FARMAKOTERAPI “ASMA”
Kelas D1
LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
JAKARTA 2021
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronis yang sering diderita oleh anak-anak,
orang dewasa, maupun para lanjut usia. Penyakit ini memiliki karakteristik serangan periodik
yang stabil (Sykes, et al, 2008). Terapi farmakologis yang ada selama ini memang efektif
untuk mengatasi serangan asma, namun ternyata kurang efektif untuk mengontrol
perkembangan asma. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penderita asma
dewasa ini, di saat kemajuan dalam bidang pengobatan asma telah dicapai (Arief, 2009).
Asma tidak bisa disembuhkan, namun manifestasi klinisnya bisa dikendalikan (GINA, 2008)
Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas dikarenakan terjadinya aktivitas berlebih
terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada
saluran nafas yang mengalirkan oksigen ke paru-paru dan rongga dada (Admin, 2012). World
Health Organization (WHO) memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu individu
meninggal di dunia karena asma. Hasil penelitian International Study on Asthma and
Alergies in Childhood pada tahun 2005 juga menunjukkan bahwa prevalensi gejala penyakit
asma melonjak dari sebesar 4,2% menjadi 5,4% dan merupakan penyebab kematian ke
delapan di Indonesia (Mjundi, 2012).
Menurut Yunus (dalam Wahyudi, 2012), asma merupakan penyakit kronis yang tidak
dapat disembuhkan. Obat-obatan yang dikonsumsi oleh individu yang mengalami asma tidak
dapat menyembuhkan penyakit asma namun hanya menekan gejala kekambuhan asma.
Kekambuhan asma dapat ditandai dengan berbagai gejala seperti batuk, bunyi nafas
mengikik, terjadi penyempitan pada rongga dada, nafas cenderung pendek, mudah lelah
setelah berolahraga dan mengalami kesulitan tidur akibat batuk dan kesulitan bernafas
(Meetdoctor, 2012).
Faktor risiko asma dapat dibagi menjadi tiga domain besar, yaitu alergen, iritan, dan
hal-hal lain yang tidak tergolong dalam alergen maupun iritan (State of the Region’s Health,
2002). Faktor risiko asma yang mempengaruhi perkembangan dan ekspresi asma terdiri dari
faktor internal (host factor) dan faktor eksternal (environmental factor). Faktor internal terdiri
dari genetik, obesitas, jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan ekspresi emosi yang kuat atau
berlebihan. Sedangkan faktor eksternal meliputi occupational irritant, infeksi virus di saluran
nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat-obatan, dan perubahan suhu terkait perubahan
musim atau kondisi geografis lainnya (Suyono, 2001 ; GINA, 2008)
A. Kasus Asma
Skenario:
SIP: 1234567892017
Tanggal: 25 Oktober
2021
S 2 dd 1 puff
R/ Salbuven 4 mg No. XX
S 3 dd1 tab
S 1 dd 1 tab
prn
Pro: Silfa
Usia: 15 tahun
Tugas:
1. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan Informasi, tentukan
klasifikasi keparahan asma pasien dan dilihat dari data apa?
2. Jelaskan komposisi masing-masing obat dan tentukan masing-
masing golongan obat tsb!
3. Tuliskan data Objective dan Subjective pasien pada CPPT.
4. Lakukan penetapan masalah terkait obat (DRP) pada resep
tersebut dengan menganalisis data dan informasi lalu tuliskan
pada CPPT.
5. Lakukan penyelesaian masalah terkait obat dan tuliskan pada
bagian tindak lanjut tuliskan pada CPPT.
6. Berikan rekomendasi non farmakologi dan rencana monitoring
pasien.
Identitas Pasien
Nama : Silfa
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 15 tahun
BB/TB : 53 kg/160 cm
Pekerjaan : Siswa
Pendidikan terakhir : SMA
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jalan Delima 2 Jakarta Timur
Riwayat Penyakit
Keluhan saat ini: Sesak yang disertai mengi dan demam sehabis olahraga dari sekolah dan
tidak tertangangi menggunakan Ventolin Inhaler.
Riwayat penyakit saat ini: Dalam sebulan terakhir pasien sering mengalami sesak sekitar 2-
3x seminggu. Sebelumnya tertangani dengan baik menggunakan Ventolin inhaler, namun
serangan akut terakhir setelah berolahraga tidak membaik walaupun sudah diberikan obat tsb.
Diagnosa: Asma eksaserbasi
Riwayat penyakit terdahulu: Sudah mengalami asma sejak 1 tahun dan terkontrol dengan
Ventolin Inhaler
Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu memiliki asma
Riwayat pengobatan: Ventolin Inhaler sejak 1 tahun terakhir
Riwayat lingkungan, sosial dan gaya hidup: Ayah seorang perokok aktif.
II. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma dibagi menjadi 4 yaitu:
Turbo Inhaler
Spacer Inhaler
Ventolin Inhaler
Handihaler
BAB III
No RM : 0087
Rumah Sakit UHAMKA Nama Pasien :Silfa
Jl. Delima 1 No 1, Tgl Lahir/Umur : 15 th
Jakarta Timur Jenis kelamin :Perempuan
Telphone: (021)
0890909090
Pada praktikum ini mahasiswa diminta untuk mengerjakan kasus mengenai penyakit
asma. Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran udara yang menyebabkan obstruksi
aliran udara dan episode berulang mengi, sesak napas, dada sesak, dan batuk (Dipiro 9 th Edition,
2015).
Pasien mengeluhkan sesak yang disertai mengi dan demam sehabis olahraga dari sekolah.
Dalam sebulan terakhir pasien sering mengalami sesak sekitar 2-3x seminggu. Sebelumnya
tertangani dengan baik menggunakan Ventolin inhaler, namun serangan akut terakhir setelah
berolahraga tidak membaik walaupun sudah diberikan obat tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui pasien telah menggunakan ventolin inhaler dalam
1 tahun terakhir. Selain itu ibu dari pasien memiliki riwayat asma serta ayahnya seorang perokok
aktif.Berdasarkan hasil wawancara ini dokter mendiagnosa pasien mengalami asma eksaserbasi
disebabkan oleh aktivitas fisik berat dan terpapar asap rokok.
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien memiliki berat badan 53 kg dengan tinggi 160 cm,
suhu badan 38 oC serta tekanan darah 130/80 mmHg/dL. Berdasarkan pengukuran suhu dan
tekanan darah korban dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan tanda vital nilai RR
(55x/menit) dan HR (150x/meint) lebih dari batas normal nilai rujukan.
Dari hasil tes spirometri diperoleh nila FEV1-nya 62% dari prediksi serta saturasi oksigen
sebesar 95%. Berdasarkan hasil nilai FEV-1 pasien, serta adanya riwayat penggunaan ventolin
inhaler daily derajat keparahan asma yang pasien alami termasuk kategori asma moderate
(GINA,2020).
Berdasarkan klasifikasi keparahan asma yang diderita pasien, yakni asma level moderate,
terapi yang diberikan sebaiknya mengikuti step-3 (GINA, 2019) yaitu pemberian ICS-LABA
dosis rendah atau medium. Dokter meresepkan obat Seretide Duktus 125 mg 2x1 puff, Salbuven
tab 4 mg 3x 1 tablet sehari, Dexamethason tab 2 mg 1x 1 tablet sehari , dan Paracetamol 500 mg
jika perlu.
Melihat dari terapi yang diresepkan oleh dokter, pemberian Seretide Duktus 125 mcg
puff yang merupakan ICS (kortikosteroid inhalasi) sudah tepat sesuai panduan. Kortikosteroid
inhalasi direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk semua pasien asma. George
(2012) menyatakan bahwa ICS merupakan terapi controllerpalingefektif untuk asma.
Terapi ini sebaiknya segera dimulai pada pasien yang membutuhkan inhaleragonis β2
untuk kontrol gejala. Untuk sebagian besar pasien, ICS sebaiknya diberikan dua kali sehari
dengan rentang dosis rendah 100-250 mcg sehari.
Untuk pemberian terapi Dexamethason tablet dirasa kurang tepat (improper drug
selection) karena pada Seretide Duktus sudah mengandung Fluticasone propionate yang
merupakan golongan kortikosteroid. Untuk pemberian terapi Salbuven tablet juga dirasa kurang
tepat karena merupakan golongan β2agonis reseptor short acting (SABA). Pemberian β2 agonis
reseptor oral juga sering ditemukan efek samping dibanding pada pemberian inhalasi. Untuk
terapi Paracetamol 500 mg tidak ada masalah karena dokter menyarankan jika diperlukan saja.
Untuk terapi non-farmakologi yang disarankan kepada pasien untuk tidak melakukan
aktifitas fisik berat yang dapat memicu sesak. Kemudian sedapat mungkin menghindari
berdekatan atau berada satu ruangan dengan perokok. Jika sedang berada di tempat umum
pilihlah area “non-smkoing” dan dapat juga memberlakukan peraturan dilarang merokok di
rumah.
Kenakan masker dan pastikan tersedianya ventilasi yang adekuat ketika bekerja di
lingkungan yang membahayakan kesehatan.
Minum banyak air setiap hari untuk menjaga agar dahak tetap encer dan mudah
dikeluarkan, karena pada emfisema cenderung terjadi penimbunan mukus di dalam saluran
pernapasan dan sulit dikeluarkan.
Tutup mulut dan hidung dengan saputangan untuk menghangatkan suhu udara yang di
hirup selama musim hujan atau dingin.
Jika pasien sering mengalami nyeri dan rasa panas pada ulu hati (heartbun),
konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat karena aliran balik asam lambung
tersebut bukan hanya mengiritasi saluran pernafasan tetapi juga dapat memperburuk gejala-
gejala PPOK.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli
tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang sangat
berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran pernafasan tersebut bereaksi
dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini
bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas
pendek, tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi.
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat dan
ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi
(bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau
setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca
dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi (mengi,
bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita
menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan
gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali
dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada.
Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk
kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul
rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak
keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen
penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami
serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma yaitu :
faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja,
olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :
Menghindari kelelahan
SERETIDE DISKUS 250 merupakan obat asma yang mengandung Salmeterol (golongan
beta-agonis kerja panjang) dan Fluticasone Propionate (golongan kortikosteroid). Obat ini
digunakan untuk mengobati penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, emfisema, dan PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronis).
Salbuven Golongan: Bronkodilator (beta2-agonist dengan reaksi cepat).Kategori: Obat
resep.Manfaat: Mengatasi sesak napas akibat menyempitnya saluran pernapasan, seperti saat
serangan asma.Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak (usia di atas 2 tahun).
Untuk rencana monitoring pasien yaitu antara lain: monitoring fungsi nafas/frekuensi
sesak ditanyakan setelah penggunaan obat apakah membaik atau tidak, FEV1 mengalami
perubahan atau tidak, serta pengecekan tanda vital.
Obat Kortikosteroid
Daftar Pustaka
Sykes, and Johnston. (2008). Etiology of asthma exacerbations. Diunduh dari www.aaaai.org
Global Initiative for Asthma (GINA). (2008). Asthma therapy asessment questionnaire. Diunduh
dari www.ataqinstrument.com
Admin. (2012, Maret 4). Obat Alami Penyakit Asma. Retrieved Mei 12, 2012, from
http://didinsaripudin.com/2012/03/obat-alamipenyakit-asma/
Mjundi. (2012, May 8). Asma, dapat kita kontrol. Retrieved May 13, 2012, from
http://lkc.eramuslim.com/wp/asma-dapat-kitakontrol/
Wahyudi, M. Z. (2012, Mei 8). Pencetus Asma Ada Di Sekitar Penderita. Retrieved Mei 12,
2012, from KOMPAS: http://kesehatan.kompas.com/read/2012/05/08/22502685/Pencet
us.Asma.Ada.di.Sekitar.Penderita
State of Region Health. (2002). Asthma risk factors and triggers. Canada: The Regional
Municipality of Peel.
Suyono, S. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid 2, Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK –
UI.