PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya mengi
episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam
kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health Organization (WHO)
memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain
menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus
meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik,
maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan
datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering menyebabkan anak tidak
masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga, juga dapat
merusak fungsi sistem saraf pusat, menurunkan kualitas hidup penderitanya, dan
menimbulkan masalah pembiayaan. Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO
memperkirakan terdapat 250.000 kematian akibat asma.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak dapat
disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan
nafas pendek (Price, 1995). Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala
wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman,
adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan (Nelson, 1996).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang
berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada
malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang
luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan (GINA, 2006).
B. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan
ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat
yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal
tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun
1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di
Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut
7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8% (Naning, 1991).
Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari) (PDPI, 2003).
4. Pemeriksaan penunjang lain
a. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus .
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi
spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten,
tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif
dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan
penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik (PDPI,
2003).
b. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk
mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus
sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan (PDPI,
2003).
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu.
Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan
gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji
kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit
pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi (PDPI, 2003).
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding asma antara lain sbb :
1. Dewasa (PDPI, 2003).
a. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Pada PPOK sesak bersifat irreversibel, terjadi pada usia 40 tahun keatas dan
biasanya dengan riwayat paparan zat alergen dalam watu yang cukup lama.
b. Bronkitis kronik
Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk produktif yang terus menerus selama 3
bulan dalam 2 tahun berturut turut.
c. Gagal Jantung Kongestif
Sesak biasanya hilang timbul dan kumat-kumatan. Keluhan sesak biasanya terjadi
setelah melakukan aktivitas. Selain itu sesak nafas juga terjadi pada saat tidur
telentang sehingga pasien akan merasa lebih nyaman jika tidur mnggunakan 2-3 buah
bantal.
d. Obstruksi mekanis (misal tumor)
Keluhan sesak biasanya bertahan lama. Hal ini disebabkan karena adanya
penyempitan permanen dari saluran pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar
setiap saat.
Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800 ug
BD atau
ekivalennya) atau
Glukokortikostero
id inhalasi (400-
800 ug BD atau
ekivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiers
Persisten Berat Kombinasi inhalasi Prednisolon/
glukokortikosteroid metilprednisolon
(> 800 ug BD atau oral selang sehari
ekivalennya) dan 10 mg
agonis beta-2 kerja ditambah agonis
lama, ditambah 1 di beta-2 kerja lama
bawah ini: oral, ditambah
- teofilin lepas teofilin lepas
lambat lambat
- leukotriene
modifiers
- glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi
asma tetap terkontrol (PDPI, 2003).
Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi
Initial Assesment
Riwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF,
Saturasi Oksigen
Initial Treatment
Oksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi β2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik
glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan
(GINA, 2010).
Glukokortikosteroid inhalasi yang dapat digunakan pada penanganan Asma
1. Dewasa
Tabel 3. Glukokortikoid inhalasi untuk dewasa
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
dipropionate – 200-500 >500-1000 >1000-2000
CFC
Beclomethasone
dipropionate – 100-250 >250-500 >500-1000
HFA
Budesonide 200-400 >400-800 >8--0-1680
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320-1280
Flunisolide 500-1000 >1000-2000 >2000
Fluticazone
100-250 >250-500 >500-1000
propionate
Mumetasone fuoat 200 400 >800
Triamcinolone
400-1000 >1000-2000 >2000
acetonide
2. Anak-anak
Tabel 4. Glukokortikoid inhalasi untuk anak-anak
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
100-200 >200-400 >400
dipropionate
Budesonide 100-200 >200-400 >400
Budesenide neb 250-500 >500-1000 >1000
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320
Flunisolide 500-750 >750-1250 >1250
Fluticazone
100-200 >200-500 >500
propionate
Mumetasone
100 >200 >400
fuoat
Triamcinolone
400-800 >800-1200 >1200
acetonide
(GINA, 2010).
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM
JIWA Seperti serangan akut UGD/RS
Kesadaran berat ICU
berubah/menurun Pertimbangkan intubasi
Gelisah dan ventilasi mekanis
Sianosis
Gagal nafas
(PDPI, 2003).