Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2018


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Epiglotitis Akut

Disusun Oleh:
A.Muh Reza C.Noor
111 2016 2125

Pembimbing:
dr. H. Muh Ali Imran, Sp.THT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN THT-KL
RSUD ANDI MAKKASAU

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : A.Muh Reza C.Noor
Stambuk : 111 2016 2125
Judul : Epiglotitis Akut
Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu THT-KL, Universitas
Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2018

Pembimbing Dokter Muda

(dr. H. Muh Ali Imran, Sp.THT) (A.Muh Reza C.Noor)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Epiglotitis Akut"
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian THT-KL di Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau.
Dalam menyelesaikan Referat ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua penulis yang tidak henti-hentinya mendoakan yang
terbaik untuk keselamatan, kesehatan dan kesuksesan penulis dalam menjalani kehidupan
sehari-hari serta memberikan dukungan moral maupun finansial selama penulis
menyelesaikan studi.
Penulis juga ingin mengucapakan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Pembimbing referat ini dr. H. Muh Ali Imran, Sp.THT atas tenaga dan waktunya dalam
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama dalam tahap penyusunan
referat ini. Semoga amal dan budi baik dari semua pihak yang membantu mendapatkan
pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan
yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan karya ilmiah ini ke
depan. Penulis berharap referat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Pare pare, Maret 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi .................................................................................. 2
2.2. Epidemiologi ........................................................................ 2
2.3. Etiologi ................................................................................. 2
2.4. Anatomi laring........................................................................ 3
2.5. Fisiologi laring... .....................................................................5
2.6. Manifestasi Klinis……. ……………………………………..8
2.7. Diagnosis ................................................................................9
2.8. Diagnosis Banding .................................................................11
2.9. Penatalaksanaan..................................................................... 11
2.10. Komplikasi dan prognosis ………………………………….....13
BAB III KESIMPULAN ..............................................................................14
DAFTARPUSTAKA……...........................................................................15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Epiglotitis akut, atau biasa disebut juga supraglotitis atau laringitis

supraglotik, adalah keadaan inflamasi akut pada daerah supraglotis dari laring,

yang meliputi inflamasi pada epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan

ariepiglotika. Pada tahun 1900, Theisen pertama kali melaporkan kasus

epiglotitis akut sebagai “angina-peptiloides”. Sejak itu, epiglotitis akut

dipublikasikan secara luas dalam literatur pediatric.1

Epiglotitis biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada daerah

tersebut, dengan bakteri penyebab terbanyak adalah Haemophilus influenzae tipe

B. Epiglotitis paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2 – 4 tahun, namun

akhir - akhir ini dilaporkan bahwa prevalensi dan insidensinya meningkat pada

orang dewasa.2,3

Gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara

cepat. Pada pasien anak-anak, gejala yang paling sering ditemui adalah sesak

napas dan stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa

gejala yang terjadi lebih ringan, dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri

tenggorokan dan nyeri saat menelan.3,4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Epiglottitis adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis, meliputi epiglottis valekula, aritenoid, dan lipatan ariepiglotika,

sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik.1

2.2 Epidemiologi

epiglotitis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dengan insidensi pada

orang dewasa sekitar 2-4 kasus per 100.000 penduduk per tahun, dengan rasio pria

- wanita sekitar 2:1, dan terjadi pada anak-anak usia 2 - 4 tahun dan usia dekade

kelima dengan usia rata - rata sekitar 45 tahun. Namun akhir-akhir ini terdapat

bukti yang menyatakan bahwa prevalensi dan insidensi epiglotitis akut pada orang

dewasa meningkat, dibandingkan dengan pada anak-anak yang relatif menurun.

Rasio insidensi antara anak - anak dengan orang dewasa adalah 1 : 3. Penurunan

angka kejadian epiglotitis pada anak-anak ini terjadi sejak diperkenalkannya

vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe B (Hib).2,3

2.3 Etiologi

Organisme terbanyak yang menyebabkan epiglotitis akut adalah

Haemophilus influenza (25%) diikuti oleh H parainfluenzae, Streptococcus

pneumonia dan group A streptococci. Penyebab infeksi lain yang jarang

ditemukan seperti yang disebabkan Staphylococcus aureus, mycobacteria,

Bacteroides melaninogenicus, Enterobacter cloacae, Escherichia coli,

Fusobacterium necrophorum, Klebsiella pneumoniae, Neisseria meningitidis,

2
Pasteurella multocida, Herpes simplex virus (HSV), Candida dan Aspergillus

(pada pasien dengan immunocompromised).4

Penyebab non-infeksi dari epiglotitis akut dapat berupa penyebab trauma

pada saluran pernafasan atas (benda asing pada saluran pernapasan, iritasi bahan

kimia).faktor resiko dapat berupa tidak lengkapnya imunisasi atau keadaan

immunocompromised.4

2.4 Anatomi Laring

Sebagian besar laring dilapisi olch mukosa toraks bersilia yang dikenal

sebagai epircl rcspiratorius. Namun, bagian-bagian laring yang terpapar aliran

udara terbcsar, misalnya permukaan lingua pada epiglotis, permukaan superior

plika aricpiglotika, dan permukaan superior serta tepi bcbas korda vokalis sejati,

dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kclenjar penghasil mukus banyak

ditemukan dalam epitel respiratorius.5

Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah

epiglotis Tiga pita mukosa (satu plika glosoepiglotika mediana dan dua plika

glosoepiglotika lateralis) mcluas dari epiglotis ke lidah. Di anlara pita mcdiana

dan setiap pita lateral terdapat suatu kantung kecil, vaitu valekula. Di bawah tepi

bebas epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang

dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing-rnasing

aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bcbas dari epiglotis adalah plika

ariepiglotika, merupakan suatu mernbrana kuadrangularis yang dilapisi mukosa.

Di lateral plika ariepiglotika tcrdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini

bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga di mana tidak

3
rnemiliki dinding posterior. Dinding mcdialnya di bagian atas adalah kartilago

kuadrangularis dan di bagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot-otot lateral

yang nrelekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Di

sebelah posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis

dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus csophagi yang

dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat. 5

Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horisontal yang berasal dari

aritenoid dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior

adalah korda vokalis palsu atau pita ventrikular, dan lateral terhadap korda vokalis

sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrana

kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior

konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda

vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa

akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek.

Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior

ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal

sebagai sakulus laringis, di mana terdapat sejumlah kelenjar mukus yang diduga

melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal sebagai

laringokel.5

4
Gambar 2.1 Anatomi Laring6

2.5 Fisiologi Laring

Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun

ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan

fonasi. Kenyataannya secara filogenetik, laring mula-mula berkembang sebagai

5
suatu sfingter yang melindungi saluran pernapasan, sementara perkembangan

suara merupakan peristiwa yang terjadi belakangan. Perlindungan jalan napas

selama aksi menelan terjadi melalui berbagai mekanisme berbeda. Aditus laringis

sendiri tertutup oleh kerja sfinter dari otot tiroaritenoideus dalam plika

ariepiglotika dan korda vokalis palsu, disamping aduksi korda vocalis sejati dan

aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya. Elevasi laring di

bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis

dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus. Struktur ini mengalihkan

makanan ke lateral, menjauhi aditus laringis dan masuk ke sinus piriformis,

selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi

bersamaan mempermudah jalan makanan ke dalam esofagus sehingga tidak

masuk ke laring. Di samping itu, respirasi juga dihambat selama proses menelan

melalui suatu refleks yang diperantarai reseptor pada mukosa daerah supraglotis.

Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.5

Selama respirasi tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat

penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung

seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru.

Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati memungkinkan laring berfungsi

sebagai katup tekanan bila menutup memungkinkan peningkatan tekanan

intratorakal yang diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan misalnya

mengangkat berat atau defekasi. Pelepasan tekanan secara mendadak

menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi alveoli

terminal dari paru dan membersihkan sekret atau partikel makanan yang berakhir

6
dalam aditus laringis, selain semua mekanisme proteksi lain yang disebutkan di

atas.5

Namun pembentukan suara agaknya merupakan fungsi laring yang paling

kompleks dan paling baik diteliti. Penemuan sistem pengamatan serat optik dan

stroboskop yang dapat dikordinasikan dengan frekuensi suara yang sangat

membantu dalam memahami fenomena itu. Korda vokalis sejati yang teraduksi,

kini di duga berfungsi sebagai alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang di

paksa antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot-otot ekspirasi. Nada dasar

yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring

(krikotiroideus) berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan

mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan tegangan

korda itu sendiri. Otot ekstralaring juga dapat ikut berperan. Demikian pula karena

posisi laring manusia lebih rendah, maka sebagian faring, di samping rongga

hidung dan sinus paranasalis dapat dimanfaatkan untuk perubahan nada yang

dihasilkan laring. Semua itu dipantau melalui suatu mekanisme umpan balik yang

terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri yang kurang

dimengerti. Sebaliknya kekerasan suara pada hakikatnya proporsional dengan

tekanan aliran udara subglottis yang menimbulkan gerakan korda vokalis sejati.

Di lain pihak, berbisik diduga terjadi akibat lolosnya udara melalui komisura

posterior di antara aritenoid yang terabduksi tanpa getaran korda vokalis sejati.5

7
2.6 Manifestasi klinis

Onset dan perkembangan gejala yang terjadi pada pasien epiglotitis akut

berlangsung dengan cepat. Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri

tenggorok, nyeri menelan / sulit menelan. Prediktor adanya obstruksi saluran

napas adalah perkembangan yang cepat dalam 8 jam setelah onset gejala, terdapat

stridor inspiratoar, saliva yang menggenang, laju pernapasan lebih dari 20 kali

permenit, dispnea, retraksi dinding dada dan posisi tubuh yang tegak. Selain itu,

tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien dengan epiglotitis akut adalah

demam, nyeri pada palpasi ringan leher, dan batuk.2,3

Pada anak-anak, manifestasi klinik yang nampak akan terlihat lebih berat

dibandingkan pada orang dewasa. Tiga tanda yang paling sering ditemui adalah

demam, sulit bernapas, dan iritabilitas. Anak-anak akan terlihat toksik, dan terlihat

tanda-tanda adanya obstruksi saluran napas atas. Akan terlihat pernapasan yang

dangkal, stridor inspiratoar, retraksi, dan saliva yang banyak. Selain itu juga

terdapat nyeri tenggorok yang hebat dan disfagia. Berbicara pun terbatas akibat

nyeri yang dirasakan. Batuk dan suara serak biasanya tidak ditemukan, namun

bisa terdapat suara menggumam. Stridor muncul ketika saluran napas hampir

sepenuhnya tertutup. Anak-anak biasanya akan melakukan posisi “tripod” (pasien

duduk dengan tangan mencengkram pinggir tempat tidur, lidah menjulur dan

kepala lurus ke depan). Laringospasme dapat muncul secara tiba-tiba dengan

adanya aspirasi sekret ke saluran napas yang telah menyempit dan menimbulkan

respiratory arrest.7

8
2.7 Diagnosis

Epiglotitis akut dapat ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditemukan adanya disfagia, sakit tenggorokan dan

demam, biasanya seorang anak akan menolak untuk makan. Dispnue progresif,

penderita lebih suka posisi duduk tegak atau bersandar ke depan (kadang dengan

siku yang diletakkan di lutut, dikenal dengan tripod position.3

Pemeriksaan Fisis

Dari pemeriksaan fisis laringoskopi indirect dapat terlihat epiglotis dan

daerah sekitarnya yang eritematosa (chery red epiglottis), membengkak.

Laringoskop fiberoptik merupakan pemeriksaan terbaik yang dianjurkan untuk

melihat epiglotis secara langsung.3

Gambar 2.2 (a) Laringoskopi Indirek, (b) Laringoskopi direk

9
Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi

Penggunaan pemeriksaan radiologis pada pasien dengan epiglotitis akut

masih kontroversial. Meskipun diketahui bahwa epiglotitis dapat didiagnosis dari

radiografi lateral leher, masih dipertanyakan apakah prosedur ini aman dan

memang diperlukan.8 Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan gambaran

“thumb sign”, yaitu bayangan dari epiglotis globular yang membengkak, terlihat

penebalan lipatan ariepiglotika, dan distensi dari hipofaring. Terkadang, epiglotis

itu sendiri tidak membengkak, namun daerah supraglotis masih terlihat tidak jelas

dan nampak kabur akibat edema dari struktur supraglotis yang lain. Pada kasus

yang berat, terapi tidak boleh ditunda untuk melakukan pemeriksaan radiografi.

Jika radiografi memang dibutuhkan, pemeriksaan harus didampingi dengan

personil yang dapat mengintubasi pasien secara cepat ketika obstruksi saluran

napas memberat atau telah tertutup seluruhnya.4,7

Gambar 2.3 Gambaran radiologi “Thumb sign” pada Epiglotitis akut8

10
2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak spesifik pada pasien dengan epiglotitis

dan dilakukan ketika saluran napas pasien telah diamankan. Jumlah leukosit dapat

meningkat Kultur darah dapat diambil, terutama jika pasien terlihat tidak baik

secara sistemik. Kultur biasanya memberikan hasil yang positif pada 25% kasus.8

2.8 Diagnosis Banding

Karakteristik Epiglottitis Laringotrakeo- Trakeitis


(Supraglotitis) bronkitis bakterialis
(infraglotitis)
Etiology Bakteri Virus Virus dan sering
bakteri
Usia 3-6 tahun Di bawah 3 tahun 8-15 tahun
Onset Tiba-tiba Perlahan-lahan Perlahan-lahan
Stridor Inspirasi Inspirasi dan Inspirasi dan
ekspirasi ekspirasi
Batuk - Kering Produktif
Suara muffled, lembut. Kasar, serak -
Menelan Sulit, sakit, Tidak Biasanya sulit
mengiler berpengaruh dan sakit
(drooling)
Demam Tinggi Kadang subfebris Sedang
Leukositosis ++ - +
Foto Rontgen Thumb sign Steeple sign
Tabel 2.1 differential diagnosis dari epiglottitis akut9

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada

mengurangi obstruksi saluran napas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta

mengeradikasi agen penyebab. Pada pasien dengan keadaan yang tidak stabil,

penatalaksanaan saluran napas sangat diperlukan. Tanda dan gejala yang

berhubungan dengan kebutuhan intubasi termasuk distres pernapasan, keadaan

saluran napas yang membahayakan yang ditemukan saat pemeriksaan, stridor,

11
ketidakmampuan untuk menelan, saliva yang menggenang, dan keadaan yang

makin memburuk dalam 8 - 12 jam. Keadaan pasien dapat memburuk secara

cepat, dan peralatan untuk membuka saluran napas harus tersedia. Jika intubasi

gagal, dapat dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi segera.4,10

Ekstubasi biasanya dapat dilakukan setelah 48 hingga 72 jam, di mana

edema telah berkurang dan terdapat kebocoran udara di sekeliling selang

endotrakeal. Kriteria untuk ekstubasi termasuk berkurangnya eritema,

berkurangnya edema epiglotis, atau secara empiris setelah 48 jam intubasi.

Laringoskopi fiber optik transnasal dapat dilakukan untuk menilai resolusi dari

edema sebelum dilakukan ekstubasi.3,4,10

Antibiotik intravena dapat dimulai sesegera mungkin dan harus

broadspectrum mencakup gram + seperti amoksisilin/asam klavulanat atau

sefalosporin generasi ketiga, seperti seftriakson. Kortikosteroid sering

direkomendasikan untuk epiglottitis dalam mengurangi inflamasi dan durasi

perawatan.10

12
2.10 Komplikasi dan Prognosis

Meskipun epiglotitis akut itu sendiri merupakan penyakit yang dapat

mengancam jiwa, infeksi lain dapat terjadi secara bersamaan. Komplikasi paling

sering adalah pneumonia. Infeksi konkomitan dengan Haemophilus influenzae

yang lain termasuk meningitis, adenitis servikal, perikarditis, dan otitis media.

Selain itu, dapat juga terjadi abses epiglotis dan uvulitis. Komplikasi non-infeksi

juga dapat terjadi pada pasien dengan epiglottitis yaitu obstruksi saluran napas

yang menyeluruh dan respiratory arrest .11

Mortalitas pada pasien anak-anak telah menurun dari 7,1% menjadi 0,9%

sejak digunakannya intervensi saluran napas profilaksis. Mortalitas pada orang

dewasa sekitar 1 - 7%, namun jika terjadi obstruksi, mortalitas menjadi 17,6%.11

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah

supraglotis meliputi epiglottis, valekula, arytenoid, dan lipatan ariepiglotica,

sehingga sering juga disebut dengan supraglotitis atau laringitis supraglotik.

 Epiglottitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, yang paling sering

ditemukan ialah haemophilus influenza tipe b, namun dapat juga disebabkan

virus atau jamur, selain itu juga terdapat penyebab non infeksi seperti trauma

pada saluran pernafasan atas (benda asing pada saluran pernapasan, iritasi bahan

kimia).faktor resiko dapat berupa tidak lengkapnya imunisasi atau keadaan

immunocompromised.

 Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan, nyeri menelan, sulit

menelan dan sulit bernapas.

 Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi

obstruksi saluran napas dan menjaganya agar tetap terbuka, serta mengeradikasi

agen penyebab.

 Epiglotitis dapat menjadi fatal jika terlambat terdiagnosis karena dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin Lindquist, MD,2016. Acute Epiglottitis: A case study.

California: Permanente journal.

2. Imtiaz madjid, 2009. Acute epiglottitis: a retrospective review of 47

patient in kuwait . Kuwait: Kuwait university.

3. Vincente pino rivero. 2007. Acute epiglottitis in adult. Diagnosis and

treatment in our experiment of 30 cases. Spain: Elsevier.

4. Robert Charles, 2013. Acute epiglottitis. UK: British Medical journal.

5. Adams GL, Boies LR, Higler PA, 1997. Laring. In: Boies Buku Ajar

Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta: EGC;. hal369-396

6. Sobotta, 2010. Sobotta atlas anatomi manusia Edisi 21.Jakarta: EGC.

7. J lance lichtor,MD,2016. Epiglottitis it hasn’t gone away. New Haven,

Wolters Kluwer Health.

8. Claude Abdallah. 2012. Acute Epiglottitis: trends, diagnosis and

management. Washington D.C: George Washington university

departement anesthesia.

9. Probft R, Grevers G.2006. Infectious Diseases of the Larynx and Trachea

in Children. In :Basic Otorhinolaryngology.Stutgard, New York. Thieme.

hal354-356.

10. Mohannad Al qudah,MD. 2009. Acute adult supraglottitis: current

management and treatment, Yordania : Jordan University department

ORL-HNS.

15
11. Cummings, C.W. et al. Cummings Otolaryngology - Head & Neck

Surgery. 4th Ed. USA: Elsevier; 2010: 2065-2075.

16

Anda mungkin juga menyukai