Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


PADA ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :

1. Miftahul Hidayah
2. Sofiatul Zahro
3. Supratiwi H.R.A.W

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS WAHIDIYAH KEDIRI

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi....................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
1 .1 Latar Belakang...................................................................................................................4
1 .2 Rumusan Masalah
41
.3 Tujuan Penulisan
4B
AB II Pembahasan
2.1 Definisi 5
2.3 Etiologi dan Patofisiologi 5
2.4 Manifestasi Klinis
82
.5 Penatalaksanaan Medis
92
.6 Pemeriksaan Diagnostik
10
2.7 Komplikasi 1 2
2.8 Asuhan Keperawatan Asma 1 3
2.9 Diagnosis Keperawatan
14
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan 1 8
3.2 Saran 1 8
Daftar Pustaka
19
KATA PENGANTAR

Bismillahir rahmanir rahiim

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya,
syafaat tarbiah Rasulullah saw, barakah nadhrah beliau Ghautsu Hadzaz Zaman Ra, serta doa restu
Hadratul Mukarram Kanjeng Romo K.H. Abdul Latif Madjid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah
dan Pondok Pesantren Kedunglo, tugas makalah Laporan Pendahuluan Asma Bronkial ini dapat kami
selesaikan. Pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas seminar pada praktek
KEGAWATDARURATAN.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa teknis maupun isinya masih jauh
dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan semoga penyajian sederhana ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya.

Dalam Makalah ini penulis banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh
karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Hadrotul Mukarrom Romo K.H Abdul Latif Madjid, RA Pengasuh Perjuangan


Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh.
2. Ibu Naylil Mawadda R. M.Kep, selaku Dosen Keperawatan Medikal Bedah yang
telah memberikan arahan dan bimbingannya.
3. Rekan-rekanku Mahasiswa Mahasiswi yang memberikan semangat kepada penulis.

Penulis tidak dapat membalas atas semua jasa dan kebaikannya selain ucapan terimaksih,
teriring doa: “Jazakumullahu khairati wasa’adatiddunya walakhirah”. Amiin.

Kediri, 21Juli 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1 .1 Latar Belakang

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma
bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%. Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya
asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi
rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing
dalam rumah, terpapar asap rokok. Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan
ekstrinsik, namun terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal sebagai asma bronkial
atopi dan non atopi berdasarkan adanya tes kulit yang positif terhadap alergen dan ditemukan adanya
peningkatan imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80% penderita asma bronkial adalah asma
atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes kulit mempunyai korelasi yang baik dengan parameter-
parameter atopi.

1 .2 Rumusan Masalah
1 .2.1 Apa pengertian dari Asma ?
1 .2.2 Apa etiologi dari Asma?
1 .2.3 Bagaimana patofisiologi dari Asma ?
1 .2.4 Apa saja manifestasi klinis pasien yang mengalami Asma ?
1 .2.5 Bagaimana Penatalaksanaan Medis pada Asma ?
1 .2.6 Bagaiman Pemeriksaan Diagnostik pada Asma ?
1 .2.7 Bagaimana komplikasi pada Asma ?
1 .2.8 Bagaimana Rencana Keperawatan padaa pasien yang mengalami Asma ?

1 .3 Tujuan Penulisan
Agar Mahasiswa Mengetahui dan menjelaskan apa itu Asma, cara menanganinya dan bagaimana
rencana keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Asma

2.1.1 Pengertian

Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah bereaksi
terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma (Ngastiyah,
2005).

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyimpitan jalan napas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan ( The American Thoracis
Society, 1 962 ).

Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran bronchial (saluran
udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran bronchial mengalami peradangan dan
bengkak (Espeland, 2008). Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif
mukosa bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009).

2.1.2 Etiologi

Klasifikasi Asma berdasarkan etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :


1 . Asma Bronkhial Tipe Atopik ( Ekstrinsik )

a. Hiperreaktivitas bronchus merupakan bronchus yang mudah sekali mengerut ( konstriksi )


bila terpapar dengan bahan/factor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang
tidak menimbulkan reaksi apa-apa misalnya aleryen ( inhalan dan kontaktan), polusi,asap
rokok, bau-bauan yang tajam, dan lainnya baik yang berupa iritan maupun iritan. Saat ini
telah diketahui bahwa hiperrektivitas bronchus disebabkan oleh inflamasi bronchus yang
kronis. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas
yang kronis. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan
bilas bronchus klien dengan asma bronchial sebagai bronchitis kronis eosinofilik.
Hiperreaktivitas berhubungan dengan beratnya derajat penyakit. Secara klinis, adanya
hiperreaktivitas bronchus dapat dibuktikan dengan dilakukan uji provokasi yang
menggunakan metakolin atau histamine.

b. Mukosa dan dinding bronchus pada klien dengan asma akan terjadi edama. Terjadi
infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia menyebabkan adanya
getaran silia dan mucus diatasnya. Hal ini membuat salah satu daya pertahanan saluran
pernapasan menjadi tidak berfungsi lagi. Pada kilen dengan asma bronchial juga ditemukan
adanya penyumbatan saluran pernapasan oleh mucus terutama pada cabang-cabang bronchus.

c. Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronchus, serta hipersekresi mucus
menyebabkan terjadinya penyempitan pada bronchus dan percabangannya, sehingga akan
menimbulkan rasa sesak, napas berbunyi ( wheezing), dan bantu yang produktif.

d. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis. Akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang aksis HPA. Aksis HPA yang terangsang akan meningkatkan
adenocorticotropic hormone ( ACTH ) dan kadar kortisol dalam darah. Penigkatan kortisol
dalam darah akan menyupresi imunoglobin A ( IgA). Penurunan Ig A menyebabkan
kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi tersebut direspos oleh tubuh sebagai
suatu bentuk inflamasi pada bronchus sehingga menimbulkan asma bronchial.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma secara klinis dianggap
sebagai penyaki bronkhospasme yang reversible. Secara patofisiologi, asma juga dianggap
sebagai suatu hiperreaksi bronchus dan secara patologi sebagai suatu peradangan saluran
pernapasan.

2. Asma Bronkhial Tipe Non-Atoik ( Intrinsik )


Asma nonalergenik ( Asma Intrinsik ) terjadi bukan karena penapasan alergen tetapi terjadi
akibat beberapa factor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olahraga atau
kegiatan jasmani yang berat dan, tekanan jiwa atau stress psikologis. Faktor Pencetus
serangan Asma Bronkhil. Factor-faktor yang menimbulkan serangan asma bronchial atau
sering disebut dengan factor pencetus adalah :
1 . Alergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dinamakan dapat menimbulkan serangan
asma misalnya debu rumah,tengau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus), spora
jamur,bulu kucing,bulu binatang,beberapa makanan laut,dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernafasan
Inspeksi saluran pernafasan disebabkan oleh virus. Virus Influenza merupakan salah satu
factor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronchial. Diperkirakan,dua pertiga
penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbuklan oleh infeksi saluran pernafasan
(Sundaru,1 991 )
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma,karena banyak orang yang
mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronchial, factor ini berperan
mencetus serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadian. Hal ini lebih
menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus,1 994)
4. Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga
atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah duan jenis kegiatan
paling mudah menimbulkan serangan asma, Serangan asma kerena kegiatan jasmani (exercise
induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penisilin,salisilat,beta blocker,kodien, dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabri/kendaraan,asap rokok,asap yang
mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan pencetus yang menyumbang 2-1 5% klien dengan
asma bronchial (sundaru,1 991 ).

2.2 Manifestesi Klinik

Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk,dispnea, dan
wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak
dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, wheezing.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorongan pasien untuk
duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang
fatal, kadan terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “ Status Asmatikus ”,
kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & 10 Bare,2002).
2.3 Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan
adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma,
(Karnen B;1 998).
b) Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah
tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan
penurunan PEFR 1 0 % atau lebih,(Karnen B.;1 998).
c) Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh, (Karnen B.;1
998).
d) Laboratorium.
(1 ) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan
asidosis respiratorik,(Karnen B.;1 998).
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi
yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya
bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;1 995).
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1 000 – 1 500 /mm3 baik asthma
Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 1 00-200/mm3. Perbaikan
fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,
(Arjadiono T.;1 995).
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 1 5.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono T.;1 995).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu atau
komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain,
(Karnen B.;1 998).
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia,
perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi
pada asthma.

2.3 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
1 . Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan
klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya,
serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama
dan kedua adalan 1 0 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 1 25-200 mg empat
kali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat
kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1 -2 kapsul
empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan
secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1 994 ; Karnen baratawijaja, 1 994 )

2.5 Komplikasi
Berbagai kompikasi menurut Mansjoer ( 2008 ) yang mungkin timbul adalah :
1 . Pheumothoraks
Phemothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan
atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastimum.
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema
mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1
81 9 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauam fisik atau situasi lain yang
mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada.
3. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya
gangguan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
4. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
( bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan asangat dangkal.
5. Gagal Napas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak
dapat memelihara laju konsumi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dari saluran pernapasan di
paru-paru yang kecil ( bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
produksi lender ( dahak ). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lender yang berlebihan,atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
BAB III
RENCANA KEPERAWATAN
ASMA BRONKHIAL

2.8 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama


antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang,
optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang
meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1 . Pengkajian

a. Pengumpulan data.

1) Identitas klien.
Pengkajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthma
tikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat
status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi.
Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan,
serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain
yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony
C, 1 997; M Amin 1 993; karnen B 1 994).

2) Riwayat penyakit sekarang.


Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak
napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing,
Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan
tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

3) Riwayat penyakit dahulu.


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu,
alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1 991).

4) Riwayat kesehatan keluarga.


Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma
atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit
asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)

5) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik
ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang
yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak
harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan
seperti semula, (Antony Croket, 1 997 dan Tjen Daniel, 1 991 ).
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan
asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi
serangan asthma (Antony Crokett ;1 997, Tjien Daniel ;1 991 , Karnen B;1 994)
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta
ansietas yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1 997)
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi,
jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
d) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur dan
istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, ( Antony C;1 997)
e) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya.
Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase
Induced Asthma, (Tjien Daniel;1 991 )
f) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien
perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah
tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1 997)
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt menghambat
respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor
dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma
meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h) Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan
asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i) Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi
akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
j) Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka
perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta
cara penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1 991 )
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa
klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif

7) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan
darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1 995,
Karnen B ;1 9983).
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1 994,
Laura A. Talbot; 1 995).
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit
kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1 995).
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta
riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1 995)).
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori (Karnen B.;1
994, Laura A. Talbot;1 995)
f) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada
tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1 994)).
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan otot-
otot pernafasan (Karnen B.;1 994).
h) Thorak
(1 ) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.(Karnen B.;1 994, Laura A.T.;1 995).
(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus (Laura A.T.;1 995).
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah. (Laura A.T.;1 995).
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih
dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing. (Karnen B .;1 994).
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara
jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus,
(Robert P.;1 994, Laura A. T.;1 995).
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang
serangan asthma frekuensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak
20 dan Gallo;1 997, Laura A.T.;1 995).
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat
merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1 995).

8. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi
kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan
atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya
membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.

9. Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau masalah
aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya,
(Lismidar ; 1 992).

Diagnosa Keperawatan :
1 . Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, sertas ekresi mucus yang kental.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemi adan ancaman gagal napas.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan sama menetap
4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
penurunan nafsu makan
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernapas )
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.

10. Rencana Intervensi


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta
sekresi mucus yang kental.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan napas kembali
efektif.
Kriteria Hasil : - Dapat mendemontrasikan batuk efektif
- Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
- Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)
- Pernapasan klien normal (1 6-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji warna,kekental dan jumlah sputum.
2. Atur posisi semi fowler
3. Ajarkan cara batuk efektif
4. Bantu klien latihan napas dalam
5. Pertahankan intake cairan sedikitnya
2500 ml /hari kecuali tidak
diindikasikan
6. Lakukan fisioterapi dada dengan
teknik postural drainase, perkusi, dan
fibrasi dada
7. Kolaborasi pemberian obat kortikosteroid

Rasional :
1. Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat
ringannya obstruksi
2. Meningkatkan ekspansi dada
3. Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan
pengeluaran secret yang melekat di jalan napas
4. Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan
meningkatkan gerakan secret kedalam jalan napas
besar untuk dikeluarkan.
5. Fibrasi yang adekuat membantu mengencerkan
secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
6. Fisioterapi dada merupakans trategi untuk
mengeluarkan secret.
7. Kostikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat
edema mukosa dan dinding bronkus.
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang mempunyai cirri-ciri Bronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan trakeo bronchial yang
dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh factor Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya
asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi
rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam
rumah, terpapar asap rokok.
3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca, mahasiswa dan calon perawat dapat
memahami tentang makalah Asuhan Keperawatan Asma. Karena didalam Keperawatan Asma sangat
berguna untuk mengetahui pengertian,etiologi,patologi,manifestasi klinis,pengobatan,komplikasi, dan
rencana keperawatan dalam melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan.
DAFTAR PUSAKA

Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Salemba Medika: Jakarta
Images ( www.google.com )Di Askes Pada Tanggal 22 October 201 4 Jam 1 7.25 WIB Kee,
Jocye L. dan Evelyn R. Hayes. 1 996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta
: EGC.
Hudak, C. M dan B.M.Gallo.1 997.Keperawatan Kiritis : Pendekatan Holistik. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Ignatavicius, Donna D. Dan Marylin V. Bayne. 1 991 . Medical Surgical Nursing: A Nursing
Process Approach. Vol. 2. Philadelphia: B Saunders W. Company.
Smeltzer, S.C dan B.G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1 994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial.
CV Infomedika Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai