Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN BRONKITIS

OLEH:

ARDI RAMA LUKITA


(2040703057)
YULIANA BATU
(2040703096)

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN KELAS KERJASAMA
TAHUN 2021/2022

i
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang...........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN MASALAH
2.1 Konsep Dasar Bronkitis Akut
2.1.1 Definisi......................................................................................................2
2.1.2 Etiologi......................................................................................................2
2.1.3 Patofisiologi...............................................................................................2
2.1.4 Manifestasi Klinis......................................................................................3
2.1.5 Penatalaksanaan.........................................................................................4
2.2 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2.2.1 Pengertian..................................................................................................4
2.2.2 Etiologi......................................................................................................5
2.2.3 Proses Terjadinya......................................................................................5
2.2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................6
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkitis Dengan Masalah Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif

2.3.1 Pengkajian Keperawatan….......................................................................7


2.3.2 Diagnosa keperawatan..............................................................................10
2.3.3 Intervensi Keperawatan....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah penyakit dan gangguan saluran pernapasan masih merupaka masalah
terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat peyakit
saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberculosis, asma dan
bronchitis masih menduduki tingkat tertinggi. (Aditama, 2002).

Bronkitis adalah salah satu kondisi teratas yang mendorong pasien mencari
perawatan medis.Hal ini ditandai dengan peradangan pada saluran bronchial atau
bronkus, saluran udara yang membentang dari trakea kedalam saluran kecil dan
alveoli. Bronkitis ada 2 macam menurut terminology lamanya penyakit berdiam
didalam tubuh penderita yaitu bronchitis akut dan bronchitis kronik. Bronkitis akut
adalah peradangan pada bronkiolus yang di tandai oleh sesak nafas, mengi, dan
hiperinflasi paru (Buhagiar, 2009). Asma, bronchitis an empisema menduduki
peringkat ke 3 (PMR 12,7%)sebagai penyebab angka kesakitan umum di Indonesia
setelah system sirkulasi,infeksi an parasite (Jamal, 2004). Batuk dan pilek merupakan
tanda awal dan gejala di mulainya bronchitis. Pada awalnya hidung mengeluarkan
lender yang tidak dapat dihentikan, batuk tidak berdahak, dilanjutkan 1-2 hari
kemudian mengeluarkan dahakberwarna putih atau kuning, semakin banyak dan
bertambah, warna berubah menjadi kuning atau hijau.

BAB II

1
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Dasar Bronkitis Akut

2.1.1 Definisi

Bronkitis Akut merupakan proses radang akut pada mukosa bronkus beserta
cabang – cabangnya yang disertai dengan gejala batuk dengan atau tanpa sputum
yang dapat berlangsung sampai 3 minggu. Tidak dijumpai kelainan radiologi
pada bronchitis akut. Gejala batuk pada brokitis akut harus dipastikan tidak
berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya (GonzalesR, Sande M, 2008 ).

2.1.2 Etiologi
Bronchitis akut dapat disebabkan oleh :
1. Infeksi virus : influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytial
(RSV),coronavirus, rhinovirus.
2. Infeksi bakteri : boratella pertussis, bordatella parapertussi, haemophilus
influenza, streptococcus pneumonia, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumonie,Chlamydia pneumonia,Legionella).
Menurut Marni (2014), penyakit ini bisa disebabkan oleh virus dan dan
bakteri. Virus yang sering menyebabkan penyakit Respiratorik Syncytial
Virus. Penyebab lain yang sering terjadi pada bronkhitis ini adalah asap rokok,
baik perokok aktif maupun perokok pasif, atau sering menghirup udara yang
mengandung zat iritan.

2.1.3 Patofisiologi

Menurut Kowalak (2011) Bronchitis terjadi karena Respiratory Syncytial Virus


(RSV),Virus Influenza, Virus Para Influenza, Asap Rokok, Polusi Udara yang
terhirup selama masa inkubasi virus kurang lebih 5 sampai 8 hari. Unsur-unsur
urutan ini menimbulkan inflamasi pada percabangan trakeobronkial, yang
menyebabkan peningkatan produksi sekret dan penyempitan atau penyumbatan
jalan napas. Seiring berlanjutnya proses inflamasi perubahan pada sel-sel yang
membentuk dinding traktus respiratorius akan mengakibatkan resistensi jalan napas
yang kecil dan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang berat sehingga
menimbulkan penurunan oksigenasi daerah arteri. Efek tambahan lainnya meliputi

2
inflamasi yang menyebar luas, penyempitan jalan napas dan penumpukan mucus di
dalam jalan napas. Dinding bronkus mengalami inflamasi dan penebalan akibat
edema serta penumpukan sel-sel inflamasi. Selanjutnya efek bronkospasme otot
polos akan mempersempit lumen bronkus. Pada awalnya hanya bronkus besar yang
terlibat inflamasi ini, tetapi kemudian semua saluran napas turut terkena. Jalan
napas menjadi tersumbat dan terjadi penutupan, khususnya pada saat ekspirasi.
Dengan demikian, udara napas akan terperangkap di bagian distal paru. Pada
keadaan ini akan terjadi hipoventilasi yang menyebabkan ketidakcocokan dan
akibatnya timbul hipoksemia. Hipoksemia dan hiperkapnia terjadi sekunder karena
hipoventilasi. Resistensi vaskuler paru meningkat ketika vasokonstriksi yang terjadi
karena inflamasi dan konpensasi pada daerah- daerah yang mengalami hipoventilasi
membuat arteri pulmonalis menyempit. Inflamasi alveolus menyebabkan sesak
napas.

Serangan bronkitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat
timbul kembali dengan eksaserbasi akut dari bronkitis kronis. Pada umumnya,
virus merupakan awal dari serangan bronkitis akut pada infeksi saluran napas
bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkitis kronis jika pasien mengalami
produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling
sedikit dalam dua tahun berturut – turut.

2.1.4 Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala pada bronkitis akut:
 Batuk
 Terdengar ronki
 Suara yang besar dan kasar
 Wheezing
 Menghilang dalam 10 – 14 hari
 Demam
 Produksi sputum
(Nanda, 2015)

3
2.1.5 Penatalaksanaan

Karena penyebab bronkitis pada umumnya virus maka belum ada


obat kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk penurunan demam,
banyak minum terutama sari buah- buahan. Obat penekan batuk tidak
diberikan pada batuk yang banyak lendir, lebih baik diberi banyak
minum.

Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu
maka perlu dicurigai adanya infeksi bekteri sekunder dan antibiotik
boleh diberikan, asal sudah disingkirkan adanya asma atau pertusis.
Pemberian antibiotik yang serasi untuk M.pneumoniae dan H.
Influenzae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisilin,
kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotik diberikan 7 – 10 hari
dan bila tidak berhasil maka perlu dilakuakan foto toraks untuk
menyingkikan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda
asing dalam saluran pernapasan dan tuberkulosis (Ngastiyah, 2005).

2.2 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas


2.2.1 Pengertian

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suatu keadaan ketika


individu mengalami suatu ancama nyata atau potensial pada status pernafasan
karena ketidakmampuannya untuk batuk secara efektif. Diagnosis ini
ditegakkan jika terdapat tanda mayor berupa ketidakmampuan untuk batuk
atau kurangnya batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret dari jalan
napas. Tanda minor yang mungkin ditemukan untuk menegakkan diagosis ini
adalah bunyi napas abnormal, stridor, dan perubahan frekuensi, irama, dan
kedalaman napas ( Tsamsuri, 2008 ).

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan suatu keadaan ketika


seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada

4
status pernafasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara
efektif (Carpenito, 2006).

2.2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen adalah:
a. Saraf otonomik (rangsangan saraf simpatis dan saraf parasimpatis)
b. Peningkatan produksi sputum
c. Alergi pada saluran nafas
d. Faktor fisiologis
e. Menurunnya kemampuan mengikat O2
f. Menurunnya konsentrasi O2
g. Hipovolemia
h. Meningkatnya metabolisme
i. Faktor perkembangan
j. Faktor perilaku
k. Merokok
l. Aktivitas
m. Kecemasan
n. Penggunaan narkotika
o. Status nutrisi
p. Faktor lingkungan
q. Tempat kerja atau polusi

2.2.2 Proses Terjadinya

Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal


akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi
yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi
yang tidak efektif. hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang
menghasilkan lendir sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama
udara akan mudah menempel di dinding saluran pernafasan. Hal ini lama-
lama akan mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang
menjebak dibagian distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih
keras untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah sehingga pada fase ekspirasi

5
yang panjang akan timbul bunyi-bunyi yang abnormal.

2.2.3 Manifestasi klinis


 Batuk
Batuk disertai lendir berwarna kuning keabu-abuan atau hijau.

 Wheezing dan sesak napas


Wheezing dan sesak napas merupakan gejala non spesifik dan bervariasi
antar pasien. Wheezing bisa didengarkan tersebar luas di dada saat
inspirasi atau ekspirasi. Sesak dada sering terjadi saat aktivitas, dan
mungkin timbul kontraksi isometrik dari otot interkostal.

2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik


 Bronkografi yang bertujuan untuk melihat secara fisual bronkus sampai
dengan cabang bronkus.
 Latihan nafas cara untuk melihat pasien yang tidak memiliki kemampuan
batuk secara efektif dan bertujuan untuk membersihkan laring, trakea,
dan bronkus dari sekret atau benda asing yang ada dijalan napas.
 Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan oksigen kedalam paru, melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat bantu oksigen.
 Fisioterapi dada

 Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural


drinase, clapping dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan (Ikawati,2013).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkitis Akut Dengan Masalah


Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

2.4.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari sebuah proses
keperawatan. Pada tahap pengkajian terjadi proses pengumpulan data.

6
Berbagai data yang dibutuhkan baik wawancara, observasi, atau hasil
laboratorium dikumpulkan oleh petugas keperawatan . Pengkajian memegang
peranan penting, khususnya ketika ingin menentukan diagnose keparawatan,
perencanaan tindakan keperawatan, implementasi keperawatan serta evaluasi
keperawatan ( Prabowo, 2017 ).
Dalam pengkajian pada pasiean bronchitis akut dilakukan dengan
menggunakan pengkajian mendalam mengenai bersihan jalan napas tidak
efektif, dengan fisiologis dan subkategori respirasi. Pengkajian dilakukan
sesuai dengan tanda gejala mayor dan minor bersihan jalan tidak efektif
dimana data mayornya yaitu subjektif tidak tersedia dan data objeknya batuk
tidak efektif, sputum berlebih, tidak mampu batuk, mengi, wheezing dan/atau
ronki kering, sedangkan tanda gejala minor, data subjektif dyspnea, sulit
bicara, ortopnea. Data objektif yaitu gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah (PPNI, 2017), Selain itu, hal –
hal yang perlu dilakukan pada pengkajian dengan bersihan jalan napas tidak
efektif, yaitu :
a. Biodata pasien
Berisikan nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan.
b. Keluhan utama
Penting untuk mengenal tanda dan gejala untuk mengetahui dan mengkaji
kondisi pasien. Keluhan utama yang muncul seperti batuk, produksi
sputum berlebih, sesak napas, merasa lelah,. Keluhan utama harus
diterangkan sejelas mungkin.
c. Riwayat kesehatan saat ini
Setiap keluhan utama yang di tanyakan kepada pasien akan diterangkan
pada riwayat penyakit saat ini seperti sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama dan berapa kali keluhan terjadi, bagaimana sifat keluhan
yang di rasakan, apa yang sedang dilakukan saat keluhan timbul, adakah
usaha mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan, berhasil atau
tidak usaha tersebut, dan sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat keluarga sangat penting untuk mmendukung keluhan

7
dari pasien, perlu dikaji riwayat keluarga yang memberikan predisposisi
keluhan seperti adanya riwayat batuk lama, riwayat sesak napas dari
generasi terdahulu. Adanya riwayat keluarga yang menderita kencing
manis dan tekanan darah tinggi akan memperburuk keluhan pasien.
e. Pemeriksaan fsik
Pemeriksaan fisik yang di fokuskan pada pasien bronchitis akut dengan
bersihan jalan napas tidak efektif (Muttaqin, 2014) yaitu :
 Inspeksi
Inspeksi yang berkaitan dengan system pernapasan adalah melakukan
pengamatan atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau
tidak, pergerakan dinding dada, pola napas, irama napas, apakah
terdapat proses ekhalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu
pernapasan, gerak paradoks, retraksi antara iga dan retraksi diatas
clavikula. Dalam melakukan pengkajian fisik secara inspeksi,
pemeriksaan dilakuka dengan cara melihat keadaan umum dan adanya
tanda – tanda abnormal seperti adanya sianosis, pucat, kelelahan, sesak
napas, batuk.
 Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui gerakan dinding dada saat proses
inspirasi dan ekspirasi. Cara palpasi dapat dilakukan dari belakang
dengan meletakkan kedua tangan di kedua sisi tulang belakang.
Kelainan yang mungkin didapat saat pemeriksaan palpasi antara lain
nyeri tekan, Aadanya benjolan, getaran suara atau fremitus vocal. Cara
mendeteksi fremitus vocal yaitu letakkan kedua tangan pada dada
pasien sehingga kedua ibu jari pemriksa terletakdi garis tengah diatas
sternum, ketika pasien menarik napas dalam, maka kedua ibu jari
tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah satu sama lain
dengan jarak minimal 5cm. Getaran yang terasa oleh tangan pada saat
dilakukan pemeriksaan palpasi disebabkan oleh adanya dahak dalam
bronkus yang bergetar pada saat proses inspirasi dan ekspirasi.
 Perkusi
Pengetukan dada atau perkusi akan menghasilkan vibrasi pada dinding

8
dada dan organ paru – paru yang ada dibawahnya, akan dipantulkan dan
diterima oleh pendengaran pemeriksa. Cara pemeriksa perkusi dengan
cara permukaan jari tengah diletakkan pada daerah dinding dada diatas
sels – sela iga selanjutnya diketuk dengan jari tengah lainnya.
 Auskultasi
Auskultasi adalag mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh
dengan cara menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi atau dengan
menggunakan stetoskop. Pemeriksaan auskultasi berfungsi untuk
mengkaji aliran udara dan menevaluasi adanya cairan atau obstruksi
padat dalam struktur paru. Untuk mengetahui kondisi paru – paru, yang
dilakukan saat melakukan pemeriksaan auskultasi yaitu mendengar
bunyi napas normal dan bunyi napas tambahan.

f. Data pasien bersihan jalan napas tidak efektif termasuk dalam kategori
fisiologis subkategori respirasi, perawat harus mengkaji data gejala dan
tanda mayor minor (PPNI,2017):
a. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif : tidak tersedia
2. Objektif : batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing, dana tau ronki kering.
b. Gejala dan tanda minor
1.Subjektif : dyspnea, sulit bicara, ortopnea
2.Objektif : gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupaka suatu penilaian klinis mengenai respon


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami baik
yang berlansung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017). Proses penegakan
diagnosa merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas 3 tahap
yaitu analisa data, identifikasi masalah dan perumusan masalah ( problem)

9
yang merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkaninti dari
respon pasien terhadap kondisi kesehatan,dan indikator diagnostik yang
terdiri atas penyebab, tanda/gejal dan faktor resiko. Pada diagnosis aktual,
indikator diagnostik hanya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Bersihan
jalan napas tidak efektif termasuk dalam jenis kategori diagnosis keperawatan
negatif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien alam kondisi sakit
sehingga penegakan diagnosa ini akan mengarah pada pemberian intervensi
yang bersifat penyembuhan (PPNI,2017).

Diagnosa keperawatan yang difokuskan pada asuhan keperawatan ini yaitu


pasien bronkitis akut dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan (b.d) hopersekresi jalan napas ditandai dengan
(d.d) batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan/atau ronkhi kering. Adapun gejala dan tanda minor bersihan
jalan napas yaitu dyspnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, buyi napas
turun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah langkah ketiga yang juga amat penting untuk
menentukan berhasi atau tidaknya proses asuha keperawatan. Jenis luaran
keperawatan dibagi menjadi luaran positi yaitu menunjukkan kondisi,
perilaku yang sehat dan luaran negatif yaitu kondisi atau perilaku yang tidak
sehat. Komponen dari luaran keperawatan terdiri dari label, ekspetasi, dan
kriteria hasil. Label luaran keperawatan merupakan kondisi, perilaku, dan
persepsi pasien dapat di ubah, diatasi dengan intervensi keperawatan.
Ekspetasi adalah penilaian taerhadap hasil yang diharapkan tercapai yang
terdiri dari tiga kemungkinan yaitu meningkat, menurun, dan membaik.
Kriteria hasil adalah karakteristik pasien yang dapat diamati atau diukur
perawat dan menjadi dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi.

Intervensi keperawatan merupaka segala bentuk pengobatan yang dikerjakan


perawat berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diinginkan. Komponen intervensi keperawatan terdiri
atas tiga komponen yaitu label merupakan nama dari intervensi yang menjadi

10
kata kunci untuk memperoleh informasi terkait intervensi tersebut. Label
terdiri atas satu atau beberapa kata yang diawali dengan kata benda (nomina)
yang berfungsi sebagai deskriptor.

Tindakan – tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari empat


komponen meliputi tindakan observasi, teraupetik, kolaborasi edukasi (PPNI,
2017).

Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan Standar Luaran Keperawatan


Indonesia (SLKI) untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak
efektif yaitu dengan label bersihan jalan napas dengan ekspetasi meningkat
(PPNI, 2019). Adapun kriteria hasil dari tindakan yang ingin dicapai dengan
SLKI yaitu bersihan jalan napas antara lain :

a. Batuk efektif meningkat

b. Produksi sputum menurun

c. Mengi menurun

d. Wheezing menurun

e. Dispnea menurun

f. Gelisah menurun

Intervensi keperawatan yang diberika sesuai dengan Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia (SIKI) terdiri dari intervensi utama dan intervensi
pendukung. Untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien
bronkitis akut adalah menggunakan label manajemen jalan napas dan
pemantauan respirasi. Adapun tindakan dari manajemen jalan napas dan
pemantauan respirasi adalah sebagai berikut :

a. Manajemen jalan napas

Manajemen jalan napas merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi serta


mengelola kepatenan jalan napas. Tindakan dalam manajemen jalan napas
antar lain sebagai berikut :

 Observasi

11
 Monitor bunyi napas tambahan ( mis , mengi, wheezing, ronkhi kering,
gurgling )

 Monitor sputum

 Teraupetik

 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu ( postural drainage )

 Posisikan semi fowler atau fowler

 Berikan minuman hangat

 Berikan oksigen, jika perlu

 Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

 Edukasi

Ajarkan teknik batuk efektif.

a. Pemantauan respirasi

Pemantauan respirasa merupakan suatu cara untuk mengumpulkan dan


memastikan kepatenan jalan napas. Tindakan dalam pemantauan respirasi
antara lain :

Observasi :

 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

 Monitor pola napas ( seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,


kussmaul )

 Monitor kemampuan batuk efektif

 Monitor adanya produksi sputum

12
 Auskultasi bunyi napas

13
PENGARUH CHEST PHYSIOTHERAPY TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI BATUK PADA BALITA DENGAN BRONKITIS AKUT DI
BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

ABSTRAK Latar Belakang: Bronkitis akut adalah salah satu infeksi sistem
pernapasan yang paling umum terjadi dan bertahan selama dua hingga tiga minggu.
Bronkitis akut paling sering menyerang anak-anak berusia di bawah 5 tahun.
Penyebab utama pada kasus bronkitis akut adalah 95% karena infeksi virus dan 5%
karena infeksi bakteri. Tanda dan gejala yang terjadi pada bronkitis akut adalah batuk
dan pilek. Berdasarkan permasalahan ini, fisioterapi sebagai tenaga kesehatan ikut
berperan dalam menangani kasus bronkitis akut dengan tujuan untuk mengembalikan
fungsi paru dan mengurangi problematika yang ada. Penelitian ini penulis
mengunakan modalitas chest physiotherapy yang berupa postural drainage,
tappotement dan vibrasi. Chest physiotherapy adalah suatu cara fisioterapi yang
sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada
pasien dengan fungsi paru yang terganggu.

Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh chest physiotherapy terhadap penurunan


frekuensi batuk pada balita dengan bronkitis akut.

Metode Penelitian: Jenis penelitian yang dilakukan adalah Quasi Eksperimental.


Desain penelitian yang digunakan “pre-post test with control group design”. Dalam
desain penelitian ini terdapat 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Responden dari penelitian ini sebanyak 20 orang, dengan 10 orang sebagai
kelompok perlakuan dan 10 orang sebagai kelompok kontrol. Pengukuran frekuensi
batuk dilakukan dengan kuisioner frekuensi batuk.

Hasil Penelitian: Dari hasil uji statistik dengan uji Paired T Test mendapatkan nilai
signifikan p < 0,05 (p = 0,012) dan data hasil uji beda pengaruh antara kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan dengan menggunakan Independent T Test
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p < 0,05 (p = 0,0001).

Kesimpulan: Ada pengaruh pemberian chest physiotherapy terhadap penurunan


frekuensi batuk pada balita dengan bronkitis akut, dan ada beda pengaruh antara
kelompok kontrol dan perlakuan chest physiotherapy terhadap penurunan frekuensi
batuk pada balita dengan bronkitis akut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ikawati Zullies. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana


Terapinya. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Adone, Roberto. 2015. Chest Physical Therapy in Patients With Acute Exacerbation
of Chronic Bronchitis. Arch Phys Med Rehabil Vol 81. May 2000.
Kowalak, Jenifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Marni. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Goysen
Publishing.
Muttaqin, A 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Ngastiyah. (2005). Buku Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC

Tamsuri. 2008. Klien Gangguan Pernafasan: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2015-
2017. Edisi: 10 EGC : Jakarta
Aditama, 2001. Paru Kita Masalah Kita. Majalah Kesehatan Medika
tahunXXVIII.No.11 hal : 743-745
Jamal, S. 2004. Deskripsi Penyakit Sistem Sirkulasi : Penyebab Kematian Utama di
Indonesia. Cermin Dunia kedokteran no.143.Jakarta
Buhagiar, B. 2009. Acute Bronchitis. Volume,21:1 Maret 2009:hal 45-47

15

Anda mungkin juga menyukai