Apotek
TUGAS KHUSUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
APOTEK KIMIA FARMA NO. 115, NO. 143 DAN NO. 147
PERIODE OKTOBER 2016
Oleh:
Adinda Mutiarini
Alvinda Heriza Nasution
Ayen Febriani
Cici Novita Ickhrom
Desy Susanti
Kasmadwardi
Teguh Priyanto
JAKARTA 2016
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Tugas Khusus ini
dapat terselesaikan.
Tugas khusus “Pengkajian Resep Pengobatan Penyakit Asma” disusun untuk
memenuhi tugas PKPA di Apotik Kimia Farma selain itu untuk membahas
mengenai peresepan obat yang sesuai dan rasional serta untuk mengetahui penyakit
asma hingga penatalaksanaan terapi yang digunakan untuk mengatasi asma. Penulis
berharap agar tugas khusus “Pengkajian Resep Pengobatan
Penyakit Asma” ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa PKPA khususnya dan bagi
praktisi medis pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas khusus ini, masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun untuk proses pembelajaran yang lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Asma .......................................................................................... 3
2.2 Patofiologi Asma ...................................................................................... 4
2.3 Manifestasi Klinik .................................................................................... 5
2.4 Klasifikasi Asma ...................................................................................... 6
2.5 Penyebab Asma ........................................................................................ 7
2.6 Gejala Asma ............................................................................................. 9
2.7 Diagnosis .................................................................................................. 10
2.8 Penatalaksanaan Asma ............................................................................. 12
2.9 Pengobatan dan Terapi Asma................................................................... 13
2.10 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ......................................................... 23
iii
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 51
5.2 Saran ......................................................................................................... 51
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk., 2011). Asma merupakan satu diantara
beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu
serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan
berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi,
penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih
lama, sering menjadi problem tersendiri.
Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat
bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit
asma terus mengalami peningkatan, baik di negara maju maupun di negara sedang
berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering dijumpai,
dengan estimasi 300 juta orang penderita di seluruh dunia, terutama pada anak – anak
(GINA, 2014). Jumlah pasien asma diperkirakan mencapai 300 juta orang, dan jumlah
pasien yang meninggal karena serangan asma mencapai 255.000 orang (WHO, 2005).
Penyakit sistem pernapasan, merupakan penyebab 17,4% kematian di dunia, dengan
urutan sebagai berikut: infeksi paru (7,2%), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
(4,8%), tuberkulosis (TB) (3%), kanker paru (2,1%) dan asma (0,3%) (WHO, 2005).
Karena pentingnya kesehatan dan cukup tingginya prevalensi penyakit asma, berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi asma di masyarakat, salah
satunya dengan terselenggaranya suatu sistem pelayanan kesehatan. Pelayanan
kefarmasian merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pelayanan
1
kesehatan yang terdiri dari kegiatan manajerial dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
farmasi klinik menjadi tanggung jawab apoteker yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah serta menyelesaikan masalah terkait obat guna meningkatkan kualitas hidup
pasien (Menkes, 2014).
Apoteker berperan yang cukup besar dalam peningkatan dan memeliharakontrol asma
dan kualitas hidup pasien penderita asma. Keberhasilan dalam peningkatan kontrol
asmakualitas hidup pasien asma baik yang dewasa maupun anak – anak tidak terlepas
dariperan apoteker dalam memberikan informasi mengenai penyakit
asma,rekomendasikan penggunaan inhaler secara tepat kepada pasien,
mengingatkankembali indikasi yang diberikan oleh dokter dan kemungkinan efek
samping(González-Martin dkk., 2003; Mehuys dkk., 2008).
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui resep yang diberikan oleh dokter sesuai, rasional dan
memenuhi penatalaksanaan pengobatan pada penyakit asma.
2. Untuk mengetahui informasi yang harus diberikan ke pasien pada saat pemberian
informasi obat dan konseling.
2
BAB 2
TINJAUAN UMUM
Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat menimbulkan gejala
mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama pada malam dan atau dini hari
yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan sel dan
elemennya, di mana dapat menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Gejala tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.
Pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan
menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.
Gambar 2.1 Hubungan antara inflamasi, gejala klinis, dan patofisiologi Asma
3
2.2 Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,
virus dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi
melalui 2 jalur yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh
antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat
dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitiasi, antibodi IgE orang tersebut
meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik
eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot
polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase
cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.
Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi
setelah 6-8 jam pajanan lergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang
sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosonofil, sel T, sel mast dan Antigen
Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma (Rengganis,
2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan
vagal menyebabkan reflex bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan
oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang
terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa
keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap dan kabut. Pada keadaan tersebut reaksi
4
asma terjadi melalui reflex saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepaskannya neuropeptida sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP). Neuro peptida itulah yang menyebabkan
terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir dan
aktivasi sel-sel inflamasi (Rengganis, 2008).
Wheezing merupakan tanda yang tidak dapat dipercaya untuk mengukur tingkat
keparahan serangan. Beberapa pasien dengan serangan ringan, wheezing terdengarkeras
sedangkan pasien yang mengalami serangan berat, tidak ada tanda wheezing. Pasien
dengan serangan asma yang berat tidak terdengar adanya wheezing karena terjadi
penurunan aliran udara. Bila wheezing terjadi, pasien dapat memindahkan cukup
udara untuk memproduksi suara. Wheezing biasanya terjadi pada saat pertama
ekhalasi. Pada peningkatan gejala asma, pasien dapat mengalami wheezing selama
inspirasi dan ekspirasi (Lewis, et al. 2007).
5
Pada beberapa pasien dengan asma, batuk hanya merupakan gejala dan sering disebut
cough variant asthma. Bronkospasme tidak dapat menjadi cukup parah yang
menyebabkan gangguan aliran udara tetapi tidak meningkatkan tonus bronkial dan
menyebabkan iritasi dengan menstimulasi reseptor batuk. Batuk yang terjadi bisa
tidak produktif. Sekresi yang dikeluarkan bisa kental, lengket, putih, mukus seperti
agar-agar sehingga sulit untuk dikeluarkan (Lewis, et al. 2007).
Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Beberapa pasien mungkin hanya memiliki
batuk kering kronis dan yang lain mengalami batuk yang produktif. Beberapa pasien
memiliki batuk yang tidak sering, serangan asma mendadak dan lainnya dapat menderita
gejala itu hampir secara terus menerus. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau
mungkin dipercepat atau diperberat dengan banyak pemicu atau pencetus yang berbeda
seperti yang telah dijelaskan diatas. Frekuensi gejala asma mungkin semakin buruk di
malam hari, variasi sirkadian pada tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai
titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala-gejala dari bronkokontriksi
(Tierney, McPhee, Papadakis, 2002).
6
II. Persisten Siang hari > 2 kali per Variabilitas APE 20 -
Ringan minggu, tetapi < 1 kali 30%
per hari VEP1 >80% nilai
Malam hari > 2 kali per prediksi
bulan APE >80% nilai
Serangan dapat terbaik
mempengaruhi aktifitas
III. Persisten Siang hari ada gejala Variabilitas APE >
Sedang Malam hari > 1 kali per 30%
minggu Serangan VEP1 60-80% nilai
mempengaruhi prediksi
aktifitas Serangan >2 APE 60-80% nilai
kali per minggu terbaik
Serangan berlangsung
berhari-hari Sehari-
hari menggunakan
inhalasi β2-agonis
short acting
7
menimbulkan sensitisasi pada dirinya. Faktor pemicu tersebut adalah alergen dalam
ruangan: tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), jamur, ragi dan
pajanan asap rokok.
b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu menjadi asma.
Apabila telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi proses inflamasi pada
saluran napas. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat
secara klinis berhubungan dengan hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah
rinovirus, ozon dan pemakaian β2 agonis.
c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan oleh
pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (Depkes RI, 2009).
Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan
aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin . Secara umum faktor pencetus
serangan asma adalah:
1) Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu binatang,
tepung sari, beberapa makanan laut (Muttaqin, 2008). Makanan lain yang dapat
menjadi faktor pencetus adalah telur, kacang, bahan penyedap, pengawet, pewarna
makanan dan susu sapi (Depkes RI, 2009).
2) infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua pertiga pasien
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan
(Muttaqin, 2008). Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin
atau obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS), atau dapat juga terjadi karena
mendapatkan pemicu seperti debu dan bulu binatang di tempat kerja yang
mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas yang berulang. Ini disebut dengan
occupational asthma yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan.
8
3) Tekanan jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya, ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak Ekspresi emosi yang
dimunculkan secara berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus asma.
4) Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Serangan asma karena exercise (Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi segera setelah
olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan bersepeda merupakan
dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma.
5) Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu. Obat tersebut misalnya
golongan aspirin, NSAID, beta bloker, dan lain-lain (Depkes RI, 2009)
6) Polusi udara Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
fotokemikal serta bau yang tajam.
2.6 Gejala Asma
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
a. batuk terutama pada malam atau dini hari
b. sesak napas
c. napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya d.
rasa berat di dada
e. dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah: a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
e. Kesadaran menurun
9
2.7 Diagnosis
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan
anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik.
a. Anamnesis
1. Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu: Asma
bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
2. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman,
riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma
3. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada
dan berdahak yang berulang
4. Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari
5. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik
6. Respon positif terhadap pemberian bronkodilator
b. Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal
Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah mengi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan
fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala
obstruksi saluran pernapasan Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin
mengecil oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus.
Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang mengecil
(hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak
napas, dan mengi.
10
Gambar 2.macam-macam PEF meter
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan
napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang
dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :Penuntun meteran
dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian
diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian
mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka
tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.
11
inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini tergantung pada
siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini <
20%.
12
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan
parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Obat-obatan asma ditujukan untuk
mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas yang terdiri atas pengontrol dan
pelega. Pengontrol merupakan medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada
asma persisten.
13
• Membuat perencanaan tertulis jika terjadi kegawatan dimasa yang akan datang
2. Terapi non farmakologi pada asma
a. Edukasi yang berkaitan dengan program pengobatan
b. Menhindari alergen yang dapat mentriger timbulnya asma dan mengurangi
sensitifitas bronkus karena binatang atau asap roko
c. Pasien asma aku dan berat harus menyediakan dan mempunyai persedian gas
oksigen
d. Penyuluhan tentang asma untuk pasien dan keluarganya 3. Terapi farmakologi
a. Simpatomimetik
MekanismeKerja
Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :
1) Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi,
dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
2) Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan
irama jantung.
3) Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens
mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama
penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat
simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling
efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung
melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat
dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan
(misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan
secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat
farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi asma.
14
Simpatomim Aktivitas Potensi Rute Onset (menit) Durasi
etik Reseptor β2 a (jam)
Adrenergi
k
Albuterolb M β1< β2 2 Oral 30 4-8
M Inh c 30 3-6
Bitolterolb β1< β2 5 Inh 2-4 5 >8
Efedrin α β1β2 - PO 15 sampai 60 3 sampai 5
SC > 20 <1
IM 10 sampai 20 <1
IV segera -
Epinefrin α β1β2 - SC 5 sampai 10 4 sampai 6
IM - 1 sampai 4
Inh c 1 sampai 5 1 sampai 3
Isoetharinb β1< β2 6 Inh c dalam 5 2 sampai 3
Isoprotereno β1< β2 1 IV segera <1
l Inh c 2 sampai 5 1 sampai 3
Metaprotere β1< β2 15 PO mendekati 30 4
nolb Inh c 5 sampai 30 1 sampai 6
Salmeterolb β1< β2 0,5 Inh dalam 20 12
Pirbuterolb β1< β2 5 Inh dalam 5 5
Terbutalinb β1< β2 4 PO 30 4 sampai 8
SC 5 sampai 15 1,5 sampai
4
Inh 5 sampai 30 3 sampai 6
Tabel 2. Perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik bronkodilator
simpatomimetik
• Indikasi
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan,
bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala
yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti
albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan
gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
• Dosis dan cara penggunaannya
15
Nama obat Bentuk sediaan dosis
Albuterol Aerosol Dewasa dan Anak > 4 2 inhalasi setiap 4
tahun sampai 6 jam.
(usia 12 tahun dan
lebih untuk
pencegahan
16
tahun atau lebih inhalasi, kemudian
tunggu sampai 1
menit, jika perlu,
gunakan sekali lagi.
Jangan digunakan lagi
sampai lebih dari 3
jam.
Terbutalin Tablet Dewasa dan Anak 2,5 mg, 3 kali sehari
lebih dari 15 tahun
Tabel 3. Dosis golongan bronkodilator simpatomimetik
• Efek samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek
kumulatif yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada
beberapa kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk semantara waktu.
Nama Obat Efek Samping
Albuterol Bronkhitis (1,5–4)%, epistaksis (1-3)%,
peningkatan nafsu makan, sakit perut (3%),,
kram otot (1-3)%.
Bitolterol Sakit kepala ringan (6,8%), efek pada
kardiovaskular kira-kira 5%.
Isoproterenol Bronchitis (5%)
Metaprotereno Keparahan asma (1-4)%
l
Salmeterol Sakit pada sendi/punggung, kram otot,
mialgia, sakit pada otot (1-3)%, infeksi
saluran pernapasan atas,.nasifaringitis
(14%), penyakit pada rongga hidung atau
sinus (6%), infeksi saluran pernapasan
bawah (4%), alergi rinitis (lebih dari 3%),
rinitis, laringitis, trakeitis/bronkitis (1-3)%,
rasa lemas, influenza (lebih dari 3%),
Tabel 4. Efek samping obat Bronkodilator Simpatomimetik
• Kontraindikasi
Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi terhadap
obat dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang berhubungan
dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan terapi inotopik,
takikardia atau blok jantung yang berhubungan dengan intoksikasi digitalis (karena
isoproterenol), dengan kerusakan otak organik, anestesia lokal di daerah tertentu (jari
17
tangan jari kaki) karena adanya risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi
jantung, insufisiensi jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena
efinefrin); pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut
sempit, syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi atau
siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).
A. Xantin
• Mekanisme kerja
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi
secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP,
menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter
esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan
pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada
orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki
kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
• Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasma
reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Dosis dan cara
penggunaan a. Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal
untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara parenteral,
monitoring ketat dan perawatan intensif. Berikut adalah dosis untuk pasien yang belum
menggunakan aminofilin.
18
Pasien gagal jantung 6.4 mg/kg a 0,1-0,2 mg/kg/jam a
kongestiv
Tabel 5. Dosis aminofilin
b. Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon
klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin
anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20 mcg/mL.
Berikut adalah dosis yang direkomendasikan untuk pasien yang belum menggunakan
teofilin.
Pasien Dosis Oral Awal Dosis Pemeliharaan
Anak 1-9 tahun 5 mg/kg 4 mg/kg setiap 6 jam
Anak 9-16 tahun dan 5 mg/kg 3 mg/kg setiap 6 jam
dewasa perokok
Dewasa bukan perokok 5 mg/kg 3 mg/kg setiap 8 jam
Orang lanjut usia dan 5 mg/kg 2 mg/kg setiap 8 jam
pasien dengan gangguan
paru-paru
Pasien gagal jantung 5 mg/kg 1-2 mg/kg setiap 12
kongestive jam
Tabel 6. Dosis teofilin
B. Anti kolinergik
a. Ipratropium Bromida
• Mekanisme kerja
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang
akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.
Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat
sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan
penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa
hidung.
• Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain
(terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik
dan emfisema. Dosis dan cara penggunaan
Bentuk Sediaan Dosis
19
Aerosol 2 inhalasi (36 mcg) empat kali
sehari. Pasien boleh menggunakan
dosis tambahan tetapi tidak boleh
melebihi 12 inhalasi dalam sehari
Larutan Dosis yang umum adalah 500 mcg
(1 unit dosis dalam vial),
digunakan dalam 3 sampai 4 kali
sehari dengan menggunakan
nebulizer oral, dengan interval
pemberian 6-8 jam. Larutan dapat
dicampurkan dalam nebulizer jika
digunakan dalam waktu satu jam.
Tabel 7. Dosis ipratropium bromida
Efek samping
Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru obstruksi kronik yang
semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering,
C. Kromolin Natrium
• Mekanisme kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas
intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid.
Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting
Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paruparu
tempat obat diberikan.
• Indikasi
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan profilaksis pada
asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang
yang memerlukan pengobatan secara reguler.
• Dosis dan cara penggunaan
Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang
teratur. Efektifitas terapi tergantung pada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : inhalasi 20 mg (1 ampul/vial) diberikan dengan
nebulisasi segera sebelum terpapar faktor pencetus.
20
Oral : Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang
tidur. Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan
saat menjelang tidur.
D. Kortikosteroid
• Mekanisme kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan
efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan
aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan
memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot
polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara
efektif dengan efek sistemik minimal.
• Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan
kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis
sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai
8 tahun.
• Dosis dan cara penggunaan
Nama obat Bentuk sediaan dosis
Deksametason Tablet Dewasa dan 0,75 - 9 mg dalam 2 – 4
dosis terbagi
anak-anak
0,024 – 0,34 mg/kg berat
badan dalam 4
dosis terbagi
Metil Tablet Dewasa dan 2 – 60 mg dalam 4 dosis
prednisolon terbagi
anak-anak
2 – 60 mg dalam 4 dosis
terbagi
0,117 – 1,60 mg/kg
berat badan setiap hari
dalam 4 dosis terbagi .
Tabel 8. Dosis dan golongan kostikostroid
21
• Efek samping nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous, limbung, mual, muntah,
anoreksia, nyeri dada, infeksi saluran pernapasan atas, kongesti hidung dan sinus,
pengecapan tidak enak
22
bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis) Dosis dan cara
penggunaan
Bentuk Sediaan Dosis
DTablet effervesen, ewasa 200 mg 2-3 kali sehari
kapsul , sachet
Anak 2-7 tahun 200 mg 2 kali sehari
Anak 1 bulan – 1 tahun 100 mg 2 kali sehari
Tabel 9. dosis N-asetilsistein
a. Pengkajian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku. Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf; dan
3. Tanggal penulisan resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan;
2. Stabilitas; dan
23
3. Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. Aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. Duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis
lain);
5. Kontra indikasi; dan 6. Interaksi.
c. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions.
Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien
sudah memahami Obat yang digunakan.
24
BAB III METODELOGI PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS 3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan
Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No. 115
BAKTI HUSADA
Jl. Cabe Raya No.17 Telp 7427355
Pamulang –Tangerang
R/ Theophilin 100mg
Salbutamol 1 mg
Extropect ½ tab
Gambar 3
m.f. pulv da in caps XXX
S 3 dd 1 caps
R/ Seretide diskus No.I
S 2 dd 1
26
2. Salbutamol
1 mg x 30 = 30 mg/2 mg = 15 tab
3. Extropect
½ tab x 30 = 15 tab
a. Karakteristik Obat 1.
Theophyllin
• Komposisi
Theophyllin 100 mg
• Indikasi
Theophyllin adalah xantin dan merelaksasi otot polos, meringankan
bronkopasme, dan menstimulasi efek respirasi.theophyllin juga menstimulasi
miokardium dan SSP,menurunkan resistensi periferal dan tekanan vena yang
menyebabkan diuresis.Theophyllin bisa digunakan sebagai tambahan terapi
27
agonis beta-2 dan kostikosteroid pada pasien yang membutuhkan tambahan
efek pelebaran bronkus+H10.
• Dosis
Bronkospasme akut, theophyllin di berikan secara oral pada orang dewasa yang
sebelumnyan tidak minum theophyllin dan golongan xantin lainnya dosis terapi
5 mg/kg.Dosis dikurangi pada geriatri,gagal jantung dan penyakit
hati,sedangkan perokok membutuhkan dosis perawatan yang lebih
tinggi.Bronkopasme kronik theophyllin di berikan pada dosis 300-1000 mg/hari
dalam dosis terbagi.Untuk preparat dengan modifikasi pelepasan dapat dibrikan
pada dosis 1xsehari dengan dosis 400 atau 600 mg per hari.
• Efek Samping
SSP : tejadi takikardia, sakit kepala, kecemasan, gelisah.
Gastrointestinal : mual,muntah,nyeri lambung,diare.
Renal : Diuresis
• Interaksi Obat
Tidak ada interaksi dengan obat yang ada di resep.
• Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap theophyllin atau komponen lain pada formulasi.
• Konseling
Minum obatnya sesuai dengan aturan pakai.
Jika mengalami efek samping segera konsultasikan kedokter
2. Salbutamol
• Komposisi
Salbutamol Sulfat
• Indikasi
Asma bronkhial, bronkhitis kronis, empisema.
• Dosis
2 atau 4 mg per oral 3 atau 4 kali sehari; MAX, 32 mg per haridalam dosis terbagi (FDA
dosis)
• Pemberian Obat
Sebelum makan atau saat lambung kosong.
28
• Efek Samping
Gemetar, takhikardia
• Interaksi Obat
Peningkatan risiko hipokalemia dengan agen depleting K (mis kortikosteroid,
diuretik, xanthines, digoxin). Peningkatan inersia uteri dengan anaesth
terhalogenasi (IV).Peningkatan risiko edema paru dengan
kortikosteroid.Mungkin memusuhi efek anti-diabetes.Efek dapat diubah oleh
guanethidine, reserpin, metildopa, TCA dan MAOIs.Peningkatan risiko efek
CV dengan agen simpatomimetik lainnya.efek antagonis dengan β-blocker.
• Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap theophyllin atau komponen lain pada formulasi.
Hipersensitivitas terhadap albuterol atau salah satu komponennya protein
termasuk susu atau levalbuterol
• Kategori kehamilan Kategori C
• Konseling
Pasien menggunakan obat sesuai aturan pakai.
Pasien melaporkan ke tenaga medis jika mengalami gejala efek samping.
3. Extropect
• Komposisi
Ambroxol HCl
• Indikasi
Sebagai sekretolitik untuk gangguan saluran napas akut & kronik, terutama pada
eksaserbasi bronchitis asma kronik dan asma bronkial.
• Dosis
60-180 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis.
• Pemberian Obat
Harus setelah makan atau bersamaan dengan makan.
• EfekSamping
Konstipasi, diare, hipersaliva, mual dan muntah, yang jarang terjadi yaitu : kontak
dermatitis, pruritus, rash, urticaria, xerostomia, dysuria dan kelelahan.
• Interaksi Obat
Tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain.
• Kontraindikasi
29
Pasien yang memiliki riwayat alergi dengan ambroxol dan untuk pasien yang
memiliki riwayat dengan gangguan ulkus.
• Kategori kehamilan Kategori C
• Konseling
Pasien menggunakan obat sesuai aturan pakai
Pasien melaporkan ke tenaga medis jika mengalami gejala hipersensitivitas
pada kulit atau mengalami efek samping.
4. Seretide Diskus
• Komposisi
Seretide 50 dose inhaler : salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 50 mcg.
Seretide 100 dose inhaler : salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 100mcg.
Seretide 125 dose inhaler : salmeterol 25 mcg, fluticasone propionate 125mcg.
Seretide 250 dose inhaler : salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 250mcg.
Seretide 500 dose inhaler : salmeterol 50 mcg, fluticasone propionate 500mcg.
• Indikasi
Untuk pengobatan rutin penyempitan saluran nafas reversible (ROAD) termasuk asma
bronkitis dan enfisema (COPD).
• Dosis
Pada pengobatan ROAD, pada dewasa dan anak-anak > 4 tahun diberikan 2
sedotan inhalasi seretide 50 atau 125. Atau 1 sedotan seretide 100, 250 atau 500.
Sedangkan pada COPD, diberikan 2 sedotan inhalasi seretide 125. Atau 1
sedotan pada seretide diskus 250 atau 500. Setiap dosis diberikan 2 kali sehari.
• Efek Samping
Pada penggunaan tertentu menyebabkan bersin bersin karena sebaran serbuknya.
Menyebabkan infeksi, biasanya berupa kandidiasis di sekitar mulut dan
kerongkongan.
• Interaksi Obat
Nonselective & selective β-blockers; CYP450 inhibitors
(ritonavir, erythromycin, ketoconazole). MAOIs, TCAs, L-dopa, L-thyroxine,
oxytocin, antiarrhythmics; xanthines.
• Kontraindikasi
30
Pasien dengan riwayat hipersensifitas terhadap salmeterol xinofate, fluticasone
propionate atau salah satu komposisi dari seretide diskus.
• Konseling
Konseling mengenai penggunaan obat karena banyak pasien yang belum tahu
mengenai penggunaanya. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan
gagalnya terapy dan efek bersin bersin.
Untuk mengatasi efek samping dari kandidiasis, anjurkan pasien untuk kumur-
kumur tiap pakai seretide.
b. Skrining Resep
Skrining resep atau pengkajian resep berdasarkan Permenkes No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek terdiri dari :
1. Kajian administratif
Keabsahan Resep
2 a. Incriptio
Nama dokter Ada Resep tidak
Tempat tanggal dan penulisan resep Ada lengkap secara
31
b. Invocatio administrasi
Tanda R/ Ada pasien
c. Prescriptio / Ordinatio
Nama obat Ada
Kadar obat Ada
Jumlah obat Ada
Bentuk sediaan Ada
d. Signatura
Aturan pakai Ada
Nama pasien Ada
Umur pasien Tidak Ada
Berat badan pasien Tidak ada
Tinggi pasien Tidak ada
Hasil dari kajian resep 1 menunjukan bahwa dari segi administratifnya sudah
hampir lengkap karena memiliki nama dokter, nomor surat izin praktek, alamat,
Tanggal penulisan resep, dan nama pasien. Namun masih memiliki kekurangan
diantaranya umur pasien,jenis kelamin dan berat badan, karena umur dan berat
badan pasien sangat penting untuk di ketahui agar dapat di ketahui dosis yang di
rekomendasikan oleh dokter benar atau tidaknya dengan melihat umur dan berat
badan pasien.
32
Tabel 2 Kajian kesesuaian farmasetik
• Bentuk sediaan
Bentuk sediaan yang diberikan ke pasien sesuai dengan resep adalah dengan
kapsul. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pasien dalam mengkonsumsi obat
dan untuk menutupi rasa pahit dari obat. Selain itu, pembuatan kapsul akan
menambah kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat sehingga efek terapi
bisa tercapai (widiakusuma, 2012).
• Stabilitas
Pada campuran teophilin, ambroxol, dan salbutamol tidak menyebabkan kerusakan satu
sama lainya saat dijadikan kapsul.
• Dosis
Theophilin pada resep pasien mendapat dosis 100 x 3 kali sehari. dosis normal
adalah 300 – 600 mg perhari, namun untuk pasien lanjut usia perlu dilakukan
pengaturan dosis. Pada resep ini pasien mendapat dosis minimum.
Salbutamol 3 kali sehari 1 mg, dosis untuk dewasa adalah 2 -4 mg 3 – 4
kali sehari. Pada resep pasien menerima 3 mg sehari. Dosis yang dierikan
sesuai resep telah disesuaikan berdasar umur pasien sehingga dosis dikurangi.
Ambroxol (extropect ) 3 x ½ tab sehari (30 mg / tablet). Dosis umumnya
adalah 3 x sehari 1 tab (30mg) pada resep dosis telah diturunkan.
Seretide diskus. Dosis yang diberikan telah sesuai.
(mims.com diakses pada 21 oktober 2016)
• Inkompabilitas
Tidak ditemukan inkompabilitas dari komposisi obat, baik dari segi kimia
maupun fisika.
• Jumlah dan Aturan Pakai
Dalam resep tertulis jelas mengenai jumlah obat dan cara penggunaan obat nya.
3. Pertimbangan Klinis
Kajian klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan dan cara
penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan
meliputi alergi, efek samping obat dan manifestasi klinis, serta kontra indikasi dan
33
interaksi obat pada resep maupun obat yang digunakan pasien (PMK 35/2014). Pada
kasus resep 1 diatas obat yang diberikan kepada pasien terdiri dari 2 jenis obat yaitu
obat peroral dalam bentuk racikan kapsul yang terdiri atas theophyllin, salbutamol
dan extropect, kemudian obat yang kedua adalah inhaler yaitu seretide diskus. Kedua
obat tersebut digunakan untuk manajemen terapi penyakit asma. Pertimbangan klinis
tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak memiliki rekam medis pasien dan tidak
mewawancarai pasien, yang dilakukkan hanya analisa dari resep yang tertulis.
• Ketepatan indikasi
Indikasi Theophyllin adalah merelaksasi otot polos, meringankan bronkopasme,
dan menstimulasi efek respirasi. Theophyllin juga menstimulasi miokardium dan
SSP, menurunkan resistensi periferal dan tekanan vena yang menyebabkan diuresis.
Theophyllin bisa digunakan sebagai tambahan terapi agonis beta-2 dan kostikosteroid
pada pasien yang membutuhkan tambahan efek pelebaran bronkus. Indikasi
Salbutamol adalah untuk asma bronkhial, bronkhitis kronis, empisema. Indikasi
extropect sebagai sekretolitik untuk gangguan saluran napas akut dan kronik,
terutama pada eksaserbasi bronchitis asma kronik dan asma bronkial, serta Indikasi
Seretide Diskus adalah untuk terapi reguler utk penyakit obstruktif saluran napas
yang reversibel termasuk asma , serta (terapi) PPOK termasuk bronkitis kronik dan
emfisema.Pada keempat obat diatas memiliki indikasi yang sama untuk terapi
pengobatan asma. Sehingga obat-obat pada resep 1 telah tepat indikasi.
• Dosis obat
Theophyllin dalam resep, sehari : 100 mg x 3 = 300 mg
Menurut literatur (micromedex dan MIMS) dosis theophyllin untuk indikasi
bronkopasme kronik di berikan pada dosis 300-1000 mg/hari dalam dosis
terbagi, dosis yang diresepkan telah tepat sesuai dengan literatur yang ada
(tepat dosis).
Salbutamol dalam resep, sehari : 1 mg x 3 = 3 mg
Dosis salbutamol untuk pasien dewasa adalah 3-4 kali sehari dengan dosis 2
atau 4 mg per oral, maximal 32 mg per hari dalam dosis terbagi, sehingga
34
dosis dalamresep dikatakan tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan
kurang dari dosis lazim (underdose).
Extropect dalam resep, sehari ½ tab x 3 = 3/2 tab x 30 mg = 45 mg
Dosis extropect adalah 60-180 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis, dosis yang
diresepkan tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan kurang dari dosis
lazim (underdose).
Seretide
Dosis yang diberikan untuk pasien sudah tepat.
• Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi pada pasien.
• Interaksi Obat
35
Tidak ditemukan adanya interaksi antar obat dalam resep ini.
c. Dispensing Obat
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat.
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep
• Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan permintaan resep
• Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa, dan keadaan fisik obat.
a. Memberikan etiket
Setelah obat diambil dan disiapkan, kemudian obat diberikan etiket terlebih
dahulu sebelum disererahkan kepada pasien. Etiket yang digunakan adalah etiket
berwarna putih, dikarenakan obat yang diberikan adalah obat yang diminum.
Untuk seretide diskus, diberikan etiket berwana biru dikarenakan dikhususkan
untuk penggunaan bukan oral.
36
APOTEK KIMIA FARMA PAMULANG
Jl. Pamulang Permai Raya Blok D2 No. 1A
No. Telp. 021 77887855
Ny. hasanah
3 x sehari 1 kapsul
Setelah makan
(ventolin inhaler )
Contoh etiket pemakaian luar :
APOTEK KIMIA FARMA PAMULANG
Jl. Pamulang Permai Raya Blok D2 No. 1A
No. Telp. 021 77887855
Ny. Hasanah
37
Pada resep ini informasi yang bisa diberikan kepada pasien adalah:
Tabel 3. PIO dan KIE
Nama Obat Aturan Pakai Kegunaan Informasi lainnya
Salbutamol
Extropect
Seretide diskus S 2 dd 1 Untuk sesak Selalu dibawa untuk kejadian darurat.
Bersihkan tangan sebelum menggunakan
dan bersihkan alat sesudah
menggunakannya.
38
4. Letakkanbagianmulutdiskus di bibir. Tariknapas dalam-dalam melalui
mulut(janganmelaluihidung).
5. Lepaskan diskus dari mulut, kemudiantahannapasselama 10 detik. Lalu Keluarkan
napas secara perlahan.
6. Setelah digunakan tutupdiskuske posisi semula dan simpan di tempat yang kering.
7. Lakukan pengecekan pada dose counter. Dose counter
padaDiskusmenunjukkanberapa banyak dosis yang tersisa untuk digunakan.
8. Setelah selesai jangan lupa untuk berkumur untuk mencegah infeksi jamur dan lakukan
pembersihan diskus secara berkala menggunakan lap kering.
4.2 Hasil dan pembahasan Resep Apotik Kimia Farma No. 143
SalinanResep
Dokter : MudjaddidTgl : 26/09/16
Pro : Aksah No : 186
R/
Theophyllin 150 mg
Salbutamol 2 mg
Amboksol ½ tab
MF cap dtd no XII
S 3 dd 1
CAP
39
1. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf;
2. Tanggal penulisan Resep
3. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
Dalam resep yang diberikan pasien, tidak terdapat nomor Surat Izin Praktik
(SIP) dokter dan paraf pembuat resep, namun resep tersebut masih dapat di
layani karena terdapat stempel/cap instalasi rumah sakit yang membuat kopi
resep tersebut. Dalam resep juga tidak tercantum jenis kelamin dan berat badan
pasien namun masih dapat ditanyakan kepada pasien secara langsung.
2. Kesesuaian Farmasetis
Tabel 5 Kesesuaian Farmasetis Resep 2
Nama obat Bentuk sediaan Kekuatan Stabilitas Kompatibilitas
sediaan
40
Salbutamol 2 mg Tidak 2 mg Disimpan di tempat Compatible
disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya
3. Pertimbangan Klinis
Pertimbangan klinis dari resep 1 dengan obat mertigo adalah sebagai
berikut:
Tabel 6 Skrining Klinis Resep 2, Theophylin
Nama obat Theophyllin Ket
Indikasi Ashma
Dosis Dosis di R/ 150 mg x 3 = 450 mg/hari
Aturan dan cara Resep : 3 kali sehari 1 capsul
pakai AHFS 2011 : 10 mg/kgbb ( sampai 300 mg)
maksimum 800 mg/hari
Efek samping Mual dan muntah, sakit atau keram perut, detak
jantung cepat atau tidak beraturan, diare
41
= Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.
42
Efek samping Gangguan pada sistem pencernaan
Kontraindikasi Hipersensitif
Interaksi Tidak ada
= Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.
b.Pembahasan Resep II
Skrining administrasi yang dilakukan pada resep II menunjukkan
ketidaklengkapan resep yakni tidak terdapat SIP dokter, tanda tangan pembuat
resep, jenis kelamin dan berat badan pasien. Penulisan nomor SIP dokter dan paraf
pembuat resep sangat penting untuk menilai keabsahan resep namun dalam resep
masih terdapat cap RS yang membuat kopi resep sehingga resep tersebut masih
dapat di layani.
Skrining farmasetik yang dilakukan pada resep II menunjukkan
ketidaklengkapan resep, yaitu tidak disebutkan bentuk sediaan. Namun pada resep
ini tidak menimbulkan permasalahan, karena obat tersebut untuk peracikan
sehingga obat yang digunakan tablet. Kompatibilitas sediaan dalam AHFS tidak
disebutkan sehingga obat tersebut tidak ada masalah selama proses peracikan dan
stabilitas tidak disebutkan namun karena sediaan yang akan dibuat adalah serbuk
maka obat harus disimpan ditempat yang kering dan terlindung dari cahaya untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dan perubahan fisika-kimia obat.
Skrining klinis pada resep II terdapat interaksi obat teofilin dengan
salbutamol, menggunakan teofilin bersama-sama dengan salbutamol dapat
meningkatkan efek samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar, peningkatan
jantung, tekanan darah dan denyut nadi, menggabungkan kedua obat ini juga dapat
meningkatkan resiko hypokalemia namun hypokalemia yang ditimbulkan masih
bersifat ringan, Sehingga penggunaan obat ini perlu dilakukan monitoring dosis.
Pada resep pasien mendapatkan teofilin 12 tablet, salbutamol 24 tablet dan
ambroxol 6 tablet yang digerus menjadi homogen kemudian dibagi menjadi 12
kapsul digunakan 3 kali sehari 1 kapsul dengan indikasi untuk Asma yang disertai
batuk. Efek samping yang mungkin terjadi yaitu meningkatkan efek samping
kardiovaskular, seperti jantung berdebar, peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi.
43
4.3 Hasil dan Pembahasan Resep Apotek Kimia Farma No. 147
Dokter umum
Ny. LILY A.T. SUSILO
Perum Duren Sawit (PTB)
Blok R III/29 Telp. 8615228
Jakarta Timur
SIP. 1.1.01.3172.3447/5.31.03/8.16.1
Jakarta, 2 – 10 – 2016
R/ Tremenza ¼ tab
Erysanbe chew 23 tab
Salbutamol ¼ tab
Mucos ¼ tab
Celestamine ¼ tab
Mf Pulv dtd no XX
S3ddI
Pro : Daris
Umur : (4 thn) bb 15 kg
44
Gambar 3. Resep Asli dan Pembacaan Resep III
a. Skrining Resep
1. Kajian Administratif
Kajian administratif resep menurut Permenkes Nomor 35 Tahun 2014, tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi :
1. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;
2. Tanggal penulisan Resep
3. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
Dalam resep yang diberikan pasien, tidak terdapat jenis kelamin pasien , dapat
ditanyakan pada pasiennya saat dilayani di apotek.
45
Tabel 9 Kajian Administrasi Resep III
Kelengkapan Resep Ada Tidak Ada
Nama Dokter
Nomor SIP
Alamat Dokter
Nomor Telepon
Tanggal Resep
Paraf
Nama Pasien
Umur
Jenis Kelamin
Berat Badan
c.
Kesesuaian Farmasetis
Tabel 10 Kesesuaian Farmasetis Resep III
Nama obat Bentuk sediaan Kekuatan Stabilitas Kompatibilitas
sediaan
46
Celestamine Tidak 150 mg Disimpan di tempat Compatible
disebutkan kering dan terlindung
dari cahaya
b. Pertimbangan Klinis
Pertimbangan klinis dari resep 1 dengan obat mertigo adalah sebagai berikut:
Tabel 11 Skrining Klinis Resep III, Tremenza
Nama obat Tremenza Ket
Indikasi Flu karena alergi saluran napas atas
Komposisi Pseudoefedrin HCl, Triprolidine HCl
Dosis Dosis di R/ 1/4 x 100 mg = 25 mg x 3 = 75
mg/hari
47
Dosis 230 mg x 3 = 690 mg/hari
Dosis maksimal 2 g/hari (DIH)
Aturan dan cara Resep: 3 kali sehari 1 bungkus
pakai
48
Penggunaan tremenza bersama-sama dengan
dengan salbutamol dapat meningkatkan efek
samping kardiovaskular, seperti jantung
berdebar, peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi.
Erytromycin >< Salbutamol (moderat)
Penggunaaan erytromycin bersamaan dengan
salbutamol dapat meningkatkan denyut jantung
yang tidak teratur dan berpotensi mengancam
nyawa, meskipun efek samping seperti itu
jarang terjadi.
15 kg = x 60 mg = 12,85 mg
15 kg = x 120 mg = 25,71 mg
(Martindale)
49
Interaksi Tidak ada
= Tepat indikasi, dosis dan aturan pakai sesuai dengan literatur.
50
Skrining klinis pada resep terdapat interaksi obat tremenza dengan
salbutamol, menggunakan tremenza bersama-sama dengan salbutamol dapat
meningkatkan efek samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar, peningkatan
jantung, tekanan darah dan denyut nadi. Karena bentuk interaksi moderat maka
dilihat kembali dari sisi manfaat dan efek interaksi. Dicek kembali jika ada obat
yang lebih baik maka konsultasikan kembali kepada dokter, jika tidak ada maka ttp
memakai obat tersebut dengan monitoring efek samping dr interaksi.
Interaksi obat antara erytromycin dengan salbutamol tergolong dalam
interaksi moderat. Penggunaaan erytromycin bersamaan dengan salbutamol dapat
meningkatkan denyut jantung yang tidak teratur dan berpotensi mengancam
nyawa, meskipun efek samping seperti itu jarang terjadi.
Pada resep pasien mendapatkan tremenza 5 tablet, erysanbe chew 23 tablet,
salbutamol 5 tablet, mucos 5 tablet dan celestamine 5 tablet yang digerus menjadi
homogen kemudian dibagi menjadi 20 bungkus digunakan 3 kali sehari 1 bungkus
dengan indikasi untuk Asma yang disertai batuk. Efek samping yang mungkin
terjadi yaitu meningkatkan efek samping kardiovaskular, seperti jantung berdebar,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Resep yang diberikan oleh dokter telah sesuai secara administratif, resep yang
ditulis secara umum sudah memenuhi standar kriteria PMK No. 35 tahun 2014,
walaupun ada beberapa standar yang belum terpenuhi seperti paraf dokter,
berat badan dan usia pasien. Pengkajian secara farmasetis sudah sesuai, tetapi
secara pengkajian pertimbangan klinis belum rasional karena pemberian dosis
pada beberapa obat-obat terapi asma tidak sesuai dengan dosis lazim yang
tertera pada literatur.
2. Informasi yang harus diberikan pada saat PIO ke pasien meliputi : nama obat,
indikasi, aturan dan cara pakai obat, serta efek potensial yang tidak diinginkan.
Pasien asma masuk kedalam kategori pasien yang perlu dikonseling
dikarenakan pasien asma merupakan pasien penyakit kronis dan mendapat obat
dengan instruksi khusus (inhaler). Konseling dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam pengobatan. Diberikan edukasi mengenai penanganan
segera ketika mendapat serangan asma dan edukasi pasien untuk selalu
melakukan pola hidup sehat serta menghindari faktorfaktor pencetus alergi
yang dapat menyebabkan serangan asma sehingga mampu meningkatkan
kualitas hidup pasien.
5.2 Saran
1. Mengkoordinasikan dengan dokter untuk melengkapi tata cara penulisan resep
agar memenuhi standar dalam PMK No.35 tahun 2014.
2. Mengkoordinasikan dengan dokter mengenai dosis yang diberikan agar sesuai
dengan dosis lazim agar terapi pasien dapat tercapai.
3. Meningkatkan peran apoteker dalam memantau pasien asma dan memberikan
konseling serta edukasi pasien guna meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Memberikan media PIO tambahan seperti leaflet pada pasien yang mendapat
obat dengan instruksi khusus tentang cara penggunaan supaya pasien dapat
meningkatkan pemahaman tentang obat yang digunakan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aberg J.A., Lacy C.F, Amstrong L.L, Goldman M.P, and Lance L.L.,. 2009. Drug
Information Handbook 17th edition. Ohio: Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association
Asma. 2004. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.
Anonim. 2008. Iso farmakoterapi jiid 1. Jakarta : PT.ISFI.
Anonim. 2016. drugs.com/interaction-check. Diakses tanggal 19 Oktober 2016
Henneberger PK, Redlich CA, Callahan DB, Harber H, Lemiere C, Martin J, et al.
An Official American Thoracic Society Statement: work exacerbated
asthma. Am J Respir Crit Care Med 2011;184:368- 78.
John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC
Lewis,S.L., Heitkemper,M.M., Dirksen, S.R., O’brien, P.G. & Bucher,L. 2007.
Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical
Problems. Sevent Edition. Volume 2. Mosby Elsevier.
Menkes. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No.30 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Micromedex.com, diakses pada 20 Oktober 2016.
Mims.com, diakses pada 20 Oktober 2016.
PDPI, D. 2003. Asma (Pedoman Diagnosis dan dan Penatalaksanaan di Indonesia).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan terminologi medis. Jakarta : leskonfi.
Rambadhe, S, dkk., 2012, A Survey on Polypharmacy and Use of Inappropriate
Medications, Toxicol Int., 19(1), hal.: 68-73.
Rengganis, I. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah
Kedokteran Indonesia, 58 (11), 444-453.Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM.
Sweetman, C Sean. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-sixth
edition. London : Pharmaceutical Press.
Tierney, L.M., McPhee, S.J. & Papadakis, M.A., (2002). Diagnosis dan
Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Buku Satu. Jakarta : Salemba
Medika
53
Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton. Pharmacoterapy Handbook 6th
ed International edition. Singapore : McGrawHill, 2006:826-848.
54