Anda di halaman 1dari 44

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

ANALISIS KASUS PENYAKIT ASMA

Dosen Pengampu :
apt. Marvel, M.Farm.

Disusun oleh :
Kelompok 4 Apoteker 12
Adzdzikra Dzikrullah Adzkar 41221097100044
Barokah Nurilah 41221097100054
Rini Handayani 41221097100079
Zulfah Minasari 41221097100087
Erfani Rizqita 41221097100102
Windy Amelia 41221097100108
Siska 41221097100109

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI/2023

0
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 1
BAB I
DESKRIPSI KASUS................................................................................................................ 2
1.1 Kasus.............................................................................................................................. 2
1.2 Hasil Laboratorium........................................................................................................ 2
1.3 Pengobatan Yang Didapatkan.........................................................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 4
2.1. Definisi Asma................................................................................................................4
2.2. Patofisiologi Asma........................................................................................................ 4
2.3. Klasifikasi Asma........................................................................................................... 6
2.4. Faktor Risiko Asma.......................................................................................................7
2.5. Upaya Pencegahan Asma.............................................................................................. 8
2.6. Diagnosis Asma...........................................................................................................10
2.7. Tatalaksana Asma........................................................................................................13
BAB III
ANALISIS KASUS.................................................................................................................28
3.1. Diagnosis dan Problem Klinik Pasien......................................................................... 28
3.3. Evaluasi Terapi Sesuai Guideline................................................................................29
3.4. DRP PCNE.................................................................................................................. 34
3.5 Rencana Terapi atau Pemilihan Terapi......................................................................... 38
3.6 Pertanyaan Kasus......................................................................................................... 39
BAB IV
KESIMPULAN.......................................................................................................................42
4.1. Kesimpulan..................................................................................................................42
4.2. Saran............................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................43

1
BAB I
DESKRIPSI KASUS

1.1 Kasus
JU adalah seorang pria berusia 59 tahun yang datang ke klinik dengan riwayat dispnea,
mengi, sakit kepala, insomnia, selama 2 minggu. Dia juga mengeluhkan kelemahan umum
selama sebulan terakhir.

Riwayat Penyakit Terdahulu


JU memiliki riwayat asma selama 20 tahun yang cukup terkontrol dengan baik dengan
inhaler metaproterenol dan triamcinolone. Dia baik-baik saja sampai 2 bulan yang lalu, ketika
dia mulai mengi dan sesak napas, pada awal musim alergi. Selanjutnya, ia mulai
menggunakan teofilin untuk mengendalikan gejalanya. Sekarang, dia datang ke klinik
meminta isi ulang untuk inhalernya dan mengklaim bahwa dia tidak merasakan manfaat apa
pun dari peningkatan penggunaan inhalernya. Riwayat medis masa lalunya adalah konsisten
dengan hipertensi, dimana dia mengkonsumsi propranolol.

1.2 Hasil Laboratorium


Alergi obat : penisilin
Tanda vital :
1. TD : 145/92 mmHg
2. RR : 22
3 Heart Rate : 56
4. Suhu : 37 C
5. BB : 75 Kg
Diagnosa : Moderate Respiratory Distress

Analisis hasil pemeriksaan


a. Nilai RR pasien menunjukkan dalam kondisi tidak normal. Laju pernapasan normal
pada orang dewasa adalah 12-20 kali per menit
b. Nilai heart rate menunjukkan dalam kondisi tidak normal. Detak jantung normal pada
orang dewasa adalah berkisar 60-100 bpm

2
1.3 Pengobatan Yang Didapatkan
1. Metaproterenol MDI 2 puffs q.i.d
2. Triamcinolone MDI 2 puffs q.i.d (lost inhaler 2 weeks ago)
3. Theophylline (sustained-release) 400 mg po b.i.d
4. Diphenhydramine 50 mg po q8h (started 2 months ago)
5. Propranolol 40 mg p.o. b.i.d (started last month)
6. Acetaminophen 325 mg p.o p.r.n. headache (1-2 tabs daily for the 2 weeks)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Asma

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan
dapat menimbulkan kematian (Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, 2008).

Menurut GINA (2022), asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan
peradangan saluran nafas kronis. Hal tersebut ditentukan oleh riwayat gejala pernapasan,
seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk, yang bervariasi dari waktu ke waktu dan
dalam intensitas, bersama dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi variabel. Sedangkan
menurut Panduan Praktik Klinis Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (2014),
asma merupakan suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan
(bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale
sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami
sesak nafas.

2.2. Patofisiologi Asma


Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi yang terdiri reaksi asma dini
(Early Asthma Reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (Late Asthma Reaction = LAR).
Setelah reaksi dini dan lambat, proses terus berlanjut menjadi inflamasi sub-akut atau kronik.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi
sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah yang besar ke dinding dan
lumen bronkus (Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, 2008).

Pada inflamasi akut, alergen yang dihirup pada pasien alergi menyebabkan reaksi
alergi fase awal dengan aktivasi sel yang mengandung imunoglobulin E (IgE) spesifik
alergen antibodi. Setelah aktivasi cepat, sel mast saluran napas dan makrofag melepaskan

4
proinflamasi mediator seperti histamin dan eikosanoid yang menginduksi kontraksi otot polos
jalan napas, sekresi mukus, vasodilatasi, dan eksudasi plasma di saluran udara. Kebocoran
protein plasma menginduksi jalan napas yang menebal, membesar, dan edema dinding dan
penyempitan lumen dengan berkurangnya pembersihan mukus (Dipiro, 2015).

Penyempitan saluran napas diakibatkan lepasnya mediator dari sel mast yang banyak
ditemukan di permukaan bronkus, lumen jalan napas, dan dibawah membran basal. Sel lain
yang dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan
napas, netrofil, platelet, limfosit, dan monosit (Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, 2008).

Mediator inflamasi yang dikeluarkan oleh sel mast dan makrofag membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk kedalam submukosa. Sel-sel
inflamasi juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet
Activating Factor (PAF), dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus (Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma, 2008).
Terdapat beberapa proses sebelum pasien menjadi asma (Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma, 2008):
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan resiko genetik dan lingkungan apabila
terpajan dengan pemicu (inducer/sensitizer) maka akan timbul sensitisasi pada
dirinya
2. Apabila seseorang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu
(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi)

Gambar 1. Skema mekanisme terjadinya asma

5
Menurut Pedoman Pengendalian Penyakit Asma (2008), faktor-faktor pemicu asma,
diantaranya: alergen dalam ruangan, tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing,
tikus), alergen kecoa, jamur, ragi serta pajanan asap rokok. Pemacu: rhinovirus, ozon,
pemakaian b2 antagonis, sedangkan pencetus yaitu semua faktor pemicu dan pemacu
ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin dan histamin dan metakolin.

2.3. Klasifikasi Asma


Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi 13-2
agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,
kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang
dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis
termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang
sangat penting dalam penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)
menurut (Kemenkes, 2008):
1) Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan,
terdiri dari:
a. Intermitten
b. Persisten ringan
c. Persisten sedang
d. Persisten berat
2) Asma saat serangan
Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut
meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan
ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat
menyebabkan kematian. Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan
asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan
sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan
dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus

6
diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap aterapi wal, atau
serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.

2.4. Faktor Risiko Asma


Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan
faktor lingkungan. (kemenkes,2018)
1) Faktor genetik
1. Hipereaktivitas
2. Atopi/Alergi bronkus
3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
4. Jenis kelamin
5. Ras/etik
2) Faktor Lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll)

7
b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makanan laut, susu sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan Aspirin, NSAID, beta bloker
dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan
lain-lain)
f. Ekspresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara diluar dan didalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas tertentu.
j. Perubahan cuaca

2.5. Upaya Pencegahan Asma


2.5.1. Pencegahan Pada Anak/Bayi
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma, upaya pencegahan asma pada anak dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko
asma (orang tua asma), dengan cara:
1) Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak.
2) Diet hipoalergenik ibu hamil, dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin.
3) Pemberian asi eksklusif selama 6 bulan.
4) Diet hipoalergenik ibu menyusui.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
tersensitisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam
ruangan terutama tungau rumah.

8
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi.

2.5.2. Pencegahan Eksaserbasi & Pengelolaan gejala


GINA merekomendasikan bahwa setiap orang dewasa dan remaja dengan asma harus
menerima obat pengontrol yang mengandung ICS untuk mengurangi risiko eksaserbasi
serius, bahkan pasien dengan gejala yang jarang. Setiap pasien asma harus memiliki inhaler
pereda untuk penggunaan sesuai kebutuhan, baik ICS-formoterol dosis rendah atau SABA.
ICS-formoterol adalah pereda pilihan karena mengurangi risiko eksaserbasi parah
dibandingkan dengan pilihan pengobatan di mana pereda adalah SABA. Namun,
ICS-formoterol tidak boleh digunakan sebagai pereda oleh pasien yang memakai ICS LABA
pemeliharaan yang berbeda; untuk pasien ini, pereda yang tepat adalah SABA.
Berdasarkan studi yang dilakukan Castillo, Peters, dan Busse pada tahun 2017, Empat
komponen penting penatalaksanaan asma meliputi:
a. Edukasi pasien
b. Pemantauan gejala dan fungsi paru
c. Kontrol faktor pemicu dan kondisi komorbiditas
d. dan Terapi farmakologis
Edukasi pasien tentang asma dapat mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan
kontrol. Namun, karena tingkat keparahan asma bervariasi dan berbeda di antara individu dan
kelompok usia, penting untuk secara teratur memantau keefektifan pengendalian asma untuk
memandu penyesuaian pengobatan yang diperlukan.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Erika von Mutius, Hermelijn H Smits pada
tahun 2020, pencegahan primer bertujuan untuk mengurangi kejadian penyakit pada tingkat
populasi umum atau pada individu yang berisiko terkena penyakit. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh Maciag dan Phipatanakul pada tahun 2020, terdapat strategi pencegahan asma
yang dapat dilakukan seperti menghentikan perkembangan atopik, memodifikasi
mikrobioma, mencegah infeksi virus pernapasan, dan mengurangi dampak paparan
toksin/polutan melalui suplemen makanan. Namun, hal tersebut memiliki keberhasilan yang
terbatas dalam pencegahan asma.

9
2.5.3. Perbaikan Nutrisi
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Alwarith dkk. pada tahun 2020, nutrisi dapat
mempengaruhi prevalensi asma. Karena pola diet Barat menjadi lebih luas, prevalensi asma
meningkat. Kebanyakan orang Amerika tidak memenuhi asupan buah atau sayuran yang
direkomendasikan setiap hari dan melebihi rekomendasi untuk membatasi lemak jenuh.
Dengan demikian, direkomendasikan untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur, sambil
mengurangi asupan lemak jenuh dan susu, didukung oleh literatur saat ini. Pola makan
Mediterania dan vegan yang menekankan konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan
kacang-kacangan, sambil mengurangi atau menghilangkan produk hewani, dapat mengurangi
risiko perkembangan dan eksaserbasi asma. Asupan buah dan sayuran dikaitkan dengan
penurunan risiko asma dan kontrol asma yang lebih baik, sementara konsumsi susu dikaitkan
dengan peningkatan risiko dan dapat memperburuk gejala asma. Komponen makanan seperti
antioksidan, serat, asam lemak tak jenuh ganda, lemak total dan jenuh, dan konsumsi
vitamin-D kemungkinan mempengaruhi jalur kekebalan yang terlibat dalam patofisiologi
asma. Namun, percobaan intervensi untuk menilai pencegahan dan pengendalian asma
dengan cara diet diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini.

2.6. Diagnosis Asma


Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Secara umum untuk menegakkan
diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(Kemenkes, 2008). Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, mengi, sesak
napas, rasa dada tertekan, dan adanya sputum. Gejala dengan karakteristik yang khas
diperlukan untuk menegakan diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma
adalah :
a. Gejala timbul secara episodik atau berulang
b. Timbul bila ada faktor pencetus
● Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin,
udara kering, makanan dan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet
makanan.
● Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
● Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis

10
● Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan.
c. Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarga
d. Variabilitas yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24
jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
e. Reversibilitas yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat
pereda asma (Rahajoe dkk., 2015).
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Asma

Gejala Karakteristik

Wheezing, batuk, sesak napas, dada - Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori
tertekan, produksi sputum - Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring waktu
- Gejala memberat pada malam hari atau dini
hari
- Gejala timbul bila ada pencetus

Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi :

Gambaran obstruksi saluran FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)


respiratori FEV1/FVC ≤90%

Uji reversibilitas Setelah pemberian agonis β2 inhalasi (setidaknya


peningkatan 12% pada FEV1).

Variabilitas Perbedaan FEV1 harian >13%

Uji provokasi Penurunan FEV1 >20% atau PEFR >15%

2.6.1 Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain (Kemenkes, 2008):
a. Apakah ada batuk berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
b. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan
alergen atau polutan?
c. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (common cold) merasakan sesak di
dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
d. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktivitas atau
olahraga?
e. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega
(bronkodilator)?
f. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau suhu

11
yang ekstrim (tiba-tiba)?
g. Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjuktivitas alergi)?
h. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara
sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.
Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling
sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi di
luar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent
chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Secara umum pasien
yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut sesuai
derajat serangan (Kemenkes, 2008):
a. Inspeksi
- pasien terlihat gelisah
- sesak (napas cuping hidung, nafas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium retraksi
suprasternal)
- sianosis
b. Palpasi
- biasanya tidak ditemukan kelainan
- pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
c. Perkusi
- biasanya tidak ditemukan kelainan
d. Auskultasi
- ekspirasi memanjang
- mengi
- suara lendir

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma (Kemenkes, 2008):
- Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
- Pemeriksaan arus Puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
- Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)

12
- Uji provokasi bronkus untuk menilai ada atau tidaknya hiperaktivitas bronkus
- Uji alergi (Tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi
- Foto toraks untuk menyingkirkan penyakit selain asma

2.6.4 Diagnosa Banding


- Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
- Bronkitis kronik
- Gagal jantung kongestif
- Batuk kronik akibat lain-lain
- Disfungsi laring
- Obstruksi mekanis
- Emboli paru

2.7. Tatalaksana Asma

➢ Terapi Farmakologi
Berdasarkan tujuan penggunaannya, obat asma terbagi dalam tiga kategori utama
yaitu (GINA, 2022):
a. Obat Pengontrol (controller)
Obat-obatan ini mengandung ICS (inhaled corticosteroid), digunakan untuk
mengurangi peradangan saluran napas, mengendalikan gejala, dan mengurangi risiko
seperti eksaserbasi dan penurunan fungsi paru. Pada asma ringan, controller dapat
diberikan dalam bentuk kombinasi ICS-formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan,
yang diminum saat gejala muncul dan sebelum berolahraga. Dosis dan rejimen
controller harus dioptimalkan untuk meminimalkan risiko efek samping obat,
termasuk risiko membutuhkan corticosteroid oral (OCS).
b. Obat Pereda (reliever)
Obat-obatan ini ditujukan untuk menghilangkan gejala saat diperlukan, termasuk
selama serangan asma atau eksaserbasi. Obat ini juga direkomendasikan untuk
pencegahan jangka pendek bronkokonstriksi yang dipicu olahraga (exercise-induced
bronchoconstriction/EIB). Reliever dapat berupa ICS-formoterol dosis rendah sesuai
kebutuhan (reliever utama yang direkomendasikan, namun jangan dipilih jika
controller mengandung ICS-LABA yang berbeda karena bukti klinis keamanan dan
efikasinya masih kurang), atau short acting beta-agonist (SABA) sesuai kebutuhan.

13
Penggunaan SABA yang berlebihan (misalnya membutuhkan tiga atau lebih canister
200 dosis dalam 1 tahun, yang berarti digunakan rata-rata lebih dari satu kali per hari)
akan meningkatkan risiko eksaserbasi asma. Mengurangi dan idealnya menghilangkan
kebutuhan reliever SABA merupakan tujuan penting tatalaksana asma dan ukuran
keberhasilan pengobatan asma.
c. Obat Tambahan (Add-on)
Untuk Pasien Add-on dapat dipertimbangkan jika pasien memiliki gejala asma
persisten dan/atau eksaserbasi meskipun pengobatan sudah dioptimalkan dengan
controller dosis tinggi (biasanya ICS dosis tinggi ditambah long acting
beta-agonist/LABA) dan mengatasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Berdasarkan GINA (2022) manajemen yang dipersonalisasi untuk orang dewasa dan
remaja untuk mengontrol gejala dan meminimalkan risiko di masa depan adalah sebagai
berikut:

Gambar 2. Manajemen untuk mengontrol gejala dan meminimalkan risiko asma

14
Tabel 3. Pengobatan asma awal - opsi yang direkomendasikan untuk orang dewasa dan
remaja

Gejala Pengobatan awal yang Alternatif pengobatan awal


lebih disukai

Gejala asma yang kurang ICS-formoterol dengan ICS-formoterol dengan dosis rendah
dari 2 kali dalam sebulan dosis rendah jika dan SABA, dalam kombinasi atau
dan tidak ada eksaserbasi, dibutuhkan (Evidence B) inhalasi terpisah (Evidence B)
termasuk eksaserbasi
dalam 12 bulan terakhir

Gejala asma atau ICS-formoterol dengan ICS dosis rendah dengan SABA sesuai
kebutuhan pereda dua kali dosis rendah jika kebutuhan (Evidence A). Sebelum
dalam sebulan atau lebih dibutuhkan (Evidence A) memilih terapi ini, pertimbangkan
kemungkinan kepatuhan dengan ICS
harian

Gejala asma yang sering ICS- formoterol dosis ICS-LABA dosis rendah dengan
dan berat hampir setiap rendah sebagai terapi SABA sesuai kebutuhan (Evidence A)
hari (contoh: 4-5 kali/ pemeliharaan dan pelega atau ICS dosis sedang dengan SABA
minggu); atau bangun (Evidence A) sesuai kebutuhan (Evidence A).
karena asma seminggu Pertimbangkan kemungkinan
sekali atau lebih, terutama kepatuhan dengan pengontrol harian
jika ada faktor risiko

Presentasi asma awal ICS- formoterol dosis Medium atau dosis tinggi ICA-LABA
adalah dengan asma berat sedang sebagai terapi (Evidence D) dengan SABA sesuai
yang tidak terkontrol, atau pemeliharaan dan pelega kebutuhan.
dengan eksaserbasi akut (Evidence D) Pertimbangkan kemungkinan
(pemberian singkat kepatuhan dengan pengontrol harian.
kortikosteroid oral mungkin Pemberian singkat kortikosteroid oral
juga diperlukan) mungkin juga diperlukan. ICS dosis
tinggi dengan SABA sesuai kebutuhan
adalah pilihan lain (Evidence A) tetapi
kepatuhannya buruk dibandingkan
dengan kombinasi ICS-LABA

15
Manajemen yang dipersonalisasi untuk anak-anak 6-11 tahun untuk mengontrol gejala dan
meminimalkan risiko di masa depan, yaitu:

Gambar 3. Manajemen untuk mengontrol gejala dan meminimalkan risiko asma

Tabel 3. Pengobatan asma awal - opsi yang direkomendasikan untuk anak 6-11 tahun

Gejala Pengobatan awal yang lebih disukai

Gejala asma yang kurang dari 2 SABA sesuai kebutuhan


kali dalam sebulan dan tidak ada Pilihan lain termasuk menggunakan ICS kapanpun SABA
eksaserbasi, termasuk eksaserbasi digunakan, dalam kombinasi maupun inhalasi terpisah
dalam 12 bulan terakhir

Gejala asma atau kebutuhan ICS dosis rendah dengan SABA sesuai kebutuhan (Evidence
pereda dua kali dalam sebulan A) atau
atau lebih Pilihan lain termasuk LTRA harian (kurang efektif
dibandingkan ICS, Evidence A) atau menggunakan ICS
kapanpun SABA digunakan, dalam kombinasi maupun
inhalasi terpisah (Evidence B).
Pertimbangkan kemungkinan kepatuhan dengan pengontrol
jika pereda adalah SABA

16
Gejala asma yang sering dan ICS-LABA dosis rendah dengan SABA sesuai kebutuhan
berat hampir setiap hari (contoh: (Evidence A) atau
4-5 kali/ minggu); atau bangun ICS dosis sedang dengan SABA sesuai kebutuhan (Evidence
karena asma seminggu sekali A), atau
atau lebih, terutama jika ada ICS-formoterol dosis sangat rendah sebagai pemeliharaan dan
faktor risiko pelega (Evidence B)
Pilihan lain termasuk dosis rendah ICS dengan pemberian
LTRA harian, dengan SABA sesuai kebutuhan.

Presentasi asma awal adalah Mulai pengobatan pengontrol reguler dengan ICS-LABA dosis
dengan asma berat yang tidak sedang dengan SABA sesuai kebutuhan atau pemeliharaan dan
terkontrol, atau dengan pereda ICS-formoterol dosis rendah (MART). Pemberian OCS
eksaserbasi akut jangka pendek mungkin juga diperlukan.

Gambar 4. Manajemen asma yang dipersonalisasi pada anak-anak berusia 5 tahun ke bawah

17
Penatalaksanaan asma akut atau mengi pada anak usia 5 tahun ke bawah, yaitu:

Gambar 5. Penatalaksanaan asma akut atau mengi pada anak usia 5 tahun ke bawah

18
➢ Strategi Non Farmakologi
Tabel 4. Strategi Non farmakologi asma (GINA 2022)

Intervensi Rekomendasi

Berhenti merokok dan ● Sangat menganjurkan penderita asma untuk menghindari


paparan ETS paparan asap lingkungan
● Menasehati keluarga/orang lain untuk tidak merokok dan
tidak merokok di ruangan yang sering digunakan anak
dengan asma

Aktivitas fisik Mendorong orang dengan asma untuk terlibat dalam aktivitas
fisik secara teratur untuk manfaat kesehatan secara umum,
seperti cardiopulmonary fitness, berenang

Menghindari bekerja berlebih Dalam penatalaksanaan asma akibat kerja, identifikasi dan
hilangkan sensitizer akibat kerja sesegera mungkin, dan jauhkan
pasien yang peka dari paparan lebih lanjut terhadap agen ini

Menghindari pengobatan Waspada terhadap penggunaan obat NSAID, aspirin, beta bloker,
yang membuat asma dan obat-obatan yang digunakan bersamaan
memburuk

Diet sehat Mendorong pasien dengan asma untuk mengkonsumsi buah dan
sayur

Menghindari alergen dalam Perbaikan kelembaban, jamur, dan tungau debu di rumah dapat
ruangan mengurangi gejala asma dan penggunaan obat pada orang
dewasa

Penurunan berat badan Untuk orang dewasa obesitas dengan asma, program penurunan
berat badan ditambah latihan aerobik dan kekuatan dua kali
seminggu lebih efektif untuk mengendalikan gejala daripada
pengurangan berat badan saja

Latihan pernapasan Latihan pernapasan mungkin suplemen yang berguna untuk


farmakoterapi asma untuk gejala dan kualitas hidup, tetapi
mereka tidak mengurangi risiko eksaserbasi memiliki efek yang
konsisten pada fungsi paru-paru.

Menghindari polusi udara Mendorong orang dengan asma untuk menggunakan sumber
dalam ruangan pemanas dan memasak yang tidak berpolusi, dan agar sumber
polutan dibuang ke luar ruangan jika memungkinkan

Menghindari alergen luar Untuk pasien yang peka, ketika jumlah serbuk sari dan jamur
ruangan paling tinggi, menutup jendela dan pintu, tetap berada di dalam
ruangan, dan menggunakan AC dapat mengurangi paparan
alergen luar ruangan

Berdamai dengan emosi stress Tidak ada cukup bukti untuk mendukung satu strategi
pengurangan stres di atas yang lain, tetapi strategi relaksasi dan
pernapasan dapat membantu. Mengatur penilaian kesehatan
mental untuk pasien dengan gejala kecemasan atau depresi

Menghindari polusi udara luar Selama kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (cuaca

19
Intervensi Rekomendasi

ruangan/ kondisi cuaca sangat dingin atau polusi udara tinggi) mungkin berguna untuk
tetap berada di dalam ruangan di lingkungan yang dikontrol
iklim, dan untuk menghindari aktivitas fisik luar ruangan yang
berat; dan untuk menghindari lingkungan yang tercemar selama
infeksi virus, jika memungkinkan

Menghindari makanan dan Penghindaran makanan tidak boleh direkomendasikan kecuali


bahan makanan kimia alergi atau sensitivitas bahan kimia makanan telah ditunjukkan
dengan jelas, biasanya dengan tantangan oral yang diawasi
dengan cermat

Berdasarkan Kemenkes RI (2008) tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus


untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan:
- Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
- Mencegah eksaserbasi akut
- Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
- Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
- Menghindari efek samping obat
- Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation ireversibel)
- Mencegah kematian karena asma
- Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan
pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi
yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan
dalam penatalaksanaan asma, yaitu:
- KIE dan hubungan dokter-pasien
- Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko
- Penilaian, pengobatan dan monitor asma
- Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut
- Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:

20
1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah, dan apabila
tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan
disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk
selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah:

● bronkodilator (β-2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)


● kortikosteroid sistemik

Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β-2 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan
secara sistemik Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada
serangan sedang diberikan β-2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa
dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada
anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.

Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β-2 agonis
kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau
drip). Apabila β-2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin
subkutan.
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian
obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila
tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
2) Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi
beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: edukasi, obat asma
(pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran.

21
a. Edukasi Edukasi yang diberikan mencakup:
● Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
● Mengenali gejala serangan asma secara dini
● Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
● Mengenali dan menghindari faktor pencetus
● Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi
asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

Gambar 6. Pelangi asma

22
Gambar 7. Algoritma Penatalaksanaan Asma di Rumah

23
Gambar 8. Algoritma Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit

● Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada
saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan
serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk
mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak,
kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis

24
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma
yang digunakan sebagai pengontrol antara lain:
● Inhalasi kortikosteroid
● β-2 agonis kerja panjang
● antileukotrien
● teofilin lepas lambat

Tabel 5. Jenis Obat Asma

Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk/Kemasan

Pengontrol Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT


(Antiinflamasi)
Budesonide IDT, turbuhaler

Antileukokotrin Zafirlukast Oral (tablet)

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral (injeksi)


sistemik
Prednison Oral

Agonis beta-2 kerja Prokaterol Oral


lama
Formoterol Turbuhaler

Salmeterol IDT

Kombinasi steroid Flutikason + Salmeterol IDT


dan Agonis beta-2
kerja lama Budenoside + Formoterol Turbuhaler

Pelega Agonis beta-2 kerja Salbutamol Oral, IDT, rotacap, solution


(Bronkodilator) cepat
Terbutalin Oral, IDT, turbuhaler,
solution, ampul (injeksi)

Prokaterol IDT

Fenoterol IDT, solution

Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, solution

Metilsantin Teofilin Oral

Aminofilin Oral, injeksi

Teofilin lepas lambat Oral

25
Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk/Kemasan

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, inhaler


sistemik
Prednison Oral

Keterangan:
● IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama
dengan spacer
● Solution : Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
● Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
● Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan
melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma
terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang
menunjang kebugaran. Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan
penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol
sebagian, dan tidak terkontrol.

Tabel 6. Ciri-ciri Tingkatan Asma

Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol

Gejala harian Tidak ada (dua kali Lebih dari dua kaliTiga atau lebih
atau kurang seminggu gejala dalam
perminggu) kategori asma
terkontrol sebagian,
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam muncul
seminggu sewaktu-waktu
dalam seminggu
Gejala Tidak ada Sewaktu-waktu dalam
nokturnal/gangguan seminggu
tidur (terbangun)

Kebutuhan akan Tidak ada (dua kali Lebih dari dua kali
reliever atau terapi atau kurang seminggu) seminggu
rescue

26
Fungsi Paru (PEF atau Normal <80% (perkiraan atau dari
FEV 1* kondisi terbaik bila diukur)

Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih dalam Sekali dalam


setahun** seminggu***

Keterangan:
*) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**) Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah benar-benar
adekwat
***) Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tak terkontrol

27
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1. Diagnosis dan Problem Klinik Pasien


JU adalah seorang pria berusia 59 tahun yang memiliki riwayat asma selama 20 tahun
yang cukup terkontrol dengan baik dengan inhaler metaproterenol dan triamcinolone. Pasien
baik-baik saja sampai 2 bulan yang lalu, ketika mulai mengi dan sesak napas, pada awal
musim alergi. Dibuktikan dengan hasil pemeriksaan Respiratory Rate menunjukkan dalam
kondisi tidak normal yaitu 22 kali/menit, sedangkan laju pernapasan normal pada orang
dewasa adalah 12-20 kali per menit. Selanjutnya, pasien mulai menggunakan teofilin untuk
mengendalikan gejala sesak nafasnya. Pasien juga mengeluhkan kelemahan umum selama
sebulan terakhir, selain itu beliau juga memiliki riwayat sakit kepala dan insomnia selama 2
minggu.

Berdasarkan pemeriksaan, Heart Rate pasien menunjukkan dalam kondisi tidak


normal yaitu 56 bpm, sedangkan detak jantung normal pada orang dewasa berkisar 60-100
bpm. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami bradikardi, dimana kondisi denyut
jantung berada di bawah normal. Riwayat medis masa lalu pasien adalah konsisten dengan
hipertensi, ditandai dengan tekanan darah 145/92 mmHg. Untuk mengatasi hipertensinya,
pasien mengkonsumsi propranolol. Pasien juga memiliki alergi terhadap penisilin, dan
didiagnosa Moderate Respiratory Distress oleh dokter. Berdasarkan informasi dan hasil
pemeriksaan yang didapatkan, kami menduga pasien mengalami asma akut serangan ringan.
Ketika pasien mengalami sesak nafas kembali pada musim alergi, kami menduga musim
alergi adalah salah satu pemicu pasien mengalami sesak nafas. Selain itu, sesak nafas yang
diderita pasien kemungkinan diperparah karena mengkonsumsi propranolol. Propranolol
sendiri merupakan antihipertensi beta bloker non selektif yang mempunyai efek samping
bronkospasme, dispnea, mengi, edema paru dan respiratory distress (Lexicomp, ed 17).

28
3.3. Evaluasi Terapi Sesuai Guideline

Nama Regimen
No Dosis Dosis Literatur Indikasi Efek Samping Obat Penilaian Keterangan
Obat Waktu
1. Metaprote /6 jam 2 puff Remaja dan Untuk mengobati Detak jantung atau denyut nadi yang Tidak sesuai Dosis pemberian
renol 4x1 dewasa : asma dan cepat, berdebar, atau tidak teratur kurang .
MDI 2-3 puffs setiap 3 bronkospasme pada
hingga 4 jam pasien dengan
sesuai kebutuhan. bronkitis,
Namun, dosis total emfisema, dan
biasanya tidak penyakit paru-paru
lebih dari 12 puffs lainnya.
per hari
Tidak
direkomendasikan
untuk anak di
bawah 12 tahun
2. Triamcino /6 jam 2 puff Asma: Inhalasi ● Inhalasi nasal: Inhalasi (nasal, oral): Tidak sesuai Dosis pemberian
lone MDI 4x1 oral: 150 mcg 3-4 Penanganan ● >10%: Sistem saraf pusat: Sakit kurang, menurut
kali/hari atau 300 rinitis alergi kepala (2% hingga 51%), literatur 150 mcg 3-4
mcg dua kali musiman dan Pernapasan: Faringitis (5% hingga kali sehari, namun
sehari; dosis tahunan 25%) hanya diberikan 110
maksimum: 1200 ● Inhalasi oral: ● 1% hingga 10%: Kardiovaskular: mcg (2 puff x 55 mcg)
mcg/hari Mengontrol Edema wajah (1% hingga 3%), 4 kali sehari
Pedoman Asma asma bronkial Sistem saraf pusat: Nyeri (1%
NIH (NIH, 2007) dan terkait hingga 3%), Dermatologi:
(diberikan dalam kondisi Fotosensitifitas (1% hingga 3%),
dosis terbagi dua bronkospastik ruam (1% hingga 3%), Endokrin &
kali sehari): ● Sistemik: Metabolik: Dismenore (≥2%),
● Dosis rendah: insufisiensi Gastrointestinal: Penyimpangan
300-750 adrenokortikal, rasa (5% hingga 8%), dispepsia
mcg/hari penyakit (3% hingga 5%), sakit perut (1%

29
Nama Regimen
No Dosis Dosis Literatur Indikasi Efek Samping Obat Penilaian Keterangan
Obat Waktu
● Dosis sedang: dermatologi, hingga 5%), mual (2% hingga 3%),
>750-1500 gangguan diare (1% hingga 3%), moniliasis
mcg/hari endokrin, oral (1% hingga 3%), sakit gigi
● Dosis tinggi: penyakit (1% hingga 3%), muntah (1%
>1500 gastrointestinal, hingga 3%), penambahan berat
mcg/hari hematologi dan badan (1% hingga 3%), xerostomia
neoplastik (1% hingga 3%), Genitourinari:
gangguan, Sistitis (1% hingga 3%), infeksi
gangguan sistem saluran kemih (1% hingga 3%),
saraf, sindrom moniliasis vagina (1% hingga 3%),
nefrotik, Lokal: Hidung terbakar (≥2%;
gangguan sementara), sengat hidung (≥2%;
rematik, sementara), Neuromuskular &
keadaan alergi, kerangka: Nyeri punggung (2%
penyakit hingga 8%), bursitis (1% hingga
pernapasan, 3%), mialgia (1% hingga 3%),
lupus sistemik tenosinovitis (1% hingga 3%),
eritematosus Mata: Konjungtivitis (1% hingga
(SLE), dan 4%), Otik: Otitis media (≥2%),
penyakit lain Pernafasan: Sinusitis (2% hingga
yang 9%), batuk (≤8%), epistaksis
membutuhkan (≤5%), bronkitis (anak 3%),
efek kongesti dada (1% hingga 3%),
antiinflamasi asma (≥2%), rinitis (≥2%),
atau Miscellaneous: Sindrom mirip flu
imunosupresif (2% hingga 9%), perubahan suara
(Lexicomp 17th p. (1% hingga 3%), reaksi alergi
7011) (≥2%), infeksi (≥2%)
● <1%, pasca pemasaran, dan/atau
laporan kasus: Anafilaksis,
penurunan kortisol darah,
kehilangan kepadatan mineral

30
Nama Regimen
No Dosis Dosis Literatur Indikasi Efek Samping Obat Penilaian Keterangan
Obat Waktu
tulang (jarang; penggunaan jangka
panjang), katarak, pusing,
tenggorokan kering, dispnea,
kelelahan, glaukoma, penekanan
pertumbuhan, suara serak,
hipersensitivitas, insomnia,
tekanan intraokular meningkat,
perforasi septum hidung,
kandidiasis oral, osteoporosis
(jarang; penggunaan jangka
panjang), pruritus, bersin, iritasi
tenggorokan, urtikaria (jarang),
mengi, gangguan penyembuhan
luka
(Lexicomp 17th p. 7015)
3. Teofilin /12 jam 400 mg Pada sediaan Mengatasi gejala Kardiovaskular: takikardia Tidak sesuai Diberikan jika terjadi
SR extended release: dan sesak napas Sistem saraf pusat: sakit kepala, serangan ringan,
- Dosis muatan: reversibel karena insomnia, kejang dikombinasikan
300-400 mg 1 x asma kronis, atau Endokrin dan metabolik: dengan obat golongan
sehari penyakit paru-paru hiperkalsemia b2 antagonis kerja
- Dosis kronis lainnya; Gastrointestinal: mual, refluks, cepat untuk mengatasi
pemeliharaan: apnea prematuritas muntah serangan dengan cepat
400-600 mg (Lexicomp, ed 17) Genitourinary: kesulitan buang air (Pedoman
Maksimal 600 kecil Pengendalian Penyakit
mg/hari Neuromuskular: tremor Asma, 2008)
(Lexicomp, ed (Lexicomp, ed 17)
23)

4. Diphenhy /8 jam 50 mg Oral: 25-50 mg Meredakan gejala Sedasi, kantuk, pusing, gangguan Tidak sesuai Kontra indikasi: asma
dramine setiap 6-8 jam alergi yang koordinasi, gangguan epigastrium, akut (Lexicomp, ed 17)
(Lexicomp, ed 17) disebabkan oleh penebalan sekresi bronkial.

31
Nama Regimen
No Dosis Dosis Literatur Indikasi Efek Samping Obat Penilaian Keterangan
Obat Waktu

pelepasan histamin
termasuk alergi
hidung dan
dermatosis alergi;
tambahan untuk
epinefrin dalam
pengobatan
anafilaksis;
insomnia,
kadang-kadang;
pencegahan atau
pengobatan mabuk
perjalanan;
antitusif;
manajemen
sindrom Parkinson
termasuk gejala
ekstrapiramidal
yang diinduksi
obat (reaksi
distonik) sendiri
atau dalam
kombinasi dengan
agen antikolinergik
yang bekerja
secara terpusat

5. Propranol /12jam 40 mg, Dosis Biasa : Hipertensi, angina - Kardiovaskuler : angina, tidak sesuai Awal : 40 mg 2 x
ol 2x 120-160 mg pektoris,feokromosi bradikardi, shock kardiogenik, sehari, tingkatkan dosi
sehari terbagi dalam 2-3 toma, tremor hipotensi setiap 3-7 hari
dosis/hari esensial, aritmia - Gastrointestinal: anorexia, Obat harus diganti
supraventrikular, konstipasi, diare, mual menjadi golongan

32
Nama Regimen
No Dosis Dosis Literatur Indikasi Efek Samping Obat Penilaian Keterangan
Obat Waktu
Dosis harian takikardia, - Pernapasan: Bronkospasme, calcium channel
maksimum : 640 pencegahan infark dispnea, laringospasme, faringitis , blocker.
mg miokard edema paru , gangguan pernapasan
Kisaran dosis (Lexicomp) , mengi
biasa (JNC 7): - Neuromuskuler & kerangka :
40-160 mg/hari Artropati, carpal tunnel syndrome
dalam 2 dosis (jarang), myotonus , paresthesia ,
terbagi. polyarthritis , kelemahan.
(Lexicomp) (Lexicomp)

6. Acetamin /24 jam 1-2 tab 325-650 mg / 4-6 Analgesik, ● Kulit: Ruam Tepat Untuk mengobati sakit
ophen (@325 jam atau 1g 3-4x antipiretik: ● Endokrin & Metabolik: Penurunan kepala (analgesik)
mg) sehari. Maksimal Diyakini serum bikarbonat & sodium,
4g/hari menghambat hiperkloremia, hiperurisemia,
(Lexicomp, 23rd sintesis peningkatan serum glukosa.
edition) prostaglandin ● Genitourinaria: Nefrotoksisitas.
dalam sistem saraf ● Hematologi & onkologi: Anemia,
pusat dan bekerja leukopenia, neutropenia,
secara perifer untuk pansitopenia.
memblokir generasi ● Hepatic: Peningkatan serum alkalin
impuls nyeri; fosfat & bilirubin.
menghasilkan ● Renal: Hiperamonemia, penyakit
antipiresis dari ginjal.
penghambatan
pusat pengatur
panas hipotalamus.
(Lexicomp, 23rd
edition)

33
3.4. DRP PCNE
1. Metaproterenol MDI

Domain Primer Kode Masalah Keterangan

Masalah P1.2 Efek terapi obat Dosis pemberian obat kurang. menurut
tidak optimal literatur, dosis yang dianjurkan adalah 2-3 puffs
setiap 3-4 jam. maks 12 puffs dalam 24 jam.

P2.1 Kejadian obat Terdapat beberapa interaksi obat diantaranya :


yang merugikan ● Interaksi mayor antara metaproterenol
(mungkin) terjadi dengan propranolol. Menggunakan
propranolol bersama-sama dengan
metaproterenol dapat mengurangi manfaat
dari kedua obat, karena mereka memiliki
efek yang berlawanan dalam tubuh
● Interaksi moderate antara metaproterenol
dengan teofilin. Menggunakan teofilin
bersama-sama dengan metaproterenol
dapat meningkatkan efek samping
kardiovaskular seperti palpitasi jantung,
peningkatan denyut jantung dan denyut
nadi, dan peningkatan tekanan darah.
Menggabungkan obat-obatan ini juga
dapat meningkatkan risiko
mengembangkan hipokalemia, atau
kalium darah rendah. (Drugs.com, 2023)

C3.1 Dosis obat terlalu Kurangnya pemberian dosis obat pada pasien
Penyebab rendah

C1.4 Adanya kombinasi Adanya kombinasi obat antara metaproterenol


obat yang tidak dengan propranolol, dan metaproterenol dengan
tepat teofilin

Rencana I3.2 Dosis obat diubah Dosis 2 puff setiap 4 jam


Intervensi

I1.4 Intervensi dibahas Penggantian Beta Bloker non selektif menjadi


dengan dokter Beta Bloker selektif
penulis resep

Penerimaan A3.1 Intervensi Intervensi diusulkan, penerimaan tidak diketahui


Intervensi diusulkan

Status DRP O0.1 Tidak diketahui Status masalah tidak diketahui

34
2. Triamcinolone MDI

Domain Primer Kode Masalah Keterangan

Masalah P1.2 Efek terapi obat Dosis pemberian kurang, menurut literatur 150
tidak optimal mcg 3-4 kali sehari, namun hanya diberikan 110
mcg (2 puff x 55 mcg) 4 kali sehari (Lexicomp
17th)

P2.1 Kejadian obat Terdapat interaksi dengan beberapa obat


yang merugikan diantaranya:
(mungkin) terjadi a. Triamcinolone dengan propranolol
(Moderate). Triamcinolone dapat
mengurangi efek propranolol dalam
menurunkan tekanan darah. Interaksi
kemungkinan besar terjadi ketika
triamcinolone digunakan selama lebih dari
seminggu, karena penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan retensi natrium
dan air.
b. Triamcinolone dengan teofilin (Moderate).
Menggunakan teofilin bersama-sama
dengan triamcinolone dapat menyebabkan
hipokalemia (kalium darah rendah) dan
peningkatan kadar teofilin (Drugs.com,
2023)

Penyebab C1.4 Kombinasi obat Adanya kombinasi obat antara triamcinolone,


yang tidak tepat propranolol, dan teofilin

C3.1 Dosis obat terlalu Dosis pemberian pada pasien kurang


rendah

Rencana I1.4 Intervensi dibahas Adanya kombinasi obat yang kurang tepat antara
Intervensi dengan dokter triamcinolone, propranolol, dan teofilin yang
penulis resep mungkin akan menimbulkan efek yang
merugikan bagi pasien, sehingga perlu adanya
pemantauan selama pasien menjalani pengobatan

I3.2 Dosis obat diubah Dosis dinaikkan menjadi 150 mcg 4 kali sehari

Penerimaan A3.1 Intervensi Intervensi diusulkan, penerimaan tidak diketahui


Intervensi diusulkan

Status DRP O0.1 Tidak diketahui Status masalah tidak diketahui

35
3. Teofilin SR 400 mg

Domain Primer Kode Masalah Keterangan

Masalah P2.1 Efek yang - Dosis yang diberikan 400 mg 2 x sehari,


merugikan dikhawatirkan pasien mengalami efek
(mungkin) terjadi samping yang berat
- Interaksi antara teofilin dengan propranolol
dapat menyebabkan penurunan
metabolisme teofilin

Penyebab C1.4 Kombinasi obat Adanya kombinasi obat propranolol dengan


yang tidak tepat teofilin

C3.2 Dosis obat terlalu Berdasarkan literatur, untuk dosis sediaan


tinggi extended release dapat diberikan:
- Dosis initial:300-400 mg 1 x sehari
- Dosis pemeliharaan: 400-600 mg 1 x sehari
Maksimal dosis 600 mg/hari

Rencana Intervensi I1.3 Intervensi - Mengurangi dosis teofilin menjadi 400 mg


diusulkan kepada 1 x sehari
penulis resep - Monitoring jika penggunaan bersama
teofilin dan propanolol

Penerimaan A3.1 Intervensi Intervensi diusulkan, penerimaan tidak


Intervensi diusulkan diketahui

Status DRP O0.1 Tidak diketahui Status masalah tidak diketahui

4. Dipenhydramine 50 mg

Domain Primer Kode Masalah Keterangan

Masalah P2.1 Kejadian obat yang Kekhawatiran terkait penyakit pada pasien
merugikan dengan riwayat asma dan pada pasien dengan
(mungkin) terjadi penyakit kardiovaskular (termasuk hipertensi
dan penyakit jantung iskemik) (Lexicomp, ed
17)

Penyebab C1.2 Obat sesuai Kontra indikasi pada pasien asma akut
pedoman, namun (Lexicomp, ed 17)
terdapat kontra
indikasi

Rencana Intervensi I3.1 Obat diubah Loratadine merupakan bagian dari


menjadi loratadin antihistamin generasi ke dua golongan
10 mg piperidine yang memberikan efek anti alergik

36
untuk waktu yang panjang dan tanpa efek
sedatif, tidak di kontra indikasi pada pasien
asma akut.

Penerimaan A3.1 Intervensi Intervensi diusulkan, penerimaan tidak


Intervensi diusulkan diketahui

Status DRP O0.1 Tidak diketahui Status masalah tidak diketahui

5. Propranolol 40 mg

Domain Primer Kode Masalah Keterangan

Masalah P2.1 Kejadian Obat Propanolol memiliki efek samping


yang merugikan bronkospasme dan kontra indikasi pada
(mungkin) terjadi pasien dengan riwayat asma bronkial.
Sehingga penggunaan obat propanolol pada
pasien asma harus hati-hati.

Penyebab C1.4 Kombinasi tidak Terdapat interaksi obat :


tepat misalnya Propranolol + Metaproterenol
obat-obatan, Interaksi Major Menggunakan propranolol
Obat-herbal, atau bersama-sama dengan metaproterenol dapat
obat-suplemen. mengurangi manfaat kedua obat tersebut,
karena keduanya memiliki efek yang
berlawanan dalam tubuh. Selain itu,
propranolol terkadang dapat menyebabkan
penyempitan saluran udara, yang dapat
memperburuk masalah pernapasan Anda atau
memicu serangan asma yang parah.

Propranolol +Teofilin
Interaksi Major, Menggunakan obat ini
bersama-sama dapat membuat propranolol
kurang efektif dan meningkatkan efek
teofilin.

Propranolol + Diphenhydramine
Interaksi moderat memiliki efek aditif dalam
menurunkan tekanan darah.

Propranolol + Triamcinolone
Interaksi Moderate Triamcinolone dapat
mengurangi efek propranolol dalam
menurunkan tekanan darah. Interaksi
kemungkinan besar terjadi ketika

37
triamcinolone digunakan selama lebih dari
seminggu, karena penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan retensi natrium dan air.

Rencana Intervensi I3.1 Obat diubah Golongan Calcium Channel Blockers karena
menjadi.. memiliki efek menurunkan tekanan darah dan
juga efek bronkodilator

Penerimaan A3.1 Intervensi -


Intervensi diusulkan namun
penerimaan tidak
diketahui

Status DRP O1.1 Status masalah -


tidak diketahui

6. Acetaminophen 325 mg

Domain Primer Kode Masalah Keterangan

Intervensi I0.1 Tidak ada intervensi

3.5 Rencana Terapi atau Pemilihan Terapi


Menurut kemenkes 2008 penatalaksanaan asma terdiri dari obat pelega dan
pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol
ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Pada pengobatan kasus ini langkah pertama yang dilakukan adalah edukasi untuk
menghindari alergen bertujuan untuk menghentikan gejala asma akut, selanjutkan terapi awal
menggunakan inhalasi agonis beta-2 kerja singkat yaitu metaproterenol MDI setelah respon
baik lanjutkan dengan menambahkan bronkodilator oral teofilin SR, kemudian penggunaan
kortikosteroid inhalasi yaitu triamcinolone MDI sebagai pengontrol lalu pasien di sarankan
untuk selalu menjaga kebugaran tubuh untuk menunjang pengobatan asma. Berdasarkan
guideline asma pemberian obat pada kasus ini sudah sesuai, hanya saja untuk pemberian
dosis teofilin SR tidak sesuia guideline yaitu 400 mg 2 x sehari dikhawatirkan pasien mengalami
efek samping yang berat maka disarankan mengurangi dosis teofilin menjadi 400 mg 1 x sehari.
Pada kasus ini pemberian obat antihistamin bertujuan untuk mengurangi atau
menghalangi efek histamine terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamine.
Pemberian diphenhidramine pada kasus ini belum tepat karena terdapat kontra indikasi pada
pasien asma karena kontra indikasi tersebut kami menyarankan mengganti dengan golongan

38
H1-antihistamin generasi kedua yaitu loratadine, loratadine memberikan efek anti alergik
untuk waktu yang panjang dan tanpa efek sedative kemudian tidak di kontra indikasi pada
pasien asma. Selanjutnya pemberian obat antihipertensi propanolol pada pasien asma tidak
tepat karena dapat mempersempit ruang udara pada penderita asma sehingga disarankan
untuk penggunaan beta bloker selektif atau golongan calcium channel blockers karena
memiliki efek menurunkan tekanan darah dan juga efek bronkodilator

3.6 Pertanyaan Kasus


1. Apakah JU akan mendapat manfaat dari inhaler antikolinergik? Jika iya, jelaskan dan
sebutkan dosis, rute, dan frekuensi yang harus diberikan!
Jawab :
Antikolinergik adalah bronkodilator yang cukup efektif dan mengurangi
sekresi mukus, tetapi tidak seefektif agonis β2. Mekanisme kerja antikolinergik yakni
memblok reseptor muskarin pada saraf-saraf kolinergik di otot polos bronkus,
sehingga aktivitas saraf adrenergic menjadi dominan dan mengakibatkan efek
bronkodilatasi. Penggunaan antikolinergik tidak dapat digunakan sebagai first line
therapy, namun penggunaannya dapat ditambahkan ke terapi beta-agonis (Dipiro 9th
ed).
Pada pasien JU penggunaan inhaler antikolinergik mungkin akan mendapat
manfaat dengan menggunakan Tiotropium bromida yang dapat dianggap sebagai
terapi tambahan pada pasien berusia 12 tahun ke atas dengan asmanya tidak terkontrol
dengan baik dengan ICS dosis sedang hingga tinggi dan terapi kombinasi LABA.
Tiotropium bromida adalah antikolinergik inhalasi kerja lama dengan durasi 24 jam,
memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk reseptor muskarinik daripada ipratropium;
dia terdisosiasi dari reseptor muskarinik lebih lambat dari ipratropium (Dipiro, 11th
ed). Penambahan tiotropium secara sederhana memperbaiki paru-paru fungsi tetapi,
yang lebih penting, meningkatkan waktu eksaserbasi parah membutuhkan pengobatan
kortikosteroid oral. Tiotropium bromida diberikan dalam bentuk inhaler, untuk
meredakan atau mencegah penyempitan saluran pernafasan pada asma digunakan
dosis dua kali hisapan yang setara dengan 5 mcg per hari (Dipiro 9th ed).

2. Apakah terbutaline menjadi beta-agonis terbaik dibandingkan metaproterenol yang


diberikan pada JU?
Jawab :

39
Inhalasi β2-agonis kerja singkat adalah bronkodilator paling efektif dan
pengobatan pilihan pertama untuk pengelolaan asma berat akut. Terlepas dari terapi
jangka panjang, semua pasien perlu mendapatkan obat pereda cepat dalam bentuk
agonis β2 inhalasi kerja singkat yang tersedia untuk gejala akut. Pastikan bahwa
pasien dapat menggunakan perangkat pengiriman pereda dan pengontrol dengan
benar (Dipiro 11th ed).
Terbutalin dan Metaproterenol merupakan obat bronkodilator golongan Short
Acting Beta Agonist (SABA). Agonis beta-2 merupakan terapi pilihan pada serangan
akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma (Kasrin,
et al, 2022). Pada dipiro 7th edition disebutkan bahwa terbutalin mempunyai
selektivitas terhadap beta 2-agonis yang lebih baik dan potensi yang lebih tinggi
dibandingkan Metaproterenol. Dalam hal ini, berarti penggunaan terbutalin dapat
menjadi pilihan beta-agonis terbaik dibandingkan metaproterenol yang diberikan
kepada pasien JU (Dipiro 7th ed).

Gambar 9. Keparahan, Potensi, dan Durasi Aksi Relatif Agonis Beta Adrenergik

3. Evaluasi lebih lanjut menunjukkan bahwa JU tidak menggunakan inhalernya dengan


benar. Haruskah dia diberikan spacer device?

Jawab :

40
Iya, sebaiknya JU diberikan spacer device saat menggunakan inhalernya.
Menggunakan spacer dengan inhaler dosis terukur (MDI) membantu jumlah obat
yang tepat sampai ke paru-paru Anda. Menggunakan spacer berarti:
● Kemungkinan terbuangnya obat lebih sedikit karena bekerja lebih efisien dengan
mendapatkan obat langsung ke paru-paru
● Dapat mengurangi efek samping dari inhaler seperti sariawan, karena akan sedikit
obat yang tertinggal pada mulut
● Memudahkan dalam penggunaan obat, karena obat terkumpul di ruang spacer,
dan pasien dapat menghirupnya tanpa perlu mendapatkan waktu dan kecepatan
yang tepat. (www.asthma.org.uk/symptoms-tests-treatments/treatments/spacers)

4. Jelaskan peran dari antihistamin pada gangguan respirasi!


Jawab :
Sel mast memainkan peran penting dalam patogenesis asma alergi. Histamin adalah
mediator sentral yang dilepaskan dari sel mast melalui reaksi alergi. Histamin
berperan dalam obstruksi jalan napas melalui kontraksi otot polos, sekresi bronkial,
dan edema mukosa saluran napas. Histamin telah menjadi mediator kimia terkenal
yang dilepaskan dari sel mast dalam reaksi alergi langsung untuk waktu yang lama
dan telah dianggap memiliki peran penting dalam patofisiologi asma. Histamin
dilepaskan ke permukaan saluran napas oleh alergen yang dihirup dan kontak
langsung dengan bronkoskop, dan dipulihkan dalam cairan lavage bronchoalveolar
(BALF).

41
BAB IV
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Asma Merupakan kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan.

Pemberian obat antihipertensi propranolol pada pasien asma tidak tepat karena dapat
mempersempit ruang udara pada penderita asma sehingga disarankan untuk penggunaan beta
bloker selektif atau golongan calcium channel blockers karena memiliki efek menurunkan
tekanan darah dan juga efek bronkodilator.

4.2. Saran
● Perlu melakukan penyuluhan tentang asma bronkial agar masyarakat dapat tahu cara
penanggulangan asma bronkial dan faktor apa saja yang dapat menyebabkan
terjadinya asma bronkial pada anak dan meningkatkan upaya promotif dengan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang asma bronkial sehingga masyarakat
lebih waspada

42
DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug Information
Handbook 17th Edition, American Pharmacist Association
Alwarith J, Kahleova H, Crosby L, Brooks A, Brandon L, Levin SM, Barnard ND. 2020. The
role of nutrition in asthma prevention and treatment. Nutr Rev. 2020 Nov
1;78(11):928-938. doi: 10.1093/nutrit/nuaa005. PMID: 32167552; PMCID:
PMC7550896.
Castillo JR, Peters SP, Busse WW. 2017. Asthma Exacerbations: Pathogenesis, Prevention,
and Treatment. J Allergy Clin Immunol Pract. 2017 Jul-Aug;5(4):918-927. doi:
10.1016/j.jaip.2017.05.001. PMID: 28689842; PMCID: PMC5950727.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edition., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.
Global Initiative For Asthma (GINA). 2022. Global Strategy For Asthma Management and
Prevention. Diakses melalui: https://ginasthma.org/gina-reports/
Kasrin, et al. 2022. Penggolongan Obat Berdasarkan Peresepan Obat Asma Di Instalasi
Rawat Jalan RSUD Dr Agoesdjam Ketapang. Journal Syifa Sciences and Clinical
Research. 4(1): 179-189
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Diakses melalui:
https://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2018
/04/Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Tentang_Pedoman_Pengendalian_Asma1.p
Maciag MC, Phipatanakul W. 2020. Prevention of Asthma: Targets for Intervention. Chest.
2020 Sep;158(3):913-922. doi: 10.1016/j.chest.2020.04.011. Epub 2020 Apr 21.
PMID: 32330461; PMCID: PMC7478233.
Rahajoe, N dkk. 2015. Pedoman Nasional Asma Anak Edisi ke-2. Jakarta: PP Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Von Mutius E, Smits HH. 2020. Primary prevention of asthma: from risk and protective
factors to targeted strategies for prevention. Lancet. 2020 Sep
19;396(10254):854-866. doi: 10.1016/S0140-6736(20)31861-4. Epub 2020 Sep 7.
PMID: 32910907.

43

Anda mungkin juga menyukai