Disusun Oleh:
NPM : 21710026
Pembimbing :
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD NGANJUK
JUDUL:
DRUG INDUCED ASTHMA
Disusun Oleh :
Krisma Teta Agusta
Npm : 21710026
Mengetahui :
Dokter Pembimbing,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berbagai kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Drug Induced Asthma”. Penyusunan laporan kasus ini bertujuan
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di KSM Penyakit Dalam di RSUD
Nganjuk.
Tidak lupa pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tidak
terhingga kepada dr. Mei Budi Prasetyo, Sp.P sebagai pembimbing yang telah
memberikan arahan kepada penulis, serta seluruh tenaga medis, paramedis dan non
medis yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan kepaniteraan klinik
Penyakit Dalam.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan
kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan penelitian ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit alergi yang saat ini masih menjadi problem
kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kualitas hidup dan
dibutuhkan biaya besar dalam penatalaksanaannya.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma
adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu
yang rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang,
sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini
hari. Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan
bervariasi dengan sifat sebagian reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas
jalan napas terhadap berbagai rangsangan.1
2. Patofisiologi
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran
napas yang akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan
epitel saluran napas, gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot
polos bronkus juga diduga berperan pada proses hipereaktivitas saluran
napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya inflamasi
kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara
menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah
pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai
macam rangsang.2,3
2
akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2 . Sel T
penolong
3
4
inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin agar
sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag,
sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT),
platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain.
Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang dapat
menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi
sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein melalui
mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi
pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.3
3. Etiologi
Etiologi asma masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli, namun
secara umum terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik diantaranya riwayat atopi, pada penderita asma
biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga memiliki alergi.
Hipereaktivitas bronkus ditandai dengan saluran napas yang sangat sensitif
terhadap berbagai rangsangan alergen atau iritan. Jenis kelamin, pada pria
merupakan faktor risiko asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi
asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan.
Menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang lebih berjumlah sama dan
bertambah banyak pada perempuan usia menopause.4
4. Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat, penting dalam memudahkan penanganan
penyakit asma. Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
6
5. Klasifikasi
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenis asma
lainnya. Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik) yang
muncul pada waktu kanak-kanak dengan mekanisme serangan melalui reaksi
alergi tipe 1 terhadap alergen dan asma non-alergik (intrinsik) bila tidak
ditemukan reaksi hipersensitivitas terhadap alergen. Namun, dalam
prakteknya seringkali ditemukan seorang pasien dengan kedua sifat alergi dan
non-alergi, sehingga Mc Connel dan Holgate membagi asma kedalam 3
kategori,
1) Asma alergi/ekstrinsik;
2) Asma non-alergi/intrinsik;
3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruksif kronik.3,4
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Asma intermitten, ditandai dengan :
a. gejala kurang dari 1 kali seminggu;
b. eksaserbasi singkat;
c. gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan;
d. bronkodilator diperlukan bila ada serangan;
e. jika serangan agak berat mungkin memerlukan kortikosteroid;
f. APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi;
g. variabiliti APE atau VEP1 < 20%10,11
2. Asma persisten ringan, ditandai dengan :
a. gejala asma malam >2x/bulan;
b. eksaserbasi >1x/minggu, tetapi <1x/hari;
c. eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur;
d. membutuhkan bronkodilator dan kortikosteroid;
e. APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi;
f. variabiliti APE atau VEP1 20-30%10,11
3. Asma persisten sedang, ditandai dengan :10,11
a. gejala hampir tiap hari;
b. gejala asma malam >1x/minggu;
8
6. Tatalaksana Asma
Tatalaksana Asma Secara Umum18
17
untuk induksi anestesi umum sebelum operasi pada pasien dengan asma.
Hal ini karena kurangnya air liur, induksi cepat dan peningkatan
kepatuhan paru-paru, dan studi model hewan yang menguntungkan dan
pengalaman klinis. Namun, ahli anestesi menyarankan bahwa agen
inhalasi yang digunakan secara rutin saat ini pada dasarnya setara dalam
efek bronkodilatasi. 17
e. Paradoxical Bronchospasm from Antiasthmatic Medications
Obat anti-asma telah sering dilaporkan memprovokasi
bronkokonstriksi. Misalnya, aminofilin intravena dapat memperparah
asma dan menimbulkan gejala alergi langsung. Sensitivitas terhadap
komponen etilendiamin telah dibuktikan melalui uji kulit sebagai
penyebabnya. 17
Pemberian hidrokortison intravena telah diamati untuk
menimbulkan bronkospasme pada pasien asma yang sensitif terhadap
aspirin. Ada variabel reaktivitas uji kulit terhadap hidrokortison. Dalam
satu penelitian, glukortikoid intravena lain yang dipelajari dengan
hidrokortison tidak menyebabkan bronkospasme. Namun, reaksi umum
dengan bronkospasme yang memburuk dengan cepat telah dilaporkan
setelah pemberian deksametason intravena dan triamsinolonasetonid
intrakutan. Hipersensitivitas terhadap komponen karboksimetilselulosa
dari injeksi intrakutan dilaporkan menyebabkan yang terakhir reaksi.
Mekanisme reaksi ini sebagian besar masih belum jelas. 17
Natrium kromoglikat dan glukokortikoid yang dihirup telah
dilaporkan menyebabkan batuk dan mengi. Mekanisme ini diyakini
sebagai efek iritasi. Namun, reaktivitas uji kulit dan antibodi IgE spesifik
serum terhadap natrium kromoglikat kadang-kadang dilaporkan. 17
Laporan efek samping dari inhaler dosis terukur telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Eksaserbasi tiba-tiba telah dikaitkan
dengan tabung atau botol baru serta dengan sistem pengiriman yang
sebelumnya digunakan tanpa efek samping pada individu-individu ini.
Bukti epidemiologis telah menghubungkan penggunaan teratur obat ini
17
1. Kesimpulan
19
menunjukkan respon paradoks terhadap obat antiasma. Jika pasien dengan
dugaan bronkospasme paradoks akan ditantang dengan cannister atau agen
pemicu yang dicurigai, prosedur harus dilakukan oleh personel
berpengalaman dengan peralatan ventilasi yang tersedia, karena reaksi parah
terhadap tantangan telah terjadi pada pasien ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22