F DI RUANG
NAKULA 4 RSUD KRMT WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG
Disusun oleh :
KHAIRUN NUHAN
P1337420917031
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya
bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. (anonim, 2009)
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada
pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (anonim, 2009).
Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
1). Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam
waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh
total tanpa masalah yang lain.
2). Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang
dalam jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini
juga berarti menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita selama
berbulan-bulan hingga tahunan.
2. Etiologi
Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting. Peningkatan
resiko mortalitas akibat bronkitis hampir berbanding lurus dengan jumlah rokok yang
dihisap setiap hari (Rubenstein, et al., 2007).
Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren
karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat
juga menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie dan organisme lain
seperti Mycoplasma pneumonia.
Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5%
pasien emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1
antitripsin ini memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh
neutrofil elastase (Rubenstein, et al., 2007).
Terdapat hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan lingkungan industri
banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin, hidrogen sufilda, sulfur
dioksida dan bromin), gas-gas kimiawi akibat kerja.
Riwayat infeksi saluran napas. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada
penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat
tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup
maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya
tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri
yang dapat menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkinektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi
dinding bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
3. Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus
merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas.
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau
mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau
paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non
infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi
jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran
udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga
meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan
mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary
defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada
pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah
bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan
dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal),
dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan
mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis
mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan
memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan
dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan
ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi
pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal
dan CHF (Congestive Heart Failure).
4. Tanda Dan Gejala
Gejalanya berupa:
Batuk, mulai dengan batuk batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat,
timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik
dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang
rusak ( celluler debris ).
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau
mukopuruen dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang kadang disertai
tanda tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang
menetap.
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan
beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi
dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi
sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru
dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi (
wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar
tergantung pada distribusi kelainannya
sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
bengek
lelah
pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
pipi tampak kemerahan
sakit kepala
gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung
meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri
tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna
putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau
hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang
terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa
minggu. Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi
nafas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
b. Tes fungsi paruUntuk menentukan penyebab dispnoe, melihat
obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
c. TLC :Meningkat.
Volume residu : Meningkat.
d. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
e. GDA :PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
f. Bronchogram :Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran
duktus mukosa.
g. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
h. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
6. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi
berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif
pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah.
Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat
darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri
dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.
Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,.
Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang
berat da luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi
klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
7. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa
bisa diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak sebaiknya hanya
diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan
demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru.
Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau
ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah
Mycoplasma pneumoniae. Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika
penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu
dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah
sebagai berikut :
1). Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai
drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural
dilakukan selama 10 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip
drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan
bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus
disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan
tindakan memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan punggung jari.
2). Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan
obat-obat mukolitik dan sebagainya.Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase
sputum.
3). Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan
mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic
yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
1). Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus (
ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-
duanya digunakan Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih,
pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas
kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak
pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat
aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy
tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum
yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi
dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah
sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi
keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini
penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya
antara lain:
a. Menentukan dari mana asal secret
b. Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
c. Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
2). Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
mebahayakan pasien.
3). Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru
(%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
4). Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
5). Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari
berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya
memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk
menghentikan perdarahan.
6). Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam,
lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu
juga diberikan obat antipiretik.
7). Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
a. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon
yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat.
Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi.
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang
atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti
ini mutlak perlu tindakan operasi.
b. Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis
dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
c. Syarat-ayarat operasi.
- Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
- Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau
bronchitis kronik.
d. Cara operasi.
- Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra
indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk
operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya
baik.
- Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan
gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial )
yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
e. Persiapan operasi :
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan
broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
- Scanning dan USG
- Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas
seharihari,Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna
kulit/membran mukosa normal/cyanosis Pucat, dapat menunjukkan anemi.
3. Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
4. Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, Ketidakmampuan untuk
makan,Penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, Penurunan berat badan,
palpitasiabdomen.
5. Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3
bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, Penggunaan otot bantu pernafasan,
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, Bunyi nafas ronchi, Perkusi
hyperresonan pada area paru, Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu
abu keseluruhan.
7. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, Adanya/berulangnya
infeksi.
8. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido.
9. Interaksi sosial.
Gejala : Hubungan ketergantungan, Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang
dekat,Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan, Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan perawatan dirumah.
3. Rencana Keperawatan
TUJUAN DAN
NO DIAGNOSA
CRITERIA HASIL INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif 1. Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
Definisi : 2. Respiratory status : oral / tracheal
Ketidakmampuan untuk Airway patency suctioning
membersihkan sekresi atau 3. Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran sebelum dan sesudah
pernafasan untuk Kriteria Hasil : suctioning.
mempertahankan 1. Mendemonstrasikan 3. Informasikan pada
kebersihan jalan nafas. batuk efektif dan klien dan keluarga
suara nafas yang tentang suctioning
Batasan Karakteristik : bersih, tidak ada 4. Minta klien nafas
1. Dispneu, Penurunan sianosis dan dyspneu dalam sebelum
suara nafas (mampu suction dilakukan.
2. Orthopneu mengeluarkan 5. Berikan O2 dengan
3. Cyanosis sputum, mampu menggunakan nasal
4. Kelainan suara nafas bernafas dengan untuk memfasilitasi
(rales, wheezing) mudah, tidak ada suksion nasotrakeal
5. Kesulitan berbicara pursed lips) 6. Gunakan alat yang
6. Batuk, tidak efekotif 2. Menunjukkan jalan steril sitiap melakukan
atau tidak ada nafas yang paten tindakan
7. Mata melebar (klien tidak merasa 7. Anjurkan pasien
8. Produksi sputum tercekik, irama nafas, untuk istirahat dan
9. Gelisah frekuensi pernafasan napas dalam setelah
10. Perubahan frekuensi dalam rentang kateter dikeluarkan
dan irama nafas normal, tidak ada dari nasotrakeal
suara nafas 8. Monitor status
Faktor-faktor yang abnormal) oksigen pasien
berhubungan: 3. Mampu 9. Ajarkan keluarga
1. Lingkungan : merokok, mengidentifikasikan bagaimana cara
menghirup asap rokok, dan mencegah factor melakukan suksion
perokok pasif-POK, yang dapat 10. Hentikan suksion dan
infeksi menghambat jalan berikan oksigen
2. Fisiologis : disfungsi nafas apabila pasien
neuromuskular, menunjukkan
hiperplasia dinding bradikardi,
bronkus, alergi jalan peningkatan saturasi
nafas, asma. O2, dll.
3. Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas, Airway Management
sekresi tertahan, 1. Buka jalan nafas,
banyaknya mukus, guanakan teknik chin
adanya jalan nafas lift atau jaw thrust bila
buatan, sekresi bronkus, perlu
adanya eksudat di 2. Posisikan pasien
alveolus, adanya benda untuk memaksimalkan
asing di jalan nafas. ventilasi
3. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila
perlu
5. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
6. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator
bila perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan
cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
18. Laporkan kultur
positif