Dosen Pembimbing:
apt. Drs. Umar Mansur, M.Sc.
apt. Yardi, Ph.D
apt. Marvel, M.Farm
apt. Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si
Disusun oleh:
Siti Nazilatur Rahmah
11171020000029
2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang di gunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang
cocok. (FI III 1997).
Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke
dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain
dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Tipe obat yang
disebutkan terakhir umumnya dikenal tablet atau kapsul yang kerjanya
controlled release, delayedrelease, sustained-action, prolongedaction,
sustained release, prolonged-release, timed-release, slow-release, extended-
action atau extended-release (Ansel dkk. 2008).
Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul
diformulasi untuk melepaskan obat aktif dengan segera sehingga didapat
absorpsi sistemik obat yang cepat dan sempurna. Oleh karena itu, untuk
mempertahankan perolehan efek yang diharapkan diperlukan penggunaan
berulangkali dalam sehari. Hal ini dimaksudkan agar turunnya zat aktif dalam
organisme akibat proses biotransformasi dan eliminasi dapat
dikompensasikan. Situasi demikian merupakan beban kerja yang tidak dapat
disepelekan (Shargel et al. 2005, Voight. 1995).
2.2 Sediaan Lepas Lambat
Sediaan pelepasan diperpanjang terdiri dari dua jenis, yaitu sustained
release (sustained action = prolong action) atau sediaan lepas lambat dan
controlled release (time release) atau pelepasan terkendali. Pelepasan
terkendali adalah sediaan yang dapat memberikan kendali terhadap pelepasan
zat aktif dalam tubuh. 16 Sistem ini berusaha mengendalikan konsentrasi zat
aktif dalam jaringan atau sel target (Robinson, 1976).
Kelebihan sediaan tersebut yang paling nyata adalah kesederhanaan
pengaturan dosis dan pengurangan frekuensi pemakaian obat sehingga
memudahlan penderita dan mengurangi resiko kesalahan atau kelupaan.
Kelebihan lainnya dibandingkan bentuk sediaan biasa adalah :
1. Pengobatan berkesinambungan, terutama untuk obat “nycthemere"
sehingga dengan demikian dapat dihindari pemakaian pada malam hari.
2. Pemasukan obat kedalam tubuh terjadi secara tetap dan perlahan,
sehingga dapat dihindari terjadinya “puncak dan lembah” plasmatik
yang dapat menggagalkan terapi. 3. Pengurangan atau penekanan efek
samping yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan zat aktif pada dosis
tinggi yang menyebabkan puncak plasmatik yang tinggi dan diikuti
“lembah” plasmatik dengan efek terapetik yang tidak memadai.
3. Efektivitas tinggi karena kadar efektif dalam darah bertahan lebih lama.
Terutama untuk zat aktif dengan t1/2 biologik singkat (kurang dari 6
jam) seperti propranolol HCl. Hal tersebut justru dapat menghemat obat
karena tidak perlu menambah dosis untuk mendapatkan kadar tertentu
pada pemakaian yang lama.
4. Obat yang diserap dengan proses penjenuhan (misalnya tiamin) akan
diserap lebih efektif bila diberikan sebagai sediaan dengan pelepasan
perlahan daripada dengan pelepasan cepat (Devissaguet J et al. 1993).
5. Mengurangi frekuensi pemberian.
6. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.
7. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan (Ansel dkk. 2008)
Sedangkan kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah
(Devissageut J et al. 1993, Voight. 1995, Shargel et al. 2005):
a. Biaya produksi lebih mahal dibanding sediaan konvensional
b. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat
lepas secara cepat
c. Sering mempunyai korelasi in vitro – in vivo yang jelek
d. Mengurangi fleksibilitas pemberian dosis
e. Efektifitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di
saluran cerna
f. Jika penderita mendapat reaksi samping obat atau secara tiba–tiba
mengalami keracunan maka untuk menghentikan obat dari sistem tubuh
akan lebih sulit dibanding sediaan konvensional
g. Tidak dapat digunakan untuk obat yang memiliki dosis besar dari 500
mg
Kebanyakan bentuk sediaan sustained release dirancang supaya
pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapetik yang
diinginkan secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah
obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama periode wakru
yang diperpanjang, biasanya 8-12 jam. Untuk mencapai suatu efek terapetik
yang diperpanjang disamping memperkecil efek samping yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara
ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan pada suatu
laju yang konstan, atau laju orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat
secara cepat diabsorpsi dan laju absorbs akan mengikuti kinetika orde nol
yang sama dengan suatu infus obat secara intravena (Ansel dkk. 2008,
Shargel et al. 2005).
2.3 Disolusi
Disolusi adalah proses dimana bahan padat melarut ke dalam medium
pelarutannya. Disolusi merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan
ketersediaan hayati obat di dalam tubuh. Prinsip disolusi adalah penentuan
jumlah bahan obat terlarut dalam selang waktu tertentu (Abdou, 1989).
Dua mekanisme utama yang mengontrol pelepasan obat adalah disolusi
bahan aktif dan difusi obat yang terlarut (Collet dan Moreton, 2002). Disolusi
atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat dari
sediaan padat dalam medium tertentu (Wagner, 1971). Proses disolusi terjadi
dalam dua tahap, pertama terjadi pelepasan molekul obat dari permukaan obat
dari permukaan zat padat penyusunnya ke permukaan cairan yang berbatasan
dengan zat padat tersebut, selanjutnya diikuti dengan difusi dari permukaan
ke medium. Proses ini dapat dimanipulasi untuk mendesain pelepasan yang
diinginkan. Pada umumnya baik pada sistem matriks atau barrier membran
pada sediaan controlled release digunakan untuk memperlambat, menunda
dan mengkontrol pelepasan obat. Pelepasan pada sistem matrik controlled
release memberikan profil pelepasan dimana bahan aktif pada sistem tersebut
dilepaskan secara terus-menerus pada kecepatan yang lambat sehingga
memberikan efek terapetik dalam jangka waktu yang lama (Wang dan
Sheneis, 2006).
Laju disolusi merupakan kecepatan melarutnya suatu obat yang
diberikan secara oral dalam suatu waktu tertentu, dimana laju ini diperoleh
dari uji disolusi. Untuk meramalkan laju disolusi dipakai persamaan yang
telah dikembangkan oleh Noyes dan Whitney yang didasarkan pada hukum
difusi Fick. Noyes dan Whitney menyatakan bahwa kecepatan disolusi
dikontrol oleh kecepatan difusi dari membran yang sangat tipis dari larutan
jenuh yang terbentuk seketika disekitar partikel padat. Proses disolusi ini
dipengaruhi oleh karakteristik pembasahan dari sediaan padat, kemampuan
penetrasi medium ke dalam sediaan padat, desintegrasi dan deagregasi
(Abdou, 1989)
Penentuan uji disolusi merupakan bagian yang penting untuk
pemeriksaan sediaan obat jadi. Laju disolusi suatu obat dapat mempengaruhi
absorpsi obat tersebut (Abdou, 1989)
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi secara in-vitro adalah
(Abdou, 1989)
1. Lingkungan selama percobaan
a. Pengadukan
Kecepatan pengadukan media mempengaruhi ketebalan lapisan
difusi, makin besar intensitas pengadukan makin tipis lapisan difusi
dan makin cepat proses disolusi. Pengadukan bertujuan untuk
mempercepat cairan berkontak dengan permukaan zat aktif dan
menyeragamkan suhu.
b. Suhu medium
Kelarutan zat aktif dipengaruhi oleh suhu medium. Jika suhu tinggi
maka viskositas akan turun, sehingga koefisien difusi akan
menaikkan laju disolusi. 26
c. pH medium
Laju disolusi dari senyawa yang bersifat asam lemah akan naik
dengan naiknya pH. Pemilihan kondisi akan berbeda di sepanjang
saluran cerna sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju
disolusi. d. Metode uji yang digunakan Metode penentuan laju
disolusi yang berbeda akan mempengaruhi laju disolusi yang
berbeda pula.
2. Sifat fisikokimia zat aktif
a. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan semakin besar
sehingga laju disolusi semakin meningkat. b.
b. Kelarutan zat aktif
Menurut persamaan Noyes-Whitney kelarutan zat aktif berbanding
lurus dengan laju disolusinya.
3. Faktor formulasi
Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada
kecepatan pelepasan obat yang terkandung di dalamnya. Bahan
tambahan yang digunakan dalam memformula suatu sediaan akan
mempengaruhi laju disolusi zat aktif. Secara umum bila bahan
tambahan yang digunakan bersifat hidrofil maka kecepatan disolusi
akan bertambah, sebaliknya bila bahan tambahan bersifat hidrofob
maka kecepatan disolusi akan berkurang.
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Disolution tester Tablet Metformin
Sustained Release
Timbangan analitik Tablet Metformin
Immediate Release
Gelas beaker 100 ml Aquadest
Batang pengaduk Dapar Fosfat
Labu ukur 10 ml
Spektrofotometer UV-
Vis
pH meter
Pipet dan bulk
Kurva Kalibrasi
1,2
0,8
0,6
y = 0,0822x + 0,0127
0,4 R² = 0,9871
0,2
0
0 2 4 6 8 10 12 14
100,000
80,000
% disolusi
60,000
y = 1,2847x + 34,593
40,000
R² = 0,8398
20,000
0,000
0 10 20 30 40 50 60 70
t (menit)
20,000
% disolusi
15,000
10,000
60,000
40,000
20,000
0,000
0 10 20 30 40 50 60 70
t (menit)
IR XR
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini praktikan melakukan uji disolusi pada tablet
metformin sustained relase dan tablet metformin extended release. Disolusi
merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan ketersediaan hayati obat
di dalam tubuh. Prinsip disolusi adalah penentuan jumlah bahan obat terlarut
dalam selang waktu tertentu (Abdou, 1989).
Percobaan ini mengikuti persyaratan pengujian disolusi yang telah
ditetapkan di FI V ataupun USP. Menurut literatur, uji disolusi metformin
pada sediaan tablet dalam 45 menit harus larut tidak kurang dari 70%
C4H11N5.HCl, dari jumlah yang tertera pada etiket. Pada literatur juga
disebutkan bahwa metode yang digunakan pada uji disolusi ini menggunakan
media disolusi berupa dapar fosfat pH 6,8 dengan suhu 37oC dengan alat 1
(tipe keranjang) 100 rpm untuk berat metformin 500 mg (USP, 2010). Hal ini
sudah sesuai dengan apa yang di praktikan pada praktikum ini.
Metode keranjang berputar memberikan gerakan pengadukan yang
stabil dalam bejana besar dengan 500 hingga 1000 mL cairan yang direndam
dalam penangas air dengan suhu-terkontrol. Metode keranjang sangat
sederhana, kuat, dan mudah distandarisasi. Metode keranjang USP adalah
metode pilihan untuk pengujian disolusi bentuk sediaan padat oral yang
segera dilepaskan. Alat ini berguna untuk tablet, kapsul, manik-manik dan
floater. Produk obat padat, monodisperse dan polydisperse biasanya diuji
menggunakan USP Apparatus 1/ alat tipe keranjang. (Riaz, 2011)
Sedangkan alat tipe 2 (tipe dayung), dayung menggantikan keranjang
sebagai sumber agitasi. Seperti halnya keranjang, alat ini berguna untuk
tablet, kapsul dan suspensi. Seperti zat padat USP Apparatus 1, monodispers
dan produk obat polydisperse yang sering diuji menggunakan alat tipe 2.
Tetapi bentuk sediaan floating membutuhkan pemberat yang dapat dianggap
sebagai kelemahan alat ini. Selain itu, pembentukan kerucut dan posisi tablet
selama pengujian terkadang sulit untuk dipertahankan. (Riaz, 2011)
Menurut data bioavailabilitas, pemberian oral metformin HCl akan
diserap oleh mukosa saluran cerna. Mempertimbangkan bahwa tempat utama
absorpsi berada di usus halus, dengan nilai pH fisiologis 6,6–7,0, maka dipilih
buffer fosfat pH 6,8 sebagai media disolusi untuk pengujian disolusi lebih
lanjut dan sekaligus sebagai pengencer standar. larutan stok akan larut.
Selama proses disolusi, yang harus diperhatikan yaitu keadaan sink
condition, dengan mengembalikan 10 ml cuplikan yang telah di ambil tiap
menit yang sudah dientukan. Keadaan inilah yang membuat kemungkinan
besar hasil disolusi mencerminkan sifat bentuk sediaan.
Kondisi sink didefinisikan sebagai konsentrasi yang menghasilkan kelarutan
saturasi zat aktif setidaknya tiga kali dosis tertinggi zat aktif terlarut dalam
volume media yang digunakan untuk pelarutan. Kondisi sink lebih disukai
karena lebih cenderung menghasilkan disolusi yang mencerminkan kinetika
pelepasan aktif dari bentuk sediaan daripada dari batasan kelarutan.
Pada praktikum ini sediaan tablet lepas segera (immediate release)
metformin, pada menit ke 40 sudah terlihat bahwa % disolusinya mencapai
lebih dari 70%. Dirincikan dari menit ke 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 yaitu 28.6%,
41.8%, 68.7%, 85.8%, 97.9%, 98.9%, 96.4%. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa tablet metformin dalam waktu 45 menit akan terdisolusi lebih dari
70% (USP32). Profil disolusi tablet metformin ini dapat dilihat di kurva
berikut, profil IR seharusnya terlihat bertahap dari menit pertama sampai
menit ke 45.
80,000
60,000
40,000 y = 1,2847x + 34,593
R² = 0,8398
20,000
0,000
0 20 40 60 80
t (menit)