Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI “ASMA”

Disusun Oleh: Kelompok 1

Agung Nugroho 1804015196


Dhea Alief Via 1804015199
Icha Septami Putri 1804015161
Wanti Puspita Sari 18040151050

Kelas D1

Tanggal Diskusi Kelompok : 1 November 2021

Tanggal Presentasi Kelompok : - November 2021

Dosen Pengampu Praktikum :Apt.Septianita Hastuti,M.Farm

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

JAKARTA 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-anak,
orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik serangan periodik
yang stabil (Sykes, et al, 2008). Terapi farmakologis yang ada selama ini memang efektif
untuk mengatasi serangan asma, namun ternyata kurang efektif untuk mengontrol
perkembangan asma. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penderita asma
dewasa ini, di saat kemajuan dalam bidang pengobatan asma telah dicapai (Arief, 2009).
Asma tidak bisa disembuhkan, namun manifestasi klinisnya bisa dikendalikan (GINA, 2008)

Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas dikarenakan terjadinya aktivitas berlebih
terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada
saluran nafas yang mengalirkan oksigen ke paru-paru dan rongga dada (Admin, 2012). World
Health Organization (WHO) memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu individu
meninggal di dunia karena asma. Hasil penelitian International Study on Asthma and
Alergies in Childhood pada tahun 2005 juga menunjukkan bahwa prevalensi gejala penyakit
asma melonjak dari sebesar 4,2% menjadi 5,4% dan merupakan penyebab kematian ke
delapan di Indonesia (Mjundi, 2012).

Menurut Yunus (dalam Wahyudi, 2012), asma merupakan penyakit kronis yang tidak
dapat disembuhkan. Obat-obatan yang dikonsumsi oleh individu yang mengalami asma tidak
dapat menyembuhkan penyakit asma namun hanya menekan gejala kekambuhan asma.
Kekambuhan asma dapat ditandai dengan berbagai gejala seperti batuk, bunyi nafas
mengikik, terjadi penyempitan pada rongga dada, nafas cenderung pendek, mudah lelah
setelah berolahraga dan mengalami kesulitan tidur akibat batuk dan kesulitan bernafas
(Meetdoctor, 2012).

Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi tiga domain besar, yaitu alergen, iritan, dan
hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the Region’s Health,
2002). Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma terdiri dari
faktor internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental factor). Faktor internal terdiri
dari genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi emosi yang kuat atau
berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational irritant, infeksi virus di saluran
nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan perubahan suhu terkait perubahan
musim atau kondisi geografis lainnya (Suyono, 2001 ; GINA, 2008)

A. Kasus Asma

Skenario:

Anda sebagai apoteker di Rumah Sakit sedang melakukan pemantauan


Terapi Obat pada pasien yang mendapatkan resep berikut:

Rumah Sakit UHAMKA

Jalan Delima No 1 Jakarta Timur

Dokter : dr. Retno

SIP: 1234567892017

Tanggal: 25 Oktober
2021

R/ Seretide 125 No. I

S 2 dd 1 puff

R/ Salbuven 4 mg No. XX

S 3 dd1 tab

R/ Dexamethasone tab No. X

S 1 dd 1 tab

R/ Paracetamol 500mg No. X

prn

Pro: Silfa
Usia: 15 tahun

Tugas:
1. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan Informasi, tentukan
klasifikasi keparahan asma pasien dan dilihat dari data apa?
2. Jelaskan komposisi masing-masing obat dan tentukan masing-
masing golongan obat tsb!
3. Tuliskan data Objective dan Subjective pasien pada CPPT.
4. Lakukan penetapan masalah terkait obat (DRP) pada resep
tersebut dengan menganalisis data dan informasi lalu tuliskan
pada CPPT.
5. Lakukan penyelesaian masalah terkait obat dan tuliskan pada
bagian tindak lanjut tuliskan pada CPPT.
6. Berikan rekomendasi non farmakologi dan rencana monitoring
pasien.

B. LEMBAR HASIL PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Silfa
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 15 tahun
BB/TB : 53 kg/160 cm
Pekerjaan : Siswa
Pendidikan terakhir : SMA
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jalan Delima 2 Jakarta Timur
Riwayat Penyakit
Keluhan saat ini: Sesak yang disertai mengi dan demam sehabis olahraga dari sekolah dan
tidak tertangangi menggunakan Ventolin Inhaler.
Riwayat penyakit saat ini: Dalam sebulan terakhir pasien sering mengalami sesak sekitar 2-
3x seminggu. Sebelumnya tertangani dengan baik menggunakan Ventolin inhaler, namun
serangan akut terakhir setelah berolahraga tidak membaik walaupun sudah diberikan obat tsb.
Diagnosa: Asma eksaserbasi
Riwayat penyakit terdahulu: Sudah mengalami asma sejak 1 tahun dan terkontrol dengan
Ventolin Inhaler
Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu memiliki asma
Riwayat pengobatan: Ventolin Inhaler sejak 1 tahun terakhir
Riwayat lingkungan, sosial dan gaya hidup: Ayah seorang perokok aktif.

Riwayat Alergi: tidak ada

Laporan Hasil Pemeriksaan

Nama: Nn. Silfa


Usia: 15 tahun
Berat badan: 53 kg
Tinggi Badan: 160 cm
Alamat: Jalan Delim 2 Jakarta Timur
Tanggal Pemeriksaan: 25 Oktober 2021
Hasil Pemeriksaan
Tanda Vital Hasil Nilai Rujukan
RR 55x/menit 20-30 x/menit
HR 150 x/menit 80-90 x/menit
Tekanan darah 130/80 mmg/dL <140/80 mg/dL
o
Suhu 38 C 37oC
Spirometri
FEV1 62% dari nilai prediksi
Sat O2 95%
X-Ray
Tidak ditemukan konsolidasi pada lobus paru

1.2 Tujuan Praktikum

1. Agar mahasiswa dapat menentukan DRPs obat pada kasus Tuberculosis


2. Agar mahasiswa dapat memberikan informasi pengobatan Tuberculosis
3. Agar mahasiwa dapat melakukan monitoring atau evaluasi terapi yang diperlukan pada
Tuberculosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamsi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodic berulang berupa mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada
terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau
tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa
gejala tidak mengganggu aktivitas tetpai dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai
berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

II. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma dibagi menjadi 4 yaitu:

2.1. Asma intermitten, ditandai dengan:


- Gejala kurang dari 1 kali seminggu
- Eksaserbasi singkat
- Gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan
- Bronkodilator diperlukan bila ada serangan
- Jika serangan agak berat, mungkin memerlukan kortikosteroid
- APE atau VEP ≥ 80% prediksi
- Variability APE atau VEP ≤ 20%
2.2. Asma persisten ringan, ditandai dengan:
- Gejala asma malam > 2x/bulan
- Eksaserbasi > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari
- Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur
- Membutuhkan bronkodilator dan kortikosteroid
- APE atau VEP ≥ 80% prediksi
- Variability APE atau VEP 20-30
2.3. Asma persisten sedang, ditandai dengan:
- Gejala hampir tiap hari
- Gejala asma malam > 1x/minggu
- Eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur
- Membutuhkan steroid inhalasi dan bronkodilator setiap hari
- APE atau VEP 60-80%
- Variability APE atau VEP > 30%
2.4. Asma persisten berat, ditandai dengan:
- APE atau VEP < 60% prediksi
- Variability APE atau VEP > 30%
III. Etiologi
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma belum
diketahui mekanismenya. Namun terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya
serangan asma, antara lain:
- Kegiatan fisik (exercise)
- Kontak dengan allergen dan iritan
- Akibat terjadinya infeksi virus
- Penyebab lainnya. Berbagai penyebab yang dapat memicu terjadinya asma yaitu
obat-obatan, sulfite, gastroesophageal reflux disease, bahan kimia atau debu, dan
infeksi.
Studi epidemiologi sangat mendukung konsep genetic predisposisi ditambah interaksi
lingkungan terhadap perkembangan asma. Faktor genetik menyumbang 60% hingga 80% dari
kerentanan. Asma merupakan kelainan genetik yang kompleks, bahwa fenotip asma
kemungkinan merupakan hasil dari pewarisan poligenik atau perbedaan kombinasi gen.
Pencarian awal berfokus pada membangun hubungan antara atopi (keadaan hipersensitivitas
yang ditentukan secara genetik terhadap lingkungan alergen) dan asma Pencarian di seluruh
genom juga menemukan hubungan dengan gen pada kromosom 17q21 (seperti ZPBP2, GSDMB,
dan ORMDL3) dan gen interleukin (IL33, IL1RL1/IL18R1, dan IL2RB9) dan HLA-DQ dan
SMAD3 yang terkait dengan fungsi penghalang epitel dan bawaan dan kelainan respon imun
adaptif. Meskipun kecenderungan genetik untuk atopi merupakan faktor risiko yang signifikan
untuk mengembangkan asma, tidak semua individu atopic mengembangkan asma, juga tidak
semua pasien dengan asma menunjukkan atopi. Berbeda dengan fenotipe asma (progresif atau
remodeled vs nonprogressive) mungkin terjadi karena ditentukan secara genetik. Faktor risiko
lingkungan untuk perkembangan asma meliputi: status sosial ekonomi, ukuran keluarga, paparan
asap rokok, bekas di bayi, dan di dalam rahim, paparan alergen, polusi udara ambien, urbanisasi,
virus infeksi pernapasan termasuk virus pernapasan syncytial (RSV) dan rhinovirus, dan
penurunan paparan agen infeksi anak yang umum. Faktor lingkungan tertentu selama anak usia
dini di individu yang rentan secara genetik dianggap sebagai predisposisi perkembangan
alergi dan asma dengan membiarkan sistem imunologi alergi (T-helper tipe sel 2 [Th2] [Th2
asma tinggi] limfosit) untuk berkembang bukannya sistem untuk melawan infeksi (T-helper tipe
1 [Th1] [Th2 asma rendah] limfosit). 2 tahun pertama kehidupan tampaknya menjadi yang paling
penting untuk paparan untuk menghasilkan perubahan dalam sistem respon imun. Faktor risiko
untuk awal (kurang dari 3 tahun) mengi berulang terkait dengan infeksi virus termasuk kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah, jenis kelamin laki-laki, dan orang tua merokok. Namun, pola
awalnya disebabkan oleh saluran udara yang lebih kecil, dan faktor risiko ini belum tentu
merupakan faktor risiko untuk mengembangkan asma di kemudian hari kehidupan. Atopi adalah
faktor risiko utama bagi anak-anak untuk melanjutkan asma. Asma dapat dimulai pada orang
dewasa di kemudian hari. Asma kerja di individu yang sebelumnya sehat menekankan efek
lingkungan pada perkembangan asma. Heterogenitas fenotipe asma muncul paling jelas ketika
mendaftar beragam faktor pelindung dan risiko asma pengembangan. Berbagai faktor ini
memiliki derajat relative penting dari pasien ke pasien. Paparan lingkungan adalah pencetus
penting dari eksaserbasi asma berat. Epidemi parah asma di kota-kota telah mengikuti paparan
aeroallergen konsentrasi tinggi. Infeksi saluran pernapasan virus tetap menjadi pencetus tunggal
yang paling signifikan dari asma parah pada anak-anak dan merupakan pemicu penting pada
orang dewasa juga. kemungkinan faktor pencetus eksaserbasi termasuk polusi udara, emosi,
latihan, paparan pekerjaan, dan obat-obatan.

IV. Derajat asma


A. Faktor Lingkungan dan Pekerjaan

Perkembangan dan heterogenitas asma persisten didorong oleh kompleks


interaksi gen- lingkungan. Agen dan peristiwa yang diketahui memicu asma tercantum
dalam tabel. Mekanisme untuk menginduksi gejala adalah sebagai bervariasi sebagai
faktor paparan dan mencakup reaksi yang dimediasi IgE dan sel. Organisasi Alergi Dunia
(WAO) memprediksi peningkatan insiden dan prevalensi asma karena paparan
lingkungan dari iklim mengubah.Variabilitas suhu yang lebih besar, polusi industri, lebih
sering kebakaran hutan, konsentrasi ozon permukaan tanah yang lebih tinggi,
peningkatan pergerakan lintas batas dari agen infeksi pernapasan, dan perubahan dalam
distribusi aeroallergen adalah semua faktor yang dikutip. Paparan 0.2 ppm ozon selama 2
sampai 3 jam dapat menginduksi bronkokonstriksi dan meningkatkan BHR pada
penderita asma. Sulfur dioksida di atmosfer sekitar sangat mengiritasi dan mungkin
menginduksi bronkokonstriksi melalui sel mast atau keterlibatan reseptor iritan. Asma
yang dihasilkan oleh paparan berulang yang berkepanjangan terhadap inhalansia industri
adalah masalah kesehatan yang signifikan. Diperkirakan bahwa asma akibat kerja
menyumbang 15% dari semua penderita asma. Diperkirakan 5% hingga 20% dari yang
baru kasus asma onset dewasa dapat dikaitkan dengan paparan pekerjaan. Asma bisa sulit
untuk didiagnosis sebagai latensi antara paparan dan perkembangan gejala dapat
berlangsung dari bulan ke tahun. 2 orang dengan asma kerja memiliki gejala khas asma
dengan batuk, dispnea, dan mengi. Biasanya, gejalanya terkait dengan paparan di tempat
kerja dan meningkatkan pada hari libur dan selama liburan. Setelah asma berkembang,
gejalanya menetap pada sebagian besar pasien bahkan setelah paparan tidak lagi hadir
(Apendiks GINA 2018).
B. Cara penggunaan Inhaler
Pengiriman dari DPI resistansi tinggi lebih bergantung pada aliran daripada dari
DPI resistansi rendah. Dengan demikian, anak-anak yang lebih muda dan mungkin orang
dewasa yang lebih tua akan memiliki variabilitas lebih dalam pengiriman dari perangkat
resistensi tinggi. Kebanyakan anak lebih muda dari 4 tahun tidak dapat menghasilkan
aliran inspirasi yang cukup untuk mengunakan DPI. Anak kecil (di bawah 4 tahun) dan
bayi umumnya memerlukan penggunaan masker wajah yang dipasang pada MDI plus
VHC atau nebulizer. Menggunakan masker wajah menghasilkan pengurangan
pengiriman paru-paru karena bagian dari aerosol dihirup melalui hidung, sehingga dosis
obat yang digunakan pada pasien ini sering tidak menurun.
C. Macam-macam Inhaler dan cara penggunaannya

 Sporival Combo Inhaler

 Turbo Inhaler
 Spacer Inhaler

 Ventolin Inhaler

 Handihaler
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

No RM : 0087
Rumah Sakit UHAMKA Nama Pasien :Silfa
Jl. Delima 1 No 1, Tgl Lahir/Umur : 15 th
Jakarta Timur Jenis kelamin :Perempuan
Telphone: (021)
0890909090

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


TERINTEGRASI

KLINIK : UHAMKA INDAH

Tanggal/ Profesiona Hasil Asesman Pasien dan Instruksi PPA Review


Jam l Pemberi Pemberian Pelayanan dan
Asuhan verifikas
(PPA) i DPJP
01/11/202 Apoteker Subjective (s) : Terapi
1 icha Farmakologi :
Sesak yang disertai - Dexamethaxon
mengi dan demam tidak perlu
sehabis olahraga dari diberikan karena
sekolah. Dalam sebulan pada ceretide
terakhir pasien sering sudah terdapat
mengalami sesak sekitar fluticasone.
2-3x - Controller,
seminggu.Sebelumnya yaitu terapi
tertangani dengan rumatan untuk
baikmenggunakanVentoli tatalaksana
n inhaler, namun reguler untuk
serangan akut terakhir menurunkan
setelah berolahraga tidak inflamasi,
membaik walaupun mengontrol
sudah diberikan obat tsb. gejala,
Objective (o) : menurunkan
risiko
Berat badan: 53 kg Suhu: eksaserbasi, dan
38oC mencegah
Tinggi Badan: 160 cm
penurunan fungsi
Sat O2: 95%
Detak Jantung : paru.
150x/menit (lebih dari - Reliever, yaitu
batas normal terapi
Frekuensi Nafas : pertolongan
55x/menit(lebih dari untuk gejala
batas normal)
asthma akibat
Tekanan Darah : 130/80
mg/dl (Normal) perburukan atau
eksaserbasi.Terap
i tambahan untuk
Assessment (A) : pasien asthma
berat,
DRP : Improper drug
dipertimbangkan
selection Dexamethaxon
pada pasien
danfluticasone sama-
dengan gejala
sama golongan
persisten.
kortikosteroid.

Tepat obat : belum


tepat, meskipun
penggunaan dexametason
dengan fSeretide,
salbuven sesuai dengan
ketentuan pengobatan
Terapi Non
step 3 dan paracetamol
Farmakologi :
dimunum saat
- Sedapat
dibutuhkan, namun
mungkin hindari
penggunaan
berdekatan atau
dexamethasone belum
berada di satu
tepat karena pada obat
ruangan dengan
Seretide salah satu
perokok. Pilihlah
kandungannya termasuk
area non
golongan kortikosteroid
smoking jika
yang sama dengan
sedang berada di
dexamethasone.
tempat umum
danterapkan
Tepat dosis : sudah tepat
peraturan
dosis
(ISO VOL 51) "Dilarang
Merokok" di
Interaksi Obat : dalam rumah.
Tidak ada interaksi
( Medscape) - Kenakan
. masker dan
pastikan
Plan (P): tersedianya
ventilasi yang
Monitoring
adekuat ketika
1. Fungsi nafas/ frekuensi
bekerja di
sesak ditanyakan
lingkungan yang
setelah penggunaan
membahayakan
obat apakah membaik
kesehatan.
atau tidak.
2. FEV1 mengalami
- Minum banyak
perubahan atau tidak.
air setiap hari
Serta pengecekan tanda
vital. untuk menjaga
agar dahak tetap
encer dan mudah
dikeluarkan,
karena pada
emfisema
cenderung terjadi
penimbunan
mukus di dalam
saluran
pernapasan dan
sulit dikeluarkan
Pembahasan

Pada praktikum ini mahasiswa diminta untuk mengerjakan kasus mengenai penyakit
asma. Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran udara yang menyebabkan obstruksi
aliran udara dan episode berulang mengi, sesak napas, dada sesak, dan batuk (Dipiro 9 th Edition,
2015).
Pasien mengeluhkan sesak yang disertai mengi dan demam sehabis olahraga dari sekolah.
Dalam sebulan terakhir pasien sering mengalami sesak sekitar 2-3x seminggu. Sebelumnya
tertangani dengan baik menggunakan Ventolin inhaler, namun serangan akut terakhir setelah
berolahraga tidak membaik walaupun sudah diberikan obat tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui pasien telah menggunakan ventolin inhaler dalam
1 tahun terakhir. Selain itu ibu dari pasien memiliki riwayat asma serta ayahnya seorang perokok
aktif.Berdasarkan hasil wawancara ini dokter mendiagnosa pasien mengalami asma eksaserbasi
disebabkan oleh aktivitas fisik berat dan terpapar asap rokok.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien memiliki berat badan 53 kg dengan tinggi 160 cm,
suhu badan 38 oC serta tekanan darah 130/80 mmHg/dL. Berdasarkan pengukuran suhu dan
tekanan darah korban dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan tanda vital nilai RR
(55x/menit) dan HR (150x/meint) lebih dari batas normal nilai rujukan.
Dari hasil tes spirometri diperoleh nila FEV1-nya 62% dari prediksi serta saturasi oksigen
sebesar 95%. Berdasarkan hasil nilai FEV-1 pasien, serta adanya riwayat penggunaan ventolin
inhaler daily derajat keparahan asma yang pasien alami termasuk kategori asma moderate
(GINA,2020).
Berdasarkan klasifikasi keparahan asma yang diderita pasien, yakni asma level moderate,
terapi yang diberikan sebaiknya mengikuti step-3 (GINA, 2019) yaitu pemberian ICS-LABA
dosis rendah atau medium. Dokter meresepkan obat Seretide Duktus 125 mg 2x1 puff, Salbuven
tab 4 mg 3x 1 tablet sehari, Dexamethason tab 2 mg 1x 1 tablet sehari , dan Paracetamol 500 mg
jika perlu.
Melihat dari terapi yang diresepkan oleh dokter, pemberian Seretide Duktus 125 mcg
puff yang merupakan ICS (kortikosteroid inhalasi) sudah tepat sesuai panduan. Kortikosteroid
inhalasi direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk semua pasien asma. George
(2012) menyatakan bahwa ICS merupakan terapi controllerpalingefektif untuk asma.
Terapi ini sebaiknya segera dimulai pada pasien yang membutuhkan inhaleragonis β2
untuk kontrol gejala. Untuk sebagian besar pasien, ICS sebaiknya diberikan dua kali sehari
dengan rentang dosis rendah 100-250 mcg sehari.
Untuk pemberian terapi Dexamethason tablet dirasa kurang tepat (improper drug
selection) karena pada Seretide Duktus sudah mengandung Fluticasone propionate yang
merupakan golongan kortikosteroid. Untuk pemberian terapi Salbuven tablet juga dirasa kurang
tepat karena merupakan golongan β2agonis reseptor short acting (SABA). Pemberian β2 agonis
reseptor oral juga sering ditemukan efek samping dibanding pada pemberian inhalasi. Untuk
terapi Paracetamol 500 mg tidak ada masalah karena dokter menyarankan jika diperlukan saja.
Untuk terapi non-farmakologi yang disarankan kepada pasien untuk tidak melakukan
aktifitas fisik berat yang dapat memicu sesak. Kemudian sedapat mungkin menghindari
berdekatan atau berada satu ruangan dengan perokok. Jika sedang berada di tempat umum
pilihlah area “non-smkoing” dan dapat juga memberlakukan peraturan dilarang merokok di
rumah.
Kenakan masker dan pastikan tersedianya ventilasi yang adekuat ketika bekerja di
lingkungan yang membahayakan kesehatan.

Minum banyak air setiap hari untuk menjaga agar dahak tetap encer dan mudah
dikeluarkan, karena pada emfisema cenderung terjadi penimbunan mukus di dalam saluran
pernapasan dan sulit dikeluarkan.

Tutup mulut dan hidung dengan saputangan untuk menghangatkan suhu udara yang di
hirup selama musim hujan atau dingin.

Jika pasien sering mengalami nyeri dan rasa panas pada ulu hati (heartbun),
konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat karena aliran balik asam lambung
tersebut bukan hanya mengiritasi saluran pernafasan tetapi juga dapat memperburuk gejala-
gejala PPOK.

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang.

Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang sangat
berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran pernafasan tersebut bereaksi
dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini
bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas
pendek, tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi.

 Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat dan
ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi
(bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau
setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca
dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi (mengi,
bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita
menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan
gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali
dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada.
Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.

            Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk
kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.

            Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul
rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak
keringat.

            Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen
penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami
serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,

            Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan


menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di
sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

          Terapi Penanganan Terhadap Gejala Terapi ini dilakukan tergantung kepada


pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala
asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita
asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan
glukokortikosteroid oral (GINA 2005).

Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma yaitu :
faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja,
olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :

Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

Menghindari kelelahan

Menghindari stress psikis

Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

Olahraga renang, senam asma 

SERETIDE DISKUS 250 merupakan obat asma yang mengandung Salmeterol (golongan
beta-agonis kerja panjang) dan Fluticasone Propionate (golongan kortikosteroid). Obat ini
digunakan untuk mengobati penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, emfisema, dan PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronis).
Salbuven Golongan: Bronkodilator (beta2-agonist dengan reaksi cepat).Kategori: Obat
resep.Manfaat: Mengatasi sesak napas akibat menyempitnya saluran pernapasan, seperti saat
serangan asma.Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak (usia di atas 2 tahun).

Dexamethasone adalah obat antiradang yang digunakan pada berbagai kondisi


peradangan, seperti reaksi alergi, penyakit autoimun, atau radang sendi. Selain itu, obat ini bisa
dikombinasikan dengan obat lain untuk menangani multiple myeloma. Dexamethasone
merupakan obat kortikosteroid yang bekerja dengan menghambat pengeluaran zat kimia tertentu
di dalam tubuh yang bisa memicu peradangan. Obat ini juga memiliki efek imunosupresan atau
penekan sistem kekebalan tubuh.

Paracetamol adalah Gol analgetik antipiretik dengan komposisi Acetaminophen bekerja


pada pusat pengaturan suhu yang ada di otak untuk menurunkan suhu tubuh saat seseorang
sedang mengalami demam. Selain itu, obat ini juga bisa menghambat pembentukan
prostaglandin, sehingga bisa meredakan nyeri.

Untuk rencana monitoring pasien yaitu antara lain: monitoring fungsi nafas/frekuensi
sesak ditanyakan setelah penggunaan obat apakah membaik atau tidak, FEV1 mengalami
perubahan atau tidak, serta pengecekan tanda vital.

Obat Kortikosteroid
Daftar Pustaka

Sykes, and Johnston. (2008). Etiology of asthma exacerbations. Diunduh dari www.aaaai.org

Arief. (2009). Asma bronkial. Diunduh dari www.blogger.com

Global Initiative for Asthma (GINA). (2008). Asthma therapy asessment questionnaire. Diunduh
dari www.ataqinstrument.com

Admin. (2012, Maret 4). Obat Alami Penyakit Asma. Retrieved Mei 12, 2012, from
http://didinsaripudin.com/2012/03/obat-alamipenyakit-asma/

Mjundi. (2012, May 8). Asma, dapat kita kontrol. Retrieved May 13, 2012, from
http://lkc.eramuslim.com/wp/asma-dapat-kitakontrol/
Wahyudi, M. Z. (2012, Mei 8). Pencetus Asma Ada Di Sekitar Penderita. Retrieved Mei 12,
2012, from KOMPAS: http://kesehatan.kompas.com/read/2012/05/08/22502685/Pencet
us.Asma.Ada.di.Sekitar.Penderita

Meetdoctor. (2012). Asma. Retrieved Mei 5, 2013, from http://meetdoctor.com/topic/asma

State of Region Health. (2002). Asthma risk factors and triggers. Canada: The Regional
Municipality of Peel.

Suyono, S. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid 2, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK –
UI.

Anda mungkin juga menyukai