Anda di halaman 1dari 28

Farmakoterapi Mual dan Muntah

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi: Gangguan Pernafasan, Pencernaan, dan Saluran Kemih
Untuk keperluan akademik
Bandung, 20 Maret 2024
Oleh :
Akram Malik Wiraputra A 231 003
Nabilah Hanum A 231 016
Naila Rahadatul ‘Aisy A 231 018
Eka Anggraeni A 232 002
Marzuly Ahmad Harmain A 232 003

Program Studi Sarjana Farmasi


Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
REVIEW 1
Farmakoterapi Asma dan PPOK
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi
(peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada. Asma
bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa
gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi
dengan gejala ringan sampai berat.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru
yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya
gejala pernafasan dan keterbatasan aliran udara yang
persisten dan umumnya bersifat progresif, berhubungan
dengan respon inflamasi kronik yang berlebihan pada
saluran nafas dan parenkim paru akibat gas atau partikel
berbahaya.
KepMenKes RI, No 1023/Menkes/SK/XI/2014
REVIEW 2
Farmakoterapi Common Cold (Salesma)
Common cold atau biasa sebut dengan salesma,
dimana common cold adalah suatu infeksi saluran
pernafasan atas ringan, disebabkan oleh virus yang
banyak terjadi di masyarakat. Gejala yang dialami
akan berbeda beda tergantung pada respon dan
daya tahan tubuhnya, sehingga common cold
termasuk penyakit yang akan sembuh dengan
sendirinya (self-limited) dengan durasi 7-10 hari
(Lee, 2018).
Patofisiologi common cold dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu karakteristik virus seperti tipe
dan muatan virus, faktor host seperti genetik, fungsi
imun, usia, dan komorbiditas, faktor lingkungan
seperti polusi, gayahidup, dan stress. Gejala dan
kemungkinan komplikasi common cold terjadi
karena interaksi dinamis antara karakteristik virus
yang menginfeksi dengan respon imun hospes.
(Passioti et al., 2014).
REVIEW 3
Farmakoterapi Rhinitis Alergi dan Batuk
Rhinitis alergi merupakan inflamasi mukosa
hidung yang diperantarai oleh IgE yang
bersifat kronik. Rhinitis alergi ditandai dengan
gejala bersin-bersin, pruritus nasal, obstruksi
aliran nafas, dan adanya secret bening pada
hidung. Rhinitis alergi diderita 10-30% orang
dewasa dan lebih dari 40% pada anak di
Amerika. (Kemenkes,2020)
Batuk merupakan salah satu upaya
pertahanan tubuh yang alamiah untuk
membuang sekresi mukus yang berlebihan
disaluran nafas ataupun benda asing yang
masuk ke saluran nafas. Batuk dapat
ditimbulkan oleh berbagai sebab, misalnya
rangsangan selaput lendir saluran nafas dan
radang pada saluran nafas. (Kemenkes, 2023)
REVIEW 4
Farmakoterapi Non Ulcer Dyspepsia
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom
dari saluran pencernaan bagian atas yang meliputi
rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada area
gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa
terbakar, mual atau muntah, kembung, dan rasa
cepat kenyang. Dispepsia disebabkan oleh
hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter
pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan
hipersensitivitas viseral.(William dkk., 2014 )

Tujuan terapi pada pasien dipepsiaadalah


bagaimana pasien mampu mengelola kekhawatiran
terhadap penyakitnya,mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, menghilangkan keluhan atau
gejala, mencegah kambuh dan meningkatkan
kualitas hidup.(William, et al .2014)
REVIEW 5
Farmakoterapi Diare dan Konstipasi
Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja
(kotoran manusia) yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa
perubahan peningkatan volume, keenceran, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti
lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4
kali/hari. (Selviana et al., 2017)
Secara umum, konstipasi didefinisikan sebagai
Frekuensi BAB kurang dari 3 kali seminggu. Feses keras
dan kering kesulitan atau rasa sakit saat BAB,
perasaan tidak tuntas setelah BAB. Konstipasi dapat
bersifat akut (jangka pendek) atau kronis (jangka
panjang). Konstipasi akut biasanya berlangsung
kurang dari 4 minggu, sedangkan konstipasi kronis
berlangsung lebih dari 4 minggu (dr.suradji, 2023)
PETA KONSEP
Definisi Faktor Resiko

Anatomi Fisiologi Tujuan Terapi


MUAL
Patofisiologi DAN Algoritma
MUNTAH
Klasifikasi Monitoring dan
Evaluasi Hasil Terapi

Gejala Klinis Terapi Farmakologi &


Non Farmakologi
Definisi Mual dan Muntah
Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai
perasaan di tenggorokan atau daerah epigastrium yang
memperingatkan seorang individu bahwa muntah akan segera
terjadi. Mual sering disertai dengan peningkatan aktivitas sistem
saraf parasimpatis termasuk diaphoresis, air liur, bradikardia,
pucat dan penurunan tingkat pernapasan.
Sedangkan muntah didefinisikan sebagai pengeluaran isi lambung
melalui mulut, seringkali kejadiannya terjadi tiba-tiba dan berulang
kali.
(Dipiro et al., 2015)
Anatomi Mual dan Muntah

(Dwi Prasetyo, 2013)


Anatomi Mual dan Muntah

(Dwi Prasetyo, 2013)


Patofisiologi
mual muntah merupakan suatu proses yang kompleks sehingga dikoordinasikan
oleh pusat muntah di medulla oblongata. Pusat ini menerima masukan implus
dari:
1) Chemorectoreceptor Trigger Zone (CTZ)
CTZ adalah sekumpulan sel di medula oblongata yang sensitive terhadap racun
tertentu bahan kimia dan bereaksi dengan menyebabkan muntah.
2) System vestibuler
Sistem vestibuler adalah bagian dari sistem sensorik yang terkait dengan
keseimbangan tubuh dan orientasi spasial. Gangguan pada sistem vestibuler
dapat menyebabkan gejala seperti pusing, mual, dan muntah.

(Marisah, 2023)
Patofisiologi
3) Higher Cortical Center
Higher cortical center pada mual muntah sangat berhubungan dengan perasaan
tidak menyenangkan, penglihatan, bau, ingatan, dan ketakutan.
4) Nervus Vagus
Saraf aferen dari nervus vagus menyampaikan informasi dari mekanoresptor pada
otot dinding usus, dimana dihasilkan 5-HT apabila usus mengembang atau
trauma selama pembedahan dan dari khemo reseptor pada mukosa traktur
gastrointestinal bagian atas yang dipicu oleh adanya zat berbahaya dalam lumen.
5) System spinoretikuler
System ini menginduksi mual akibat trauma fisik.
6) Nucleus solitaries
Nucleus solitaries merupakan arkus resflek dari mual muntah
(Marisah, 2023)
Patofisiologi

(Atikah dwi, 2018)


Patofisiologi
Proses muntah dibagi 3 fase
1. Nausea
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan
pada organ dan labirin dan emosi dan tidak selalu diikuti oleh retching
atau muntah.
2. Retching
Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic dengan glottis
tertutup, bersamaan dengan adanya inspirasi dari otot dada dan
diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.
3. Emesis
Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan ditandai dengan
kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunannya
diafragma disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase
ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus berelaksasi
dan mulut terbuka.
(Srie dan Ira, 2019)
Klasifikasi secara umum

Sembuh dengan sendirinya, Pasien mengeluhkan


sembuh secara sepontan, dan mual atau tidak nyaman
Ringan hanya membutuhkan terapi di area perut.
sistomatik.

Tidak berkurang setelah


pemberian antiemetik, penurunan Pasien mengeluhkan mual,
keadaan pasien karena ketidak muntah, penurunan berat
Kompleks seimbangan cairan elektrolit, badab, demam dan sakit
biasanya berhubungan dengan perut.
penyebab yang berbahaya atau
keadaan psikologi.

(Dipiro et al., 2015)


Klasifikasi Secara Khusus
1. Akut : Muncul 0-24 jam setelah kemoterapi
Kemoterapi 2. Tertunda : Muncul 24-120 jam setelahkemoterapi
3. Antisipatif : Muncul sebelum kemoterapi (Peter Ang, 2014)

Pasca 1. Awal PONV : muncul 0-6 jam setelah pembedahan.


2. Terlambat PONV : muncul 6-24 jam setelah pembedaahan.
Operasi 3. tertunda PONV : muncul >24 jam setelah pembedahan (Marisah, 2023)

1. Morning sickness ringan: Ini adalah tingkat gejala yang paling umum dan ringan
dari mual dan muntah selama kehamilan. Gejala cenderung terjadi di pagi hari tetapi
dapat berlangsung sepanjang hari. Biasanya, tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Hyperemesis gravidarum: Ini adalah kondisi yang lebih serius di mana wanita hamil
Kehamilan mengalami mual dan muntah yang parah, bahkan hingga mengganggu aktivitas
sehari-hari dan kesehatan umum. Hyperemesis gravidarum dapat menyebabkan
dehidrasi, penurunan berat badan yang signifikan, ketidakseimbangan elektrolit, dan
komplikasi lainnya.
(Marisah, 2023)
Gejala-gejala klinis
1. Keringat dingin
2. Suhu tubuh yang meningkat
3. Nyeri perut
4. Akral teraba dingin
5. Wajah pucat
6. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
7. Pengeluaran saliva yang meningkat
8. Bisa disertai dengan pusing

(Srie dan Ira, 2019)


Faktor Resiko
1. Gangguan Gastrointestinal (GI) track
Adanya agen yang menyerang atau mengiritasi lambung, seperti infeksi bakteri H. Pylori,
Gastroentritis, keracunan makanan, agen iritan lambung (alkohol, rokok, dan obat NSAID).
Penyakit peptic ulcer dan GERD juga dapat menyebabkan mual muntah.
2. Sinyal dari otak
Luka pada kepala, pembengkakan otak (geger otak atau trauma kepala), infeksi (meningitis
atau encephalitis), tumor, atau keseimbangan abnormal dari elektrolit dan air dalam aliran
darah.
Nouxious stimulus: bau- bau atau suara-suara
kelelahan karena panas, terik matahari yang ekstrem atau dehidrasi
3. Terkait dengan penyakit lain
Misalnya pada pasien diabetes yang mengalami gastriparesis, yaitu kondisi dimana lambung
gagal mengosongkan diri secara tepat dan kemungkinan disebabkan generized neuropathy (
kegagalan dari syaraf untuk mengirim sinyal yang tepat ke otak).

(Atikah dwi, 2018)


Faktor Resiko

4. Obat dan perawatan medis


Terapi radiasi: Mual dan muntah dihubungkan dengan terapi radiasi.
Efek samping obat seperti pada obat nyeri Narkotik, Anti-inflamasi (Prednisone dan Ibuprofen)
dan Antibiotik yang dapat menyebabkan mual dan muntah.

5. Kehamilan
Mual dan muntah pada kehamilan terutama pada trimester pertama disebabkan oleh perubahan
hormon dalam tubuh.

(Atikah dwi, 2018)


Tujuan terapi
Untuk mencegah atau menghilangkan mual dan
muntah, dan seharusnya dicapai tanpa menimbulkan
efek samping atau dengan efek klinis yang dapat
diterima.

(Dipiro et al., 2015)


Terapi Farmakologi
GOLONGAN MERK
CONTOH OBAT MEKANISME OBAT
OBAT DAGANG

Alluminium Hidroksida, Antasida Doen, bekerja secara kimiawi dengan mengikat


Antasida
Magnesium Hidroksida Acitral kelebihan asam lambung

menghambat secara kompetitif histamin


Antihistmain - Difenhidramin, untuk berikatan dengan reseptornya
Ikadry, Antimo
Antikolinergik Dimenhidrinat sehingga histamin tidak dapat beraksi
sebagaimana mestinya

Antagonis Metoklopramid, menghambat reseptor dopaminergik


Klorpromazine,
Reseptor Phenothiazine, dalam CTZ (chemoreceptor trigger
Haloperidol
Dopamine Butyrophenones zone)

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2019)


GOLONGAN CONTOH
MERK DAGANG MEKANISME OBAT
OBAT OBAT

bekerja dengan menembus membran sel


Kortikosteroid Dexamethasone Cortidex, Indexon sehingga akan membentuk suatu kompleks
steroid - protein reseptor

menghambat sekresi asam lambung dengan


Antagonis Reseptor Ranitidin, melakukan inhibisi kompetitif terhadap
Rantin, Acran
Histamin Simetidin reseptor histamin H2 yang terdapat pada
sel parietal

Antagonis Reseptor bekerja dengan cara menekan refleks mual


Aprepitant Cinvanti, Emend
Neurokinin dan muntah pada kemoterapi

Antagonis Ondansetron, Vometraz, Ondavel, menghambat reseptor serotonin pada sistem


Reseptor Serotonin Granisetron Eemegran saraf pusat dan saluran pencernaan

(Basic Pharmacology & Drugs Notes, 2019)


Terapi Non Farmakologi
1. pasien dengan keluhan sederhana, menghindari makanan tertentu atau
moderasi asupan makanan yang lebih baik.
2. pasien dengan gejala penyakit sistemik sebaiknya mengobati kondisi yang
mendasarinya.
3. antisipasi mual dan muntah pada pasien terapi kanker dengan memberi
propilaksis antiemetik.
4. intervensi prilaku dan termasuk relaksasi, biofeedback, self-hypnosis, distraksi
kognitif.
5. Muntah psikogenik diatasi dengan intervensi psiologik.

(Dipiro et al., 2015)


Algoritma
mual dan muntah 1. Penilaian Awal
Identifikasi dan perbaiki komplikasi N&V

Evaluasi menunjukan penyebabnya Evaluasi tidak menyebutkan penyebab


Spesifik atau terbukti tidak peoduktif

•Pusat •Mukosa (2) Penilaian lebih lanjut


Intraktinal:CT/MRI,dll; uji coba EGD/terapi
Perlakuan (misalnya GERD),
sebagaimana obati sesuai kebutuhan Gejala signifikan, sigris Gejala ringan,
mestinya perjngatan, atau komplikasi tidak ada peringatan
atau komplikasi
•Labirin: Terapi simtomatik, •Obstruktif
evaluasi lebih lanjut Radiografi ginjal, ureter,
dan kandung kemih Evaluasi untuk penyebab spesifik :
sesuai indikasi
CT; studi barium, obstruksi usus tingkat rendah Modifikasi pola makan;
•Kelenjar endokrin perlakukan sebagaimana (CT, Seri usus kecil) terapi simtomatik
tes kehamilan, T, dll mestinya penyakit endokrin metabolik dengan antiemetik atau
perlakuan sebagaimana (T,dll) prokinetik
mestinya Penyakit mukosa dan gastrointestinal
bagian atas ( EGD)
•Latrogenik psikogenik ( evaluasi paikologis)
identifikasi dan hilangkan
penyebabnya , jika
memungkinkan;
profilaksis dan atau pengobatan,
N&V kronis yang tidak dapat dijelaskan Diagnosa ditegakan
jika perlu (N&V pasca
kemoterapi, N&V pasca operasi)
Evaluasi untuk dismotalitas: Mulailah terapi medis
skintigrafi lambung atau elektrogastrografi atau bedah yang tepat

Hasil tidak normal Hasil biasa

Mulai terapi prokinatik Pertimbangkan penyebab


dan pertimbangkan penyebab psikogenik, bulimia, ruminasi (Keith Scorza, 2007)
potensial gastroparesis fungsional: jika tidak,
mulai terapi simtomatik
Monitoring dan Evaluasi hasil terapi
farmakologi
Sebelum Terapi:
Identifikasi penyebab mual dan muntah: Penting untuk mengetahui penyebab mual dan muntah
sebelum memulai terapi farmakologi. Hal ini dapat dilakukan dengan wawancara pasien, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti tes darah, USG, atau endoskopi.
Tentukan tingkat keparahan mual dan muntah: Gunakan skala penilaian seperti skala Visual Analog
Scale (VAS) atau Harvey-Bradshaw Vomiting Index (HBVI) untuk mengukur tingkat keparahan mual dan
muntah.
Pertimbangkan faktor lain: Pertimbangkan faktor lain seperti usia pasien, kondisi medis pasien, dan obat-
obatan yang sedang dikonsumsi pasien.
Selama Terapi:
Pantau efek samping obat: Pantau efek samping obat secara teratur, seperti kantuk, kelelahan, dan
sembelit.
Evaluasi efektivitas obat: Evaluasi efektivitas obat dalam mengurangi mual dan muntah. Gunakan skala
penilaian yang sama seperti sebelum terapi.
Lakukan penyesuaian dosis: Lakukan penyesuaian dosis obat jika diperlukan.
Setelah Terapi:
Evaluasi efektivitas terapi jangka panjang: Evaluasi efektivitas terapi dalam jangka panjang.
Hentikan penggunaan obat secara bertahap: Hentikan penggunaan obat secara bertahap untuk
menghindari efek samping putus obat.
(Sahara, 2024)
Daftar pustaka
Dipiro, et al. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninr Edition. USA: MCGraw-Hills
Inayah, Ira dan Srie Reski wahyuni. 2019. Patofisiologi mual. Bulukumba: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pantria
Husada
M, Marisah. 2023. Pengaruh relaksasi pernafasan dalam dan akupresur terhadap mual dan muntah pasca operasi sectio
caesarea dengan spinal anestesi di RSUD Kota Bandung. Poltekes Kemenkes Yogyakarta

Peter, Ang. 2023. Mual dan Muntah Akibat kemoterapi. Onco care. Cancer center
Prasetyo, Dwi. 2013. Muntah pada anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Fakultas Kedokteran UNPAD

Team Medical Mini Notes. 2019. Basic Pharmacology & Drugs Notes. Edisi 2019. Makassar : MMN Publishing.
Sahara, R, et al. 2024. Asuhan Keperawatan Pada NY.S Dengan Pemberian Aromatik Pappermint Untuk Menurunkan
Rasa Mual Muntah Pada Pasien CA Serviks Pasca Kemoterapi Diruang Tulip RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun
2023.

Scorza, Keith. 2007. Evaluation Of Nousea And Vomiting. American Family Physician
Srie Reski dan Ira inayah, 2019. patofisiologi muntah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panrita Husada
Terima
Kasih
SESI
TANYA
JAWAB

Anda mungkin juga menyukai