Anda di halaman 1dari 15

FISIOTERAPI PADA PENYAKIT ASMA

Oleh:

WINDU AIRLANGGA EKACARAKA

151710283006

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 1


BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ................................................................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................ 4
2.1 Definisi Kasus ....................................................................................................... 4
2.2 Patofisiologi Asma................................. ............................................................... 4
2.3 Etiologi Asma ........................................................................................................ 5
2.4 Klasifikasi Asma ................................................................................................... 6
2.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 7
2.6 Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Asma ................................................... 8
2.7 Tujuan Intervensi Fisioterapi ................................................................................ 11
2.8 Edukasi Pada Pasien Asma ................................................................................... 11
BAB III. PENUTUP ......................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 13
3.2 Saran ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di

negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Asma dapat diderita oleh

semua lapisan masyarakat dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Asma adalah

penyakit kronis variabel dari sistem pernapasan yang ditandai oleh penyempitan saluran

pernapasan kecil dan bronkiolus, meningkat bronkial sekresi atau lendir dan

pembengkakan mukosa atau peradangan, sering dalam menanggapi satu atau lebih

memicu. Asma ditandai dengan serangan sesak dada, batuk dan mengi akibat obstruksi

jalan napas (Gibbs, 2008).

Asma merupakan penyakit saluran nafas kronis yang dapat bersifat ringan, akan

tetapi dapat menetap serta mengganggu aktivitas sehari-hari. Asma dapat menimbulkan

gangguan emosi seperti cemas dan depresi, menurunkan produktivitas seseorang akibat

tidak masuk kerja ataupun sekolah. Menurut Imelda (2007) dalam Putra (2012)

hubungan antara penurunan kualitas hidup dengan derajat asma seseorang mempunyai

kolerasi yang positif, bahkan eksaserbasi asma yang berat dapat mengancam

kehidupan.

Banyak teknik atau metode terapi yang dapat diaplikasikan pada kondisi asma

bronkial antara lain nebulizer dan chest physioterapy. Modalitas tersebut bermanfaat

dalam mengurangi sesak nafas dan meningkatkan volume dan membantu pengeluaran

sputum yang berlebihan pada paru-paru (Soemarno, dkk, 2013).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengulas mengenai penyakit asma

dan bagaimana fisioterapi dalam menangani permasalahan yang dialami penderita

asma.

2
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada pada kasus post repair anterior cruciatum

ligament sinistra dalam kaitannya dengan gangguan nyeri, gerak dan fungsi, maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimana definisi penyakit asma?

1.2.2. Apa saja intervensi fisioterapi dalam penanganan kasus asma?

1.3. Tujuan

Dalam rumusan masalah yang telah ada, maka ada beberapa tujuan yang hendak

dicapai, antara lain:

1.3.1. Mengetahui definisi penyakit asma.

1.3.2. Mengetahui intervensi fisioterapi dalam penanganan kasus asma.

1.4. Manfaat

Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan pembuatan makalah ini dapat

memberikan manfaat antara lain:

1.4.1. Untuk Pelayanan.

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam

mengembangkan ilmu sebagai upaya memperbaiki status fungsional pasien

melalui intervensi yang sesuai.

1.4.2. Untuk Keilmuan

Penulisan makalah ini diharapakan dapat dijadikan literature tambahan

bagi penulisan makalah dengan topik terkait selanjutnya.

1.4.3. Untuk Edukasi Masyarakat.

Penulisan makalah ini dapat menambah wawasan masyarakat terhadap

penanganan penyakit asma.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kasus

Asma (bronkiale) merupakan gangguan inflamasi pada jalan nafas yang di tandai

oleh obstruksi aliran udara nafas dan respon jalan nafas yang berlebihan terhadap

berbagai bentuk rangsangan. Obstruksi jalan nafas yang menyebarluas tetapi bervariasi

ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa jalan nafas dan peningkatan

produksi mukus (lendir) disertai penyumbatan (plugging) serta remodelling jalan nafas.

Secara, khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit

hingga beberapa jam dan sesudah itu, pasien tampaknya mengalami kesembuhan klinis

yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan

napas dengan atau tanpa disertai episode yang berat, atau yang lebih serius lagi, dengan

obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu; keadaan

seperti ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang

terdapat, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian.

2.2. Patofisiologi Asma

Hiperesponsivitas saluran nafas dan keterbatasan aliran udara merupakan dua

manifestasi utama dari gangguan fungsi paru pada penderita asma. Episode berulang

dari keterbatasan aliran udara pada asma mempunyai empat bentuk, yaitu

bronkokonstriksi akut, penebalan dinding saluran nafas, pembentukan mukus plug

kronis dan remodeling dinding saluran nafas, masing-masing saling berhubungan

dengan respon inflamasi saluran nafas. Penyempitan saluran napas menimbulkan hal-

hal sebagai berikut:

1. Gangguan ventilasi (hipoventilasi)

2. Distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru

4
3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Ketiga faktor akan mengakibatkan:

a. Hipoksemia

b. Hiperkapnia pada asma, kecuali pada tingkat lanjut. Hiperkapnia pada

bronchitis dan emfisema tahap lanjut.

c. Asidosis pernapasan tahap yang sangat lanjut

Patofisiologi Asma
Sumber Gambar: https://toolkit.severeasthma.org.au/management/asthma-
pathophysiology/

2.3. Etiologi Asma

Menurut Rengganis (2008) secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor

genetik, faktor lingkungan dan beberapa faktor lain. Faktor genetik meliputi

atopi/alegri, hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, ras/etnik dan obesitas. Sedangkan

5
faktor lingkungan meliputi alergen di dalam rumah dan alergen di luar rumah. Faktor

lainnya meliputi alergen makanan, alergen obat-obatan tertentu, bahan yang

mengiritasi, ekspresi emosi berlebih, asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif,

polusi udara dari luar dan dalam lingkungan, exercised induced astma, perubahan cuaca

dan status ekonomi.

2.4. Klasifikasi Asma

Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) asma dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Asma intermitten, ditandai dengan : 1) gejala kurang dari 1 kali seminggu;

2) eksaserbasi singkat; 3) gejala malam tidak lebih dari 2 kali sebulan; 4)

bronkodilator diperlukan bila ada serangan; 5) jika serangan agak berat

mungkin memerlukan kortikosteroid; 6) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi; 7)

variabiliti APE atau VEP1 < 20%

b. Asma persisten ringan, ditandai dengan : 1) gejala asma malam >2x/bulan;

2) eksaserbasi >1x/minggu, tetapi <1x/hari; 3) eksaserbasi mempengaruhi

aktivitas dan tidur; 4) membutuhkan bronkodilator dan kortikosteroid; 5)

APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi; 6) variabiliti APE atau VEP1 20-30%

c. Asma persisten sedang, ditandai dengan : 1) gejala hampir tiap hari; 2)

gejala asma malam >1x/minggu; 3) eksaserbasi mempengaruhi aktivitas

dan tidur; 4) membutuhkan steroid inhalasi dan bronkhodilator setiap hari;

5) APE atau VEP1 60-80%; 6) variabiliti APE atau VEP1 >30%

d. Asma persisten berat, ditandai dengan : 1) APE atau VEP1 <60% prediksi;

2) variabiliti APE atau VEP1 >30%

Klasifikasi berdasarkan derajat berat serangan asma menurut GINA, dibagi menjadi

tiga kategori : 1). Asma ringan : asma intermiten dan asma persisten ringan; 2) Asma

sedang : asma persisten sedang; 3) Asma berat : asma persisten berat.

6
2.5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan spirometri: merupakan cara yang paling cepat dan sederhana untuk

menegakkan diagnosis asma dengan melihat respon respon pengobatan

menggunakan bronkodilator. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah

pemberian bronkodilator hirup golongan adrenergik beta. Dinyatakan asma bila

didapat peningkatan Volume ekspirasi paksa detik pertama / VEP1 sebanyak ≥

12% atau ( ≥ 200ml ). Bila respon yang didapat ≤ 12% atau ( ≤ 200ml ) belum pasti

menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak menderita asma, hal tersebut dapat

dijumpai pada pasien yang sudah dalam keadaan normal atau mendekati normal.

b. Pemeriksaan Peak flow meter: Peak expiratory flow / volume ekspirasi paksa dapat

diukur menggunakan alat Peak flow meter / PFM yang merupakan alat penunjang

diagnosis dan monitoring asma. Alat ini relatif murah, praktis, dan ideal digunakan

7
pasien untuk menilai obstruksi jalan napas di rumah. Pemeriksaan spirometri tetap

lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif dibanding

spirometer untuk diagnosis obstruksi saluran napas. PFM mengukur terutama

saluran napas besar, PFM dibuat sebagai alat monitoring asma bukan sebagai alat

diagnostik utama.

c. Uji provokasi bronkus: untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus dapat

dilakukan jika pemeriksaan spirometri normal. Beberapa cara melakukan uji

provokasi ini diantaranya dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, larutan

garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Dianggap bermakna bila

didapat penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih. Uji kegiatan jasmani, dilakukan

dengan meminta pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut

jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan

APE (Arus Puncak Respirasi) paling sedikit 10%. APE dapat digunakan untuk

diagnosis penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan VEP1.

d. Foto dada / X-ray thorax: dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi

saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau

komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-

lain.

2.6. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Pasien Asma

A. Pemeriksaan Umum
Meliputi pemriksaan secara objektif (anamnesa) dan pemeriksaan objektif

(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)

a) Anamnesis

Hal yang perlu kita tanyakan pada penderita asma adalah:

- Identitas pasien

- Keluhan utama

8
- Apa pemicu dan pereda sesak

- Kapan mulai batuk

- Riwayat obat

- Dsb

b) Inspeksi

- Penderita asma memiliki pola napas yang cepat dan dangkal karena

sesak

- Gerakan thorax yang dominan adalah gerakan dada

- Posturnya lama-kelamaan akan membungkuk

c) Palpasi

Hal yang perlu diamati adalah:

- Adanya spasme otot, sebagian besar penderita asma mengalami

spasme otot-otot bantu pernapasan

- Freemitus, pada penderita asma fremitus akan meningkat

d) Perkusi: Adanya hipersonor

e) Auskultasi: Adanya wheezing dan rhonki

B. Pemeriksaan Fisioterapi

Meliputi pemeriksaan mobilisasi sangkar thorax dan pemeriksaan

spirometri.

C. Intervensi Fisioterapi

a) Breathing Exercise

Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-

pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma

sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut.

Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk

9
memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar

thoraks bagian bawah.

b) Mobilisasi Sangkar Thoraks

Pasien meletakkan kedua tangan dibelakang kepala. Lalu terapis

menginstruksikan pasien untuk menggerakkan tangan ke belakang

sambil menghirup napas kemudian memfleksikan kepala ke depan

sambil menghembuskan napas perlahan-lahan

c) Coughing Exercise

Pasien diintruksikan untuk tarik napas melalui hidung, kaki dan

tangan dideplesikan, mengatur diafragma untuk inspirasi dan kemudian

tahan pernapasan untuk beberapa detik, kontraksikan otot diafragma

untuk menghasilkan batuk 2 kali (batuk pertama untuk melepaskan

dahak, batuk kedua untuk mengeluarkan dahak dari paru)

10
d) Nebulizer

Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk mengubah obat dalam

bentuk cairan menjadi aerosol stabil.Bersamaan dengan cairan dapat

diberikan juga obat bronkodilator atau kortikosteroid. Pada eksaserbasi

akut terapi oksigen merupakan hal pertama yang diberikan dengan

tujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang

mengancam jiwa

2.7. Tujuan Intervensi Fisoterapi

Tujuan pemberian Cardiopulmo fisoterapi adalah:

• Mencegah obstruksi jalan napas dan penumpukan sekresi yang

mengganggu pernapasan dan pengangkutan O2

• Meningkatkan pembersihan jalan napas, efektifitas batuk, dan ventilasi

melalui mobilisasi dan drainase sekresi

• Meningkatkan endurance dan toleransi latihan

• Mengurangi pengeluaran energi selama bernapas melaui latihan napas

• Mencegah atau mengkoreksi adanya deformitas postur terkait gangguan

paru atau ekstrapulmoner

• Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas sangkar thorax

2.8. Edukasi pada Pasien Asma

a) Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum)

b) Teknik Konservasi Energi

Konservasi energi adalah teknik yang dilakukan agar dapat

menyelesaikan aktivitas sehari – hari dengan tenaga yang paling minimal,

sehingga tidak mudah lelah.

11
Teknik ini diperlukan oleh pasien-pasien yang mudah mengalami

kelelahan dalam menjalankan aktivitas sehari-harinyaTeknik konservasi

bertujuan untuk mengurangi beban pada tubuh

c) Penangan mengurangi sesak napas

Posisi rileks: Mengatur posisi minimal energi. Ini adalah teknik yang efektif

dan terbaik untuk mengurangi gejala sesak napas dan kerja pernapasan berlebih.

d) Postur yang baik

e) Menghindarkan faktor pencetus

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di

negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Asma dapat diderita oleh

semua lapisan masyarakat dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Asma adalah

penyakit kronis variabel dari sistem pernapasan yang ditandai oleh penyempitan saluran

pernapasan kecil dan bronkiolus, meningkat bronkial sekresi atau lendir dan

pembengkakan mukosa atau peradangan, sering dalam menanggapi satu atau lebih

memicu. Asma ditandai dengan serangan sesak dada, batuk dan mengi akibat obstruksi

jalan napas.

Asma dapat dikurangi dengan inteverensi fisioterapi berupa breathing exercise,

mobilisasi sangkar thoraks dan coughing exercise. Edukasi pada pasien juga diperlukan

untuk mengatasi serangan asma pada pasien.

3.2. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak

kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut

dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para

pembaca

13
Daftar Pustaka

Arwin. 2002. Asma Pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002 Infodatin Pusat
Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659

Caia Francis. 2012. Perawatan Respirasi oleh dr. Stellan Tinia Hasianna. Jakarta: Erlangga.

GINA (Global Initiative for Astma). 2006. Levels of Astma Control. http://ginastma.com..
Diakses 20 Mei 2014

Kisner, Caroline,. Lyn Allen Colby. Therapeutic Exercise 5th Edition

Meiyanti, Julius I. Mulia. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma Bronkial.
J Kedokter Trisakti, September-Desember 2000-Vol.19, No.3 125

Oktaviani, Devi Ayuk Wulandari. 2014. Naskah Publik As I Penatalaksanaan Fisioterapi


Pada Asma Acute. Program Studi DIII Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitasmuhammadiyah Surakarta Di Rs Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga

Rengganis, Iris. 2008. “Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial”. Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol 58. 11: November 2008: hal.446-447.

14

Anda mungkin juga menyukai