Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA II


“Uji Disolusi”

Dosen Pembimbing:
apt. Drs. Umar Mansur, M.Sc.
apt. Yardi, Ph.D
apt. Marvel, M.Farm
apt. Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si

Disusun oleh:
Siti Nazilatur Rahmah
11171020000029

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap
supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat menjaga kadar
terapi obat yang terus-menerus dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya
pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik
yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan
sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat pengaruhnya selama
periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel dkk,
2005).
Produk obat yang beredar di pasaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu
obat innovator/ paten dan obat generik. Obat inovator atau paten merupakan
obat yang ditemukan berdasarkan penelitian dan memilki masa paten dalam
jangka waktu tertentu. Berdasarkan UU No.14 Tahun 2001, masa berlaku
obat paten selama 20 tahun. Selama masa itu perusahaan farmasi memiliki
hak eksklusif untuk memproduksi dan memasarkan obat tersebut kecuali jika
memiliki perjanjian khusus dengan perusahaan pemilik paten. Perusahaan
farmasi yang memproduksi obat inovator harus mengeluarkan biaya yang
besar untuk penelitian dan pengembangan obat, keamanan, pemasaran,
transportasi sehingga harga obat inovator lebih mahal dari obat generik.
Setelah masa berlaku obat paten selesai, maka obat itu boleh ditiru,
diproduksi dan dipasarkan oleh perusahaan Farmasi lain. Obat tiruan itu
dinamakan obat generik atau obat copy.
Untuk produk inovator, evaluasi mengenai safety (aman), efficacy
(berefek), dan quality (berkualitas) telah dilakukan secara komprehensif dan
menyeluruh, mulai dari uji pre-klinik, uji klinik, sehingga post-marketing
surveilance dengan biaya yang sangat besar. Namun bagi produk obat generik
(obat copy), telah dipersyaratkan untuk memenuhi pensyaratan uji ekivalensi
baik secara in vitro maupun in vivo (Badan POM RI, 2004)
Uji ekivalensi secara in vitro dapat dilakukan menggunakan uji disolusi.
Uji disolusi dan penetapan kadar zat khasiat merupakan faktor penting dalam
pengendalian mutu obat. Pengujian ini dipersyaratkan pada produk farmasi
yang berbentuk tablet. Uji disolusi ini pada industri farmasi merupakan
informasi berharga untuk keseragaman kadar zat khasiat dalam satu produksi
obat (batch), perkiraan bioavailabilitas dari zat khasiat obat dalam suatu
formulasi, variabel kontrol proses dan untuk melihat pengaruh perubahan
formulasi. (Stippler,2009)
Pada praktikum ini praktikan melakukan uji disolusi tablet lepas lambat
(sustained release) dan tablet lepas segera (immediate release) untuk melihat
perbandingannya dan pengaruh pemberian kedua obat tersebut dalam tubuh.

1.2 Tujuan Praktikum


Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan :
a. Dapat menjelaskan perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan
lepas cepat
b. Dapat menjelaskan pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan lepas
cepat pada kinetika obat dalam tubuh
BAB II
TEORI

2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang di gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang
cocok. (FI III 1997).
Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke
dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain
dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Tipe obat yang
disebutkan terakhir umumnya dikenal tablet atau kapsul yang kerjanya
controlled release, delayedrelease, sustained-action, prolongedaction,
sustained release, prolonged-release, timed-release, slow-release, extended-
action atau extended-release (Ansel dkk. 2008).
Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul
diformulasi untuk melepaskan obat aktif dengan segera sehingga didapat
absorpsi sistemik obat yang cepat dan sempurna. Oleh karena itu, untuk
mempertahankan perolehan efek yang diharapkan diperlukan penggunaan
berulangkali dalam sehari. Hal ini dimaksudkan agar turunnya zat aktif dalam
organisme akibat proses biotransformasi dan eliminasi dapat
dikompensasikan. Situasi demikian merupakan beban kerja yang tidak dapat
disepelekan (Shargel et al. 2005, Voight. 1995).
2.2 Sediaan Lepas Lambat
Sediaan pelepasan diperpanjang terdiri dari dua jenis, yaitu sustained
release (sustained action = prolong action) atau sediaan lepas lambat dan
controlled release (time release) atau pelepasan terkendali. Pelepasan
terkendali adalah sediaan yang dapat memberikan kendali terhadap pelepasan
zat aktif dalam tubuh. 16 Sistem ini berusaha mengendalikan konsentrasi zat
aktif dalam jaringan atau sel target (Robinson, 1976).
Kelebihan sediaan tersebut yang paling nyata adalah kesederhanaan
pengaturan dosis dan pengurangan frekuensi pemakaian obat sehingga
memudahlan penderita dan mengurangi resiko kesalahan atau kelupaan.
Kelebihan lainnya dibandingkan bentuk sediaan biasa adalah :
1. Pengobatan berkesinambungan, terutama untuk obat “nycthemere"
sehingga dengan demikian dapat dihindari pemakaian pada malam hari.
2. Pemasukan obat kedalam tubuh terjadi secara tetap dan perlahan,
sehingga dapat dihindari terjadinya “puncak dan lembah” plasmatik
yang dapat menggagalkan terapi. 3. Pengurangan atau penekanan efek
samping yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan zat aktif pada dosis
tinggi yang menyebabkan puncak plasmatik yang tinggi dan diikuti
“lembah” plasmatik dengan efek terapetik yang tidak memadai.
3. Efektivitas tinggi karena kadar efektif dalam darah bertahan lebih lama.
Terutama untuk zat aktif dengan t1/2 biologik singkat (kurang dari 6
jam) seperti propranolol HCl. Hal tersebut justru dapat menghemat obat
karena tidak perlu menambah dosis untuk mendapatkan kadar tertentu
pada pemakaian yang lama.
4. Obat yang diserap dengan proses penjenuhan (misalnya tiamin) akan
diserap lebih efektif bila diberikan sebagai sediaan dengan pelepasan
perlahan daripada dengan pelepasan cepat (Devissaguet J et al. 1993).
5. Mengurangi frekuensi pemberian.
6. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.
7. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan (Ansel dkk. 2008)
Sedangkan kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah
(Devissageut J et al. 1993, Voight. 1995, Shargel et al. 2005):
a. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
b. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat
lepas secara cepat
c. Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek
d. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
e. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di
saluran cerna
f. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba
mengalami keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh
akan lebih sulit dibanding sediaan konvensional
g. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar dari 500
mg
Kebanyakan bentuk sediaan sustained release dirancang supaya
pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapetik yang
diinginkan secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah
obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama periode wakru
yang diperpanjang, biasanya 8-12 jam. Untuk mencapai suatu efek terapetik
yang diperpanjang disamping memperkecil efek samping yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara
ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan pada suatu
laju yang konstan, atau laju orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat
secara cepat diabsorpsi dan laju absorbs akan mengikuti kinetika orde nol
yang sama dengan suatu infus obat secara intravena (Ansel dkk. 2008,
Shargel et al. 2005).
2.3 Disolusi
Disolusi adalah proses dimana bahan padat melarut ke dalam medium
pelarutannya. Disolusi merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan
ketersediaan hayati obat di dalam tubuh. Prinsip disolusi adalah penentuan
jumlah bahan obat terlarut dalam selang waktu tertentu (Abdou, 1989).
Dua mekanisme utama yang mengontrol pelepasan obat adalah disolusi
bahan aktif dan difusi obat yang terlarut (Collet dan Moreton, 2002). Disolusi
atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat dari
sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971). Proses disolusi terjadi
dalam dua tahap, pertama terjadi pelepasan molekul obat dari permukaan obat
dari permukaan zat padat penyusunnya ke permukaan cairan yang berbatasan
dengan zat padat tersebut, selanjutnya diikuti dengan difusi dari permukaan
ke medium. Proses ini dapat dimanipulasi untuk mendesain pelepasan yang
diinginkan. Pada umumnya baik pada sistem matriks atau barrier membran
pada sediaan controlled release digunakan untuk memperlambat, menunda
dan mengkontrol pelepasan obat. Pelepasan pada sistem matrik controlled
release memberikan profil pelepasan dimana bahan aktif pada sistem tersebut
dilepaskan secara terus-menerus pada kecepatan yang lambat sehingga
memberikan efek terapetik dalam jangka waktu yang lama (Wang dan
Sheneis, 2006).
Laju disolusi merupakan kecepatan melarutnya suatu obat yang
diberikan secara oral dalam suatu waktu tertentu, dimana laju ini diperoleh
dari uji disolusi. Untuk meramalkan laju disolusi dipakai persamaan yang
telah dikembangkan oleh Noyes dan Whitney yang didasarkan pada hukum
difusi Fick. Noyes dan Whitney menyatakan bahwa kecepatan disolusi
dikontrol oleh kecepatan difusi dari membran yang sangat tipis dari larutan
jenuh yang terbentuk seketika disekitar partikel padat. Proses disolusi ini
dipengaruhi oleh karakteristik pembasahan dari sediaan padat, kemampuan
penetrasi medium ke dalam sediaan padat, desintegrasi dan deagregasi
(Abdou, 1989)
Penentuan uji disolusi merupakan bagian yang penting untuk
pemeriksaan sediaan obat jadi. Laju disolusi suatu obat dapat mempengaruhi
absorpsi obat tersebut (Abdou, 1989)
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi secara in-vitro adalah
(Abdou, 1989)
1. Lingkungan selama percobaan
a. Pengadukan
Kecepatan pengadukan media mempengaruhi ketebalan lapisan
difusi, makin besar intensitas pengadukan makin tipis lapisan difusi
dan makin cepat proses disolusi. Pengadukan bertujuan untuk
mempercepat cairan berkontak dengan permukaan zat aktif dan
menyeragamkan suhu.
b. Suhu medium
Kelarutan zat aktif dipengaruhi oleh suhu medium. Jika suhu tinggi
maka viskositas akan turun, sehingga koefisien difusi akan
menaikkan laju disolusi. 26
c. pH medium
Laju disolusi dari senyawa yang bersifat asam lemah akan naik
dengan naiknya pH. Pemilihan kondisi akan berbeda di sepanjang
saluran cerna sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju
disolusi. d. Metode uji yang digunakan Metode penentuan laju
disolusi yang berbeda akan mempengaruhi laju disolusi yang
berbeda pula.
2. Sifat fisikokimia zat aktif
a. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan semakin besar
sehingga laju disolusi semakin meningkat. b.
b. Kelarutan zat aktif
Menurut persamaan Noyes-Whitney kelarutan zat aktif berbanding
lurus dengan laju disolusinya.
3. Faktor formulasi
Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada
kecepatan pelepasan obat yang terkandung di dalamnya. Bahan
tambahan yang digunakan dalam memformula suatu sediaan akan
mempengaruhi laju disolusi zat aktif. Secara umum bila bahan
tambahan yang digunakan bersifat hidrofil maka kecepatan disolusi
akan bertambah, sebaliknya bila bahan tambahan bersifat hidrofob
maka kecepatan disolusi akan berkurang.
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan
Disolution tester Tablet Metformin
Sustained Release
Timbangan analitik Tablet Metformin
Immediate Release
Gelas beaker 100 ml Aquadest
Batang pengaduk Dapar Fosfat
Labu ukur 10 ml
Spektrofotometer UV-
Vis
pH meter
Pipet dan bulk

3.2 Prosedur Kerja


1. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8
a. Beker gelas yang akan digunakan dikalibrasi.
b. Sodium dihydrogen phosphate monohydrate dan di-Sodium dihydrogen
phosphate ditimbang sesuai hasil perhitungan untuk pembuatan 4 L
larutan dapar fosfat pH 6,8.
c. Bahan-bahan dicampurkan kedalam beaker gelas terkalibrasi yang berisi
aquadest hingga batas kalibrasi dan diaduk hingga homogen. Pengadukan
dapat dibantu dengan menggunakan magnetic stirrer.
d. pH larutan dapar fosfat dicek dengan menggunakan alat pH meter. Jika pH
belum sesuai maka dilakukan adjust pH hingga pH 6,8 dengan
menambahkan HCl atau NaOH.
e. Dapar fosfat pH 6,8 siap untuk digunakan pada pengujian disolusi dengan
alat uji disolusi tipe basket.
2. Pengujian Disolusi
a. Dicari panjang gelombang serapan maksimum untuk metformin.
b. Waterbath alat uji disolusi diisi dengan air hingga batas yang ditentukan.
c. 2 buah labu alat uji disuolusi dipasang. 1 labu untuk pengujian tablet
metformin intermediate release (IR) dan 1 labu untuk tablet metformin
sustained release (XR).
d. Masing-masing labu diisi dengan 900 mL media yang sesuai yang
tercantum dalam farmakope atau literatur lainnya. Dalam praktikum ini
digunakan dapar fosfat pH 6,8. Suhu diatur dan dipertahan pada
37 ± 0,5ºC. Diamkan 15 menit atau 1 jam.
e. Kedalam masing-masing keranjang alat disolusi dimasukkan 1 buah tablet
yang sesuai. 1 keranjang diisi dengan 1 buah tablet metformin intermediate
release (IR) dan 1 keranjang diisi 1 buah tablet metformin sustained release
(XR).
f. Kemudian dicelupkan ke dalam labu yang telah berisi medium dapar fosfat
sampai ke dasar yang terdapat dalam labu, suhu dipertahankan pada
37 ± 0,5ºC, motor diatur pada kecepatan konstan 100 rpm.
g. Kemudian cairan sample diambil sebanyak 10 ml pada setiap menit ke-5,
10, 20, 30, 40, 50 dan 60. Dan setiap volume cuplikan yang diambil diganti
dengan medium yang sama dan volume yang sama (dapar fosfat pH 6,8
=10 mL).
h. Cairan sampel diencerkan dengan medium dapar fosfatsesuai perhitungan.
i. Untuk menentukan kadar obat yang terdisolusi dalam cairan itu, maka
dilakukan pengecekan kadar menggunakan alat spektrofotometer dengan
mengukur tingkat absorbansinya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
Kurva Standar
Konsentrasi (ppm) absorbansi (y)
2 0.172
4 0.340
6 0.488
8 0.685
10 0.893
12 0.952

Kurva Kalibrasi
1,2

0,8

0,6
y = 0,0822x + 0,0127
0,4 R² = 0,9871

0,2

0
0 2 4 6 8 10 12 14

Tablet metformin Immediate release


Waktu Jumlah pengenceran absorbansi
5 20x 0,667
10 40x 0,487
20 40x 0,788
30 80x 0,494
40 80x 0,558
50 80x 0,557
60 100x 0,432
konsentrasi konsentrasi kadar kadar
kadar kons*10 faktor %
t JP A sblm (ppm atau kumulatif kumulatif
(ug) ml koreksi disolusi
pngncrn ug/ml) (ug) (mg)
(kadar
x=(y- kons sblm konsentrasi kadar + faktor
Rumus = 0,0127)/0,0822 pngncrn x JP x 900 ml koreksi
ug -> mg kum/kadar
sbnr) x 100

5 20 0,667 7,960 159,197 143277,4 1591,971 0 143277,4 143,2774 28,655


10 40 0,487 5,770 230,803 207722,6 2308,029 1591,971 209314,6 209,3146 41,863
20 40 0,788 9,432 377,275 339547,4 3772,749 3900 343447,4 343,4474 68,689
30 80 0,494 5,855 468,418 421576,6 4684,185 7672,749 429249,4 429,2494 85,850
40 80 0,558 6,634 530,706 477635 5307,056 12356,93 489992 489,992 97,998
50 80 0,557 6,622 529,732 476759,1 5297,324 17663,99 494423,1 494,4231 98,885
60 100 0,432 5,101 510,097 459087,6 5100,973 22961,31 482048,9 482,0489 96,410

Kurva Metformin Immediate release


120,000

100,000

80,000
% disolusi

60,000
y = 1,2847x + 34,593
40,000
R² = 0,8398
20,000

0,000
0 10 20 30 40 50 60 70
t (menit)

Tablet metformin Extended release


Waktu Jumlah pengenceran absorbansi
5 10x 0,214
10 10x 0,309
20 10x 0,487
30 10x 0,613
40 10x 0,726
50 20x 0,432
60 20x 0,437
konsentrasi kadar kadar
konsentrasi kadar kons*10 faktor %
t JP A (ppm atau kumulatif kumulatif
sblm pngncrn (ug) ml koreksi disolusi
ug/ml) (ug) (mg)
(kadar
kadar +
x=(y- kons sblm konsentrasi kum/kadar
Rumus = 0,0127)/0,0822 pngncrn x JP x 900 ml
faktor ug -> mg
sbnr) x
koreksi
100
5 10 0,214 2,449 24,489 22040,15 244,8905 0 22040,15 22,04015 4,408
10 10 0,309 3,605 36,046 32441,61 360,4623 244,8905 32686,5 32,6865 6,537
20 10 0,487 5,770 57,701 51930,66 577,0073 605,3528 52536,01 52,53601 10,507
30 10 0,613 7,303 73,029 65726,28 730,292 1182,36 66908,64 66,90864 13,382
40 10 0,726 8,678 86,776 78098,54 867,7616 1912,652 80011,19 80,01119 16,002
50 20 0,432 5,101 102,019 91817,52 1020,195 2780,414 94597,93 94,59793 18,920
60 20 0,437 5,162 103,236 92912,41 1032,36 3800,608 96713,02 96,71302 19,343

Kurva Metformin Extended release


25,000

20,000
% disolusi

15,000

10,000

5,000 y = 0,2812x + 4,0915


R² = 0,9692
0,000
0 10 20 30 40 50 60 70
t (menit)

Perbandingan kurva metofrmin IR dan XR


120,000
100,000
80,000
% disolusi

60,000
40,000
20,000
0,000
0 10 20 30 40 50 60 70
t (menit)

IR XR
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini praktikan melakukan uji disolusi pada tablet
metformin sustained relase dan tablet metformin extended release. Disolusi
merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan ketersediaan hayati obat
di dalam tubuh. Prinsip disolusi adalah penentuan jumlah bahan obat terlarut
dalam selang waktu tertentu (Abdou, 1989).
Percobaan ini mengikuti persyaratan pengujian disolusi yang telah
ditetapkan di FI V ataupun USP. Menurut literatur, uji disolusi metformin
pada sediaan tablet dalam 45 menit harus larut tidak kurang dari 70%
C4H11N5.HCl, dari jumlah yang tertera pada etiket. Pada literatur juga
disebutkan bahwa metode yang digunakan pada uji disolusi ini menggunakan
media disolusi berupa dapar fosfat pH 6,8 dengan suhu 37oC dengan alat 1
(tipe keranjang) 100 rpm untuk berat metformin 500 mg (USP, 2010). Hal ini
sudah sesuai dengan apa yang di praktikan pada praktikum ini.
Metode keranjang berputar memberikan gerakan pengadukan yang
stabil dalam bejana besar dengan 500 hingga 1000 mL cairan yang direndam
dalam penangas air dengan suhu-terkontrol. Metode keranjang sangat
sederhana, kuat, dan mudah distandarisasi. Metode keranjang USP adalah
metode pilihan untuk pengujian disolusi bentuk sediaan padat oral yang
segera dilepaskan. Alat ini berguna untuk tablet, kapsul, manik-manik dan
floater. Produk obat padat, monodisperse dan polydisperse biasanya diuji
menggunakan USP Apparatus 1/ alat tipe keranjang. (Riaz, 2011)
Sedangkan alat tipe 2 (tipe dayung), dayung menggantikan keranjang
sebagai sumber agitasi. Seperti halnya keranjang, alat ini berguna untuk
tablet, kapsul dan suspensi. Seperti zat padat USP Apparatus 1, monodispers
dan produk obat polydisperse yang sering diuji menggunakan alat tipe 2.
Tetapi bentuk sediaan floating membutuhkan pemberat yang dapat dianggap
sebagai kelemahan alat ini. Selain itu, pembentukan kerucut dan posisi tablet
selama pengujian terkadang sulit untuk dipertahankan. (Riaz, 2011)
Menurut data bioavailabilitas, pemberian oral metformin HCl akan
diserap oleh mukosa saluran cerna. Mempertimbangkan bahwa tempat utama
absorpsi berada di usus halus, dengan nilai pH fisiologis 6,6–7,0, maka dipilih
buffer fosfat pH 6,8 sebagai media disolusi untuk pengujian disolusi lebih
lanjut dan sekaligus sebagai pengencer standar. larutan stok akan larut.
Selama proses disolusi, yang harus diperhatikan yaitu keadaan sink
condition, dengan mengembalikan 10 ml cuplikan yang telah di ambil tiap
menit yang sudah dientukan. Keadaan inilah yang membuat kemungkinan
besar hasil disolusi mencerminkan sifat bentuk sediaan.
Kondisi sink didefinisikan sebagai konsentrasi yang menghasilkan kelarutan
saturasi zat aktif setidaknya tiga kali dosis tertinggi zat aktif terlarut dalam
volume media yang digunakan untuk pelarutan. Kondisi sink lebih disukai
karena lebih cenderung menghasilkan disolusi yang mencerminkan kinetika
pelepasan aktif dari bentuk sediaan daripada dari batasan kelarutan.
Pada praktikum ini sediaan tablet lepas segera (immediate release)
metformin, pada menit ke 40 sudah terlihat bahwa % disolusinya mencapai
lebih dari 70%. Dirincikan dari menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 yaitu 28.6%,
41.8%, 68.7%, 85.8%, 97.9%, 98.9%, 96.4%. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa tablet metformin dalam waktu 45 menit akan terdisolusi lebih dari
70% (USP32). Profil disolusi tablet metformin ini dapat dilihat di kurva
berikut, profil IR seharusnya terlihat bertahap dari menit pertama sampai
menit ke 45.

Profil Metformin Immediate release


120,000
100,000
% disolusi

80,000
60,000
40,000 y = 1,2847x + 34,593
R² = 0,8398
20,000
0,000
0 20 40 60 80
t (menit)

Sedangkan untuk sediaan tablet lepas lambat (extended release) di


dapatkan hasil di menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 berturut-turut yaitu 4.4%,
6.5%, 10.5%, 13.3%, 16%, 18.9%, 19.3%. Pada menit ke 60 atau 1 jam,
praktikan mendapatkan hasil bahwa tablet metformin tersebut terdisolusi
sebesar 19,3%. Dari hasil ini terlihat ketidaksesuaian dengan literatur, yang
seharusnya pada waktu 1 jam tablet akan terdisolusi sebanyak 20-40% (USP,
2010). Profil metformin extended release seharusnya mengikuti kinetika orde
nol karena obat akan diterima secara terus menerus dalam waktu panjang.
Perbandingan antara profil metformin tablet lepas segera dan tablet
lepas lambat tentu akan berbeda, di mana tablet lepas segera akan melepaskan
obat dalam waktu cepat, maka dari itu hasil kurva akan meningkat lebih cepat
dibandingkan kurva lepas lambat yang meggunakan kinetika orde nol, dimana
obat akan dilepas secara terus menerus dalam waktu yang panjang.
Adapun hal-hal yang tidak sesuai antara yang di praktikan dengan
literatur, itu disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi disolusi secara
in-vitro yaitu Lingkungan selama percobaan (pengadukan, suhu medium, pH
medium), Sifat fisikokimia zat aktif (ukuran partikel, kelarutan zat aktif) dan
Faktor formulasi (Abdou, 1989). Hal hal lain yang menyebabkan
ketidaksesuaian juga dapat terjadi karena kelalaian dan ketidak telitian
praktikan.
BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu :
1. Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk
melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap.
2. Pada praktikum ini praktikan melakukan uji disolusi pada tablet metformin
sustained relase dan tablet metformin extended release.
3. Uji disolusi merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan
ketersediaan hayati obat di dalam tubuh. Prinsip disolusi adalah penentuan
jumlah bahan obat terlarut dalam selang waktu tertentu.
4. Pada praktikum ini sediaan tablet lepas segera (immediate release)
metformin, pada menit ke 40 sudah terlihat bahwa % disolusinya mencapai
lebih dari 70%.
5. Sedangkan untuk sediaan tablet lepas lambat (extended release) di dapatkan
hasil pada menit ke 60 sebesar 19,3%. Dari hasil ini terlihat ketidaksesuaian
dengan literatur, yang seharusnya pada waktu 1 jam tablet akan terdisolusi
sebanyak 20-40%
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H. M. 1989, Dissolution, Bioavailability & Bioequivalence, Mack
Publishing, Easton, Pesnylvania. 481.
Anonim. Farmakope Indonesia Edisi V 2014. Jakarta :Kementrian Kesehatan.
Republik Indonesia.
Ansel, C, Howard dkk. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press,
BPOM, 2004, Pedoman Uji Bioekivalensi, available at www. Pom.go.id/ publik/
hukum_perundangan/pdf/HK.0005.3.1 818.pdf, BPOM RI, Jakarta
Collett, J., and Moreton, C., 2002, Modified – release Peroral Dosage Form, dalam
Aulton, M. E., Pharmaceutics: The Science Of Dosage Form Design, Edisi II,
Churchill Livingstone, Edinburg – Londion – New York – Philadelphia – St
Louis Sydney – Toronto, 289-305
Mitrevska, Ivana.et. al. 2019. Development and Validation of Discriminative
Dissolution Method for Metformin Immediate-Release Film-Coated Tablets.
J Anal Methods Chem. 2019; 2019: 4296321. Published online 2019 Dec 10
Shargel, L., Yu A, 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi
kedua. Surabaya, Airlangga UniversityPress,
Stippler E, Predictive Dissolution Methods, diperoleh dari
http://rnediaserver.aapspharmaceutica.com/meetings/webinars/apq3/dissolut
ion.pdf., 20 Juli 2009
Uddin, Riaz., et. al., 2011. Dissolution and Dissolution Apparatus: A Review. Int J
Cur Biomed Phar Res. 2011; 1(4): 201 -207
USP. Metformin Hydrochloride Extended-Release Tablets. Revision Bulletin
Official September 1, 2010
Voight.R, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, cetakan kedua, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Wagner, J G., 1971, Biopharmaceutical and Relevant Pharmacokinetics, Ed. I.,
Drug Intellegent Publication, Hamilton, 98-157.

Anda mungkin juga menyukai