Anda di halaman 1dari 58

PENGKAJIAN RESEP PENGOBATAN PENYAKIT ASMA

Apotek

TUGAS KHUSUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
APOTEK KIMIA FARMA NO. 115, NO. 143 DAN NO. 147
PERIODE OKTOBER 2016

Oleh:
Adinda Mutiarini
Alvinda Heriza Nasution
Ayen Febriani
Cici Novita Ickhrom
Desy Susanti
Kasmadwardi
Teguh Priyanto

JAKARTA 2016
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Tugas Khusus ini
dapat terselesaikan.
Tugas khusus “Pengkajian Resep Pengobatan Penyakit Asma” disusun untuk
memenuhi tugas PKPA di Apotik Kimia Farma selain itu untuk membahas
mengenai peresepan obat yang sesuai dan rasional serta untuk mengetahui penyakit
asma hingga penatalaksanaan terapi yang digunakan untuk mengatasi asma. Penulis
berharap agar tugas khusus “Pengkajian Resep Pengobatan
Penyakit Asma” ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa PKPA khususnya dan bagi
praktisi medis pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas khusus ini, masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun untuk proses pembelajaran yang lebih baik.

Jakarta, Oktober 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Asma .......................................................................................... 3
2.2 Patofiologi Asma ...................................................................................... 4
2.3 Manifestasi Klinik .................................................................................... 5
2.4 Klasifikasi Asma ...................................................................................... 6
2.5 Penyebab Asma ........................................................................................ 7
2.6 Gejala Asma ............................................................................................. 9
2.7 Diagnosis .................................................................................................. 10
2.8 Penatalaksanaan Asma ............................................................................. 12
2.9 Pengobatan dan Terapi Asma................................................................... 13
2.10 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ......................................................... 23

BAB III METODELOGI PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS


3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan .............................................................. 25
3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan ................................................................. 25
3.2 Cara Kerja ............................................................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No 115 ................... 26
4.2 Hasil dan Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No 143 ................... 39
4.3 Hasil dan Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No 147 ................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

iii
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 51
5.2 Saran ......................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 52

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk., 2011). Asma merupakan satu diantara
beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu
serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan
berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi,
penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih
lama, sering menjadi problem tersendiri.

Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat
bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit
asma terus mengalami peningkatan, baik di negara maju maupun di negara sedang
berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering dijumpai,
dengan estimasi 300 juta orang penderita di seluruh dunia, terutama pada anak – anak
(GINA, 2014). Jumlah pasien asma diperkirakan mencapai 300 juta orang, dan jumlah
pasien yang meninggal karena serangan asma mencapai 255.000 orang (WHO, 2005).
Penyakit sistem pernapasan, merupakan penyebab 17,4% kematian di dunia, dengan
urutan sebagai berikut: infeksi paru (7,2%), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
(4,8%), tuberkulosis (TB) (3%), kanker paru (2,1%) dan asma (0,3%) (WHO, 2005).

Karena pentingnya kesehatan dan cukup tingginya prevalensi penyakit asma, berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi asma di masyarakat, salah
satunya dengan terselenggaranya suatu sistem pelayanan kesehatan. Pelayanan
kefarmasian merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pelayanan

1
kesehatan yang terdiri dari kegiatan manajerial dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
farmasi klinik menjadi tanggung jawab apoteker yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah serta menyelesaikan masalah terkait obat guna meningkatkan kualitas hidup
pasien (Menkes, 2014).
Apoteker berperan yang cukup besar dalam peningkatan dan memeliharakontrol asma
dan kualitas hidup pasien penderita asma. Keberhasilan dalam peningkatan kontrol
asmakualitas hidup pasien asma baik yang dewasa maupun anak – anak tidak terlepas
dariperan apoteker dalam memberikan informasi mengenai penyakit
asma,rekomendasikan penggunaan inhaler secara tepat kepada pasien,
mengingatkankembali indikasi yang diberikan oleh dokter dan kemungkinan efek
samping(González-Martin dkk., 2003; Mehuys dkk., 2008).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui resep yang diberikan oleh dokter sesuai, rasional dan
memenuhi penatalaksanaan pengobatan pada penyakit asma.
2. Untuk mengetahui informasi yang harus diberikan ke pasien pada saat pemberian
informasi obat dan konseling.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apakah resep yang diberikan dokter telah sesuai, rasional dan memenuhi
penatalaksanaan pengobatan pada penyakit asma?
2. Apakah informasi yang harus diberikan ke pasien pada saat pemberian informasi
obat dan konseling?

2
BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Asma

Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat menimbulkan gejala
mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama pada malam dan atau dini hari
yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel dan
elemennya, di mana dapat menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.
Pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan
menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.

Gambar 2.1 Hubungan antara inflamasi, gejala klinis, dan patofisiologi Asma

3
2.2 Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,
virus dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi
melalui 2 jalur yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh
antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat
dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitiasi, antibodi IgE orang tersebut
meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik
eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot
polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase
cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.
Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi
setelah 6-8 jam pajanan lergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang
sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosonofil, sel T, sel mast dan Antigen
Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma (Rengganis,
2008).

Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
vagal menyebabkan reflex bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang
terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa
keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap dan kabut. Pada keadaan tersebut reaksi

4
asma terjadi melalui reflex saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepaskannya neuropeptida sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP). Neuro peptida itulah yang menyebabkan
terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir dan
aktivasi sel-sel inflamasi (Rengganis, 2008).

2.3 Manifestasi klinik


Asma dikarakteristikkan dengan penyebab yang bervariasi dan tidak dapat
diperkirakan. Gejala yang umum terjadi adalah wheezing (mengi), sulit bernapas, dada
sesak dan batuk, biasanya terjadi pada malam hari dan menjelang pagi, yang merupakan
tipe dari asma. Serangan asma bisa terjadi hanya dalam beberapa menit sampai
beberapa jam. Pada saat tidak terjadi serangan, fungsi paru pasien tampak normal (Lewis,
et al. 2007).

Karakteristik manifestasi klinis dari asma adalah wheezing (mengi), batuk,


dyspnea, dan dada sesak setelah terpapar oleh faktor-faktor presipitasi atau serangan
tersebut. Mekanisme yang terjadi adalah tahapan ekspirasi (mengeluarkan udara
setelah bernafas) menjadi memanjang. Secara normal rasio antara inspirasi dan
ekspirasi adalah satu berbanding dua (1:2), pada saat serangan asma bisa memanjang
menjadi 1:3 atau 1:4. Normalnya bronkiola menyempit (kontriksi) pada saat ekspirasi
sehingga berakibat pada bronkospasme, edema danadanya mukus pada bronkiola, jalan
nafas menjadi menyempit dari keadaan normal (Lewis, et al. 2007).

Wheezing merupakan tanda yang tidak dapat dipercaya untuk mengukur tingkat
keparahan serangan. Beberapa pasien dengan serangan ringan, wheezing terdengarkeras
sedangkan pasien yang mengalami serangan berat, tidak ada tanda wheezing. Pasien
dengan serangan asma yang berat tidak terdengar adanya wheezing karena terjadi
penurunan aliran udara. Bila wheezing terjadi, pasien dapat memindahkan cukup
udara untuk memproduksi suara. Wheezing biasanya terjadi pada saat pertama
ekhalasi. Pada peningkatan gejala asma, pasien dapat mengalami wheezing selama
inspirasi dan ekspirasi (Lewis, et al. 2007).

5
Pada beberapa pasien dengan asma, batuk hanya merupakan gejala dan sering disebut
cough variant asthma. Bronkospasme tidak dapat menjadi cukup parah yang
menyebabkan gangguan aliran udara tetapi tidak meningkatkan tonus bronkial dan
menyebabkan iritasi dengan menstimulasi reseptor batuk. Batuk yang terjadi bisa
tidak produktif. Sekresi yang dikeluarkan bisa kental, lengket, putih, mukus seperti
agar-agar sehingga sulit untuk dikeluarkan (Lewis, et al. 2007).

Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Beberapa pasien mungkin hanya memiliki
batuk kering kronis dan yang lain mengalami batuk yang produktif. Beberapa pasien
memiliki batuk yang tidak sering, serangan asma mendadak dan lainnya dapat menderita
gejala itu hampir secara terus menerus. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau
mungkin dipercepat atau diperberat dengan banyak pemicu atau pencetus yang berbeda
seperti yang telah dijelaskan diatas. Frekuensi gejala asma mungkin semakin buruk di
malam hari, variasi sirkadian pada tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai
titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala-gejala dari bronkokontriksi
(Tierney, McPhee, Papadakis, 2002).

2.4 Klasifikasi Asma


Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan
aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan
perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat
pengobatan.
Derajat asma Gejala Fungsi Paru
I. Intermiten Siang hari <2 kali per Variabilitas APE <
minggu 20%
Malam hari <2 kali per VEP1 >80% nilai
bulan prediksi
Serangan singkat Tidak APE >80% nilai
ada gejala antar terbaik
serangan
Intensitas serangan
bervariasi

6
II. Persisten Siang hari > 2 kali per Variabilitas APE 20 -
Ringan minggu, tetapi < 1 kali 30%
per hari VEP1 >80% nilai
Malam hari > 2 kali per prediksi
bulan APE >80% nilai
Serangan dapat terbaik
mempengaruhi aktifitas
III. Persisten Siang hari ada gejala Variabilitas APE >
Sedang Malam hari > 1 kali per 30%
minggu Serangan VEP1 60-80% nilai
mempengaruhi prediksi
aktifitas Serangan >2 APE 60-80% nilai
kali per minggu terbaik
Serangan berlangsung
berhari-hari Sehari-
hari menggunakan
inhalasi β2-agonis
short acting

IV. Persisten Siang hari terus Variabilitas APE >


Berat menerus ada gejala 30%
Setiap malam hari VEP1 <60% nilai
sering timbul gejala prediksi
Aktifitas fisik terbatas APE <60% nilai
Sering timbul serangan terbaik

Tabel 1 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit


APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

2.5 Penyebab Asma


Terdapat tiga proses yang menyebabkan pasien mengalami asma yaitu sensitisasi,
inflamasi dan serangan asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan.
a. Sensitisasi yaitu individu dengan risiko genetik (alergik/atopi, hipereaktivitas bronkus,
jenis kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap
rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya
keluarga) apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan

7
menimbulkan sensitisasi pada dirinya. Faktor pemicu tersebut adalah alergen dalam
ruangan: tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan
pajanan asap rokok.
b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu menjadi asma.
Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi proses inflamasi pada
saluran napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat
secara klinis berhubungan dengan hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah
rinovirus, ozon dan pemakaian β2 agonis.
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan oleh
pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (Depkes RI, 2009).

Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan
aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin . Secara umum faktor pencetus
serangan asma adalah:
1) Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu binatang,
tepung sari, beberapa makanan laut (Muttaqin, 2008). Makanan lain yang dapat
menjadi faktor pencetus adalah telur, kacang, bahan penyedap, pengawet, pewarna
makanan dan susu sapi (Depkes RI, 2009).
2) infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua pertiga pasien
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan
(Muttaqin, 2008). Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin
atau obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS), atau dapat juga terjadi karena
mendapatkan pemicu seperti debu dan bulu binatang di tempat kerja yang
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas yang berulang. Ini disebut dengan
occupational asthma yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan.

8
3) Tekanan jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya, ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak Ekspresi emosi yang
dimunculkan secara berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus asma.
4) Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Serangan asma karena exercise (Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi segera setelah
olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan bersepeda merupakan
dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma.
5) Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu. Obat tersebut misalnya
golongan aspirin, NSAID, beta bloker, dan lain-lain (Depkes RI, 2009)
6) Polusi udara Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
fotokemikal serta bau yang tajam.
2.6 Gejala Asma
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
a. batuk terutama pada malam atau dini hari
b. sesak napas
c. napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya d.
rasa berat di dada
e. dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah: a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
e. Kesadaran menurun

9
2.7 Diagnosis
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan
anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik.

a. Anamnesis
1. Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu: Asma
bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
2. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman,
riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma
3. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada
dan berdahak yang berulang
4. Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari
5. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik
6. Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

b. Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal
Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah mengi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan
fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala
obstruksi saluran pernapasan Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin
mengecil oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus.
Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang mengecil
(hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak
napas, dan mengi.

10
Gambar 2.macam-macam PEF meter

Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan
napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang
dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :Penuntun meteran
dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian
diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian
mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka
tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.

Gambar 3. Cara mengukur arus puncak eskpirasi dengan PEF meter


Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat
memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah

11
inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini tergantung pada
siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini <
20%.

2.8 Penatalaksaan Asma


Tujuan utama penatalaksanaan asma menurut PDPI (2003) adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal kembali tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Terdapat tujuh komponen program
penatalaksanaan asma yaitu: a. Edukasi
Pengetahuan yang baik akan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan dari
seluruh edukasi adalah membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma. Edukasi terkait dengan cara dan waktu penggunaan obat, menghindari
pencetus, mengenali efek samping obat dan kegunaan kontrol teratur pada pengobatan
asma. Bentuk pemberian edukasi dapat berupa komunikasi saat berobat, ceramah, latihan,
diskusi, sharing, leaflet, dan lain-lain
b. Menilai dan memonitor derajat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1 – 6 bulan dan monitoring asma oleh pasien dilakukan
pada penatalaksanaan asma. Ini dikarenakan berbagai faktor yaitu gejala dan berat asma
berubah sehingga membutuhkan perubahan terapi, pajanan pencetus menyebabkan
perubahan pada asma, dan daya ingat serta motivasi pasien perlu direview sehingga
membantu penanganan asma secara mandiri. Pemeriksaan faal paru, respon pengobatan
saat serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum menjadi serius, respon
pengobatan jangka panjang, dan identifikasi pencetus perlu dimonitor secara berkala.
c. Mengidentifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
Pasien asma ada yang dengan mudah mengenali faktor pencetus namun ada juga yang
tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Identifikasi faktor pencetus perlu
dilakukan dengan berbagai pertanyaan mengenai beberapa hal yang dapat sebagai
pencetus serangan seperti alergen yang dihirup, pajanan lingkungan kerja, polutan dan
iritan di dalam dan di luar ruangan, asap rokok, refluks gastroesofagus dan sensitif dengan
obat-obatan

12
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan
parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Obat-obatan asma ditujukan untuk
mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas yang terdiri atas pengontrol dan
pelega. Pengontrol merupakan medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten.

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol


bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20 %
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

2.9 Pengobatan dan Terapi Asma


1. Tujuan terapi
a. Asma kronik
• Memelihara kemamuan aktivitas normal, termasuk olahraga
• Memelihara kemampuan paru-paru normal atau mendekati normal
• Mencegah timbulnya gejaa sepeti batuk dan sesak napas pada malam, pagi atau
setelag berolahraga
• Mencegah timbulnya asma lebih berat
b. Asma akut dan berat
• Menghilangkan obstruksi saluran pernapasan dengan cepat
• Memperbaiki hipoksia yang terjadi
• Mengembalikan fungsi paru ke normal secepat mungkin

13
• Membuat perencanaan tertulis jika terjadi kegawatan dimasa yang akan datang
2. Terapi non farmakologi pada asma
a. Edukasi yang berkaitan dengan program pengobatan
b. Menhindari alergen yang dapat mentriger timbulnya asma dan mengurangi
sensitifitas bronkus karena binatang atau asap roko
c. Pasien asma aku dan berat harus menyediakan dan mempunyai persedian gas
oksigen
d. Penyuluhan tentang asma untuk pasien dan keluarganya 3. Terapi farmakologi
a. Simpatomimetik
MekanismeKerja
Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :
1) Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi,
dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
2) Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan
irama jantung.
3) Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens
mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama
penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat
simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling
efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung
melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat
dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan
(misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan
secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat
farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi asma.

Bronkodilator Simpatomimetik : Efek


Farmakologi dan Sifat Farmakokinetik

14
Simpatomim Aktivitas Potensi Rute Onset (menit) Durasi
etik Reseptor β2 a (jam)
Adrenergi
k
Albuterolb M β1< β2 2 Oral 30 4-8
M Inh c 30 3-6
Bitolterolb β1< β2 5 Inh 2-4 5 >8
Efedrin α β1β2 - PO 15 sampai 60 3 sampai 5

SC > 20 <1
IM 10 sampai 20 <1
IV segera -
Epinefrin α β1β2 - SC 5 sampai 10 4 sampai 6
IM - 1 sampai 4
Inh c 1 sampai 5 1 sampai 3
Isoetharinb β1< β2 6 Inh c dalam 5 2 sampai 3
Isoprotereno β1< β2 1 IV segera <1
l Inh c 2 sampai 5 1 sampai 3
Metaprotere β1< β2 15 PO mendekati 30 4
nolb Inh c 5 sampai 30 1 sampai 6
Salmeterolb β1< β2 0,5 Inh dalam 20 12
Pirbuterolb β1< β2 5 Inh dalam 5 5
Terbutalinb β1< β2 4 PO 30 4 sampai 8
SC 5 sampai 15 1,5 sampai
4
Inh 5 sampai 30 3 sampai 6
Tabel 2. Perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik bronkodilator
simpatomimetik

• Indikasi
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan,
bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala
yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti
albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan
gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
• Dosis dan cara penggunaannya

15
Nama obat Bentuk sediaan dosis
Albuterol Aerosol Dewasa dan Anak > 4 2 inhalasi setiap 4
tahun sampai 6 jam.
(usia 12 tahun dan
lebih untuk
pencegahan

Tablet Dewasa dan anak (usia Dosis awal 2-4 mg , 3


atau 4 kali sehari
12 tahun dan
(dosis jangan
lebih) melebihi 32 mg sehari
Anak-anak 6-12 tahun 2 mg , 3 atau 4 kali
sehari
Pasien lanjut usia dan Dosis awal 2 mg,
sensitif terhadap 3 atau 4 kali sehari
stimulan β adrenergik Jika bronkodilasi tidak
tercapai, dosis dapat
ditingkatkan menjadi
8 mg, 3 atau
4 kali sehari.
Tablet lepas Dewasa dan anak Dosis direkomendasi
lebih 12 th 8 mg tiap 12 jam
Sirup Dewasa dan anak lebih Dosis umu 2 atau 4 mg
12 th sehari
Anak-anak 6-12 th Dosis awal 2 mg, 2
atau 4 kali sehari
Bitolterol Cairan untuk Dewasa dan Anak lebih 2 inhalasi dengan
Inhalasi 0,2% dari 12 tahun : interval 1-3 menit

Efedrin Tablet Dewasa dan Anak 12,5 – 25 mg setiap 4


sulfat lebih dari 12 tahun jam, dosis jangan
melebihi 150 mg
dalam 24 jam
Epinefrin Aerosol Dewasa dan Anak 4 Mulai dengan satu

16
tahun atau lebih inhalasi, kemudian
tunggu sampai 1
menit, jika perlu,
gunakan sekali lagi.
Jangan digunakan lagi
sampai lebih dari 3
jam.
Terbutalin Tablet Dewasa dan Anak 2,5 mg, 3 kali sehari
lebih dari 15 tahun
Tabel 3. Dosis golongan bronkodilator simpatomimetik

• Efek samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek
kumulatif yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada
beberapa kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk semantara waktu.
Nama Obat Efek Samping
Albuterol Bronkhitis (1,5–4)%, epistaksis (1-3)%,
peningkatan nafsu makan, sakit perut (3%),,
kram otot (1-3)%.
Bitolterol Sakit kepala ringan (6,8%), efek pada
kardiovaskular kira-kira 5%.
Isoproterenol Bronchitis (5%)
Metaprotereno Keparahan asma (1-4)%
l
Salmeterol Sakit pada sendi/punggung, kram otot,
mialgia, sakit pada otot (1-3)%, infeksi
saluran pernapasan atas,.nasifaringitis
(14%), penyakit pada rongga hidung atau
sinus (6%), infeksi saluran pernapasan
bawah (4%), alergi rinitis (lebih dari 3%),
rinitis, laringitis, trakeitis/bronkitis (1-3)%,
rasa lemas, influenza (lebih dari 3%),
Tabel 4. Efek samping obat Bronkodilator Simpatomimetik
• Kontraindikasi
Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi terhadap
obat dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang berhubungan
dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan terapi inotopik,
takikardia atau blok jantung yang berhubungan dengan intoksikasi digitalis (karena
isoproterenol), dengan kerusakan otak organik, anestesia lokal di daerah tertentu (jari

17
tangan jari kaki) karena adanya risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi
jantung, insufisiensi jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena
efinefrin); pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut
sempit, syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi atau
siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).

A. Xantin
• Mekanisme kerja
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi
secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter
esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan
pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada
orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki
kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
• Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasma
reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Dosis dan cara
penggunaan a. Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal
untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara parenteral,
monitoring ketat dan perawatan intensif. Berikut adalah dosis untuk pasien yang belum
menggunakan aminofilin.

Pasien Dosis awal Dosis pemeliharaan


Anak 1-9 tahun 6,3 mg/kg a 1 mg/kg/jam a
Anak 9-16 tahun dan 6,3 mg/kg a 0,8 mg/kg/jam a
perokok dewasa
Dewasa bukan perokok 6,3 mg/kg a 0,5 mg/kg/jam a
Orang lanjut usia dan pasien 6.3 mg/kg a 0,3 mg/kg/jam a
dengan gangguan paru-paru

18
Pasien gagal jantung 6.4 mg/kg a 0,1-0,2 mg/kg/jam a
kongestiv
Tabel 5. Dosis aminofilin
b. Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon
klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin
anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20 mcg/mL.
Berikut adalah dosis yang direkomendasikan untuk pasien yang belum menggunakan
teofilin.
Pasien Dosis Oral Awal Dosis Pemeliharaan
Anak 1-9 tahun 5 mg/kg 4 mg/kg setiap 6 jam
Anak 9-16 tahun dan 5 mg/kg 3 mg/kg setiap 6 jam
dewasa perokok
Dewasa bukan perokok 5 mg/kg 3 mg/kg setiap 8 jam
Orang lanjut usia dan 5 mg/kg 2 mg/kg setiap 8 jam
pasien dengan gangguan
paru-paru
Pasien gagal jantung 5 mg/kg 1-2 mg/kg setiap 12
kongestive jam
Tabel 6. Dosis teofilin
B. Anti kolinergik
a. Ipratropium Bromida
• Mekanisme kerja
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang
akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.
Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat
sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan
penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa
hidung.
• Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain
(terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik
dan emfisema. Dosis dan cara penggunaan
Bentuk Sediaan Dosis

19
Aerosol 2 inhalasi (36 mcg) empat kali
sehari. Pasien boleh menggunakan
dosis tambahan tetapi tidak boleh
melebihi 12 inhalasi dalam sehari
Larutan Dosis yang umum adalah 500 mcg
(1 unit dosis dalam vial),
digunakan dalam 3 sampai 4 kali
sehari dengan menggunakan
nebulizer oral, dengan interval
pemberian 6-8 jam. Larutan dapat
dicampurkan dalam nebulizer jika
digunakan dalam waktu satu jam.
Tabel 7. Dosis ipratropium bromida
Efek samping
Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru obstruksi kronik yang
semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering,
C. Kromolin Natrium
• Mekanisme kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas
intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid.
Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting
Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paruparu
tempat obat diberikan.
• Indikasi
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan profilaksis pada
asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang
yang memerlukan pengobatan secara reguler.
• Dosis dan cara penggunaan
Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang
teratur. Efektifitas terapi tergantung pada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : inhalasi 20 mg (1 ampul/vial) diberikan dengan
nebulisasi segera sebelum terpapar faktor pencetus.

20
Oral : Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang
tidur. Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan
saat menjelang tidur.

D. Kortikosteroid
• Mekanisme kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan
efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan
aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan
memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot
polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara
efektif dengan efek sistemik minimal.
• Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan
kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis
sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai
8 tahun.
• Dosis dan cara penggunaan
Nama obat Bentuk sediaan dosis
Deksametason Tablet Dewasa dan 0,75 - 9 mg dalam 2 – 4
dosis terbagi
anak-anak
0,024 – 0,34 mg/kg berat
badan dalam 4
dosis terbagi
Metil Tablet Dewasa dan 2 – 60 mg dalam 4 dosis
prednisolon terbagi
anak-anak
2 – 60 mg dalam 4 dosis
terbagi
0,117 – 1,60 mg/kg
berat badan setiap hari
dalam 4 dosis terbagi .
Tabel 8. Dosis dan golongan kostikostroid

21
• Efek samping nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous, limbung, mual, muntah,
anoreksia, nyeri dada, infeksi saluran pernapasan atas, kongesti hidung dan sinus,
pengecapan tidak enak

E. Antagonis reseptor leukotrien ( zafirlukast)


• Mekanisme kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan
kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of
anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema
saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang
berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
• Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.
• Dosis dan cara penggunaan
Dewasa dan anak >12 tahun : 20 mg, dua kali sehari Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua
kali sehari. Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast,
penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan.
• Efek samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi.

F. Obat-obat penunjang (N-Asetilsistein)


• Mekanisme kerja
Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada molekul,
yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular
mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas mukus.
• Indikasi
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus yang tidak normal,
kental pada penyakit bronkopulmonari kronik (emfisema kronik, emfisema pada
bronkhitis, bronkhitis asma kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan penyakit

22
bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis) Dosis dan cara
penggunaan
Bentuk Sediaan Dosis
DTablet effervesen, ewasa 200 mg 2-3 kali sehari
kapsul , sachet
Anak 2-7 tahun 200 mg 2 kali sehari
Anak 1 bulan – 1 tahun 100 mg 2 kali sehari
Tabel 9. dosis N-asetilsistein

2.10 Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Berdasarkan Permenkes 35 tahun 2014, Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.
Kegiatan pelayanan farmasi klinik di apotek yang berkaitan dengan tugas khusus ini
adalah mengenai pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan konseling.

a. Pengkajian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku. Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. Tanggal penulisan resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan;
2. Stabilitas; dan

23
3. Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. Aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. Duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis
lain);
5. Kontra indikasi; dan 6. Interaksi.

b. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan
dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan
lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas
dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

c. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions.
Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien
sudah memahami Obat yang digunakan.

24
BAB III METODELOGI PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS 3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 5-31Oktober 2016 di


Apotek Kimia Farma No. 115, No. 143 dan No.147.

3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan


Resep diperoleh dari Apotek Kimia Farma No.115 dan 147. Selain itu, acuan teoritis
yang digunakan diperoleh daribuku, jurnal dan situs resmi dari internet yang dapat
dipercaya.

3.3 Cara Kerja


Resep diperoleh dari Apotek Kimia Farma No. 115 dan No.147 di Bulan Oktober
2016. Kasus penyakit asma menyerang penderita pada semua tingkatan usia. Pada kasus
yang akan dibahas, penderita mengalami penyakit asma kronis.

25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan
Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No. 115

Rumah Sakit BHINEKA

BAKTI HUSADA
Jl. Cabe Raya No.17 Telp 7427355

Pamulang –Tangerang

dr. Sukaenah Pondok Cabe, 3/10/2016

R/ Theophilin 100mg
Salbutamol 1 mg
Extropect ½ tab
Gambar 3
m.f. pulv da in caps XXX
S 3 dd 1 caps
R/ Seretide diskus No.I
S 2 dd 1

Perhitungan untuk obat racikan :

Nama : Ny. Nur Khosyi1. Theophyllin


100 mg x 30 = 3000 mg = 3 gr

26
2. Salbutamol
1 mg x 30 = 30 mg/2 mg = 15 tab
3. Extropect
½ tab x 30 = 15 tab

a. Karakteristik Obat 1.
Theophyllin
• Komposisi
Theophyllin 100 mg
• Indikasi
Theophyllin adalah xantin dan merelaksasi otot polos, meringankan
bronkopasme, dan menstimulasi efek respirasi.theophyllin juga menstimulasi
miokardium dan SSP,menurunkan resistensi periferal dan tekanan vena yang
menyebabkan diuresis.Theophyllin bisa digunakan sebagai tambahan terapi

27
agonis beta-2 dan kostikosteroid pada pasien yang membutuhkan tambahan
efek pelebaran bronkus+H10.
• Dosis
Bronkospasme akut, theophyllin di berikan secara oral pada orang dewasa yang
sebelumnyan tidak minum theophyllin dan golongan xantin lainnya dosis terapi
5 mg/kg.Dosis dikurangi pada geriatri,gagal jantung dan penyakit
hati,sedangkan perokok membutuhkan dosis perawatan yang lebih
tinggi.Bronkopasme kronik theophyllin di berikan pada dosis 300-1000 mg/hari
dalam dosis terbagi.Untuk preparat dengan modifikasi pelepasan dapat dibrikan
pada dosis 1xsehari dengan dosis 400 atau 600 mg per hari.
• Efek Samping
SSP : tejadi takikardia, sakit kepala, kecemasan, gelisah.
Gastrointestinal : mual,muntah,nyeri lambung,diare.
Renal : Diuresis
• Interaksi Obat
Tidak ada interaksi dengan obat yang ada di resep.
• Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap theophyllin atau komponen lain pada formulasi.
• Konseling
 Minum obatnya sesuai dengan aturan pakai.
 Jika mengalami efek samping segera konsultasikan kedokter

2. Salbutamol
• Komposisi
Salbutamol Sulfat
• Indikasi
Asma bronkhial, bronkhitis kronis, empisema.
• Dosis
2 atau 4 mg per oral 3 atau 4 kali sehari; MAX, 32 mg per haridalam dosis terbagi (FDA
dosis)
• Pemberian Obat
Sebelum makan atau saat lambung kosong.

28
• Efek Samping
Gemetar, takhikardia
• Interaksi Obat
Peningkatan risiko hipokalemia dengan agen depleting K (mis kortikosteroid,
diuretik, xanthines, digoxin). Peningkatan inersia uteri dengan anaesth
terhalogenasi (IV).Peningkatan risiko edema paru dengan
kortikosteroid.Mungkin memusuhi efek anti-diabetes.Efek dapat diubah oleh
guanethidine, reserpin, metildopa, TCA dan MAOIs.Peningkatan risiko efek
CV dengan agen simpatomimetik lainnya.efek antagonis dengan β-blocker.
• Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap theophyllin atau komponen lain pada formulasi.
Hipersensitivitas terhadap albuterol atau salah satu komponennya protein
termasuk susu atau levalbuterol
• Kategori kehamilan Kategori C
• Konseling
 Pasien menggunakan obat sesuai aturan pakai.
 Pasien melaporkan ke tenaga medis jika mengalami gejala efek samping.
3. Extropect
• Komposisi
Ambroxol HCl
• Indikasi
Sebagai sekretolitik untuk gangguan saluran napas akut & kronik, terutama pada
eksaserbasi bronchitis asma kronik dan asma bronkial.
• Dosis
60-180 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis.
• Pemberian Obat
Harus setelah makan atau bersamaan dengan makan.
• EfekSamping
Konstipasi, diare, hipersaliva, mual dan muntah, yang jarang terjadi yaitu : kontak
dermatitis, pruritus, rash, urticaria, xerostomia, dysuria dan kelelahan.
• Interaksi Obat
Tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain.
• Kontraindikasi

29
Pasien yang memiliki riwayat alergi dengan ambroxol dan untuk pasien yang
memiliki riwayat dengan gangguan ulkus.
• Kategori kehamilan Kategori C
• Konseling
 Pasien menggunakan obat sesuai aturan pakai
 Pasien melaporkan ke tenaga medis jika mengalami gejala hipersensitivitas
pada kulit atau mengalami efek samping.

4. Seretide Diskus
• Komposisi
 Seretide 50 dose inhaler : salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 50 mcg.
 Seretide 100 dose inhaler : salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 100mcg.
 Seretide 125 dose inhaler : salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 125mcg.
 Seretide 250 dose inhaler : salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 250mcg.
 Seretide 500 dose inhaler : salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 500mcg.
• Indikasi
Untuk pengobatan rutin penyempitan saluran nafas reversible (ROAD) termasuk asma
bronkitis dan enfisema (COPD).
• Dosis
Pada pengobatan ROAD, pada dewasa dan anak-anak > 4 tahun diberikan 2
sedotan inhalasi seretide 50 atau 125. Atau 1 sedotan seretide 100, 250 atau 500.
Sedangkan pada COPD, diberikan 2 sedotan inhalasi seretide 125. Atau 1
sedotan pada seretide diskus 250 atau 500. Setiap dosis diberikan 2 kali sehari.
• Efek Samping
 Pada penggunaan tertentu menyebabkan bersin bersin karena sebaran serbuknya.
 Menyebabkan infeksi, biasanya berupa kandidiasis di sekitar mulut dan
kerongkongan.
• Interaksi Obat
Nonselective & selective β-blockers; CYP450 inhibitors
(ritonavir, erythromycin, ketoconazole). MAOIs, TCAs, L-dopa, L-thyroxine,
oxytocin, antiarrhythmics; xanthines.
• Kontraindikasi

30
Pasien dengan riwayat hipersensifitas terhadap salmeterol xinofate, fluticasone
propionate atau salah satu komposisi dari seretide diskus.
• Konseling
 Konseling mengenai penggunaan obat karena banyak pasien yang belum tahu
mengenai penggunaanya. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan
gagalnya terapy dan efek bersin bersin.
 Untuk mengatasi efek samping dari kandidiasis, anjurkan pasien untuk kumur-
kumur tiap pakai seretide.

b. Skrining Resep
Skrining resep atau pengkajian resep berdasarkan Permenkes No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek terdiri dari :

1. Kajian administratif

No. Evaluasi Resep Uraian Keterangan

Keabsahan Resep

1 Identitas dokter: Ada Resep rasional


Nama dokter Ada
a.
Nomor izin praktek dokter Ada
b.
Alamat dan nomor telpon dokter Ada
c.
Tempat dan tanggal pembuatan Ada
d.
resep
Tanda tangan / paraf dokter Tidak Ada
e.
Kelengkapan Resep

2 a. Incriptio
Nama dokter Ada Resep tidak
Tempat tanggal dan penulisan resep Ada lengkap secara

31
b. Invocatio administrasi
Tanda R/ Ada pasien

c. Prescriptio / Ordinatio
Nama obat Ada
Kadar obat Ada
Jumlah obat Ada
Bentuk sediaan Ada

d. Signatura
Aturan pakai Ada
Nama pasien Ada
Umur pasien Tidak Ada
Berat badan pasien Tidak ada
Tinggi pasien Tidak ada

Hasil dari kajian resep 1 menunjukan bahwa dari segi administratifnya sudah
hampir lengkap karena memiliki nama dokter, nomor surat izin praktek, alamat,
Tanggal penulisan resep, dan nama pasien. Namun masih memiliki kekurangan
diantaranya umur pasien,jenis kelamin dan berat badan, karena umur dan berat
badan pasien sangat penting untuk di ketahui agar dapat di ketahui dosis yang di
rekomendasikan oleh dokter benar atau tidaknya dengan melihat umur dan berat
badan pasien.

2. Kesesuaian Farmasetis Tabel


2 Kesesuaian Farmasetis Resep
1
No. Kriteria Permasalahan Pengatasan
1 Bentuk sediaan - Sesuai
2 Stabilitas obat - Sesuai
3 Inkompaktibilitas - Sesuai
4 Jumlah dan aturan pakai - sesuai

32
Tabel 2 Kajian kesesuaian farmasetik

• Bentuk sediaan
Bentuk sediaan yang diberikan ke pasien sesuai dengan resep adalah dengan
kapsul. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pasien dalam mengkonsumsi obat
dan untuk menutupi rasa pahit dari obat. Selain itu, pembuatan kapsul akan
menambah kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat sehingga efek terapi
bisa tercapai (widiakusuma, 2012).

• Stabilitas
Pada campuran teophilin, ambroxol, dan salbutamol tidak menyebabkan kerusakan satu
sama lainya saat dijadikan kapsul.
• Dosis
 Theophilin pada resep pasien mendapat dosis 100 x 3 kali sehari. dosis normal
adalah 300 – 600 mg perhari, namun untuk pasien lanjut usia perlu dilakukan
pengaturan dosis. Pada resep ini pasien mendapat dosis minimum.
 Salbutamol 3 kali sehari 1 mg, dosis untuk dewasa adalah 2 -4 mg 3 – 4
kali sehari. Pada resep pasien menerima 3 mg sehari. Dosis yang dierikan
sesuai resep telah disesuaikan berdasar umur pasien sehingga dosis dikurangi.
 Ambroxol (extropect ) 3 x ½ tab sehari (30 mg / tablet). Dosis umumnya
adalah 3 x sehari 1 tab (30mg) pada resep dosis telah diturunkan.
 Seretide diskus. Dosis yang diberikan telah sesuai.
(mims.com diakses pada 21 oktober 2016)
• Inkompabilitas
Tidak ditemukan inkompabilitas dari komposisi obat, baik dari segi kimia
maupun fisika.
• Jumlah dan Aturan Pakai
Dalam resep tertulis jelas mengenai jumlah obat dan cara penggunaan obat nya.

3. Pertimbangan Klinis
Kajian klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan dan cara
penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan
meliputi alergi, efek samping obat dan manifestasi klinis, serta kontra indikasi dan

33
interaksi obat pada resep maupun obat yang digunakan pasien (PMK 35/2014). Pada
kasus resep 1 diatas obat yang diberikan kepada pasien terdiri dari 2 jenis obat yaitu
obat peroral dalam bentuk racikan kapsul yang terdiri atas theophyllin, salbutamol
dan extropect, kemudian obat yang kedua adalah inhaler yaitu seretide diskus. Kedua
obat tersebut digunakan untuk manajemen terapi penyakit asma. Pertimbangan klinis
tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak memiliki rekam medis pasien dan tidak
mewawancarai pasien, yang dilakukkan hanya analisa dari resep yang tertulis.

• Ketepatan indikasi
Indikasi Theophyllin adalah merelaksasi otot polos, meringankan bronkopasme,
dan menstimulasi efek respirasi. Theophyllin juga menstimulasi miokardium dan
SSP, menurunkan resistensi periferal dan tekanan vena yang menyebabkan diuresis.
Theophyllin bisa digunakan sebagai tambahan terapi agonis beta-2 dan kostikosteroid
pada pasien yang membutuhkan tambahan efek pelebaran bronkus. Indikasi
Salbutamol adalah untuk asma bronkhial, bronkhitis kronis, empisema. Indikasi
extropect sebagai sekretolitik untuk gangguan saluran napas akut dan kronik,
terutama pada eksaserbasi bronchitis asma kronik dan asma bronkial, serta Indikasi
Seretide Diskus adalah untuk terapi reguler utk penyakit obstruktif saluran napas
yang reversibel termasuk asma , serta (terapi) PPOK termasuk bronkitis kronik dan
emfisema.Pada keempat obat diatas memiliki indikasi yang sama untuk terapi
pengobatan asma. Sehingga obat-obat pada resep 1 telah tepat indikasi.

• Dosis obat
 Theophyllin  dalam resep, sehari : 100 mg x 3 = 300 mg
Menurut literatur (micromedex dan MIMS) dosis theophyllin untuk indikasi
bronkopasme kronik di berikan pada dosis 300-1000 mg/hari dalam dosis
terbagi, dosis yang diresepkan telah tepat sesuai dengan literatur yang ada
(tepat dosis).
 Salbutamol  dalam resep, sehari : 1 mg x 3 = 3 mg
Dosis salbutamol untuk pasien dewasa adalah 3-4 kali sehari dengan dosis 2
atau 4 mg per oral, maximal 32 mg per hari dalam dosis terbagi, sehingga

34
dosis dalamresep dikatakan tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan
kurang dari dosis lazim (underdose).
 Extropect  dalam resep, sehari ½ tab x 3 = 3/2 tab x 30 mg = 45 mg
Dosis extropect adalah 60-180 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis, dosis yang
diresepkan tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan kurang dari dosis
lazim (underdose).
 Seretide
Dosis yang diberikan untuk pasien sudah tepat.

• Aturan dan cara penggunaan obat


Cara penggunaan dari keempat obat pada resep 1 telah sesuai dengan literatur
(micromedex dan MIMS). Theophylin, salbutamol, dan extropect digunakan
secara per oral dengan frekuensi penggunaan 3 kali sehari 1 kapsul. Inhaler
Seretide Diskus digunakan2 kali sehari 1 kali penggunaan.

• Duplikasi atau polifarmasi


Polifarmasi merupakan penggunaan obat dalam jumlah yang banyak (lebih
dari 4 jenis obat) dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien
(Rambadhe dkk., 2012). Pada resep 1 tidak terdapat duplikasi obat.
Masingmasing obat telah memiliki indikasi yang berbeda untuk pengobatan
asma. Dan tidak terjadi polifarmasi dikarenakan penggunaan obat per oral 3
jenis.

• Reaksi Obat yang tidak diinginkan


Karena tidak dilakukan pemantauan langsung kepada pasien maka reaksi obat
yang tidak dikehendaki tidak dapat diketahui.

• Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi pada pasien.

• Interaksi Obat

35
Tidak ditemukan adanya interaksi antar obat dalam resep ini.

c. Dispensing Obat
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat.
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep
• Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan permintaan resep
• Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa, dan keadaan fisik obat.

2. Melakukan peracikan obat


Pada resep diatas dilakukan peracikan dalam bentuk kapsul sejumlah 30 buah
terhadap obat theophyllin, salbutamol dan extropect dengan perhitungan
sebagaimana dibawah ini :

Perhitungan jumlah obat untuk racikan :


1. Theophyllin
100 x 30 = 3000 mg = 3 gr
2. Salbutamol
1 mg x 30 = 30 mg/2 mg = 15 tab
3. Extropect
½ tab x 30 = 15 tab

a. Memberikan etiket
Setelah obat diambil dan disiapkan, kemudian obat diberikan etiket terlebih
dahulu sebelum disererahkan kepada pasien. Etiket yang digunakan adalah etiket
berwarna putih, dikarenakan obat yang diberikan adalah obat yang diminum.
Untuk seretide diskus, diberikan etiket berwana biru dikarenakan dikhususkan
untuk penggunaan bukan oral.

Contoh etiket Per Oral:

36
APOTEK KIMIA FARMA PAMULANG
Jl. Pamulang Permai Raya Blok D2 No. 1A
No. Telp. 021 77887855

APA : Desriawati, S. Farm., Apt. SIA : 446.5/45586

No. : 0001.1 Tanggal :03-10-2016

Ny. hasanah

3 x sehari 1 kapsul

Setelah makan

(ventolin inhaler )
Contoh etiket pemakaian luar :
APOTEK KIMIA FARMA PAMULANG
Jl. Pamulang Permai Raya Blok D2 No. 1A
No. Telp. 021 77887855

APA : Desriawati, S. Farm., Apt. SIA : 446.5/45586

No. : 0001.1 Tanggal :03-10-2016

Ny. Hasanah

2 x sehari 1 kali Hisap

Hanya Untuk Pemakaian Luar

b. Memasukkan obat kedalam wadah


Bentuk wadah yang digunakan untuk pengemasan obat dari resep 1 diatas
adalah plastik bersih berwarna biru dengan logo kimia farma pamulang.

d. Penyerahan Obat dan Pemberian Informasi Obat (PIO), Komunikasi


Informasi Edukasi dan Konseling
Penyerahan obat dilakukan dengan memanggil pasien dengan menyebutkan
nama dari pasien. Kemudian obat diberikan kepada pasien yang sebelumnya
dilakukkan pemeriksaan terlebih dahulu antara obat yang diambil dengan resep,
dilihat kesesuaiannya nama obat dengan dosisnya.
Setelah obat sesuai kemudian obat diberikan dengan memberikan informasi
mengenai nama obat, aturan pakai, kegunaan obat yang diberikan kepada pasien.

37
Pada resep ini informasi yang bisa diberikan kepada pasien adalah:
Tabel 3. PIO dan KIE
Nama Obat Aturan Pakai Kegunaan Informasi lainnya

Theophyllin S 3 dd 1 caps Untuk sesak Gunakan obat dengan teratur

Salbutamol
Extropect
Seretide diskus S 2 dd 1 Untuk sesak Selalu dibawa untuk kejadian darurat.
Bersihkan tangan sebelum menggunakan
dan bersihkan alat sesudah
menggunakannya.

e. KIE dan Konseling


Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/
keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Konseling yang dilakukan meliputi
:
1. Penjelasan penyakit asma
2. Guna terapi:
Kapsul (Theophyllin, Salbutamol, dan extropect) dan seretide diskus
3. Memberikan advicekepada pasien mengenai pentingnya kepatuhan dalam
menjalankan terapi
4. Memberikan konseling pada teknik penggunaan seretide diskus yang baik dan benar.
5. Konseling mengenai penanganan segera pada saat serangan bagi pasien asma.
6. Konseling untuk hidup sehat bagi pasien asma dan hindari pencetus alergi.

Informasi Cara Penggunaan Seretide Diskus


1. Duduk tegak atau berdiri dengan dagu terangkat.
2. Bukalah diskus dengan menekan pegangan ibu jari ke kanan sampai bagian mulut dari
diskus terlihat keluar.
3. Pegang dan tahan tuas diskus. Dorong tuas semaksimal mungkin sampai berbunyi
"klik". Keluarkan napas anda sebanyak mungkin.

38
4. Letakkanbagianmulutdiskus di bibir. Tariknapas dalam-dalam melalui
mulut(janganmelaluihidung).
5. Lepaskan diskus dari mulut, kemudiantahannapasselama 10 detik. Lalu Keluarkan
napas secara perlahan.
6. Setelah digunakan tutupdiskuske posisi semula dan simpan di tempat yang kering.
7. Lakukan pengecekan pada dose counter. Dose counter
padaDiskusmenunjukkanberapa banyak dosis yang tersisa untuk digunakan.
8. Setelah selesai jangan lupa untuk berkumur untuk mencegah infeksi jamur dan lakukan
pembersihan diskus secara berkala menggunakan lap kering.
4.2 Hasil dan pembahasan Resep Apotik Kimia Farma No. 143

INSTALASI FARMASI BHINEKA


BAKTI HUSADA

SalinanResep
Dokter : MudjaddidTgl : 26/09/16
Pro : Aksah No : 186
R/
Theophyllin 150 mg
Salbutamol 2 mg
Amboksol ½ tab
MF cap dtd no XII
S 3 dd 1

CAP

Gambar 2. Resep Asli dan Pembacaan Resep 2


a. Skrining Resep
1. Kajian Administratif
Kajian administratif resep menurut Permenkes Nomor 35 Tahun 2014,
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :

39
1. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf;
2. Tanggal penulisan Resep
3. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
Dalam resep yang diberikan pasien, tidak terdapat nomor Surat Izin Praktik
(SIP) dokter dan paraf pembuat resep, namun resep tersebut masih dapat di
layani karena terdapat stempel/cap instalasi rumah sakit yang membuat kopi
resep tersebut. Dalam resep juga tidak tercantum jenis kelamin dan berat badan
pasien namun masih dapat ditanyakan kepada pasien secara langsung.

Tabel 4 Kajian Administrasi Resep 2


Kelengkapan Resep Ada Tidak Ada
Nama Dokter 
Nomor SIP 
Alamat Dokter 
Nomor Telepon 
Tanggal Resep 
Paraf 
Nama Pasien 
Umur 
Jenis Kelamin 
Berat Badan 

2. Kesesuaian Farmasetis
Tabel 5 Kesesuaian Farmasetis Resep 2
Nama obat Bentuk sediaan Kekuatan Stabilitas Kompatibilitas
sediaan

Theophyllin Tidak 150 mg Disimpan di tempat Compatible


disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

40
Salbutamol 2 mg Tidak 2 mg Disimpan di tempat Compatible
disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

Ambroxol Tidak 30 mg Disimpan di tempat Compatible


disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

3. Pertimbangan Klinis
Pertimbangan klinis dari resep 1 dengan obat mertigo adalah sebagai
berikut:
Tabel 6 Skrining Klinis Resep 2, Theophylin
Nama obat Theophyllin Ket
Indikasi Ashma 
Dosis Dosis di R/ 150 mg x 3 = 450 mg/hari 
Aturan dan cara Resep : 3 kali sehari 1 capsul 
pakai AHFS 2011 : 10 mg/kgbb ( sampai 300 mg)
maksimum 800 mg/hari

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Mual dan muntah, sakit atau keram perut, detak
jantung cepat atau tidak beraturan, diare

Kontraindikasi Infrak miokardial


Interaksi Salbutamol <> teofilin (Moderat)
Berinteraksi dengan salbutamol, penggunaan
teofilin bersama-sama dengan dengan salbutamol
dapat meningkatkan efek samping kardiovaskular,
seperti jantung berdebar, peningkatan tekanan
darah dan denyut nadi.

41
 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

Tabel 7 Skrining Klinis Resep 2,Salbutamol


Nama obat Salbutamol Ke
t
Indikasi Ashma 
Dosis 3x 2 mg = 6 mg/hari 
Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 capsul 
pakai DIH edisi 17 : maksimal 24
mg/hari
Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu
/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Tremor, timbul rasa gugup, dan kesulitan


tidur
Kontraindikasi Hipersensitif
Interaksi Salbutamol <> teofilin (Moderat)
Berinteraksi dengan salbutamol, penggunaan
teofilin bersama-sama dengan dengan
salbutamol dapat meningkatkan efek samping
kardiovaskular, seperti jantung berdebar,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.

 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

Tabel 8 Skrining Klinis Resep 2, Ambroxol


Nama obat Ambroxol Ket
Indikasi Bronkitis asmatik 
Komposisi Ambroksol HCL 30 mg 
Dosis Di resep ½ tablet x 30 mg = 15 mg x 3 = 45 mg 
Iso = 3 x 1 tablet
Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 capsul 
pakai

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

42
Efek samping Gangguan pada sistem pencernaan
Kontraindikasi Hipersensitif
Interaksi Tidak ada
 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

b.Pembahasan Resep II
Skrining administrasi yang dilakukan pada resep II menunjukkan
ketidaklengkapan resep yakni tidak terdapat SIP dokter, tanda tangan pembuat
resep, jenis kelamin dan berat badan pasien. Penulisan nomor SIP dokter dan paraf
pembuat resep sangat penting untuk menilai keabsahan resep namun dalam resep
masih terdapat cap RS yang membuat kopi resep sehingga resep tersebut masih
dapat di layani.
Skrining farmasetik yang dilakukan pada resep II menunjukkan
ketidaklengkapan resep, yaitu tidak disebutkan bentuk sediaan. Namun pada resep
ini tidak menimbulkan permasalahan, karena obat tersebut untuk peracikan
sehingga obat yang digunakan tablet. Kompatibilitas sediaan dalam AHFS tidak
disebutkan sehingga obat tersebut tidak ada masalah selama proses peracikan dan
stabilitas tidak disebutkan namun karena sediaan yang akan dibuat adalah serbuk
maka obat harus disimpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dan perubahan fisika-kimia obat.
Skrining klinis pada resep II terdapat interaksi obat teofilin dengan
salbutamol, menggunakan teofilin bersama-sama dengan salbutamol dapat
meningkatkan efek samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar, peningkatan
jantung, tekanan darah dan denyut nadi, menggabungkan kedua obat ini juga dapat
meningkatkan resiko hypokalemia namun hypokalemia yang ditimbulkan masih
bersifat ringan, Sehingga penggunaan obat ini perlu dilakukan monitoring dosis.
Pada resep pasien mendapatkan teofilin 12 tablet, salbutamol 24 tablet dan
ambroxol 6 tablet yang digerus menjadi homogen kemudian dibagi menjadi 12
kapsul digunakan 3 kali sehari 1 kapsul dengan indikasi untuk Asma yang disertai
batuk. Efek samping yang mungkin terjadi yaitu meningkatkan efek samping
kardiovaskular, seperti jantung berdebar, peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi.

43
4.3 Hasil dan Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No. 147

Dokter umum
Ny. LILY A.T. SUSILO
Perum Duren Sawit (PTB)
Blok R III/29 Telp. 8615228
Jakarta Timur
SIP. 1.1.01.3172.3447/5.31.03/8.16.1

Jakarta, 2 – 10 – 2016
R/ Tremenza ¼ tab
Erysanbe chew 23 tab
Salbutamol ¼ tab
Mucos ¼ tab
Celestamine ¼ tab
Mf Pulv dtd no XX
S3ddI

Pro : Daris
Umur : (4 thn) bb 15 kg

44
Gambar 3. Resep Asli dan Pembacaan Resep III
a. Skrining Resep
1. Kajian Administratif
Kajian administratif resep menurut Permenkes Nomor 35 Tahun 2014, tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :
1. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;
2. Tanggal penulisan Resep
3. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

Dalam resep yang diberikan pasien, tidak terdapat jenis kelamin pasien , dapat
ditanyakan pada pasiennya saat dilayani di apotek.

45
Tabel 9 Kajian Administrasi Resep III
Kelengkapan Resep Ada Tidak Ada
Nama Dokter 
Nomor SIP 
Alamat Dokter 
Nomor Telepon 
Tanggal Resep 
Paraf 
Nama Pasien 
Umur 
Jenis Kelamin 
Berat Badan 
c.
Kesesuaian Farmasetis
Tabel 10 Kesesuaian Farmasetis Resep III
Nama obat Bentuk sediaan Kekuatan Stabilitas Kompatibilitas
sediaan

Tremenza Tidak 100 mg Disimpan di tempat Compatible


disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

Erysanbe Chew Tidak 200 mg Disimpan di tempat Compatible


disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

Salbutamol Tidak 2 mg Disimpan di tempat Compatible


disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

Mucos Tidak 30 mg Disimpan di tempat Compatible


disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

46
Celestamine Tidak 150 mg Disimpan di tempat Compatible
disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya

b. Pertimbangan Klinis
Pertimbangan klinis dari resep 1 dengan obat mertigo adalah sebagai berikut:
Tabel 11 Skrining Klinis Resep III, Tremenza
Nama obat Tremenza Ket
Indikasi Flu karena alergi saluran napas atas 
Komposisi Pseudoefedrin HCl, Triprolidine HCl 
Dosis Dosis di R/ 1/4 x 100 mg = 25 mg x 3 = 75 
mg/hari

Aturan dan cara Resep : 3 kali sehari 1 bungkus 


pakai

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Mulut, hidung dan tenggorokan kering


Kontraindikasi Hipertensi, diabetes, glaukoma
Interaksi Tremenza >< Salbutamol (moderat)
Penggunaan tremenza bersama-sama dengan
dengan salbutamol dapat meningkatkan efek
samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.

 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

Tabel 12 Skrining Klinis Resep III, Erysanbe Chew


Nama obat Erysanbe Chew Ket
Indikasi Infeksi saluran napas 
Komposisi Erytromycin 

47
Dosis 230 mg x 3 = 690 mg/hari 
Dosis maksimal 2 g/hari (DIH)
Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 bungkus 
pakai

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Gangguan saluran pencernaan


Kontraindikasi Hipersensitif
Interaksi Erytromycin >< Salbutamol (moderat)
Penggunaaan erytromycin bersamaan dengan
salbutamol dapat meningkatkan denyut jantung
yang tidak teratur dan berpotensi mengancam
nyawa, meskipun efek samping seperti itu
jarang terjadi.
Erytromycin >< Celestamine (moderat)
Erytromycin dapat menyebabkan peningkatan
kadar celestamine

 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

Tabel 13 Skrining Klinis Resep III, Salbutamol


Nama obat Salbutamol Ket
Indikasi Ashma 
Dosis ¼ x 2 mg = 0,5 mg x 3 = 1,5 mg/hari 
dosis maksimal 12 mg/hari (DIH)

Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 bungkus 


pakai

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Tremor, timbul rasa gugup, dan kesulitan tidur


Kontraindikasi Hipersensitif
Interaksi Tremenza >< Salbutamol (moderat)

48
Penggunaan tremenza bersama-sama dengan
dengan salbutamol dapat meningkatkan efek
samping kardiovaskular, seperti jantung
berdebar, peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi.
Erytromycin >< Salbutamol (moderat)
Penggunaaan erytromycin bersamaan dengan
salbutamol dapat meningkatkan denyut jantung
yang tidak teratur dan berpotensi mengancam
nyawa, meskipun efek samping seperti itu
jarang terjadi.

 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

Tabel 14 Skrining Klinis Resep III, Mucos


Nama obat Mucos Ket
Indikasi Infeksi saluran napas akut dan kronik 
Komposisi Ambroksol HCL 
Dosis 1/4 tablet x 30 mg = 7,5 mg x 3 = 22,5 mg/hari 
Berdasarkan literatur, dosis dewasa secara oral
: 60 – 120 mg sehari dalam 2 dosis terbagi.
Dosis pasien dengan berat badan 15 kg dihitung
berdasarkan rumus Clark sebagai berikut :

15 kg = x 60 mg = 12,85 mg

15 kg = x 120 mg = 25,71 mg
(Martindale)

Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 bungkus 


pakai

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Gangguan pada sistem pencernaan


Kontraindikasi Hipersensitif

49
Interaksi Tidak ada
 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

Tabel 15 Skrining Klinis Resep III, Celestamine


Nama obat Celestamine Ket
Indikasi Alergi pada saluran napas 
Komposisi Betamethason, dexchlorpheniramine maleate 
Dosis Di resep ¼ tablet x 150 mg = 37,5 mg x 3 = 112,5 
mg/hari

Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 bungkus 


pakai

Duplikasi Tidak ada, karena hanya ada 1 R/ untuk satu


/polifarmasi penyakit pada resep

Efek samping Mengantuk, mual, muntah


Kontraindikasi Infeksi jamur sistemik
Interaksi Erytromycin >< Celestamine (moderat)
Erytromycin dapat menyebabkan peningkatan
kadar celestamine

 = Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.

b.Pembahasan Resep III


Skrining administrasi yang dilakukan pada resep menunjukkan
ketidaklengkapan resep yakni tidak terdapatnya jenis kelamin pasien, namun hal
tersebut dapat langsung ditanyakan pada saat di apotek. Skrining farmasetik yang
dilakukan pada resep menunjukkan ketidaklengkapan resep, yaitu tidak disebutkan
bentuk sediaan. Namun pada resep ini tidak menimbulkan permasalahan, karena
obat tersebut untuk peracikan sehingga obat yang digunakan tablet. Tidak ada
masalah dalam resep ini tetapi ada perubahan secara fisika, karena obat untuk
diracik awalnya berbentuk tablet menjadi serbuk, namun karena sediaan yang akan
dibuat adalah serbuk maka obat harus disimpan ditempat yang kering dan terlindung
dari cahaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan perubahan fisika-kimia
obat.

50
Skrining klinis pada resep terdapat interaksi obat tremenza dengan
salbutamol, menggunakan tremenza bersama-sama dengan salbutamol dapat
meningkatkan efek samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar, peningkatan
jantung, tekanan darah dan denyut nadi. Karena bentuk interaksi moderat maka
dilihat kembali dari sisi manfaat dan efek interaksi. Dicek kembali jika ada obat
yang lebih baik maka konsultasikan kembali kepada dokter, jika tidak ada maka ttp
memakai obat tersebut dengan monitoring efek samping dr interaksi.
Interaksi obat antara erytromycin dengan salbutamol tergolong dalam
interaksi moderat. Penggunaaan erytromycin bersamaan dengan salbutamol dapat
meningkatkan denyut jantung yang tidak teratur dan berpotensi mengancam
nyawa, meskipun efek samping seperti itu jarang terjadi.
Pada resep pasien mendapatkan tremenza 5 tablet, erysanbe chew 23 tablet,
salbutamol 5 tablet, mucos 5 tablet dan celestamine 5 tablet yang digerus menjadi
homogen kemudian dibagi menjadi 20 bungkus digunakan 3 kali sehari 1 bungkus
dengan indikasi untuk Asma yang disertai batuk. Efek samping yang mungkin
terjadi yaitu meningkatkan efek samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.

51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Resep yang diberikan oleh dokter telah sesuai secara administratif, resep yang
ditulis secara umum sudah memenuhi standar kriteria PMK No. 35 tahun 2014,
walaupun ada beberapa standar yang belum terpenuhi seperti paraf dokter,
berat badan dan usia pasien. Pengkajian secara farmasetis sudah sesuai, tetapi
secara pengkajian pertimbangan klinis belum rasional karena pemberian dosis
pada beberapa obat-obat terapi asma tidak sesuai dengan dosis lazim yang
tertera pada literatur.
2. Informasi yang harus diberikan pada saat PIO ke pasien meliputi : nama obat,
indikasi, aturan dan cara pakai obat, serta efek potensial yang tidak diinginkan.
Pasien asma masuk kedalam kategori pasien yang perlu dikonseling
dikarenakan pasien asma merupakan pasien penyakit kronis dan mendapat obat
dengan instruksi khusus (inhaler). Konseling dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam pengobatan. Diberikan edukasi mengenai penanganan
segera ketika mendapat serangan asma dan edukasi pasien untuk selalu
melakukan pola hidup sehat serta menghindari faktorfaktor pencetus alergi
yang dapat menyebabkan serangan asma sehingga mampu meningkatkan
kualitas hidup pasien.
5.2 Saran
1. Mengkoordinasikan dengan dokter untuk melengkapi tata cara penulisan resep
agar memenuhi standar dalam PMK No.35 tahun 2014.
2. Mengkoordinasikan dengan dokter mengenai dosis yang diberikan agar sesuai
dengan dosis lazim agar terapi pasien dapat tercapai.
3. Meningkatkan peran apoteker dalam memantau pasien asma dan memberikan
konseling serta edukasi pasien guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Memberikan media PIO tambahan seperti leaflet pada pasien yang mendapat
obat dengan instruksi khusus tentang cara penggunaan supaya pasien dapat
meningkatkan pemahaman tentang obat yang digunakan.

52
DAFTAR PUSTAKA
Aberg J.A., Lacy C.F, Amstrong L.L, Goldman M.P, and Lance L.L.,. 2009. Drug
Information Handbook 17th edition. Ohio: Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association
Asma. 2004. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.
Anonim. 2008. Iso farmakoterapi jiid 1. Jakarta : PT.ISFI.
Anonim. 2016. drugs.com/interaction-check. Diakses tanggal 19 Oktober 2016
Henneberger PK, Redlich CA, Callahan DB, Harber H, Lemiere C, Martin J, et al.
An Official American Thoracic Society Statement: work exacerbated
asthma. Am J Respir Crit Care Med 2011;184:368- 78.
John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC
Lewis,S.L., Heitkemper,M.M., Dirksen, S.R., O’brien, P.G. & Bucher,L. 2007.
Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical
Problems. Sevent Edition. Volume 2. Mosby Elsevier.
Menkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No.30 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Micromedex.com, diakses pada 20 Oktober 2016.
Mims.com, diakses pada 20 Oktober 2016.
PDPI, D. 2003. Asma (Pedoman Diagnosis dan dan Penatalaksanaan di Indonesia).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan terminologi medis. Jakarta : leskonfi.
Rambadhe, S, dkk., 2012, A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate
Medications, Toxicol Int., 19(1), hal.: 68-73.
Rengganis, I. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia, 58 (11), 444-453.Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM.
Sweetman, C Sean. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-sixth
edition. London : Pharmaceutical Press.
Tierney, L.M., McPhee, S.J. & Papadakis, M.A., (2002). Diagnosis dan
Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Buku Satu. Jakarta : Salemba
Medika

53
Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton. Pharmacoterapy Handbook 6th
ed International edition. Singapore : McGrawHill, 2006:826-848.

54

Anda mungkin juga menyukai