Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ASMA BRONKIALE

Disusun oleh:
dr. Jesika Cresentia Aritonang

Pendamping:

Mayor Ckm dr. Nashrullah

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

ANGKATAN I TAHUN 2023

PERIODE FEBRUARI 2023-AGUSTUS 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus dengan topik “Asma Bronkiale” ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada pendamping yang telah
membimbing dan mengarahkan saya dalam menyusun laporan kasus ini. Saya menyadari
makalah laporan kasus saya ini masih jauh dari kesempurnaan. Saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak agar terdapat perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah laporan kasus ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan rekan-rekan
sejawat sekalian.

Pematangsiantar, 06 Mei 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL………………………………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..…2
DAFTAR ISI……………………………………………….…………………………………3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..……………6
2.1.Pengertian asma bronkiale………………………………………………………………6
2.2. Epidemiologi dan etiologi asma bronkiale……………………………..……………….6
2.3 Patogenesis dan patofisiologi asma bronkiale……………………………………….…..7
2.4 Gejala klinis dan diagnosis asma bronkiale……………………………………...………8
2.5 Klasifikasi asma bronkiale…………………………………………….…………………9
2.6 Penatalakasanaan asma bronkiale………………………………………………………11
BAB III LAPORAN KASUS…………………………………………………….....................
3.1 Identitas Pasien…………………………………………………………………………17
3.2 Anamnesis…………………………………………………………….…………..…….17
3.3 Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………...………….17
3.4 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………………19
3.5 Resume……………………………………………………………………….................20
3.6 Diagnosis………………………………………………………………………………..20
3.7 Terapi……………………………………………………………………………...……20
3.8 Prognosis……………………………………………………………………………..…20
3.9 Follow up…………………………………………………………………………………20
BAB IV DISKUSI KASUS…………………………………………………………………24
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………………….26
BAB VI DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..27

3
BAB I
PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan yang melibatkan inflamasi
pada saluran pernafasan dan mengganggu aliran udara, dan dialami oleh 22 juta warga
Amerika. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-
mediator, sitokin, dan kemokin. Inflamasi kronik ini menyebabkan peningkatan reaksi
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hal
tersebut tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) diberbagai propinsi
di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan empisema. Pada SKR T
1992, asma, bronkitis kronik dan empisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di
Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar
13/1000 dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.2
Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma
alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti
rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap
injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes provokasi yang
melibatkan inhalasi antigen spesifik. Alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan
pencetus tersering dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara biologis dapat
merusak struktur daripada saluran nafas melalui aktifitas proteolitik, yang selanjutnya
menghancurkan integritas dari tight junction antara sel-sel epitel.1
Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami asma adalah menghilangkan
gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan Asma Bertujuan untuk
menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat, mencegah
eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya,
menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara Ireversibel,

4
meminimalisir kunjungan ke gawat darurat, adalah hal yang penting sebagai dasar
penatalaksanaan.
Pengelolaan penyakit asma meliputi terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis dengan menghindari faktor pencetus, menjaga kebersihan lingkungan dan
rutin kontrol ke dokter. Sedangkan terapi farmakologis dengan obat pelega maupun
pengontrol saluran nafas ada yang disemprot dan diminum. Wajib djelaskan kepada pasien
dan keluarga pasien bahwa terapi nonfarmakologis lebih penting dan bermakna daripada
terapi farmakologis. Pasien diberitahu masih perlu memperbaiki pola hidupnya dan sering
kontrol asma ke Puskesmas sebulan sekali serta meminum obat dan kurangi aktivitas fisik
serta selalu sedia obat semprot pelega dirumah.3
Pada prinsipnya pengobatan farmakologis untuk asma dibagi menjadi 2 golongan
yaitu antiinflamasi, yang merupakan terapi rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta
mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, serta bronkodilator, yang merupakan terapi
saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi. Contoh antiinflamasi yaitu golongan steroid
inhalasi seperti flutikason propionat dan budesonid, golongan antileukotrin seperti
metilprednisolon, kortikosteroid sistemik seperti prednison, agonis beta-2 kerja lama seperti
formeterol, prokaterol. Obat pelega ada dari golongan agonis beta-2 kerja singkat seperti
salbutamol, terbutalin, fenoterol, golongan antikolinergik seperti ipratoprium bromide,
golongan metilsantin seperti teofilin, aminofilin dan lain-lain.4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian asma bronkiale


Asma bronkiale adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan dan mengganggu
aliran udara. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-
mediator, sitokin, dan kemokin. Inflamasi kronik ini menyebabkan peningkatan reaksi
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.2

2.2. Epidemiologi dan etiologi asma bronkiale


Asma bronkiale dapat terjadi pada semua umur namun lebih sering dijumpai pada
awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-anak, terdapat
perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi
sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain
dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %. 4,5 Atopi
merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma alergi sering
dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga seperti rinitis,
urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap injeksi
intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes provokasi yang
melibatkan inhalasi antigen spesifik.5
Alergen berupa debu rumah (tungau) merupakan pencetus tersering dari eksaserbasi
asma. Tungau-tungau tersebetut secara biologis dapat merusak struktur daripada saluran
nafas melalui aktifitas proteolitik, yang selanjutnya menghancurkan integritas dari tight
junction antara sel-sel epitel. Apabila fungsi dari epitel ini dihancurkan, maka alergen dan
partikel lain dapat dengan mudah masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina
propia. Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang memiliki aktivitas
protease ini dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi daerah yang lebih dalam di

6
saluran pernafasan. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi
juga merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira 25%
sampai 30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan bahwa
merokok ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan keparahan penyakit
dari penderita asma. Paparan dari asap rokok yang lama pada pasien asma akan berkontribusi
terhadap kerusakan dari fungsi paru, yaitu terdapat penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama
10 tahun.6

2.3. Patogenesis dan patofisiologi asma bronkiale


Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses
yang sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial,
inflamasi dan remodeling saluran pernafasan. Penyempitan saluran napas merupakan hal
yang mendasari timbulnya gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas,
edema pada saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai mediator
bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap terjadinya
penyempitan saluran napas dan proses ini dapat ditangani dengan penggunaan bronkodilator.
Proses inflamasi pada saluran nafas yang terjadi saat reaksi eksaserbasi akut ikut berperan
menyebakan edema, sehingga terjadi penyempitan pada saluran nafas.
Penyempitan saluran nafas yang terjadi secara berlebihan merupakan patofisiologis
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang berperan terhadap
reaksi yang berlebihan atau adanya hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti, tetapi
mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasia atau
hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas dari otot
polos saluran nafas. Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah
peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot
polos.
Risiko terjadinya suatu reaksi asma terutama pada saat terjadi reaksi eksaserbasi akut
sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara faktor penjamu dan faktor lingkungan.
Berikut beberapa faktor penjamu dan faktor lingkungan yang dianggap berperan terhadap
patofisilogi asma bronkiale :
a. Faktor penjamu
 Genetik.

7
 Obesitas.
 Jenis kelamin.

b. Faktor lingkungan
 Rangsangan alergen.
 Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.
 Infeksi.
 Kebiasaan merokok .
 Obat-obatan,
 Penyebab lain atau faktor lainnya sesuai individu masing-masing.7

Gambar 1. Patogenesis Asma

2.4. Gejala klinis dan diagnosis asma bronkiale

Gejala klinis klasik pada asma bronkiale terdiri dari sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya yang dapat menyertai adalah adanya rasa berat di dada, produksi sputum lebih
banyak dari biasanya, penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik
dapat disertai dengan gejala pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu
dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi
diurnal. Timbulnya gejala ini juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti
paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik.
Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik

8
rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan
penderita, atau pekerjaan.8

Gambar 2. Gejala Klinis

2.5. Klasifikasi asma bronkiale

Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

No Derajat Gejala Gejala malam Faal paru


1. Intermitten Bulanan  ≤2x/bulan APE ≥ 80%
 Gejala <1x/minggu  VEP ≥ 80%
 Tanpa gejala diluar nilai prediksi
serangan  APE ≥ 80%
 Serangan singkat nilai terbaik
 Variabilitas
APE < 20 %
2. Persisten ringan Mingguan  >2x/bulan APE ≥ 80%
 Gejala >1x/minggu, tapi  VEP ≥ 80%
<1x/hari nilai prediksi
 Serangan dapat  APE ≥ 80%
mengganggu aktivitas dan nilai terbaik
tidur  Variabilitas
 Membutuhkan APE 20-30%
bronkodilator setiap hari
3. Persisten sedang Harian  >1x/minggu APE 60-80%
 VEP 60-80%

9
 Gejala setiap hari nilai prediksi
 Serangan mengganggu  APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
 Membutuhkan  Variabilitas
bronkodilator setiap hari APE >30%
4. Persisten berat Kontinyu  Sering APE ≤ 60%
 Gejala terus menerus  VEP1 ≤ 60%
 Sering kambuh nilai prediksi
 Aktivitas fisik terbatas  APE ≤ 60%
nilai terbaik
 Variabilitas
APE >30%

Gambar 3. Asesmen dan klasifikasi asma (Sumber : GINA 2021)

Tabel 2. Klasifikasi serangan asma

Gejala dan tanda Eksaserbasi akut/serangan akut Keadaan mengancam


Ringan Sedang Berat jiwa
Sesak nafas Berjalan berbicara istirahat mengantuk, gelisah,
Posisi dapat tidur duduk duduk kesadaran menurun
membungkuk
Cara berbicara satu kalimat beberapa kata kata demi kata
Frekuensi nafas <20/menit 20-30x/menit >30x/menit hampir apneu
Frekuensi nadi <100x/menit 100-120x/menit >120x/menit Bradikardi
Retraksi - + + Torakoabdominal
Mengi akhir ekspirasi akhir ekspirasi inspirasi dan silent chest
paksa ekspirasi

10
2.6. Penatalakasanaan asma bronkiale

Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia yang dikeluarkan


oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, ada 7 komponen program penatalaksanaan asma
dimana 6 di antaranya menyerupai komponen pengobatan yang dianjurkan oleh GINA dan
ditambah satu komponen yaitu pola hidup sehat.
1. Edukasi
Edukasi yang wajib diberikan kepada penderita asma adalah pemahaman mengenai
asma itu sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan
mengontrol faktor pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek samping obat, dan
juga penanganan serangan asma di rumah.
2. Penilaian derajat beratnya asma
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
wajib dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal-hal yang wajib diperhatikan adalah :
 Tanda gejala asma terutama pada saat terjadi serangan akut.
 Pemeriksaan faal paru.
3. Identifikasi dan pengendalian faktor pencetus
Sebagian penderita dengan mudah mengenali fakor pencetus, akan tetapi masih
banyak penderita asma yang belum mengetahui faktor pencetus asmanya.
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Asma terkontrol adalah kondisi stabil yang harus dipertahankan minimal dalam waktu
satu bulan. Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai atau mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat tiga faktor yang
perlu dipertimbangkan:
 Medikasi (obat-obatan).

 Tahapan pengobatan.

 Penanganan asma mandiri.3

Medikasi atau obat-obatan yang diberikan untuk para penderita asma ditujukan untuk
mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas, dan terdiri atas pengontrol dan
pelega.
A. Pengontrol

11
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Berdasarkan GINA 2021, obat pengontrol
lebih baik segera diberikan setelah diagnosis asma ditegakkan Berikut adalah
obat-obatan yang termasuk obat pengontrol :
 Steroid inhalasi
Steroid inhalasi bertujuan untuk menekan proses inflamasi dan komponen
yang berperan dalam remodeling pada bronkus yang menyebabkan asma. Pada
tingkat vascular, steroid inhalasi bertujuan menghambat terjadinya
hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas, pembentukan edema mukosa,
dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).
Steroid inhalasi adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan
nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan
memperbaiki kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti
kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas.
 Steroid sistemik
Steroid sistemik dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Untuk
penggunanan jangka panjang, lebih efektif menggunakan steroid inhalasi
daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus diberikan,
maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka panjang
dari penggunaan steroid sistemik adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes,
supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas,
penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot.
 Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
anti-inflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral yang diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, dapat berfungsi sebagai
alternatif bronkodilator. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan
sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif mengontrol
gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai
aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma
malam dikombinasi dengan anti-inflamasi yang lain.
12
 Agonis β2 kerja lama
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan agonis β2 kerja lama inhalasi
adalah salmoterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja >12 jam.
Agonis β2 memiliki efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Pada pemberian jangka lama
mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan mempunyai efek protektif
terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2 kerja lama
menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan preparat oral.
Pengobatan jangka panjang dengan agonis β2 kerja lama tidak memberikan
efek anti inflamasi, maka sebaiknya selalu dikombinasi dengan steroid
inhalasi, dimana penambahan agonis β2 kerja lama inhalasi akan memperbaiki
gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan
kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi
serangan asma.
B. Pelega
 Agonis β2 kerja singkat
Mekanisme kerja agonis β2 yaitu relaksasi otot polos saluran nafas,
meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh
darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Contoh
obat dari golongan ini yaitu salbutamol dan terbutalin.
 Metilsantin
Metilsantin juga dapat berfungsi sebagai bronkodilator walaupun efeknya
lebih lemah dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin berperan dalam
memperkuat fungsi otot pernafasan dan mempertahankan respon terhadap
agonis β2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan berikutnya.
 Antikolinergik
Antikolinergik dapat diberikan secara inhalasi. Mekanisme kerjanya
menghambat efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas
dan menyebabkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal

13
intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang
disebabkan iritan.

 Adrenalin
Adrenalin dapat digunakan sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang
sampai berat, bila tidak tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2
kerja singkat.1

14
Gambar 4. Alur penanganan asma (Sumber : GINA 2021)

Gambar 5 dan
6. Bagan terapi
asma

bronkiale (Sumber :
GINA 2021)

15
Gambar 7. Golongan obat yang direkomendasikan sesuai gejala klinik asma (Sumber : GINA 2021)

5. Kontrol teratur
Dua hal penting yang harus diperhatikan dokter dalam penatalaksanaan asma jangka
panjang adalah melakukan tindak lanjut gejala secara teratur dan merujuk ke ahli
paru pada keadaan-keadaan tertentu terutama pada keadaan yang mengancam jiwa.4

Gambar 8. Manajemen dan kontrol asma


bronkiale

(Sumber : GINA 2021)

16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. E
Tanggal Lahir : 02/06/1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Muslim
Alamat : Pematangsiantar

3.2. ANAMNESIS
Diambil dari auto-anamnesa pasien tanggal 23 Maret 2023 pada pukul 13.00 WIB di
IGD RST TK IV Pematangsiantar

a. Keluhan Utama : Sesak nafas


b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, muncul tiba-tiba
dan dirasakan semakin memberat 2 jam SMRS. Sesak nafas disertai

17
bunyi mengi (bunyi “ngik-ngik”), tanpa disertai adanya batuk atau pilek.
Dalam 1 minggu terakhir pasien sudah 3 kali mengalami gejala yang
serupa dan terdapat gejala asma saat malam hari sebanyak 3 kali dalam 1
bulan terakhir. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas, jarak berjalan
ataupun posisi, tetapi pasien merasa lebih nyaman apabila duduk. Pasien
tidak mengeluhkan adanya demam, nyeri tenggorokan, keluhan BAK dan
BAB.

c. Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat asma (+) sejak kecil , tahun 2019 terakhir kambuh dan
dirawat di RS
 Riwayat alergi obat : -
d. Riwayat Keluarga

 Ibu pasien memiliki riwayat penyakit asma

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis/ GCS E4V5M6
 Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/ 80 mmHg
Nadi : 112 x/m
RR : 28 x/m
Suhu : 36,5 ºC
Sp02 : 95%

● Kepala dan leher : normocephal, conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik (-/-), otorhea (-/-), rhinorea (-/-), mukosa bibir dan mulut lembab,

permukaan lidah bersih, tonsil : T1-T1, pembesaran kelenjer getah bening

(-/-), distensi vena jugularis (-/-).

● Thoraks :

Pulmo

18
➢ Inspeksi : pengembangan dada simetris kanan dan kiri, terdapat

retraksi epigastrium

➢ Palpasi : vocal fremitus D=S, nyeri tekan tidak ada

➢ Perkusi : sonor untuk semua lapangan paru

➢ Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+) di semua

lapang paru pada saat ekspirasi

Cor

➢ Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

➢ Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 Linea midclavicula

sinistra

➢ Perkusi : batas-batas jantung; batas atas pada ICS 2, batas kiri

pada linea midclavicula sinistra, batas kanan pada linea parasternalis

dextra dan batas bawah jantung sejajar dengan ictus cordis pada ICS

5.

➢ Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur dan gallop (-/-)

● Abdomen

➢ Inspeksi : tampak datar

➢ Auskultasi : bising usus (+) normal

➢ Perkusi : timpani

➢ Palpasi : nyeri tekan (-)

 Genital : tidak ada kelainan

 Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, turgor baik, motorik (5/5/5/5),

sensorik (n/n/n/n)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

19
● Darah lengkap (2022)

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap


Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan

HB 15.4 g/Dl 11.0-16.0 Normal

HCT 40.3 % 37.0-54.0 Normal

RBC 5.18 Ul 3.50-5.50 Normal

MCV 87.9 Fl 86.0-100.0 Normal

MCH 29.7 Pg 27.0-34.0 Normal

MCHC 35.2 g/Dl 32.0-36.0 Normal

WBC 8.2 Ul 4.00-10.00 Normal

PLT 262 Ul 150-450 Normal

● Glukosa Darah

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

Glukosa Darah Sewaktu 92 g/dL <200

3.5 RESUME

Seorang perempuan, 25 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
yang lalu, muncul tiba-tiba dan dirasakan semakin memberat 2 jam SMRS. Sesak nafas
disertai bunyi mengi (bunyi “ngik-ngik”), tanpa disertai adanya batuk atau pilek. Dalam
1 minggu terakhir pasien sudah 3 kali mengalami gejala yang serupa dan terdapat gejala
asma saat malam hari sebanyak 3 kali dalam 1 bulan terakhir. Sesak nafas tidak
dipengaruhi aktivitas, jarak berjalan ataupun posisi, tetapi pasien merasa lebih nyaman
apabila duduk. Terakhir kambuh pada tahun 2019 dan di rawat inap di RS.

3.6 DIAGNOSA

20
Asma bronkiale serangan akut sedang pada asma bronkiale persisten ringan

3.7 TERAPI

 IVFD RL 20 tpm

 Oksigen 2-4 lpm

 Injeksi Dexamethasone 1 amp/8 jam

 Injeksi Ranitidine 1 amp/12 jam

 Metilprednisolon 4 mg 2x1 tab

3.8 PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

3.9. FOLLOW UP

1) Tanggal 23 Maret 2023

S : Sesak nafas dirasakan kambuh kembali disertai batuk kering

O : KU : Tampak Sakit Sedang.


Kesadaran : Compos Mentis
HR : 103 x/menit. RR : 26 x/menit. SpO2 : 98%
TD : 120/80 mmHg T : 36,5 oC.
Mata : CA -/-, SI -/-, Cekung -/-.
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing +/+ di seluruh lapang paru
Cor : Bunyi Jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : datar, bising usus normal, timpani, soepel
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

A : Asma bronkiale derajat sedang

21
P : Terapi dari dr, Sp.P

 Nebulisasi Ventolin 3x/24 jam


 Nebulisasi Pulmicort 3x/24 jam
 Symbicort Turbuhaler 2dd 1bpuff
 Observasi SpO2
2) Tanggal 17 Desember 2022
S : Sesak nafas masih dirasakan hilang timbul disertai batuk kering

O : KU : Tampak Sakit Sedang.


Kesadaran : Compos Mentis
HR : 111 x/menit. RR : 26 x/menit. SpO2 : 96%
TD : 120/80 mmHg T : 36,5 oC.
Mata : CA -/-, SI -/-, Cekung -/-.
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing +/+ di seluruh lapang paru
Cor : Bunyi Jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : datar, bising usus normal, timpani, soepel
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

A : Asma bronkiale derajat sedang

P : Terapi dari dr, Sp.P

 Nebulisasi Ventolin 3x/24 jam


 Nebulisasi Pulmicort 3x/24 jam
 Symbicort Turbuhaler 2dd 1bpuff
 Observasi SpO2
3) Tanggal 24 Maret 2023
S : Sesak nafas dan batuk kering dirasakan sudah sangat berkurang

O : KU : Tampak Sakit Sedang.


Kesadaran : Compos Mentis
HR : 98 x/menit. RR : 22 x/menit. SpO2 : 98%
TD : 120/80 mmHg T : 36,5 oC.
Mata : CA -/-, SI -/-, Cekung -/-.
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing +/+ di seluruh lapang paru
Cor : Bunyi Jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

22
Abdomen : datar, bising usus normal, timpani, soepel
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

A : Asma bronkiale derajat sedang

P : Terapi dari dr, Sp.P

 Nebulisasi Ventolin 3x/24 jam


 Nebulisasi Pulmicort 3x/24 jam
 Salbutamol 3x1 tab PO
 Levofloxacin 2 x 1tab PO

4) Tanggal 25 Maret 2023
S : sudah tidak ada keluhan sesak nafas dan batuk kering

O : KU : Tampak Sakit Sedang.


Kesadaran : Compos Mentis
HR : 88x/menit. RR : 20 x/menit. SpO2 : 98%
TD : 110/70 mmHg T : 36,5 oC.
Mata : CA -/-, SI -/-, Cekung -/-.
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi Jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : datar, bising usus normal, timpani, soepel
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik

A : Asma bronkiale derajat sedang dengan perbaikan

P : Terapi dari Sp.P

 BLPL
 Salbutamol 3x1 tab PO
 Metilprednisolon tab 3x4 mg PO
 Omeprazole cap 1x20 mg PO

23
BAB IV

DISKUSI KASUS

1. Subjective

Hasil anamnesis pada kasus didapatkan seorang perempuan usia 25 tahun datang ke IGD
dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, muncul tiba-tiba dan dirasakan
semakin memberat 2 jam SMRS. Sesak nafas disertai bunyi mengi (bunyi “ngik-ngik”),
tanpa disertai adanya batuk atau pilek. Dalam 1 minggu terakhir pasien sudah 3 kali
mengalami gejala yang serupa dan terdapat gejala asma saat malam hari sebanyak 3 kali
dalam 1 bulan terakhir. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas, jarak berjalan ataupun
posisi, tetapi pasien merasa lebih nyaman apabila duduk. Terakhir kambuh pada tahun
2019 dan di rawat inap di RS.

24
Asma bronkiale adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan dan mengganggu
aliran udara. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel,
mediator-mediator, sitokin, dan kemokin. Inflamasi kronik ini menyebabkan peningkatan
reaksi hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Episode tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1

2. Objective
Hasil pemeriksaan fisik pada kasus ini, yaitu didapatkan frekuensi nafas 28x/menit
yang lebih cepat dari frekuensi nafas normal, kemudian dari pemeriksaan fisik bagian
paru-paru didapatkan adanya retraksi epigastrium pada pemeriksaan inspeksi dan
didapatkan suara tambahan paru berupa wheezing di kedua lapang paru.
Gejala klinis klasik pada asma bronkiale terdiri dari sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya yang dapat menyertai adalah adanya rasa berat di dada, produksi sputum
lebih banyak dari biasanya, penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma
alergik dapat disertai dengan gejala pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi
menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas,
dan juga variasi diurnal.8

3. Assesment

Dalam kasus asma bronkiale, diagnosis dapat ditegakkan dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis, pasien dapat mengeluhkan adanya sesak nafas dengan
atau tanpa diikuti bunyi mengi dan batuk. Pasien juga biasanya sudah memiliki riwayat
asma sebelumnya terutama sejak saat usia lebih muda, dan terdapat anggota keluarga
yang memiliki riwayat asma, ataupun riwayat alergi lainnya.

Hasil dari pemeriksaan fisik yang dapat didapatkan yaitu kesadaran menurun dan
keadaan pasien hampir apneu pada serangan asma berat dan mengancam jiwa, tetapi pada
asma umumnya terdapat peningkatan frekuensi nafas tergantung dari derajat serangan
asma yang dialami pasien saat itu, kemudian terdapat retraksi otot bantu pernafasan pada
pemeriksaan inspeksi dan terdapat suara paru tambahan berupa wheezing baik di salah
satu atau kedua lapang paru terutama saat ekspirasi.2

4. Plan

25
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi berupa infus RL dengan aminofilin 20 tpm,
pemberian O2 dengan nasal kanul 2-4 lpm, ventolin inhaler/ 8 jam,injeksi levofloxacin 1
ampul, dan metilprednisolon 4mg 2 kali sehari. Kemudian di rawat inap untuk diobservasi
lebih lanjut terhadap gejala yang dialami pasien. Pasien juga diberikan edukasi
pemahaman mengenai asma itu sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana
mengidentifikasi dan mengontrol faktor pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek
samping obat, dan juga penanganan serangan asma di rumah.
Untuk obat-obatan yang digunakan sebagai terapi asma dibagi menjadi 2 yaitu,
pengontrol dan pelega. Contoh dari obat-obatan pengontrol adalah steroid inhalasi, steroid
sistemik, metilsantin, dan agonis β2 kerja lama. Contoh dari obat-obatan pelega adalah
agonis β2 kerja singkat, metilsantin, antikolinergik dan adrenalin yang dapat digunakan
sebagai pilihan terakhir apabila tidak tersedia agonis β2 atau pasien tidak respon dengan
agonis β2 kerja singkat.3

BAB V
KESIMPULAN

Asma bronkiale adalah penyakit inflamasi dari saluran pernafasan dan mengganggu
aliran udara. Inflamasi saluran nafas pada asma meliputi interaksi komplek dari sel, mediator-
mediator, sitokin, dan kemokin.. Asma disebabkan oleh proses yang sangat kompleks dan
melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial, inflamasi dan remodeling
saluran pernafasan. Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya
gejala dan perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran
napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.
Gejala klinis klasik pada asma bronkiale terdiri dari sesak nafas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya yang dapat menyertai adalah adanya rasa berat di dada, produksi sputum lebih
banyak dari biasanya, penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik
dapat disertai dengan gejala pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu

26
dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi
diurnal.
Terapi yang dapat diberikan kepada penderita asma bronkiale yaitu obat-obatan yang
dibagi menjadi 2 yaitu, pengontrol dan pelega. Contoh dari obat-obatan pengontrol adalah
steroid inhalasi, steroid sistemik, metilsantin, dan agonis β2 kerja lama. Contoh dari obat-
obatan pelega adalah agonis β2 kerja singkat, metilsantin, antikolinergik dan adrenalin yang
dapat digunakan sebagai pilihan terakhir apabila tidak tersedia agonis β2 atau pasien tidak
respon dengan agonis β2 kerja singkat. Selain itu edukasi kepada pasien mengenai pengertian
asma itu sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol faktor
pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek samping obat, dan penanganan serangan
asma di rumah juga merupakan faktor penting dalam terapi asma bronkiale.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukamto HS. Asma Bronkial.; 2010.


2. Soetjiningsih. Infodatin-Asma.Pdf. you can Control your Asthma. 2015.
3. Kemenkes RI.
Keputusan_Menteri_Kesehatan_RI_Tentang_Pedoman_Pengendalian_Asma1.pdf.
2018:34.
4. Reddel HK, Bacharier LB, Bateman ED, et al. GINA-Main-Report-2021-V2-
WMS.pdf. 2021:1-217.
5. Astuti ND, Azam M. Terapi Slow Deep Breathing (Sdb) Terhadap Tingkat Kontrol
Asma. Higeia. 2017;1(1):36-42.
6. World Health Organization. Asthma.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma. Published 2021.
7. Calgary Guide. Asthma : Pathogenesis. https://calgaryguide.ucalgary.ca/asthma-

27
pathogenesis/. Published 2021.
8. Calgary Guide. Asthma : Clinical Findings. https://calgaryguide.ucalgary.ca/asthma-
clinical-findings/. Published 2021.

28

Anda mungkin juga menyukai