Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ASMA BRONKIALE PERSISTEN BERAT

Disusun Oleh :
dr. Rahma Jayanti
Pembimbing :
dr. Emmy Hayatun, Sp. A

Pendamping :

dr. Suwandi

Dokter Internship

Periode 16 Februari 2022 – 15 Februari 2023

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RSUD BRIDJEND HASAN BASRY
KANDANGAN
KALIMANTAN SELATAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS ANAK

dr. Rahma Jayanti

ASMA BRONKIALE PERSISTEN BERAT

Telah menyusun portofolio medik sebagai salah satu tugas dalam rangka
progam internship di RSUD Brigjen H. Hasan Basry, Kandangan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Hulu Sungai Selatan, 12 Mei 2022

Mengetahui

Pembimbing,

dr. Emmy Hayatun, Sp. A


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN KASUS.....................................................................27
BAB V KESIMPULAN......................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................29

i
BAB I
PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit yang ditandai dengan inflamasi jalan nafas, obstruksi
aliran udara ekspirasi yang reversibel karena sempitnya jalan nafas sebagai respon
terhadap berbagai stimuli dan hiperreaktifitas jalan nafas. Walaupun merupakan
penyakit kronis, derajat obstruksi aliran udara ekspirasi dapat bervariasi dan
berubah dalam beberapa menit atau setelah periode beberapa hari sampai minggu.
Berbeda dengan asma, pada pasien dengan bronchitis kronis atau emphysema
pulmonary terjadi obstruksi aliran udara ekspirasi yang menetap. Hiperreaktif jalan
nafas sebagai respon terhadap berbagai stimuli (alergen, kimia, latihan), biasanya
asimptomatis pada pasien dengan asma. Derajat hiperreaktif jalan nafas setara
dengan derajat inflamasi yang terjadi.1
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergantung dari data studi Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga di
Indonesia menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari penyebab kesakitan
(morbiditi) bersama-sama dengan bronchitis kronis dan empisema.2
Kira-kira 4%-5% dewasa dan 7%-10% anak-anak di Amerika Serikat dan
Australia mempunyai riwayat asma. Hal ini terjadi pada semua usia tetapi dominan
pada umur muda. Sekitar setengahnya mengalami serangan asma pada umur
sebelum 10 tahun dan sepertiganya sebelum 40 tahun. Pada anak-anak
perbandingan laki dan perempuan adalah 2:1.3
Beberapa kondisi yang menyerupai wheezing dan dispnea yang ditimbulkan
oleh asma bronchial adalah acute left ventricular failure (cardiac asthma),obstruksi
jalan nafas atas oleh karena tumor atau edema laring, penyakit endobronkial seperti
aspirasi benda asing, neoplasma, stenosis bronchial, bronchitis kronis. Untuk
membedakan asma dengan penyakit lain biasanya tidak sulit. Trias dispnea, batuk
dan wheezing, serta adanya riwayat serangan sebelumnya dan riwayat alergi
individu dan keluarga.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa
Yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma merupakan proses inflamasi
kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses
inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif,
sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edem, hipersekresi kelenjar,
yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan
manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, batukbatuk terutama pada malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini
berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang derajatnya bervariasi dan bersifat
reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan.4

2.2 Etiologi
Atopi merupakan faktor terbesar yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan asma. Riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti
rinitis, urtikaria, dan eksema sering dihubungkan dengan kejadian asma alergi.
Selain itu, alergen pada manusia juga dapat dicetuskan dari debu rumah (tungau)
yang paling sering menyebabkan eksasebasi asma. Tungau tungau tersebut secara
biologis dapat merusak struktur saluran napas melalui aktivitas proteolitik, yang
kemudian menghancurkan integritas dari tight junction antara sel-sel epitel. Apabila
fungsi epitel telah dihancurkan, maka alergen dan partikel lai dapat dengan mudah
masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia. Aktivitas protease
dari tungau-tungau yang terdapat pada debu rumah tersebut dapat masuk ke daerah
epitel dan melakukan penetrasi lebih dalam di saluran pernapasan.5
Faktor lingkungan baik yang berhubungan dengan imunologi maupun non
imunologi juga merupakan faktor pencetus dari asma termasuk perokok aktif
ataupun pasif. Sekitar 25%-30% dari pengidap asma adalah seorang perokok. Dari
data ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa merokok maupun terkena asap rokok

2
akan meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit dari penderita asma.
Terpapar asap rokok yang lama pada penderita asma juga akan berdampak terhadap
kerusakan dan penurunan fungsi paru. 5

2.3 Epidemiologi
Angka kejadian asma di berbagai negara bervariasi jumlahnya, akan tetapi
dari data yang ada menunjukkan bahwa penderita penyakit Asma cenderung
mengalami peningkatan, meskipun akhir-akhir ini obat-obatan asma sudah banyak
dikembangkan. Pada survey di Amerika Serikat oleh National Health Interview
Survey memperkirakan sekitar 7,5 juta orang penduduk di AS mengidap bronkhitis
kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema, dan sekitar 6,5 juta orang
mengidap salah satu dari bentuk asma. Menurut laporan dari World Health
Organization (WHO) dalam World Health Report pada tahun 2000 menyebutkan,
5 penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia,
masingmasing terdiri dari infeksi paru sekitar 7,2%, PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, Kanker paru/bronkus/trakea 2,1%,
dan Asma 0,3%.6
Saat ini penyakit Asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Menurut perkiraan sekitar 300 juta orang mengidap penyakit Asma dan pada tahun
2025 diperkirakan jumlah pasien Asma meningkat hingga 400 juta. Jumlah ini
bahkan masih dapat meningkat mengingat Asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan perubahan pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma. Menurut data dari
berbagai negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-
18%.6

2.4 Faktor Resiko


Menurut Giudice, dkk. menyatakan terdapat beberapa faktor risiko yang
dapat memengaruhi timbulnya penyakit asma, diantaranya adalah:7
a. Genetik Dalam patogenesis asma terlibat faktor-faktor "protektif" dan
"predisposisi" sebagai akibat dari interaksi kompleks yang terjadi antara

3
predisposisi genetik dengan paparan lingkungan. Dari sudut pandang
genetik, gen k yang diidentifikasi bertanggung jawab lebih dari 100 jenis
gen dan banyak polimorfisme yang telah terbukti berhubungan dengan
timbulnya asma.7
b. Faktor lingkungan yang paling terlibat dalam timbulnya asma terjadi pada
anak-anak yang diwakili oleh alergen, asap rokok, infeksi pernapasan dan
polusi udara. 7
c. Alergen dalam ruangan (tungau debu, jamur dan bulu binatang) dan alergen
luar ruangan (serbuk sari dan jamur) mampu memicu sensitisasi dengan
paparan yang lama dan memicu asma akut. Sensitisasi alergi, dalam konsep
atopic march, merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan asma.
Secara khusus, subjek yang terpolisensitisasi dan dengan alergi makanan
dapat menyebabkan asma yang lebih parah.7
d. Paparan asap rokok pada masa prenatal dan postnatal meningkatkan risiko
anak menjadi asma dan meningkatkan keparahan asma.7
e. Obesitas merupakan faktor risiko asma karena obesitas menyebabkan
peningkatan leptin, TNF-α, dan IL-6, yang mengerahkan aksi non-eosinofil
pro-inflamasi. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik serta penambahan berat
badan berkontribusi terhadap determinasi penyakit.7
f. Vitamin D terlibat dalam proses perkembangan dan pematangan paru janin.
Kadar 25-OH vitamin D dari darah tali pusat berkorelasi terbalik dengan
risiko infeksi pernapasan dan mengi di masa kanak-kanak. Vitamin D
memiliki sifat imunomodulator yang mengerahkan tindakan menghambat
produksi sitokin pro-inflamasi dan induksi sintesis peptida antimikroba
pada sel-sel sistem kekebalan tubuh bawaan. Vitamin D memodulasi efek
glukokortikoid dan juga memiliki peran dalam remodeling bronkial, karena
memiliki pengaruh dalam mengatur ekspresi gen otot polos bronkial.7
g. Infeksi di awal kehidupan mungkin memainkan peran induksi mengi atau
perlindungan terhadap perkembangan penyakit alergi (menurut hipotesis
kebersihan). Pada bayi yang berisiko infeksi pernafasan, virus dapat

4
menyebabkan mengi, yang pada saat tertentu dapat berkembang pada asma
terutama pada individu dengan kecenderungan atopik.7

2. 5 Patofisiologi
Keterbatasan aliran udara pada asma bersifat recurrent dan disebabkan
oleh berbagai perubahan dalam saluran napas, meliputi:8
a. Bronkokonstriksi
Kejadian fisiologis dominan yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis
asma adalah penyempitan saluran napas yang diikuti oleh gangguan aliran
udara. Pada asma eksaserbasi akut, kontraksi otot polos bronkus
(bronkokonstriksi) terjadi secara cepat, menyebabkan penyempitan saluran
napas sebagai respons terhadap paparan berbagai stimulus termasuk alergen
atau iritan. Bronkokonstriksi akut yang diinduksi oleh alergen ini
merupakan hasil IgEdependent release of mediators dari sel mast, yang
meliputi histamin, tryptase, leukotrien, dan prostaglandin yang secara
langsung mengakibatkan kontraksi otot polos saluran napas.8
b. Edema Jalan Napas
Saat penyakit asma menjadi lebih persisten dengan inflamasi yang lebih
progresif, akan diikuti oleh munculnya faktor lain yang lebih membatasi
aliran udara. Faktor - faktor tersebut meliputi edema, inflamasi, hipersekresi
mukus dan pembentukan mucous plug, serta perubahan struktural termasuk
hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas.8
c. Airway Hyperresponsiveness
Mekanisme yang dapat memengaruhi airway hyperresponsiveness bersifat
multiple, diantaranya termasuk inflamasi, dysfunctional neuroregulation,
dan perubahan struktur, dimana inflamasi merupakan faktor utama dalam
menentukan tingkat airway hyperresponsiveness. Pengobatan yang
ditujukan pada inflamasi dapat mengurangi airway hyperresponsiveness
serta memperbaiki tingkat kontrol asma.8
d. Airway Remodeling

5
Keterbatasan aliran udara dapat bersifat partially reversible pada beberapa
penderita asma. Perubahan struktur permanen dapat terjadi di saluran napas,
terkait hilangnya fungsi paru secara progresif yang tidak dapat dicegah
sepenuhnya dengan terapi yang ada. Airway remodeling melibatkan aktivasi
banyak sel yang menyebabkan perubahan permanen dalam jalan napas. Hal
ini akan meningkatkan obstruksi aliran udara, airway hyperresponsiveness
dan dapat membuat pasien menjadi kurang responsif terhadap terapi yang
diberikan. Biopsi bronkial dari pasien asma dapat menunjukkan gambaran
infiltrasi eosinofil, sel mast serta sel T yang teraktivasi. Karakteristik
perubahan struktural mencakup penebalan membran sub-basal, fibrosis
subepitel, hiperplasia dan hipertrofi otot polos saluran napas, proliferasi dan
dilatasi pembuluh darah, serta hiperplasia dan hipersekresi kelenjar mukus.
Hal ini menunjukkan bahwa epithelium saluran napas mengalami perlukaan
secara kronis serta tidak terjadi proses perbaikan yang baik, terutama pada
pasien yang menderita asma berat.8

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis5,9
Derajat asma Gejala Gejala Faal paru
malam
1. Intermiten Bulanan: ≤2x/bulan APE ≥80%:
Gejala VEP1 ≥80%
<1x/minggu, nilai prediksi,
tanpa gejala APE ≥80%
diluar nilai terbaik,
serangan, variabilitas
serangan APE
singkat
2. Persisten ringan Mingguan: >2x/bulan APE ≥80%:
Gejala VEP1 ≥80%
>1x/minggu nilai prediksi,
tetapi APE ≥80%
<1x/hari, nilai terbaik,
serangan variabilitas
dapat APE 20-30%
mengganggu
aktivitas dan

6
tidur,
membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
3. Persisten sedang serangan >1x/minggu APE 60-80%:
dapat VEP1 60-
mengganggu 80% nilai
aktivitas dan prediksi, APE
tidur, 60-80% nilai
membutuhkan terbaik,
bronkodilator variabilitas
setiap hari APE >30%
4. Persisten berat Kontinyu: Sering APE ≤60%:
Gejala terus VEP1 ≤60%
menerus, nilai prediksi,
sering APE ≤60%
kambuh, nilai terbaik,
aktivitas variabilitas
terbatas APE >30%

2.7 Diagnosis
Asma akut merupakan kegawatdaruratan medis yang harus segera
didiagnosis dan diobati. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksan penunjang.10
• Riwayat Penyakit
Tujuannya untuk menentukan waktu saat timbulnya serangan dan beratnya
gejala, terutama untuk membandingkan dengan eksaserbasi sebelumnya,
semua obat yang digunakan selama ini, riwayat di RS sebelumnya,
kunjungan ke unit gawat darurat, riwayat episode gagal nafas sebelumnya
(intubasi, penggunaan ventilator) dan gangguan psikiatrik atau psikologis.
Tidak ada riwayat asma sebelumnya terutama pada pasien dewasa, harus
dipikirkan diagnosis banding lainnya seperti gagal jantung kongestif, PPOK
dan lainnya. Diagnosis banding dari asma meliputi tracheobronkitis,
penyakit paru restriktif, rheumatoid artritis, dan bronkiolitis, neoplasma
mediastinum, epiglotitis, yang menyebabkan obstruksi jalan nafas atas.
Gagal jantung kongestif dan emboli paru mungkin menimbulkan dyspnea
dan wheezing. Wheezing berkaitan dengan edema paru yang ditandai

7
dengan “cardiac asma”. Pemberian bronkodilator inhalasi tidak akan
menghilangkan cardiac asma yang menyebabkan timbulnya wheezing.10
• Pemeriksaan Fisik
Perhatian terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien. Pasien dengan
kondisi sangat berat akan duduk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan
untuk membantu bernafas juga harus menjadi perhatian, sebagai indikator
adanya obstruksi yang berat. Adanya retraksi otot sternokleidomastoideus
dan suprasternal menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru. Frekuensi
nafas (RR) > 30 x/ menit, takikardi > 120 x/menit atau Pulsus Paradoxus >
12 mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat. Lebih
dari 15 % pasien dengan asma akut berat, frekuensi jantungnya berkisar
antara 90-120x/menit. Umumnya keberhasilan pengobatan terhadap
obstruksi saluran pernafasan dihubungkan dengan penurunan frekuensi
denyut jantung, meskipun beberapa pasien tetap mengalami takikardi oleh
karena efek bronkotropik dan bronkodilator.10
• Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SpO2) perlu dilakukan
pada seluruh pasien dengan asma akut untuk mengekslusi hipoksemia.
Pengukuran SpO2 diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh ke dalam
gagal nafas dan kemungkinan memerlukan penatalaksanaan yang lebih
intensif. Keputusan untuk dilakukan pemeriksaan AGD jarang diperlukan
pada awal penatalaksanaan. Dengan foto thorak dapat menyingkirkan
adanya tanda-tanda pneumothorak (nyeri dada pleuritik, emfisema subkutis,
instabilitas kardiovaskuler atau suara nafas yang asimetris), pada pasien
yang secara klinis dicurigai adanya pneumonia atau pasien asma yang
setelah 6-12 jam dilakukan pengobatan secara intensif tetapi tidak respon
terhadap terapi.10
Elektrokardiografi tidak diperlukan secara rutin, tetapi monitor secara
terusmenerus sangat tepat dilakukan pada pasien lansia dan pada pasien
yang selain menderita asma juga menderita penyakit jantung. Irama jantung
yang biasanya ditemukan adalah sinus takikardi dan supra ventrikuler

8
takikardi. Jika gangguan irama jantung ini hanya disebabkan oleh penyakit
asmanya saja, diharapkan gangguan irama tadi akan segera kembali ke
irama normal dalam hitungan jam setelah ada respon terapi terhadap
penyakit asmanya.11
Pengukuran terhadap perubahan PEFR atau FEV1 yang dilakukan setiap
saat mungkin merupakan salah satu cara terbaik untuk menilai pasien asam
akut dan untuk memperkirakan apakah pasien perlu dirawat atau tidak.
Respon terhadap terapi awal di IGD merupakan prediktor terbaik tentang
perlu tidaknya pasien dirawat, bila dibandingkan dengan tampilan berat
eksaserbasi. Respon awal terhadap pengobatan (PEFR atau FEV1 pada 30
menit pertama), merupakan prediktor terpenting terhadap hasil terapi.
Variasi nilai PEFR di atas 50 L/menit dan PEF > 40% normal yang diukur
30 menit setelah dimulainya pengobatan, merupakan prediktor yang baik
bagi hasil akhir pengobatan yang baik pula.10

2.8 Tatalaksana
Pengobatan asma pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan dan
menjaga status aktivitas anak normal dan faal paru normal, mencegah timbulnya
asma kronik, serta mencegah pengaruh buruk tindakan pengobatan. Secara umum
obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu obat pelega (relievers) dan
obat pengontrol (controllers).12
Obat pelega asma bertujuan untuk melegakan saluran napas dan
menghilangkan serangan serta eksaserbasi akut dengan pemberian bronkodilator.
Bronkodilator yang banyak dipakai saat ini adalah β2 - agonis, selain xantin dan
antikolinergik. Obat pengontrol asma bertujuan menjaga dan mengontrol asma
persisten dengan mencegah kekambuhan. Obat pengontrol asma yang banyak
dipergunakan adalah kortikosteroid, selain anti-inflamasi lain seperti sodium
kromolin, nedokromil, inhibitor dan antagonis leukotrien, serta berbagai
antihistamin generasi baru.12
Obat β2 –agonis bermanfaat untuk dipakai sebagai terapi intermiten asma
episodik, sebagai tambahan terapi intermiten, atau terapi rutin penunjang anti-

9
inflamasi pada asma relaps berulang atau kronis, sebelum aktifitas fisik untuk
menghambat exercise induced asthma, dan untuk penolong asma akut. Obat ini
tersedia dalam bentuk oral, atau inhalasi yang efektif dilakukan dengan inhaler
dosis terukur, rotohaler, atau nebuliser.12
Teofilin merupakan preparat metil-xantin yang pada masanya sangat
populer untuk terapi rumatan asma kronik ringan, dan sebagai penunjang
pengobatan asma kronik berat. Walaupun saat ini masih banyak dipakai, teofilin
tidak begitu menarik lagi setelah pengobatan anti-inflamasi untuk asma lebih
terfokus kepada kortikosteroid. Selama ini efek anti-inflamasi teofilin memang
masih sering dipertanyakan. Selain itu metabolisme teofilin diketahui akan
terganggu dalam keadaan demam oleh penyakit tertentu, seperti influenza, atau oleh
obat seperti eritromisin, simetidin, dan siprofloksasin. Pada anak, teofilin juga
diketahui dapat mempengaruhi prestasi sekolah sehingga tidak dianjurkan untuk
diberikan pada anak dengan gangguan psikologis atau gangguan belajar. Obat
antikolinergik selain bersifat bronkodilator juga akan mengurangi hipersekresi
mukus dan mengatasi iritabilitas reseptor batuk. Obat ini tersedia dalam bentuk
inhalasi dan nebulasi, terbukti efektif untuk asma akut bila diberikan bersama b2 -
agonis.12
Seperti telah disebutkan maka pengontrol asma merupakan pengobatan
yang efektif untuk pencegahan asma dan dipergunakan untuk semua tingkatan
asma. Kortikosteroid merupakan obat terpilih dan sangat efektif, baik dalam bentuk
parenteral dan oral untuk jangka pendek, maupun bentuk inhalasi yang terutama
dicadangkan untuk pemakaian jangka panjang. Sejak mula pertama dipergunakan
lebih dari 20 tahun lalu terlihat bahwa kortikosteroid inhalasi jelas memberi efek
terapi sangat baik untuk asma ringan, sedang, dan berat; baik untuk pengobatan
jangka pendek maupun jangka panjang. Sejauh ini tidak ditemukan efek buruk yang
berarti bila diberi dengan dosis yang dianjurkan.12

10
11
Gambar 1. Alur tata laksana serangan asma pada anak difasyankes dan rumah
sakit13

12
2.9 Pencegahan
Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu9,13:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan
risiko asma (orangtua asma), dengan cara:
• Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa
perkembangan bayi/anak Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan
syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin
• Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
• Diet hipoalergenik ibu menyusui
2. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang
telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta
allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
3. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak
yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian
multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of
atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan
pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk
rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma
sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian
ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

2.10 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks
membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma
letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan
bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan
tampak sulkus Harrison.9
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat
sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis

13
berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi
bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat
dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak
dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung,
bahkan kematian.9

2.11 Perjalanan Klinis dan Prognosis


Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.9
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan
dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10
tahun setelah diagnosis 38 pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata
46%, akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relatif berat
(6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70– 80% asma anak bila diikuti
sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.9

14
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
A. Identitas Penderita
Nama : An. AF
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal Lahir : Kandangan, 15 Agustus 2016
Umur : 5 tahun 7 bulan
B. Identitas Orangtua
Ayah Ibu
Nama : Tn. M Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun Umur : 37 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS Pekerjaan : PNS
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : JL. H. R Sukadani, Padang Batung HSS

II. ANAMNESIS
Aloanamnesis dengan : Ayah kandung pasien
Tanggal/jam : 25 Maret 2022/ 01.00 WITA
Masuk rumah sakit tanggal : 25 Maret 2022

1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit
Pasien datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas yang semakin
memberat sejak 2 jam SMRS. Sesak muncul mendadak saat pasien tidur, sesak
terus-menerus. Sebelumnya pasien ada batuk (+) dan pilek sejak 4 hari SMRS.
Panas (-) batuk darah (-) mual (-) dan muntah (-). Pasien sering mengeluh sesak jika
dirinya kelelahan dan saat cuaca dingin. Pasien lebih nyaman dalam posisi duduk

15
dibandingkan posisi tidur. Pasien sudah diuap satu kali dirumah namun keluhan
tidak berkurang.
Ayah pasien mengatakan selama 1 minggu ini pasien sudah terkena
serangan asma sebanyak 3 kali. Namun selalu membaik setelah di uap 1 kali.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa dirasakan bulan 1 minggu yang lalu, namun membaik setelah di
uap 1 kali dirumah. Pasien pernah dirawat usia 6bulan karena sesak yang berat dan
di diagnose sebagai serangan asma.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mempunyai keluhan serupa.

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Riwayat antenatal :Rutin antenatal care (ANC) di puskesmas, keluhan selama
hamil tidak ada
Nilai APGAR : Lahir spontan, langsung menangis
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : lupa
Lingkar kepala : lupa
Penolong : Dokter
Tempat : di PKM
6. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 4 bulan
Merangkak : 7 bulan
Duduk : 9 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 15 bulan
Saat ini : Anak beraktivitas normal sesuai usia

16
7. Riwayat Imunisasi
Nama Dasar Ulangan
(umur dalam bulan)
BCG 0 -
Polio 0,2,4,6 -
Hepatitis B 0,2,4,6 -
DPT 2,4,6 -
Campak 9 -
Kesimpulan: Imunisasi dasar anak lengkap

8. Makanan (Tulis jenis/kualitas, kuantitas dan umur)


Lahir – 3 bulan : ASI
>3 bulan – 1 tahun : ASI dan bubur bayi instan (sun encer)
1 tahun – sekarang : Makan nasi, lauk pauk, sayur, buah-buahan (makanan
keluarga) dan susu formula. Makanan diberikan 3 kali
sehari dan sebanyak setengah piring.

9. Riwayat Penyakit Keluarga


Iktisar Keturunan :

Keterangan :
: Perempuan : Laki-laki
: Pasien

17
Susunan Keluarga :
Jelaskan : Sehat, Sakit (apa)
No. Nama Umur L/P
Meninggal (umur,sebab)
1. Tn. M 38 tahun L Sehat
2. Ny. S 37 tahun P Sehat
3. An. B 14 tahun L Sehat
5 tahun 7
4. An. AF P Sakit
bulan

10. Riwayat Sosial Lingkungan


Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakak pasien. Pondasi dan dinding rumah
terbuat dari beton, sirkulasi udara baik, ventilasi cukup. WC dan kamar mandi
bergabung. Mandi, mencuci, dan minum menggunakan air PDAM. Rumah jauh
dari tempat pembuangan sampah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : komposmentis
GCS : E4 V5 M6
2. Pengukuran
Tanda vital :
Tensi :-
Nadi :160x/menit, kualitas: irama reguler, kuat
angkat
Suhu : 36,0°C
Respirasi : 45x/menit, cepat dan dangkal
Saturasi : 65% roomair, 96% NRM 10lpm
Berat badan : 21 kg
Panjang/tinggi badan : 100 cm
Status Gizi : Normal

18
3. Kulit :
Warna : Putih
Sianosis :Tidak ada
Hemangiom :Tidak ada
Turgor : Kembali cepat (<3 detik)
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
4. Kepala :
Bentuk : Normocephali
UUB : menutup
UUK : menutup
Lain-lain : Tidak ada
5. Rambut :
Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
6. Mata :
Palpebra : Edem (-/-)
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut, simetris
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 4/4 mm
Reflek cahaya : Tak langsung (+/+), langsung (+/+)
Kornea : Jernih
7. Telinga :
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada

19
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
8. Hidung :
Bentuk : Simetris
Pernafasan cuping hidung : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
9. Mulut :
Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir lembab, tidak sianosis
Gusi : Tidak mudah berdarah
: Tidak ada pembengkakan
Gigi-geligi : Lengkap
10. Lidah :
Bentuk : Simetris
Pucat/tidak : Tidak pucat
Kotor/tidak : Tidak kotor
Warna : Merah Muda
11. Faring :
Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
12. Tonsil :
Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses/tidak : Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
13. Leher :

Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak teraba


Tekanan : Tidak meningkat

20
Pembesaran kelenjar leher: Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Massa : Tidak ada
Tortikolis : Tidak ada

14. Toraks :

a. Dinding dada/paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : tidak ada
Pernapasan : torako-abdominal
Palpasi : Fremitus fokal: tidak meningkat
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Vesikuler
Suara Tambahan : Ronkhi (-/-),wheezing (+++/+++)
b. Jantung

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat


Palpasi : Apeks : Teraba di ICS V LMCS
Thrill : Tidak ada
Auskultasi : Suara Dasar : S1 S2 tunggal
Bising : Tidak ada
15. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Cembung


Lain-lain : Tidak ada
Palpasi : Hati : tidak teraba pembesaran
Lien : tidak teraba pembesaran
Ginjal : tidak teraba pembesaran
Massa : tidak ada
Perkusi : Timpani/pekak : Pekak
Asites : Shifting dullness (-), undulasi (-)

21
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
16. Ekstremitas :
Umum : Ekstremitas atas : Akral hangat (+),parese (-/-), edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+),parese (-/-), edema (+)
17. Neurologis :
Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif


Tonus Eutoni Eutoni Eutoni eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks BPR +2 BPR +2 KPR +2 KPR +2
Fisiologis TPR+2 TPR+2 APR +2 APR +2
Refleks Hoffman (-) Hoffman (-) Babinsky (-) Babinsky (-)
patologis Tromner (-) Tromner (-) Chaddock (-) Chaddock (-)
Sensibilitas +(baik) +(baik) + (baik) +(baik)
Tanda - - - -
meningeal

18. Susunan Saraf : tidak ada defisit neurologis


N.olfaktorius (I) : dbn
N. optikus(II) : dbn
N. okulomotorius (III), N. troklearis (IV), N. Abdusens(VI): reflex pupil
(+/+), gerak bola mata ke segala arah.
N. trigeminus(V) : reflex kornea(+), uji sensasi panas, dingin,
tajam (+)
N. fasialis(VII) : tidak terlihat adanya paresis, uji mengecap
sulit dievaluasi.
N. vestibulokoklearis (VIII) : dbn
N. glosofaringeus (IX) : dbn

22
` N. vagus (X) : dbn
N. aksesorius (XI) : dbn
N. hipoglosus (XII) : dbn
19. Genitalia : dbn
20. Anus : paten
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium RSUD Brigjend H. Hasan Basry pada
tanggal 25 Maret 2022

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.9 11.5 - 16.5 g/dl
Leukosit 19.4* 3.5 - 10.0 ribu/ul
Eritrosit 5.01 3.50 - 5.50 juta/ul
Hematokrit 40.9 35.0 - 55.00 %
Trombosit 602* 100 – 400 ribu/ul
RDW-CV 13.9 11.0 - 16.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 81.7 75.0 - 100.0 Fl
MCH 27.7 25.0 - 35.0 Pg
MCHC 33.9 31.0 - 38.0 %
HITUNG JENIS
Limfosit% 9.9* 15.0 - 50.0 %
Limfosit# 1.9* 0.5 - 5.00 ribu/ul
KIMIA
Glukosa darah sewaktu 135 < 140.00 mg/dl

V. RESUME
Nama : An. AF
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal Lahir : Kandangan, 15 Agustus 2016

23
Umur : 5 tahun 7 bulan
Keluhan Utama : Sesak
1. Sesak sejak 2 jam SMRS, memberat terus-menerus
2. Pasien lebih nyaman duduk di banding berbaring
3. Sesak selalu muncul saat pasien kelelahan atau cuaca dingin
4. Pasien batuk pilek 4 hari SMRS
5. Dalam satu minggu terakhir pasien terkena serangan >3 kali
6. Riwayat asma(+) sejak usia 6 bulan
7. Ibu juga menderita asma(+)
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat


Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 160x/menit, kualitas: irama reguler, kuat angkat
Suhu : 36,0°C
Respirasi : 50x/menit, cepat dan dangkal
Saturasi : 65% room air, 96% dengan NRM 10lpm
Berat badan : 21 kg
Panjang/tinggi badan : 100 cm
Kulit : Sianosis (-)
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-) edema palpebra (-/-), mata
cekung (-/-)
Telinga : Simetris, sekret (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-)
Toraks/Paru : retraksi (-) rhonki (-/-),wheezing (+++/+++)
Jantung : S1 tunggal dan S2 tunggal, bising (-)
Abdomen : cembung, BU (+) normal, asites (+), turgor kulit baik
Ekstremitas : Akral hangat (+/+),edema (-/-)
Susunan saraf : Defisit neurologis (-)

24
Genitalia : Perempuan
Anus : Paten (+) tidak ada kelainan

IV. DIAGNOSIS
Asma bronkiale persisten berat

V. PENATALAKSANAAN

IVFD D5 ½ NS 1000cc/24jam
Nebulisasi Ventolin-NS, 3x interval 20menit (+ combivent pada nebul ke-3)
Inj. Metilprednisolon 3x15mg

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow up Sabtu, 26 Maret 2022

S O A P
26/3/2022 Sesak (+) Nadi: Asma bronkiale IVFD D5 ½ NS
Batuk (+) 121x/menit persisten berat 1000cc/24jam
RR: 26x/menit Inj. Ampisilin 2x1gr
T:36,8 derajat Inj. Gentamisin
SpO2: 88% RA 1x80mg
98% NRM Inj. Metilprednisolon
5lpm 3x15mg
Thorax: Nebul Ventolin 1amp
Wheezing + Ns 2cc/6jam selang-
(--+/--+) seling combivent
1amp

25
Follow up Minggu, 27 Maret 2022
S O A P
27/3/2022 Sesak (<) Nadi: Asma bronkiale IVFD D5 ½ NS
Batuk (+) 127x/menit persisten berat 1000cc/24jam
RR: 24x/menit Inj. Ampisilin 2x1gr
T:36,6 derajat Inj. Gentamisin
SpO2: 94% RA 1x80mg
98% mask 3lpm Inj.
Thorax: Metilprednisolon
Wheezing 3x15mg
(---/---) Nebul Ventolin
1amp + Ns 2cc/6jam
selang-seling
combivent 1amp

Follow up Senin, 28 Maret 2022


S O A P
28/3/2022 Sesak (-) Nadi: Asma bronkiale IVFD D5 ½ NS
Batuk (<) 110x/menit persisten berat 1000cc/24jam
RR: 22x/menit (perbaikan) Inj. Ampisilin 2x1gr
T:36,5 derajat Inj. Gentamisin
SpO2: 98% RA 1x80mg
Thorax: Inj.
Wheezing Metilprednisolon
(---/---) 3x15mg
Nebul Ventolin
1amp + Ns 2cc/6jam
selang-seling
combivent 1amp

Pada tanggal 28 Maret 2022 anak diperbolehkan pulang.

26
BAB IV
DISKUSI KASUS

Pada pasien ini diagnose asma ditegakkan berdasarkan anamnesa riwayat


penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa pasien
mengeluh sesak nafas sejak 2 jam SMRS, riwayat penyakit asma sejak kecil dan
sering kumat jika terpapar udara dingin, saat kelelahan dan saat mengalami infeksi
saluran nafas atas. Selain itu, riwayat asma dalam keluarga juga (+). Dari
pemeriksaan fisik, ditemukan takipnea 45x/mnt, suara wheezing yang terdengar
dikedua lapangan paru, takikardi 160x/mnt tetapi tidak ditemukan adanya retraksi
otot sternokleidomastoideus dan suprasternal. Dari hasil pemeriksaan penunjang,
saturasi O2 pasien 65% roomair setelah diberikan O2 dengan NRM 10lpm saturasi
naik menjadi 96%. Pengukuran terhadap perubahan PEFR atau FEV1 yang
dilakukan setiap saat mungkin merupakan salah satu cara terbaik untuk menilai
pasien asma akut dan untuk memperkirakan apakah pasien perlu dirawat atau tidak.
Namun pada pasien ini, pemeriksaan tersebut tidak dikerjakan. Respon terhadap
terapi awal di IGD merupakan prediktor terbaik tentang perlu tidaknya pasien
dirawat, bila dibandingkan dengan tampilan berat eksaserbasi.
Terapi farmakologis asma meliputi obat antiiflamasi dan obat-obatan
bronchodilator. Obat antiinflamasi yang diberikan pada pasien ini adalah
kortikosteroid yaitu injeksi metilprednisolon 3x15mg yang memiliki efek
antiinflamasi pada mukosa bronkhus. Selain terapi kortikosteroid dan
bronchodilator, pasien juga dilakukan nebulizer dengan menggunakan ventolin dan
combivent selang seling. Pasien juga diberikan injeksi ampisilin 2x1gr dan injeksi
gentamisin 1x80mg karena adanya kecurigaan infeksi bakteri dilihat dari gejala
batuk pilek sejak empat hari SMRS dan adanya leukositosis.

27
BAB V
KESIMPULAN

An AF, berusia 5 tahun 7 bulan dengan keluhan sesak. Sesak sejak 2 jam
SMRS muncul mendadak saat pasien tidur dan terus-menerus. Pasien batuk pilek
sejak 4 hari SMRS. Sering mengeluh sesak Ketika cuaca dingin atau saat kelelahan.
Dalam 1 minggu terakhir sesak sering kambuh. Ibu pasien ada riwayat asma. Pada
pemeriksaan fisik di dapatkan takipneu dan takikardi, saturasi oksigen pasien turun.
Pada auskultasi dada terdengar wheezing diseluruh lapang paru. Dari hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang disimpulkan pasien menderita asma
bronkiale persisten berat. Terapi pada pasien ini bersifat simtomatik seperti obat
anti inflamasi metilprednisolon dan beta2-agonist nebulizer ventolin dan combivent
selang seling. Pasien juga diberikan terapi anti bakteri seperti ampisilin dan
gentamisin.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Reed, A.P dan Francine. Clinical cases in Anesthesia. 3rd edition. Philadelphia:
Elsevier Churchill Livingstone; 2005.

2. Tim Kelompok Kerja Asma. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2004.

3. Yao, F-S.F. Anesthesiology Problem Oriented Patient Management.


Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.

4. GINA (Global Initiative for Astma). Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. 2018.

5. Setiawan. Asma Bronkial (Skripsi). Denpasar: FK Universitas Undayana.


2018.

6. GINA (Global Initiative for Astma). At A Glance Asthma Management


Reference. 2011.

7. Giudice M. M et al. Risk factor for asthma. Italian journal for pediatrics; 2014.
40(1): hal 77.

8. Yudhawati, R. and Krisdanti, D. P. A. Imunopatogenesis Asma. Jurnal


Respirasi; 2017. 3(1). pp. 26–33.

9. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB,. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta:


IDAI; 2012.

10. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.

11. Stoelting, R.K. Anesthesia and Co-Existing Disease. Philadelphia: Churchill


Livingstone; 2002.

12. Arwin. Asma pada anak. Sari pediatri FK UI; 2002. 4(2). Hal 78-82.

13. IDAI. Pedoman asma anak. Jakarta: IDAI; 2015.

29

Anda mungkin juga menyukai