Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“ASMA”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “ASMA” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asma 3
2.2 Jenis-Jenis Penyakit Asma 3
2.3 Gejala Penyakit Asma 4
2.4 Penyebab Terjadinya Penyakit Asma 5
2.5 Klasifikasi 7
2.6 Patogenesis 10
2.7 Patofisiologi Asma dan Mekanisme Terjadinya Asma 11
2.8 Terapi Asma 14
2.9 Interaksi Obat 18
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 30
DAFTAR PUSTAKA 32
BAB I
PENDAHULUA
N
1
menengah ke bawah. Faktor risiko terkuat sebagai pemicu asma adalah zat dan partikel
2
yang dihirup yang dapat memicu reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara. Untuk
menghindari kambuhnya asma, pasien dapat meminum obat. Menghindari pemicu asma
juga bisa mengurangi keparahan asma. Penatalaksanaan asma yang tepat dapat
memungkinkan orang menikmati kualitas hidup yang baik (Kemenkes RI, 2019).
2.5 Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat
inhalasi β- 2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol
asma (jenis
obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan
tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya
pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-
ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.7
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut)7 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat
(Tabel.1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada
orang dewasa.
pemicu
Hiperreaktivitas
10 MENGI, SESAK
BATUK,
Gambar 1. Patogenesis Asma
11
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hiperaktivitas
brobkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter
objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang
pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hiperaktivitas bronkus ini, antara lain
dengan uji povokasi beban kerja , inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun
inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sjumlah factor antara lain allergen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi
dini (ealy asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (lar asthma reaction = LAR).
Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi
reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan
sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinophil dan monosit dalam
jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak
ditemukan dipermukaan mukosa bronkus, lumen jalan nafas dan dibawah membran
basal. Berbagai factor pencetusdapat mengaktivasi sel mast. Selain sel mast, sel lain
yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel
jalan nafas, netrofil, platelet, limfosit, dan monosit.
Inhalasi allergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan
reflex bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan nafaslebih permeable dan memudahkan alergen
masuk kedalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinophil, netrofil, platelet dan
limfosit. Sel sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens.
Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini
menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu factor genetic dan
factor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Sesorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.
Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu
(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran nafasnya. Proses inflamasi
yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan
dengan hiperakivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: alergen dalam ruangan: tungau debu rumah,
binatang berbulu (kucing,tikus), allergen kecoa, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap
rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis;sedangkan pencetus: semua
factor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamine dan
metakolin.
Secara skematis mekanisme tejadinya asma digambarkan sebagai berikut:
Kasus : Seorang Apoteker yang bekerja di apotek menerima resep pasien bernama
Farrel (35 tahun) yang mendapatkan resep sebagai berikut :
R/ Simetidin 200 mg No X
S 2 dd 1
Identifikasi masalah : Terjadi interaksi antara Teofilin dan Simetidin yang menyebabkan
penurunan metabolisme Teofilin di dalam hati, sehingga terjadi peningkatan efek
farmakologi Teofilin.
Solusi : Mengkonsultasikan dengan dokter terkait pergantian obat simetidin dengan obat lain
4.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan serangan sesak napas
berulang, yang bervariasi dalam tingkat keparahan dan frekuensi dari orang ke orang.
Selama serangan asma, lapisan tabung bronkial membengkak, menyebabkan saluran
udara menyempit dan mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru.
Penatalaksaan terapi pada penderita asma terbagi menjadi dua yaitu terapi
farmakologi dan terapi non-farmakologi. Terapi farmakologi antara lain dapat diobat
obat golongan 2 agonis, kortikosteroid, metilxantin, antikolinergik, kromolin Na,
nedokromil Na, modifikator leukotriene, Omalizumab. Penatalaksanaan secara non
farmakologi yaitu dengan mengedukasi pasien, pengukuran peak flow meter,
identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus, pemberian oksigen, banyak minum
untuk menghindari dehidrasi, kontrol secara teratur, Pola hidup sehat.
Obat-obat yang sering terlibat dalam interaksi obat diantaranya obat–obat yang
memiliki rentang terapi sempit antara dosis terapi dan dosis toksisk, obat–obat yang
memerlukan pengaturan dosis yang cermat dan obat-obat yang baik menginduksi
maupun menghambat enzim hati. Mekanisme interaksi obat dapat dibedakan atas 3
mekanisme yaitu interaksi farmasetik atau inkompatibilitas, interaksi farmakokinetika
dan interaksi farmakodinamika.
DAFTAR PUSTAKA
Adhadi, Harits Hammam. (2015) Perbedaan Kualitas Hidup Antara Penderita Asma Yang
Hanya Mendapat Terapi Farmakologi Dan Yang Mendapat Terapi Farmakologi
Dengan Senam Asma Indonesia. Undergraduate thesis, UNIMUS.
Alimmattabrina, R. (2015). Hubungan Antara Peak Expiratory Flow Rate Dengan Prestasi
Belajar Kognitif Pada Anak Usia 10 Sampai 12 Tahun. Jurnal Media Medika Muda
Vol. 4 No. 4
Fradgley, S., 2003, Interaksi Obat dalam Aslam, M., Tan., C., K., dan Prayitno, A., Farmasi
Klinis, 119-130, Penerbit PT. Elex Media Komputindo kelompok Gramedia, Jakarta
Global Initiavite for Asthma (GINA). (2011). Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. www.ginaasthma.org. diakses pada 8 januari 2021.
Global Initiative for Asthma (GINA). (2016). Global Stategy for Asthma Management and
Prevention.
Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Diterjemahkan oleh Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Buku III, sixth edition,
531,637, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Kemenkes RI. 2019. INFODATIN “Penderita Asma di Indonesia”. Jakarta :Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan alat kesehatan.
Perhimpuan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2004). Asma dan Pedoman Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Riset Kesehatan Dasar 2013 dalam Angka, Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Setiawati, A., 2005, Interaksi Obat dalam Ganiswara, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV,
800-810, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
Sukandar, E. Y., Andrajari, R., Sigit, J. I., Adnayana, I. K., Setiadi, A. A. P., dan Kusnandar.
(2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
The Global Asthma Report 2018, Global Asthma Report, New Zealand
Widyastuti, Reni, Dewi, S.R., Windy, K. B., Wresti I. (2020). Terapi Farmakologis Urtikaria
Kronik Spontan. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 47 (1), 51-57
World Health Organization (WHO). 2016. Asthma Fact Sheets. Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/ 9 Januari 2020