DOSEN PENGAMPU :
LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS
FARMASI DAN SAINS JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga
kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan sendiri dapat menjadi
masalahterkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya pengetahuan mengenai obat
dan penggunaannya (Nur Aini, 2017). Dasar hukum swamedikasi adalah peraturan Menteri
Kesehatan No. 919 Menkes/Per/X/1993. Menurut Pratiwi, et al (2014) swamedikasi
merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan oleh seseorang dalam mengobati gejala
sakit atau penyakit yang sedang dideritanya tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi
kepada dokter.
Swamedikasi yang tepat, aman,dan rasional terlebih dahulu mencari informasi umum
dengan melakukan konsultasi kepada tenaga kesehatan seperti dokter atau petugas apoteker.
Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain itu, informasi
tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek, utamanya dalam
swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006;
Zeenot, 2013).
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada dan
refleks fisiologis yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk menjadi
patologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk seperti itu sering merupakan tanda suatu
penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang berupa gejala awal dari suatu penyakit. Batuk
merupakan gejala tersering penyakit pernapasan dan masalah yang sering kali dihadapi
dokter dalam praktik sehari-hari (Tamaweol et al., 2016).
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa
air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(Depkes RI 2011). Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Definisi batuk dan diare ?
2. Apa yang dimaksud swamedikasi ?
3. Bagaimana mengetahui bila kita terserang penyakit batuk maupun diare ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan definisi, epidemilogi, patofisiologi, tanda dan gejala dari penyakit batuk
maupun diare
2. Memberi rekomendasi obat utuk penyakit yang diderita pada kasus yang diberikan
3. Menjelaskan informasi obat kepada pasien
4. Melakukan swamedikasi untuk diare dan batuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare
1. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
satu hari (Depkes RI 2011). Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali
sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012).
Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan
air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi
lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang,
2014). Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang
air besar dengan bertambahnya frekuensi yang lebih dari biasanya 3 kali sehari atau lebih
dengan konsistensi cair.
2. Patofisiologi
Proses terjadinya diare disebabkan oleh berbagai faktor :
1) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikrooranisme (kuman) yag masuk ke dalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2) Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah
diare.
3) Faktor makanan
Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untukmenyerap makan yang kemudian menyebabkan
diare.
4) Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare.
B. Batuk
1. Definisi
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada
dan refleks fisiologis yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk
menjadi patologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk seperti itu sering merupakan
tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang berupa gejala awal dari suatu
penyakit. Batuk merupakan gejala tersering penyakit pernapasan dan masalah yang sering
kali dihadapi dokter dalam praktik sehari-hari (Tamaweol et al., 2016).
Menurut (Junaidi, 2010) ada 2 definisi tentang batuk yaitu:
a. Batuk merupakan cara tubuh melindungi paru-paru dari masuknya zat atau benda
asing yang mengganggu.
b. Batuk merupakan refleks alami tubuh, dimana saluran pernapasan berusaha untuk
mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang berlebihan
2. Jenis Batuk
Dapat dibedakan menjadi 2 jenis batuk, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan
batuk non-produktif (kering).
a. Batuk produktif
Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-
zat asing (kuman, debu, dsb) dan dahak dari tenggorokan. Untuk
meringankan dan menurangi frekuensi batuk umumnya dilakukan terapi
simptomatis dengan obat-obat batuk, yaitu zat pelunak, ekspektoransia,
mukolitika dan pereda batuk.
b. Batuk non produktif
Bersifat kering tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan (pertussis,
kinkhoest).
3. Obat-obat Batuk
a. Antitusif
Obat yang dapat menghentikan rangsangan batuk dengan menurunkan frekuensi
dan intensitas dorongan batuk dengan menekan refleks batuk akibat
penghambatan pusat batuk dalam batang otak atau melalui blokade reseptor
sensorik (reseptor batuk) dalam saluran bronkus.
b. Ekspektoransia
Senyawa yang memprmudah atau mempercepat pembuangan skret bronkus dari
bronkus dan trakea. Terbagi atas :
Sekretolitika
Meninggikan sekresi bronkus dan dengan demikian mengencerkan lendir.
Terjadi secara reflektorik dengan stimulasi
A. Diare
_?_?_
Jika tinjau dari kondisi bayi yang sudah dalam keadaan dehidrasi dan tidak mau untuk
meminum ASI, apoteker menyarankan bayi harus segera dilarikan ke rumah sakit atau
puskesmas terdekat, agar bayi dapat diperiksa lebih lanjut. Berikut ini merupakan tanda dari
dehidrasi penderita diare.
B. Batuk
PEMBAHASAN
Pasien mahasiswa laki-laki berusia 22 tahun mengeluh mengalami alergi debu, batuk,
hidung tersumbat, dan susah untuk bernafas. Sebelumnya ia pernah meminum obat loratadin
namun tidak mempan, dan sebelumnya juga sering menggunakan obat afrin nasal. Apoteker pada
kasus ini menyarankan untuk menggunakan obat cetirizine dan tetap menggunakan afrin nasal.
Karena pasien sudah tidak mempan dengan obat loratadin, pengganti dari obat tersebut
adalah cetirizine. Cetirizine memiliki afinitas yang relative lebih tinggi, dan lebih
menguntungkan. Selektivitas untuk antihistamin (cetirizine, desloratadin, fexofenadine,
levocetarizin, loratadin) yang memberikan lebih kuat, lebih cepat onse, dan durasi aksi yang
lebih lama.
Selanjutnya juga apoteker masih menyarankan untuk pemakaian afrin nasal. Tetapi
dengan tenggat waktu satu minggu, setelah itu lebih baik untuk berhenti karena dilihat dari efek
samping yang akan didapat, yaitu rhinitis medikametosa.
SKENARIO PERCAKAPAN
Tamaweol, D., Ali, R.H., Simllanjuntak, M.L. 2016. Gambaran Foto Toraks Pada
Penderita Batuk Kronis di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat/RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl).Vol. 4, No.1
Soenarto Y., 2012. Diare Kronis dan Diare Persisten. Juffrie M., Soeparto P.,
Ranuh R., Sayoeti Y., Sudigbia I., Ismail R., Subagyo B., Santoso N.B., Soenarto S.S.Y.,
Hegar B., Boediarso A., Dwipoerwantoro P.G., Djuprie L., Firmansyah A., Prasetyo D.,
Santosa B., Martiza I., Arief S., Rosalina I., Sinuhaji A.B., Mulyani N. S., Bisanto J., &
Oswari H., Buku Ajar GastroenterologiHepatologi. Jilid 1. Pp 122. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Tamaweol, D., Ali, R.H., Simanjuntak, M.L. 2016. Gambaran Foto Toraks Pada
Penderita Batuk Kronis di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat/RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), 4(1)