Anda di halaman 1dari 18

Referat

HALAMAN JUDUL
Asma Serangan Berat
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh :

Ahmad Rasydi
2207501010129
Pembimbing :
Dr. dr. Baktiar, Sp. A., M.Kes

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH
KUALA
RUMAH SAKIT DR ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Asma
Serangan Berat”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW
yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan referat ini adalah sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ucapan terima
kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Dr. dr. Bakhtiar, Sp.A.,
M.Kes yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan
referat ini.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu kesehatan
anak khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk referat ini.

Banda Aceh, November 2022

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
ISI............................................................................................................................6
2.1 Definisi......................................................................................................6
2.2 Epidemiologi.............................................................................................6
2.3 Faktor resiko..............................................................................................7
2.4 Patofisiologi...............................................................................................7
2.5 Derajat Serangan Asma.............................................................................8
2.6 Gambaran klinis........................................................................................9
2.7 Diagnosis...................................................................................................9
2.8 Tatalaksana Serangan Asma....................................................................10
2.9 Pencegahan..............................................................................................12
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas yang melibatkan
banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lain-lain. Inflamasi
kronik ini berhubungan dengan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan episode
berulang dari mengi (wheezing), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk terutama pada
malam dan pagi dini hari. Kejadian ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan napas
yang bersifat reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan. 1

Asma masih merupakan masalah yang mendunia dengan perkiraan 300 juta orang
yang menderitanya. Hal tersebut didasarkan dengan terdapatnya ratusan laporan
mengenai prevalensi asma pada populasi-populasi yang berbeda. Berdasarkan data World
Health Organization (WHO) pada tahun 2005, jumlah penderita asma di dunia
diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. 2
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun
belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan
terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.(Departemen
Kesehatan RI ;2009) Di Indonesia, dari berbagai penelitian dibeberapa pusat Pendidikan,
prevalensi asma pada anak sekitar 2-16% pada anak usia sekolah dasar. 10 Prevalensi
asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%),
DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%).
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak
dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari
faktor penyebab.3

4
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Asma adalah penyakit pernapasan kronik yang menyerang seseorang pada semua
usia dengan karakteristik serangan berupa wheezing, pernapasan pendek, batuk dan sesak
dada yang bersifat reversible. 4 Berdasarkan data centers for desease control and
prevention (CDC) tahun 2016, prevalensi asma pada anak berusia 5-11 tahun dan 12-17
tahun adalah 9,6% dan 10.5%. secara keseluruhan prevelensi asma pada anak dibawah
usia 18 tahun di amerika serikat adalah 8.3%. 5 Berdasarkan severe asthma research
program (SARP) III cohort, anak laki-laki, terlepas dari tingkat keparahan asma, dengan
fungsi paru-paru normal dan massa tubuh normal. Dibandingkan dengan orang dewasa,
anak-anak dengan asma parah memiliki jumlah eosinophil yang jauh lebih tinggi,
sensitisasi allergen dan jumlah Ig E yang lebih tinggi Pada tahun 2010, organisasi
Kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan bahwa asma serangan berat dibagi menjadi
3 kelompok kategori yaitu:
1. Asma yang tidak diobati
2. Asma yang tidak diobati dengan benar
3. Asma yangs sulit diobati (akibat ketidakpatuhan pasien, pemicu persisten,
atau komirbiditas) 6
Asma berat didefinisikan sebagai asma yang tidak terkontol meskipun telah
dioptimalkan atau membutuhkan ICS dan LABA dosis tinggi untuk mencegah terjadinya
asma tidak terkontrol.8 Menurut pedoman ATS/ERS, asma berat didefinisikan sebagai
asma yang membutuhkan pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi (ICS)
ditambah pengontrol kedua dan atau kortikosteroid sistemik untuk mencegah asma
menjadi tidak terkontrol dan tetap tidak terkontrol setelah terapi tersebut. 7 Sebagian besar
anak dengan asma mencapai kontrol gejala dengan inhalasi kortikosteroid dosis rendah,
namun ada beberapa kelompok kecil anak-anak dengan asma berat yang membutuhkan
ICS yang lebih tinggi dengan obat pengontrol tambahan.

2.2 Epidemiologi
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada
anak. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun
9

negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup
yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor.
12
Prevalensi asma di seluruh dunia diperkirakan 7,2% (10% pada anak-anak) dan
bervariasi antara negara. Di Indonesia, dari berbagai penelitian dibeberapa pusat
Pendidikan, prevalensi asma pada anak sekitar 2-16% pada anak usia sekolah dasar. 10
Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara

5
Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Prevalensi asma
pada anak yang tertinggi di usia 5-14 tahun sebesar 3,9%.

2.3 Faktor resiko


Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma seperti jenis
kelamin, usia, Riwayat atopi, perubahan cuaca, tungau debu rumah, paparan asap rokok,
lingkungan, dan makanan. 11
a. Jenis kelamin
Menurut laporan MMH, prevalens asma pada anak laki-laki lebih tinggi
daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2 pada usia 6-11 tahun dan
meningkat menjadi 8:5 pada usia 12-17 tahun. Pada orang dewasa, rasio ini
berubah menjadi sebanding antara laki-laki dan perempuan pada usia 30
tahun.
b. Usia
Umumnya, pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asama
pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama
kehidupan. Dari Australia, dilaporkan bahwa 25% anak dengan asma
persisten mendapat serangan mengi pada usia <6 bulan, dan 75% mendapat
serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5% anak dengan
asma persisten terbebas dari gejala asma pada usia 28-35 tahun, 60%
menetap menunjukkan gejala seperti saat anak-anak, dan sisanya masih
sering mendapat serangan meskipun lebih ringan daripada saat masa kanak.
c. Riwayat atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan
beratnya asma. Pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi,
akan terjadi serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah
megalami hay fever, rhinitis alergi, eksema. Anak dengan mengi persisten
dalam kurun waktu 6 bulan pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih
tinggi daripada anak yang tidak pernah mengalami mengi pada usia 9 bulan.
d. Paparan asap rokok
Asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang
tidak terpajan asap rokok. Resiko asap rokok sudah dimulai sejak janin
dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak di lahirkan.
e. Lingkungan
Adanya allergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko penyakit
asma. Allergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah
serpihan kulit binatang peliharaan, tungau, debu, jamur, dan kecoa.

2.4 Patofisiologi
Tanda patofisiologik asma adalah pengurangan diameter jalan napas yang
disebabkan oleh kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus
dan sekret kental yang lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan napas,
penurunan volume ekspirasi paksa (force expiratory volume) dan kecepatan aliran,
hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja bernapas, pengubahan fungsi otot
pernapasan, perubahan rekoil elastik, penyebaran abnormal aliran darah ventilasi dan
pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dan perubahan gas darah arteri. 13

6
Selain bronkokontriksi, pada asma juga terjadi inflamasi saluran napas, mediator
inflamasi yang berperan merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses
peradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan
membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan
epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada
rangsangan spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi menetap,
penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi
irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat. Sejalan
dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses reparasi
saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang
menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau
repair. Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan
Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi,
epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses
remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis
mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, infiltrasi
sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan perbaikan
klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten dan memberikan
gambaran klinis asma kronis.9

2.5 Derajat Serangan Asma


(Global Initiative for Asthma, 2002)

Ringan Sedang Berat Ancaman Henti


Napas
Sesak napas Berjalan Bicara Saat istirahat
Bayi : Bayi : tangis Bayi : tidak
menangis melemah dan mau
keras memendek, menetek/minum
Dapat sulit menetek/ Duduk
berbaring minum lebih membungkuk
enak posisi ke depan
duduk
Berbicara Menggunakan Penggalan Kata-kata
kalimat kalimat
Kesadaran Mungkin Gelisah (tidak Gelisah (tidak Mengantuk atau
gelisah (tidak tenang) tenang) bingung
tenang)

Penggunaan Biasanya tidak Biasanya Biasanya Pergerakan


otot-otot dijumpai dijumpai dijumpai torakoabdominal
pernapasan dan paradoks
tambahan dan
retraksi
suprasternal
Mengi Sedang, sering Keras Keras Menghilang
hanya ada
akhir ekspirasi
Frekuensi <100 kali/ 100- >200 kali/menit Bradikardi

7
nadi menit 200kali/menit

Pulsus Tidak ada <10 Mungkin ada Sering ada Menghilang,


paradoksus mmHg 10-25 mmHg >25 mmHg menandakan
(dewasa) adanya
20-40 mmHg kelemahan otot
(anak) pernapasan
PEF setelah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
inisial
PaO2 dan atau Normal, >60 mmHg
PaCO2 biasanya tidak <60 mmHg
perlu diperiksa <45 mmHg (sianosis)
<45 mmHg
>45 mmHg
(gagal napas)
Saturasi O2 >95% 91-95% <90%
Frekuensi napas normal anak:
Usia Frekuensi normal
Bayi (2-12 bulan) <160 kali/menit
Prasekolah (1-2 tahun) <120 kali/menit
Sekolah (2-8 tahun) <110 kali/menit

2.6 Gambaran klinis


Gambaran asma terdiri atas triad dispneu, batuk dan mengi. Pada awal awitan,
pasien akan mengalami rasa tertekan didaerah dada yang disertai dengan batuk
nonproduktif. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi pada kedua fase respirasi
semakin menonjok, ekspirasi memanjang dan pasien sering memperlihatkan gejala
takipnea, takikardia serta hipertensi sistolik yang ringan. 13

2.7 Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik,
dan pengukuran faal paru. Gejala mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal diagnosis. Yang perlu dipertimbangkan untuk kemungkinan
diagnosis asma adalah anak, apabila anak hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya
gejala, dan pada saat diperiksa tanda-tanda mengi, sesak dan lain-lain tidak ditemukan.
Kelompok yang patut diduga asma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan/atau
mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari, musiman,
setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien atau keluarganya.
9

Pengukuran faal paru lebih objektif untuk menilai derajat obstruksi saluran napas
dengan cara pengukuran Arus Puncak Respirasi (APE) menggunakan peak flow meter
sedangkan Volume Ekspirasi Paksa dalam satu detik pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital
Paksa (KVP) diukur dengan spirometer. Pengukuran faal paru berulang dan kuesioner
digunakan untuk menilai perbaikan kualitas hidup.

8
Sehubungan dengan
kesulitan mendiagnosis
asma pada anak kecil.,
khususnya anak di
bawah 3 tahun, respons
yang baik terhadap obat
bronkodilator dan steroid
sistemik (5 hari)
dan dengan penyingkiran
penyakit lain diagnosis
asma menjadi lebih
definitif. Untuk anak
yang sudah besar (>6
tahun) pemeriksaan faal
paru sebaiknya dilakukan.
Uji fungsi paru yang
9
sederhana dengan peak
flow meter, atau yang lebih
lengkap dengan
spirometer. Uji provokasi
bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan
(exercise), udara kering
dan dingin atau dengan
NaCl hipertonis, sangat
menunjang diagnosis.
Sehubungan dengan
kesulitan mendiagnosis
asma pada anak kecil.,
khususnya anak di
bawah 3 tahun, respons
yang baik terhadap obat
10
bronkodilator dan steroid
sistemik (5 hari)
dan dengan penyingkiran
penyakit lain diagnosis
asma menjadi lebih
definitif. Untuk anak
yang sudah besar (>6
tahun) pemeriksaan faal
paru sebaiknya dilakukan.
Uji fungsi paru yang
sederhana dengan peak
flow meter, atau yang lebih
lengkap dengan
spirometer. Uji provokasi
bronkus dengan histamin,
metakolin, latihan
11
(exercise), udara kering
dan dingin atau dengan
NaCl hipertonis, sangat
menunjang diagnosis.

12
2.8 Tatalaksana Asma
Tujuan tata laksana serangan asma adalah untuk meredakan penyempitan jalan
napas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru secepatnya,
dan rencana mencegah kekambuhan. 14
Obat-obatan dalam tatalaksana medikamentosa dibagi 2 kelompok besar, yaitu
1. Obat pereda (reliever)
Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat
kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul.
Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi, maka obat ini tidak
digunakan lagi.
2. Obat pengendali (controller)
Obat pengendali, yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis.
Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi saluran nafas
kronik. Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus dalam jangka waktu relatif
lama, tergantung derajat penyakit asma dan responsnya terhadap pengobatan
/penanggulangan.
Gambar 2.1 Alur tatalaksana serangan asma

Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
 Nebulisasi b-agonis 3x, selang 20 menit
 Nebulisasi ketiga + antikolinergik
 Jika serangan berat, nebulisasi 1x
(+antikonergik)

Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat


(nebulisasi 1x, respon baik, gejala (nebulisasi 2-3x, respon parsial) (nebulisasi 3x, respon buruk)
mengilang)  Berikan oksigen  Berikan oksigen saat/diluar
 Observasi 1-2 jam  Nilai Kembali derajat nebulisasi
 Jika efek bertahan, boleh serangan, jika sesuai  Pasang jalur parenteral
pulang dengan derajat serangan  Nilai ulang klinis, jika sesuai
 Jika gejala timbul lagi, sedang, observasi dengan serangan berat, rawat
lakukan sebagai serangan diruang rawat sehari di ruang rawat inap
sedang  Pasang jalur parenteral  Foto toraks

R. Rawat Inap
• Oksigen diteruskan
• Asidosis dan dehidrasi diatasi
• Steroid iv tiap 6-8 jam
• Nebulisasi tiap 1-2 jam
• Aminofilin iv awal, lanjutkan rumatan
•13
Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
• Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
• Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak
membaik, alih rawat ke ruang rawat intensi
2.2 Tatalaksana serangan asma pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (dewasa, remaja
dan usia 6-11 tahun) (GINA, 2022) 8

Puskesmas ( pasien datang dengan akut atau sub akut asma eksaserbasi)

Lakukan penilaian (pastikan asma atau bukan, faktor yang mengancam


nyawa, tingkat keparahan asma)

Serangan Berat
Serangan ringan-menengah
 Bicara dalam bentuk
 Berbicara dalam bentuk
kata-kata, gelisah,
kalimat, tidak gelisah,
frekuensi napas >30 Asma mengancam nyawa
 frekuensi nadi 100-120
kali/menit Mengantuk, Kebingungan
kali/menit
 Frekuensi nadi >120 dan silent chest
 Saturasi oksigen 90-95%
kali/menit
 PEF >50% dari nilai
 Saturasi oksigen <90
prediksi
kali/menit

Rujuk fasilitas pelayanan akut


 Berikan SABA, ipopropium,
 oksigen 2 L/menit
 kortikosteroid sistemik
(prednisone/prednisolon) 1-2
mg/kgbb/hari, max 40 mg iv
pada takalaksana pertama

Tabel 2.2 Tatalaksana pada asma berat

Tatalaksana pada asma berat


Optimalisasi dosis ICS/LABA
Oral kortikosteroids
Long acting muscarinic antagonist
Tiopropium
Sputum guided treatments
Phenotype-guided add-on therapies
Anti IgE therapy
Anti-IL5 therapy
Anti-IL5 receptor therapy
Anti- IL4/IL13 therapy
Nonpharmacological therapies
Bronchial Thermoplasty
(Global Initiative for Asthma (GINA). 2018) 16

14
Penanganan awal terhadap pasien dalam serangan asma adalah pemberian b2 -
agonis secara nebulisasi yang dapat diulang dua kali dengan selang waktu 20 menit. Pada
pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. (Warner JO, Naspitz CK, Cropp
GJA.1998). Penanganan awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis untuk
penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat.
Pada serangan asma berat, KNAA menganjurkan pemberian b2 -agonis bersama-
sama dengan ipatropium bromida. 9 Pemberian dengan cara nebuliser untuk usia 18 bulan
- 4 tahun dianjurkan menggunakan mouthpiece daripada masker muka untuk menghindari
deposisi obat di muka dan mata. Obat-obat β2 -agonis yang sering dipakai dalam tata
laksana serangan asma berat adalah salbutamol, terbutalin, dan fenoterol. 14
Dosis inhalasi salbutamol 0,1- 0,15 mg/kg berat badan/kali, maksimal 5 mg/dosis,
dapat diberikan 3 kali dengan interval 20 menit. Dosis inhalasi terbutalin 2,5 mg (1
respules)/kali. Dosis inhalasi fenoterol 0,1 mg/kg berat badan/kali. Pemberian β2 -agonis
secara intravena secara teori berguna pada serangan asma berat yang tidak memberikan
respon dengan pemberian secara inhalasi. Kombinasi antara inhalasi β2 -agonis dan
antikolinergik (ipatropium bromida) akan memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik. Kombinasi ini sebaiknya diberikan terlebih dulu sebelum diberikan metil-xantin.
Dosis ipatropium bromida yang dianjurkan adalah 8-20 tetes (usia >6 tahun) dan 4-10
tetes (usia ≤ 6 tahun) larutan NaCL 0,025%. 17

Pemberian kortikosteroid sistemik akan mempercepat perbaikan dari serangan


asma. Kortikosteroid sistemik diberikan jika pada terapi awal serangan (dengan
menggunakan inhalasi b2 -agonis) gagal mencapai perbaikan, tetap terjadi serangan
walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid oral, atau pada serangan asma
sebelumnya pasien telah menggunakan kortikosteroid oral.1 Kortikosteroid dapat
diberikan secara intravena. Metil prednisolon merupakan pilihan utama, dosis yang
dianjurkan 1 mg/kg berat badan tiap 4-6 jam. Hidrokortison 4 mg/kg berat badan tiap 4-6
jam. Deksametason 0,5-1 mg/kg berat badan bolus dilanjutkan dengan 1 mg/kg berat
badan/hari tiap 6-8 jam. 19
2.9 Pencegahan
Pencegahan adalah tujuan penanganan asma agar tidak terjadi kekambuhan.
Apapun pencegahan asma berupa Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif
minimal 4 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan
terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang. 20

15
BAB III
KESIMPULAN

Asma adalah penyakit pernapasan kronik yang menyerang seseorang pada semua
usia dengan karakteristik serangan berupa wheezing, pernapasan pendek, batuk dan sesak
dada yang bersifat reversible. Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat memicu
terjadinya asma seperti jenis kelamin, usia, Riwayat atopi, perubahan cuaca, tungau debu
rumah, paparan asap rokok, lingkungan, dan makanan. Asma terjadi karena
hiperreaktivitas jalan napas dan inflamasi kronik sehingga terjadi obstruksi jalan napas.
Gambaran asma terdiri atas triad dispneu, batuk dan mengi. Diagnosis asma ditegakkan
berdasarkan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan pengukuran faal paru Tujuan
tata laksana serangan asma adalah untuk meredakan penyempitan jalan napas secepat
mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru secepatnya, dan rencana
mencegah kekambuhan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Asthma. 2012 . (GINA) Global Initiative For Asthma. www.gina.asthma.org.


2. Indarto, W. Asma pada anak. Simposium Penyakit Asma. 14 Mei 2005.
3. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000.
Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri; 2:50-66
4. Kliegman R, Stanton B, St. Geme JW, Schor NF, Behrman RE. 2016. Nelson
textbook of pediatrics (Edition 20.). Phialdelphia, PA: Elsevier.
5. Zahran HS, Bailey CM, Damon SA, Garbe PL, Breysse PN. 2018. Vital signs:
asthma in children e United States, 2001-2016. MMWR Morb Mortal Wkly Rep
2018;67: 149e55.
6. Bousquet J, Mantzouranis E, Cruz AA, et al. 2010. Uniform definition of asthma
severity, control, and exacerbations: Document presented for the World Health
Organization consultation on severe asthma. J Allergy Clin Immunol; 126: 926–
38.
7. Chung KF, Wenzel SE, Brozek JL, Bush A, Castro M, Sterk PJ, et al.
International ERS/ATS guidelines on definition, evaluation and treatment of
severe asthma. Eur Respir J 2014;43:343e73. Eur Respir J 2018;52.
https://doi.org/10.1183/ 13993003.52020-2013.
8. Global initiative for asthma(GINA). 2022. Global strategy fpr asthma mangement
and prefention. Available from: www.ginaasthma.org
9. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak. Edisi
pertama. Jakarta: ikatan dokter anak Indonesia; 2012. 71- 158
10. Sundaru H. (2006). House Dust Mite Allergen Level and Allergen Sensitization
as Risk Factors for Asthma among Student in Central Jakarta. Medical Journal of
Indonesia. 15(1): 55-59
11. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrhman RE. Nelson ilmu kesehatan
anak esensial. Singapore: Elsevier; 2011. 339-49. 6.
12. Rahajoe N. Deteksi dan penanganan jangka panjang asma pada anak. Dalam :
Setyanto DB, Manajemen kasus respiratorik anak dalam praktek sehari-hari.
Edisi ke-2.Jakarta: Yayasan Penyantun Anak Asma Indonesia
Suddhaprana;2007.h.95-108.
13. Harrison. 2002. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Penerbit buku
kedokteran, EGC

17
14. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention. National Institute of Health. National Heart, Lung, and Blood
Institute 2002 (revisi). Diperbaharui dari: NHLBI/WHO workshop report: global
strategy for asthma management and prevention issued January 1995; NIH publ.
no.02-3659

15. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

16. Global Initiative for Asthma (GINA). 2018. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention.. Available from: http://www.ginasthma.org.
[Accessed 11 October 2018].
17. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman dan penatalaksanaan asma di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI; 2004.
18. Supriyatno HB. Diagnosis dan penatalaksanaan terkini asma pada anak. Maj
Kedok Indones, Jakarta. 2005;55:h.237-40
19. Fitzgerald M. Acute asthma. Clinical review. Extract from clinical evidence.
BMJ 2001; 323:841 5.
20. Michael Sly. Asthma. 1996. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson’s textbook of pediatrics. Edisi ke-15. Philadelphia: W.B.
Saunders Co. h. 628-40.

18

Anda mungkin juga menyukai