).
b. Riwayat kesehatan klien
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang mengalami asma
bronkial adalah batuk, peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau
berbulan-bulan), hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada (Somantri,
2009)
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma bronkial
adalah pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien sudah
lama menderita penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit
asma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien. Secara
umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini : Riwayat
merokok, merokok merupakan penyebab utama Kanker paru-paru,
emfisema, dan bronkhitis kronis. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa
non perokok. Pengobatan saat ini, alergi dan tempat tinggal.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali ditemukan di dapatkan adanya
riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya
6) Riwayat Psikososial
a) Presepsi klien terhadap masalahnya
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang salah
satu dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
b) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif ( Asmadi, 2008).
c) Pola komunikasi
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan
dengan orang lain.
d) Pola interaksi
Pada pasien asma, biasanya interaksi dengan orang lain berkurang.
c. Pola kesehatan sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada pasien sesak,
potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal
ini karena dispnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami
pasien.
2) Eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam eliminasi. Penderita
asma dilarang menahan buang air kecil dan buang air besar, kebiasaan
menahan buang air kecil dan buang air besar akan menyebabkan feses
menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan (Mumpuni & Wulandari,
2013).
3) Istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien.
4) Pola Personal Hygiene
Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang mengalami asma. Terkadang
ada hambatan dalam personal hygiene.
5) Aktivitas
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan
aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asma.
Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga (Mumpuni dan
Wulandari, 2013)
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, lemah, dan sesak
nafas.
3) Pemeriksaan telinga
4) Pemeriksaan mata
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, konjungtiva merah muda, sklera putih
5) Pemeriksaan Hidung
Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya ada kesulitan
untuk menelan.
7) Pemeriksaan leher
Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
payudara simetris.
9) Pemeriksaan thoraks
a) Pemeriksaan Paru
Inspeksi
Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan (Somantri, 2009).
Takikardi akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti sianosis
sentral (Djojodibroto, 2016).
Perkusi
Auskultasi
Auskultasi
Mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35 kali per menit :
bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui
pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal. Peristaltik yang
berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak
terdengar suara peristaltik sama sekali maka kita lakukan peristaltik
negative (pada pasien post operasi).
Palpasi
Perkusi