Anda di halaman 1dari 37

Case Report Session

Asma Persisten Sedang dengan Serangan Sedang

Oleh:
Rahimi Ramadhani 2240312156

Preseptor :

dr. Fitrisia Amelin, SpA, M.Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS UNAND
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan suatu kelainan pada saluran napas bawah yang
diakibatkan oleh proses inflamasi kronis yang banyak terjadi pada anak. Global
Institute for Asthma (GINA) mendefinisikan asma adalah penyakit heterogen yang
ditandai dengan adanya inflamasi kronis pada saluran napas. Inflamasi kronis
tersebut menyebabkan gejala wheezing, sesak nafas, nyeri dada dan batuk yang
dapat berubah berdasarkan waktu dengan intensitas yang berbeda-beda, bersamaan
dengan terjadinya obstruksi saat ekspirasi1.
Asma telah menjadi masalah kesehatan global yang serius mengenai semua
kelompok usia dengan adanya peningkatan prevalensi tidak hanya di negara
berkembang, namun juga negara maju. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak,
oleh karna itu penting untuk lebih konsisten dalam meningkatkan sistem kesehatan.
Prevalensi asma pada anak-anak di Brasil, Costa Rica, Panama, Peru dan Uruguay
bervariasi dari 20% hingga 30%2,3.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat termasuk di
negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Peningkatan tersebut diduga
berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama
polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi asma pada anak di seluruh dunia
berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada
usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama. Asma
memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering menyebabkan anak tidak
masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga, juga
dapat merusak fungsi sistem saraf pusat, menurunkan kualitas hidup penderitanya,
dan menimbulkan masalah pembiayaan4,1.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan
tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah
menghindari faktor penyebab5.

2
1.2 Batasan masalah
Laporan kasus ini membahas tentang asma pada anak dari definisi, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, klasifikasi, tatalaksana, dan prognosis
1.3 Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai asma pada anak.
1.4 Metode penulisan
Laporan kasus ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka
yang merujuk dari berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Melalui penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan
pengetahuan tentang asma pada anak.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Asma merupakan suatu kelainan pada saluran napas bawah yang
diakibatkan oleh proses inflamasi kronis yang banyak terjadi pada anak. Global
Institute for Asthma (GINA) mendefinisikan asma adalah penyakit heterogen yang
ditandai dengan adanya inflamasi kronis pada saluran napas. Inflamasi kronis
tersebut menyebabkan gejala wheezing, sesak nafas, nyeri dada dan batuk yang
dapat berubah berdasarkan waktu dengan intensitas yang berbeda-beda, bersamaan
dengan terjadinya obstruksi saat ekspirasi1.
Terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Asma
terjadi karena inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat
penebalan dinding bronkus (remodeling) saluran respiratori yang berlangsung
kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma. Penyempitan dan
obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat penebalan dinding bronkus,
kontraksi ototpolos, edema mukosa,dam hipersekresi mukus6.
Definisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK)
Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2016 menyebutkan
bahwa asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi. Manifestasi klinis dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada
tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung
memberat pada malam atau dini hari dan biasanya timbul juka ada pencetus6.

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor risiko asma dibagi menjadi dua, faktor risiko yang berhubungan
dengan terjadinya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
eksaserbasi atau serangan asma yang disebut faktor pencetus7.
Faktor risiko yang mencetuskan terjadinya asma bronkial diantaranya7:
a. Asap rokok
Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri

4
maupun orangorang yang terkena asap rokok. Suatu penelitian di Finlandia
menunjukkan bahwa orang dewasa yang terkena asap rokok berpeluang
menderita asma dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak terkena asap
rokok.
b. Tungau debu rumah
Tungau debu rumah adalah hewan (Dermatophagoides Pteronyssinus)
berukuran sekitar 0,5 mm yang umum di jumpai di tempat tinggal manusia.
Tungau biasanya berada di karpet terutama yang berbulu tebal dan tidak
dibersihkan, di tumpukan koran, buku, pakaian yang kotor. Tungau debu
rumah yang menyerang penderita asma bronkial masuk ke dalam saluran
napas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas
tipe I oleh karena suatu alergen atau reaksi alergi.
c. Polusi udara
Polusi udara dibagi menjadi dua yaitu polusi udara dalam ruangan dan diluar
ruangan. Polusi udara didalam ruangan dapat menimbulkan ancaman
kesehatan yang serius, seperti semprotan minyak wangi, semprotan
nyamuk, dan lain-lain. Menurut Studi EPA ( Environment Protecting
Agency) menunjukkan bahwa tingkat polusi udara sebanyak 2-5 kali lebih
tinggi udara dalam ruangan dibandingkan udara luar ruangan. Tingkat
tingginya polusi udara dalam ruangan menjadi perhatian khusus, karena
banyak orang yang menghabiskan sebanyak 90 persen dari waktu mereka di
dalam ruangan. Kualitas udara di luar ruangan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama. Di luar ruangan, seperti polusi akibat zat
kimia hasil pabrikan, kendaraan bermotor, dan orang yang bekerja di
lingkungan berdebu atau asap.
d. Perubahan cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut
dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan
tekanan atmosfer dan suhumemperburuk asma dengan serangan sesak napas

5
dan pengeluaran lendir yang berlebihan
e. Jenis makanan
Makanan yang sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah
kacang, ikan laut dan telur. Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis
sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi
makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan
asma.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma,
kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma.
Beberapa faktor tersebut telah disepakati oleh ahli, sedangkan sebagian lain masih
dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia,
sosio-ekonomi, alergen, infeksi, atopi, lingkungan, dan lain-lain8.
a. Riwayat atopi
Adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma. Beberapa penelitian di Inggris, anak usia 16
tahun dengan riwayat asma, akan terjadi serangan mengi dua kali lipat
lebih banyak bila anak mengalami hay fever, rhinitis alergi atau eksema.
Eksema persisten berhubungan dengan gejala asma persisten. Beberapa
menunjukan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu,
telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor
timbulnya asma.
b. Jenis kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens
asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali
lipat anak perempuan.
c. Usia
Pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala asma pertama kali timbul
pada isoa muda, yaitu beberapa tahun pertama kehidupan. Dari
Melbourne, Australia, didapatkan 25% anak dengan asma persisten
mendapat serangan mengi di usia < 6 bulan, 75 % muncul gejala mengi
pertama pada usia sebelum dari 3 tahun.

6
d. Ras/ etnik
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi
daripada kulit putih.
e. Lingkungan
Alergen pada lingkungan anak meningkatkan risiko penyakit asma.
Alergen yang sering mencetuskan adalah serpihan kulit binatang
peliharaan, tungau debu rumah, jamur dan kecoa.
f. Asap rokok
Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi dari
anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko asap rokok sudah dimulai
sejak dari janin dalam kandungan, umum nya berlangsung terus setelah
anak di lahirkan, dan menyebabkan meningkatnya resiko.
g. Outdoor air pollution
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya,nitrat dioksida,
karbon monoksida atau SO2, dapat meningkatkan gejala asma.
h. Infeksi resporatorik
Infeksi respiratorik dengan prevalensi asma masih merupakan
kontroversi. Namun infeksi saluran nafas bawah merupan faktor resiko
yang bermakna untuk terjadinya asma.

2.3. Epidemiologi
Asma adalah penyakit pernapasan kronis yang paling banyak diderita di
seluruh dunia, menyerang lebih dari 300 juta orang dari semua kelompok etnis di
segala usia. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak, oleh karna itu penting untuk
lebih konsisten dalam meningkatkan sistem kesehatan. Asma bukan hanya masalah
kesehatan di masyarakat negara maju baik di negara-negara berkembang, insiden
penyakit ini sangat bervariasi. Di India diperkirakan terdapat 15-20 juta penderita
asma, sebanyak 10-15% adalah anak berusia 15 tahun. Di Wilayah Pasifik Barat
dari WHO, kejadian asma bervariasi dari lebih dari 50% di antara anak-anak di
Kepulauan Caroline. Prevalensi asma pada anak-anak di Brasil, Costa Rica,
Panama, Peru dan Uruguay bervariasi dari 20% hingga 30%2,3.

7
Gambar 1. Data terkini asma di Amerika Serikat tahun 2015 (Diambil dari CDC
2015)9

Gambar 2. Prevalensi asma menurut karakteristik umur (Diambil dari Infodatin


2013)10

Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat termasuk di


negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Peningkatan tersebut diduga
berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama
polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi asma pada anak di seluruh dunia
berkisar antara 2-30%. Dari infodatin, prevalensi asma di Indonesia sebanyak 5,5%
terjadi pada usia 15-24 tahun. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10%
pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.

8
Asma dapat timbul pada segala umur, 30% penderita menunjukkan gejala klinis
pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% timbul gejala pertama umur 4-5 tahun.
Prevalensi asma menurun sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah
usia sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa
lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi asma pada anak4,10.

2.4 Patogenesis
Asma merupakan proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding
saluran pernapasan, peningkatan reaktivitas saluran pernapasan dan menyebabkan.
penyempitan jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk,
wheezing (mengi) dan dispnea pada individu dengan jalan nafas yang hiperreaktif.
Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit
atopik mengidap asma. Gambaran khas adanya inflamasi saluran pernapasan yaitu
adanya aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan
lumen saluran pernapasan. Munculnya sel-sel tersebut berhubungan dengan
terjadinya proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses
reparasi saluran respiratori yang menyebabkan perubahan struktural dan fungsional
yang menyimpang pada saluran respirasi atau disebut remodelling6.
Inflamasi saluran napas pada asma kemungkinan mencerminkan adanya
suatu ketidakseimbangan antara dua populasi limfosit Th yang ‘berlawanan’. Telah
diketahui dua jenis limfosit Th yaitu Th1 yang menghasilkan IL-2 dan IFN-γ yang
memiliki peran pada mekanisme pertahanan selular sebagai respon terhadap
infeksi. Kontras dengan Th1, Th2 menghasilkan sitokin-sitokin IL-4, -5, -6, -9, -13
yang memediasi inflamasi alergi11.
Sel dendritik merupakan antigen presenting cell (APC) yang utama pada
saluran pernapasan. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik akan melakukan
migrasi ke tempat dengan banyak limfosit, melalui pengaruh sitokin lainnya sel
dendritik akan matang dan membantu polarisasi Th0 menjadi Th2. Proses berlanjut
sampai dihasilkannya mediator-mediator inflamasi dan terjadi hiperespon bronkus
dan obstruksi aliran udara6.

9
Gambar 4 Patogenesis asma (Diambil dari GINA dan NHLBI)1,11
Terdapat bukti yang mendukung peran dari epitel saluran napas dan
mesenkim dibawahnya dalam patogenesis asma. Diperkirakan bahwa individu yang
rentan secara genetik memiliki fungsi barier epitel yang terganggu menyebabkan
epitel menjadi rentan terhadap infeksi virus pada awal kehidupan yang
mengarahkan sel dendritik pada pembentukan Th2. Cedera epitel yang terpelihara
mengarah pada komunikasi yang terganggu dengan mesenkim dibawahnya. Inhibisi
perbaikan epitel menyebabkan dihasilkannya faktor pertumbuhan termasuk TGF-
β2 yang mengaktivasi fibroblas subepitel untuk membentuk myofibroblas dan
mendukung terjadinya metaplasia mukus. Deposit myofibroblas, penebalan lamina
retikularis pada epitel, dan sekret mitogen menyebabkan hipertrofi otot polos12.

2.5 Diagnosis,
2.5.1 Anamnesis
Tanyakan mengenai gejala-gejala respiratorik yang dikeluhkan oleh pasien.
Kebanyakan pasien akan mengeluhkan adanya wheezing atau batuk kronik
berulang. Gejala dengan karakteristik yang mengarah pada asma diantaranya
yaitu6:
a. Gejala timbul secara episodik atau berulang
b. Faktor pencetus seperti iritan, alergen, infeksi saluran napas atau
aktivitas fisik
c. Riwayat alergi pada pasien atau anggota keluarga

10
d. Variabilitas, biasanya memberat pada malam hari
e. Reversibilitas, gejala dapat membaik spontan atau dengan obat

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan lengkap mulai dari tanda vital, pemeriksaan
kepala dan leher serta pemeriksaan paru. Evaluasi tanda-tanda atopi seperti
rinitis alergi dan dermatitis atopik. Tanda-tanda vital akan menunjukkan hasil
normal saat pasien tidak dalam serangan, namun dapat terjadi takikardia dan
takipnea saat serangan13.
Dalam pemeriksaan paru, semua lapangan harus dievaluasi dan
keseluruhan siklus pernpasan didengarkan dengan hati-hati. Pada asma,
wheezing hanya dapat terdengar pada saat akhir ekspirasi sehingga akan
terlewat ketika stetoskop dilepaskan terlalu cepat. Pasien yang mengalami
serangan akan menunjukkan keadaan hiperinflasi, peningkatan kerja otot bantu
napas dan pemanjangan fase ekspirasi. Pada pemeriksaan perkusi, mungkin bisa
didapatkan adanya hipersonor13.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


a. Spirometri pada anak usia ≥ 6 tahun14
 Forced expiratory volume pada 1 detik (FEV1)/forced vital capacity (FVC)
< 80% dengan peningkatan 12% pada FEV1 setelah pemberian SABA
adalah spesifik untuk diagnosis terhadap asma
 Dilakukan saat pasien simptomatik
 Spirometri digunakan sebagai bagian dari penilaian kontrol asma
b. Uji hipereaktivitas bronkial14
 Jika hasil spirometri normal, namun masih dicurigai suatu asma, uji
metakolin atau uji latihan dapat dilakukan
c. Peak flow monitoring14
 Tidak direkomendasikan untuk diagnosis asma pada anak
 Dapat digunakan pada pasien dengan diagnosis asma yang kurang
memahami gejala asma nya sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan
asma

11
d. X-ray dada14
 Tidak berguna untuk diagnosis asma, namun berguna untuk evaluasi
diagnosis alternatif

2.6.4 Diagnosis Banding


Batuk yang kronik intermiten dapat disebabkan oleh refluks gastroesofageal
(RGE) dan rinosinusitis selain karena asma. Pada awal-awal kehidupan batuk
kronik dan wheezing dapat mungkin terjadi karena aspirasi rekuren,
trakeobronkomalasia, kelainan anatomis pada saluran napas, aspirasi benda asing,
displasia bronkopulmonar. Pada anak yang lebih tua dan remaja, disfungsi pita
suara dapat bermanifestasi sebagai wheezing yang intermiten. Pada kondisi ini, pita
suara menutup secara involunter selama inspirasi dan kadang ekspirasi
menyebabkan sesak napas. Pada beberapa lokasi tertentu, pneumonits
hipersensitivitas (komunitas petani, kandang burung), infestasi parasit pulmonal
(area rural di negara berkembang) atau tuberkulosis adalah penyebab tersering dari
batuk kronik dan atau wheezing15.

Gambar 5 Diagnosis banding asma (Diambil dari Liu AH et al, 2016)15

12
2.7 Klasifikasi
a. Berdasarkan usia6
 Asma bayi – bawah dua tahun
 Asma balita
 Asma usia sekolah (5 – 11 tahun)
 Asma remaja (12 – 17 tahun)
b. Berdasarkan fenotip6
 Asma tercetus infeksi virus
 Asma tercetus aktivitas
 Asma tercetus alergen
 Asma terkait obesitas
c. Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala6
 Asma intermiten
 Asma persisten ringan
 Asma persisten sedang
 Asma persisten berat
Tabel 1 Klasifikasi kekerapan asma (Diambil dari PNAA, 2015)6
Derajat asma Uraian
Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir setiap hari

d. Berdasarkan derajat serangan6


 Asma serangan ringan – sedang
 Asma serangan berat
 Serangan asma dengan ancaman henti napas
Tabel 2 Derajat keparahan serangan asma (Diambil dari PNAA, 2015)6
Ringan – sedang Berat Ancaman gagal napas
Bicara dalam kalimat Bicara dalam kata Mengantuk

13
Lebih senang duduk Duduk bertopang lengan Letargi
Tidak gelisah Gelisah Suara napas tak terdengar
Frekuensi napas naik Frekuensi napas naik
Frekuensi nadi Frekuensi nadi
meningkat meningkat
Retraksi minimal Retraksi jelas
SpO2 90 – 95% SpO2 < 90%
PEF > 50% prediksi PEF ≤ 50% prediksi

d. Berdasarkan derajat kendali6


 Asma terkendali penuh
o Tanpa obat
o Dengan obat
 Asma terkendali sebagian
 Asma tidak terkendali
Tabel 3 Derajat kendali asma (Diambil dari GINA, 2015)1
Tidak
Dalam 4 minggu terakhir apakah? Penuh Sebagian
terkendali
Gejala harian > 2x/minggu
Terbangun malam hari karena asma
Tidak ada 1–2 3–4
Butuh reliever > 2x/minggu
Batasan aktivitas karena asma

e. Tahapan penegakan diagnosis6


 Diagnosis kerja asma
Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak, berikan tatalaksana umum
 Diagnosis klasifikasi kekerapan
Dibuat dalam waktu 6 minggu, dapat kurang dari 6 minggu jika informasi
klinis sudah kuat
 Diagnosis derajat kendali
Dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka panjang sesuai
klasifikasi kekerapan

14
Gambar 6 Labelisasi pasien asma (Diambil dari PNAA, 2015)6

Gambar 7 Alur diagnosis asma (Diambil dari PNAA, 2015)6

15
2.8 Tatalaksana
2.8.1 Tatalaksana Serangan
Beberapa pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami serangan asma yang dapat
mengancam nyawa. Keadaan tersebut harus segera diidentifikasi dan bila
didapatkan, dicatat direkam medis, diantaranya pasien dengan riwayat6:
1. Serangan asma yang mengancam nyawa
2. Intubasi karena serangan asma
3. Pneumotoraks dan atau pneumomediastinum
4. Serangan asma berlagusng dalam waktu yang lama
5. Penggunaan kortikosteroid sistemik (saat ini atau baru berhenti)
6. Kunjungan ke UGD atau RS karena asma dalam setahun terakhir
7. Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
8. Berkurangnya persepsi tentang sesak napas
9. Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial
10. Alergi makanan
Untuk pasien dengan risiko tinggi tersebut, steroid sistemik (oral atau parenteral)
perlu diberikan pada awal tatalaksana meskipun pada penilaian awal serangannya
masih ringan sedang6.

16
a. Tatalaksana di rumah6

Gambar 8 Tatalaksana asma di rumah6

17
b. Tatalaksana di fasilitas layanan kesehatan primer
Gambar 9 Alur tatalaksana di fasyankes primer (Diambil dari PNAA, 2015)6

c. Tatalaksana didalam ruang perawatan6


1. Pemberian oksigen diteruskan
2. Koreksi cairan dan asidosis jika ada

18
3. Steroid intravena diberikan bolus setiap 6 – 8 jam dosis 0,5 – 1
mg/kgBB/hari
4. Nebulisasi kombinasi SABA dengan ipratropium bromida dilanjutkan tiap
1 – 2 jam. Jika dalam 4 – 6 kali pemberian mulai perbaikan, jarak pemberian
menjadi 4 – 6 jam
5. Aminofilin diberikan secara intravena, ketentuan:
a. Belum mendapat aminofilin sebelumnya, dosis inisial sebesar 6 – 8
mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrosa atau NaCl 0,9% sebanayak 20
ml diberikan selama 30 menit dengan infusion pump
b. Respon belum optimal maka dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5
– 1 mg/kgBB/jam
c. Jika telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam) dosis diberikan
separuhnya, baik dosis awal atau dosis rumatan
6. Bila perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai
24 jam, steroid dan aminofilin diganti dengan peroral
7. Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat SABA (inhalasi atau oral) yang diberikan setiap 4 – 6 jam
selama 24 – 48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol
ke klinik rawat jalan dalam 3 – 5 hari untuk reevaluasi tatalaksana

19
d. Tatalaksana di Rumah Sakit

Gambar 10 Alur tatalaksana serangan asma di RS (Diambil dari PNAA, 2015)6

2.8.2 Tatalaksana Jangka Panjang


2.8.2.1 Medikamentosa
Obat asma terdiri dari dua jenis yaitu reliever atau pereda dan controller
atau pengendali.
Beberapa jenis obat pengendali asma yaitu:

20
a. Steroid inhalasi

Gambar 11 Pilihan steroid inhalasi (Diambil dari PNAA, 2015) 6


Umumnya diberikan sebanyak dua kali dalam sehari, kecuali ciclesonide yang
diberikan sekali sehari.

b. Agonis β2 kerja panjang (LABA)


Sebagai pengendali asma, LABA diberikan sebagai kombinasi bersama
dengan steroid inhalasi.

21
Gambar 12 kombinasi LABA dan steroid inhalasi (Diambil dari BCguidlines
2015)11
c. Antileukotrien
Terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl-leukotrien 1 (CysLT1) seperti
montelukast, pranlukast, dan zafirlukast serta inhibitor 5-lipoxygenase seperti
zileuton. Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tidak
lebih unggul dibanding steroid inhalasi.

Gambar 13 Obat antileukotrien (Diambil dari BCguidlines, 2015)14


d. Teofilin lepas lambat
Termasuk kedalam jenis obat pengendali asma, teofilin lepas lambat dapat
diberikan sebagai sediaan tunggal atau diberikan sebagai kombinasi dengan steroid
inhalasi pada anak usia diatas 5 tahun. Dengan kombinasi ini akan menurunkan
dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten6.

22
e. Anti-IgE
Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang dapat mengurangi
kadar IgE bebas dalam serum. Diberikan kepada pasien yang telah mendapat steroid
inhalasi dosis tinggi dan LABA namun masih sering mengalami eksaserbasi.
Diberikan injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu. Pemberian
omalizumab harus dibawah pengawasan seorang dokter spesialis6.
f. Jenjang pengobatan
Tabel 4 Jenjang pengobatan jangka panjang asma (Sumber: PNAA, 2015)6
Kekerapan Jenjang Pilihan pertama Pilihan lain Pereda
Intermiten 1 Tidak perlu
Persisten ICS dosis rendah LTRA
2
ringan
Persisten ICS dosis rendah ICS dosis menengah
sedang 3 + LABA ICS dosis rendah + LTRA SABA
ICS dosis rendah + teofilin
Persisten ICS dosis ICS dosis tinggi + LABA
berat 4 menengah + ICS dosis tinggi + LTRA
LABA ICS dosis tinggi + teofilin
Keterangan:
1. Acuan awal penetapan jenjang menggunakan klasifikasi kekerapan
2. Bila suatu jenjang sudah berlangsung selama 6 – minggu dan asma belum
terkendali, maka dilakukan step up
3. Bila suatu jenjang sudah berlangsung selama 8 – 12 minggu dan asma terkendali
penuh, maka dilakukan step down
4. Perubahan jenjang harus memerhatikan aspek-aspek penghindaran dan penyakit
penyerta
5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali maka ditambahkan omalizumab

2.8.2.2 Non-medikamentosa
Edukasi pada pasien asma tidak bisa dianggap sebagai satu kegiatan tunggal
namun harus dipandang dan dijalankan sebagai suatu proses keberlanjutan dan
diulang terus menerus pada setiap konsultasi. Konsensus umum mengenai edukasi

23
pada asma yaitu harus mengandung informasi mengenai perjalanan alamiah
penyakit (kronik dan berulang), kebutuhan untuk terapi jangka panjang serta
perbedaan berbagai medikasi yang digunakan. Yang penting lainnya yaitu
penekanan pada pentingnya kepatuhan terhadap terapi walaupun pasien tidak
bergejala serta penjelasan secara tertulis atau demonstrasi penggunaan alat terapi
pada asma, hal tersebut harus juga memandang latar belakang sosiokultural dari
pasien16.
Edukasi terhadap pengelolaan diri sendiri adalah penting sebagai bagian
dari proses penatalaksanaan asma, hal ini termasuk didalamnya yaitu menghindari
faktor-faktor pencetus yang dapat diidentifikasi. Penggunaan perencanaan tertulis
secara pribadi secara umum direkomendasikan yang dikenal dengan istilah asthma
action plan yang mencakup regimen terapi sehari-hari termasuk instruksi spesifik
untuk identifikasi awal dan tatalaksana yang sesuai terhadap serangan asma16.

2.9 Prognosis
Batuk dan wheezing berulang terjadi pada 35% anak usia pra sekolah.
Sekitar sepertiga nya berlanjut menjadi asma persisten pada masa anak-anak
berikutnya, dan hampir dua pertiga akan membaik selama masa remaja. Severitas
asma pada usia 7 – 10 tahun memiliki nilai prediktif menetapnya asma pada usia
dewasa. Anak dengan asma sedang sampai berat serta fungsi paru yang rendah
cenderung memiliki asma persisten pada usia dewasa. Bagaimanapun, remisi penuh
dalam 5 tahun pada anak-anak adalah jarang15.

24
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Daffa Ramadhan
Umur/ Tgl Lahir : 13 tahun 2 bulan/01-09-2009
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar (SMP)
No. Rekam Medis RS : 00-61-37
Tanggal Pemeriksaan : 15-11-2022
Status Perkawinan : Belum menikah
Negeri asal : Indonesia
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Nama Ibu Kandung : Hendrawati
Alamat : Limau Manih RT 05/RW 02, Padang
Anamnesis
Diberikan oleh: Pasien dan ayah kandung
Keluhan Utama: Sesak napas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Sesak napas semakin meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
sesak berbunyi menciut, dan semakin meningkat saat mulai sore hingga malam
hari. Pasien sudah dikenal dengan asma dan keluhan sesak sudah berulang saat
pasien berusia 4 tahun.
- Batuk ada sejak 3 hari SMRS, batuk disertai dahak, dahak berwarna
keputihan dan tidak sulit dikeluarkan.
- Demam ada sejak 3 hari SMRS, tidak terlalu tinggi, hilang dengan
pemberian parasetamol.

25
- BAB frekuensi, konsistensi dan warna normal
- BAK frekuensi, jumlah dan warna normal
- Mual dan muntah tidak ada
- Riwayat bersin-bersin dipagi hari ada terutama jika cuaca dingin.
- Riwayat penurunan berat badan tidak ada
- Riwayat kontak dengan pasien TBC tidak ada
- Riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi covid-19 tidak ada
Riwayat penyakit dahulu:
- Pasien sering mengalami sesak napas berulang sejak berusia 4 tahun,
biasanya dibawa ke klinik atau IGD keluhan sesak berkurang.
Riwayat penyakit keluarga
- Ayah pasien memiliki riwayat asma, dan alergi dingin, debu. Serangan
terakhir serangan sudah lama ketika masih muda (sekitar usia 17 tahun).
- Kakek pasien juga ada riwayat asma.
Riwayat persalinan:
- Lama hamil: 39-40 minggu
- Cara lahir: spontan
- Berat lahir: 3.300 gram
- Panjang lahir 50 cm
- Saat lahir langsung menangis kuat
- Ditolong oleh: Bidan
Kesan: Riwayat persalinan cukup bulan, lahir spontan pervaginam
Riwayat makanan dan minuman:
Bayi:
- ASI: lahir-6 bulan
- Susu formula: tidak ada

26
- Bubur susu: 6-7 bulan
- Nasi tim:8-15 bulan

- Anak:
- Makanan utama: Nasi 4x/hari, menghabiskan 1 porsi
- Daging: 2-3x seminggu
- Ayam: 3-4x semingu
- Telur 2-3 x seminggu
- Sayur: 3-4 x seminggu
- Buah: 3-4x seminggu
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman baik
Riwayat Imunisasi:
- BCG : umur 1 bulan, skar BCG ada
- Campak : umur 9 bulan
- Hepatitis B : saat lahir, umur 2,3,4 bulan
- DPT : umur 2,3,4 bulan
- Polio : umur 1,2,3,4 bulan
- Haemofilus influenza : umur 2,3,4 bulan
Kesan: imunisasi dasar lengkap sesuai usia

Riwayat Perumbuhan:
Riwayat Umur Riwayat Umur
pertumbuhan dan gangguan
perkembangan perkembangan
mental
Ketawa 2 bulan Isap jempol -
Miring 3 bulan Gigit kuku -
Tengkurap 5 bulan Sering mimpi -
Duduk 6 bulan Mengompol -
Merangkak 10 bulan Aktif sekali -
Berdiri 11 bulan Apatik -
Lari 18 bulan Membangkang -
Gigi pertama 6 bulan Ketakutan -

27
Bicara 2 tahun Pergaulan jelek -
Membaca 6 tahun Kesukaran belajar -
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan baik sesuai usia
Riwayat Keluarga
Riwayat Keluarga Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. H
Umur 40 tahun 40 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Penghasilan 3.000.000 -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah Asma -
diderita:

Saudara kandung:
1. Pasien, 13 tahun, sakit
2. Perempuan, 9 tahun, sehat

Riwayat perumahan dan lingkungan:


Rumah tempat tinggal: Permanen, berdekatan dengan tetangga
Sumber air minum: Galon yang dimasak
Buang air besar: Jamban di dalam rumah
Pekarangan: Luas, cukup untuk bermain, jauh dari tempat pembuangan sampah
Sampah: Dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir dan sebagian dibakar.
Kesan: higienitas dan sanitasi perumahan baik

Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan umum:
- Keadaan umum : Sakit sedang
- Kesadaran : CMC

28
- Tekanan darah : 110/65
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 28x/menit
- SpO2 : 95%

- Suhu : 36,7oC
- BB : 83 kg
- Tinggi badan : 160 cm
- BB/U : 172 %
- TB/U : 100%
- BB/TB : 172 %
- Status gizi : Obesitas dengan perawakan normal
- Edema : tidak ada
- Ikterus : tidak ada
- Anemia : tidak ada
- Sianosis : tidak ada
Kelenjar getah bening: tidak terdapat perbesaran KGB
Kepala: normocephal, tidak ada kelainan kongenital
Rambut: hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga: tidak ada nyeri tekan tragus, Tarik pina, ketok mastoid, tidak ada riwayat
sekret berbau, tidak ada kelainan kongenital
Hidung: tidak ada deviasi septum, konka media dan inferior dalam batas normal
Tenggorok: tonsil T1-T1 tidak hiperemis, uvula di tengah, dinding faring posterior
dalam batas normal
Gigi dan mulut: mukosa mulut dan bibir basah.
Leher: tidak teraba pembesaran kgb servikal, tidak ada deviasi trakea
Thoraks: normochest
Paru:
- Inspeksi: normochest, pergerakan dinding dada simetris.

29
- Palpasi: fremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi: sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi: Suara napas ekspirasi memanjang, rhonki (-/-), wheezing
(+/+)

Jantung:
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi: ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi: batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi: BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen:
- Inspeksi: tidak ada tanda-tanda inflamasi
- Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan 9 regio
- Perkusi: timpani
- Auskultasi: bising usus (+) normal
Punggung: dalam batas normal
Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak:
- Akral hangat, CRT<2detik
Daftar masalah:
- Sesak menciut
- Batuk berdahak
- Demam
Diagnosis Kerja:
- Asma Persisten Sedang dengan Serangan Sedang
Penatalaksanaan:

- Nebu combivent/6 jam


- Asetylsistein 3x200 mg po
- Dexametason 3x5 mg iv
- Prednison 3x20 mg po
- MB 1700 kkal

30
3. Edukasi
- Serangan asma akan muncul bila ada faktor pencetus. Perlu
dihindari faktor pencetus yang memungkinkan seperti udara dingin,
debu, alergen makanan, ataupun aktivitas berat.

Rencana Pemeriksaan:
- X-ray toraks
- Pemeriksaan darah lengkap
- Spirometri

31
FOLLOW UP

Selasa S/
Sesak masih ada tapi sudah berkurang
15/11/2022
Batuk (+), dahak (+)
Mual dan muntah (-)
Demam (-)
BAB dan BAK dalam batas normal
Intake masuk
Pasien sudah mendapatkan nebu pagi ini

O/
KU: sakit sedang, kesadaran: CMC, TD 121/72,
HR: 120, RR: 22, SpO2: 98%, T: 36.2
Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Thorax: normochest, suara napas vesikuler, wh
(+/+)

Abdomen: tidak ada distensi, bising usus (+)


normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

A/
Asma persisten sedang dengan serangan s e d a n g

P/
- Nebu Combivent/ 6 jam k/p
- N Acetylsistein 3x 200 mg
- Dexametason 2 x 5 mg

32
Rabu S/
Sesak sudah tidak ada
16/11/2022
Batuk (+), dahak (+)
Mual dan muntah (-)
Demam (-)
BAB dan BAK dalam batas normal
Intake masuk

O/
KU: sakit sedang, kesadaran: CMC, TD 119/70,
HR: 110, RR: 18, SpO2: 99%, T: 36.7
Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Thorax: normochest, suara napas vesikuler,wh (-/-)

Abdomen: tidak ada distensi, bising usus (+)


normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

A/
Asma persisten sedang dengan serangan s e d a n g
dengan perbaikan

P/
- Pulang hari ini

33
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien anak laki-laki datang dengan keluhan utama sesak nafas
semakin meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas terjadi
akibat adanya gangguan pertukaran udara yang mengarah pada kurangnya
ventilasi dan oksigenasi. Identifikasi penyebab serta penanganan terhadap sesak
harus segera dilakukan. Pada anak, sesak nafas memiliki beberapa penyebab
berdasarkan tingkatan usia. Penyebab tersering sesak pada anak adalah pneumonia,
asma, krisis akut sickle cell,tonsilitis, abses peritonsil, kistik fibrosis dan gangguan
pannik. 17
Anamnesis sangat penting dilakukan pada anak yang mengalami sesak
napas. Onset, durasi, kronisitas gejala ,faktor yang memperberat atau
meringankan, gejala atau keluhan yang sama sebelumnya, respon terhadap terapi
yang pernah dilakukan(13). Anamnesis pada pasien ini didapatkan sesak napas
yang dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak ini merupakan
sesak yang sudah berulang dengan faktor yang mencetuskan adalah suhu dingin,
sesak napas pada pasien disertai dengan bunyi menciut atau wheezing serta saat
serangan pasien bisa berbicara dalam kalimat.
Berdasarkan panduan nasional asma anak, pada pasien ini didapatkan
gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas dan
produksi sputum, yang muncul bila ada faktor pencetus seperti iritan dari suhu
dingin atau penyedap rasa, pengawet dan pewarna makanan serta aktifitas fisik.
Pada pasien, sesak napas muncul setelah berada di suhu yang dingin,
kemungkinan suhu yang dingin menjadi faktor pencetus. Pada pasien ini juga
didapatkan riwayat alergi berupa riwayat bersin-bersin di pagi hari yang
membuktikan adanya riwayat atopi pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan frekuensi napas dan
pemeriksaan auskultasi paru didapatkan wheezing di seluruh lapangan paru.
Wheezing yang terdengar dikedua lapangan paru berhubungan dengan adanya
penyempitan difus saluran napas dan adanya limitasi aliran udara(13). Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerja pada kasus ini adalah asma.
Menurut panduan nasional asma anak, labelisasi diagnosis asma pada anak harus
memuat kekerapan dan derajat pada saat serangan. Pada saat pasien datang,
pasien lebih senang dalam posisi duduk dibandingkan tidur dan bisa berbicara
34
dalam satu kalimat serta anak terlihat tidak gelisah, pada anak juga didapatkan
retraksi minimal. Keluhan sesak napas merupakan yang sudah berulang bagi
pasien dengan dengan episode >1x/minggu namun tidak setiap hari sehingga pada
pasien ditegakkan asma persisten serangan ringan sedang.
Pada kasus ini pasien juga mengeluhkan adanya batuk yang berdahak.
Batuk pada asma biasanya kering atau produktif minimal, namum bisa juga
berhubungan dengan adanya hipersekresi mukus. Pengukuran sekresi musin pada
sputum telah dilaporkan pada asma, kemungkinan melibatkan hiperplasia sel
goblet pada epitel bronkial dengan produksi sputum yang bervariasi(14).
Tatalaksana pada pasien asma serangan ringan-sedang diberikan
nebulisasi combivent per 6 jam, dexametason 3x200 mg injeksi, prednison 3x20
mg, dan Acetylsistein 3x200 mg po. Hal ini sudah sesuai dengan alur tatalaksana
berdasarkan pedoman nasional asma anak pada serangan ringan-sedang.

35
DAFTAR PUS TAKA

1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma and prvention. 2018
2. Ferrante, Giuliana and Stefania La Grutta. The burden of pediatric asthma.
Department of Science for Health Promotion and Mother and Child Care,
University of Palermo, Palermo, Italy. 2018: 6; 1-7.
3. World Helath Organization. Bronchial asthma. WHO 2018 (diakses
28/03/2022) https://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs206/en/.
4. Liansyah, Tita. Pendekatan kedokteran keluarga dalam penatalaksanaan terkini
serangan asma pada anak. Bagian Family Madicine Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 2014: 12; 175-180.
5. Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Ed 1. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
6. Rahajoe Noenong, Cissy B, Darmawan B, Bambang S. Pedoman Nasional
Asma Anak edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2016.
7. Laksana, Mukhamad. Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya kejadian
sesak napas penderita asma bronkial. Fakultas kedokteran universitas Lampung.
2015: 4; 64-68.
8. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta
: Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.76-80
9. Central for Disease Control and Prevention U.S Department of Health and
Human Services. Asthma: data, statistics, and surveillance. Georgia: U.S
Department of Health and Human Services; 2008 [diakses 28/03/2022] ;
Diakses dari: https://www.cdc.gov/asthma/asthmadata.htm
10. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. You can control your
asthma. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. h.2-4.
11. National Heart, Lung, and Blood Institute U.S Department of Health and
Human Services. Expert panel report 3: Guidlines for the diagnosis and
management of asthma. Bethesda: U.S Department of Health and Human
Services; 2007 [diakses 28/03/2022]

36
12. Pynn MC, Thornton CA, Davies GA. Asthma pathogenesis. Pulmão RJ
2012;21:11-17.
13. Tarasidis GS, Wilson KF. Diagnosis of asthma: clinical assessment. Int Forum
of Allergy and Rhinology 2015;5:22-25.
14. Guidlines and Protocols Advisory Committee British Columbia Ministry of
Health. Asthma in children – diagnosis and management. Victoria: British
Columbia Ministry of Health; 2015 [diakses: 28/03/2022] ; Diakses dari:
https://www2.gov.bc.ca/.../bc-guidelines/asthma-children
15. Liu AH, Covar RA, Spahn JD, Sicherer SH. Childhood asthma. Dalam:
Kliegman RM, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NF, Behrman RE,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. 20th Ed. Philadelphia: Saunders;
2016. h.1095-1103.
16. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R
et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Eur J Allergy Clin
Immunol 2012;67:976-997.
17. Sharma A. Respiratory distress. Dalam: Kliegman RM, Lye PS, Bordini BJ,
Toth H, Basel D, penyunting. Nelson pediatric symptom-based diagnosis.
Philadelphia: Saunders; 2018. h.39-45.
18. Niimi A. Cough and asthma. Current Resp Med Rev 2011;7:47-52.

37

Anda mungkin juga menyukai