Anda di halaman 1dari 16

FARMAKOTERAPI PENYAKIT SALURAN CERNA

DAN SALURAN NAFAS


Dosen Pengampu : Apt.Hafifah Jasman, M.Farm

Kelompok 1 :
Nanda Syaifullah 190205021
Arabella Natasya 190205018
Meirizal Jefrinaldi 190205013
Putri Sakinah 190205023

 
Memahami Patofisiologi
dan Farmakoterapi
Pada Mual dan
Muntah

Pengertian
Pengertian

Mual merupakan perasaan sadar akibat adanya


rangsangan di daerah medulla otak yang
berhubungan erat dengan bagian pusat muntah. Mual PENDAHULUAN
disebabkan oleh adanya impuls yang iritatif dari (PENGERTIAN, KLASIFIKASI,
saluran saluran gastrointestinal, impuls yang datang
dari bagian bawah otak yang berhubungan dengn FAKTOR RISIKO, ETIOLOGI)
motion sickness dan dari impuls yang dihasilkan dari
korteks serebral yang menginisiasi muntah.

Sedangkan muntah adalah ekspulsi dari mulut yang


mengeluarkan isi saluran pencernaan yang dihasilkan
dari kontraksi lambung dan otot dinding perut (Aril,
2012).
KLASIFIKASI

Klasifikasi Mual Dan Muntah Paska Operasi Menurut Asosiasi


Perawat Paska Anestesi Amerika (ASPAN), kejadian mual dan
muntah paska operasi berdasarkan waktu timbulnya
digolongkan sebagai berikut :
1) Early Adalah mual dan muntah paska operasi yang timbul
pada 2 – 6 jam setelah pembedahan, biasanya terjadi
PENDAHULUAN
pada fase 1 PACU (Post Anestesi Care Unit). Pada tahap (PENGERTIAN, KLASIFIKASI,
ini respon mual muntah sampai ke titik puncak karena FAKTOR RISIKO, ETIOLOGI)
perubahan hemodinamik yang signifikan muncul pada
fase awal yang memicu mual muntah pada 6 jam pertama
paska anestesi (Gondim, 2009).

2) Late Adalah mual dan muntah paska operasi yang timbul


pada 6 – 24 jam setelah pembedahan, biasanya terjadi di
ruang pemulihan atau ruang perawatan paska bedah.

3) Delay Adalah mual dan muntah yang timbul setelah 24 jam


paska pembedahan
FAKTOR RESIKO
Beberapa reseptor dapat memicu terjadinya muntah
maka wajar jika diperlukan kombinasi obat yang dapat
bekerja pada beberapa reseptor dibandingkan hanya
satu obat yang bekerja pada satu reseptor. PENDAHULUAN
Meningkatkan dosis satu obat tidak akan menurunkan (PENGERTIAN, KLASIFIKASI,
angka kejadian mual muntah pascabedah terutama FAKTOR RISIKO, ETIOLOGI)
pada pasien-pasien risiko tinggi. Juga harus diingat
bahwa efek samping meningkat dengan penambahan
dosis. Karena itulah pendekatan multimodal
menawarkan banyak keuntungan dan menurunkan
terjadinya efek samping akibat penambahan dosis,
namun ada risiko efek interaksi obat. (Bona A.F,2014.)
Etiologi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan


pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di
Canada diketahui beberapa hal yang menjadi PENDAHULUAN
faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
(PENGERTIAN, KLASIFIKASI,
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid,
gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal,
FAKTOR RISIKO, ETIOLOGI)
dan diabetes pregestasional. Tidak ada bukti
bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor
toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
(Widayana.A. dkk,2002)
PATOFISIOLOGI, GEJALA KLINIS,
KOMPLIKASI
Patofisiologi
Refleks muntah terjadi akibat koordinasi banyak jalur sensorik dan reseptor di perifer dan
di sistem saraf pusat. Impuls sensorik disampaikan oleh saraf aferen menuju pusat
muntah (Central Vomiting Center, CVC). Di CVC, impuls tersebut diintegrasikan dan
dihantarkan ke jalur motorik dan autonom untuk mencetuskan rasa mual, retching,
ataupun muntah. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung,
kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat
dingin, detak jantung meningkat dan perubahan ritme pernapasan.
(Bona A.F,2014.)
PATOFISIOLOGI, GEJALA KLINIS,
KOMPLIKASI
GEJALA KLINIS

Retching adalah upaya kuat dan involunter untuk muntah, tampak sebagai gejala awal
sebelum muntah. Upaya ini terdiri dari kontraksi spasmodik otot diafragma dan dinding
perut serta dalam waktu yang sama terjadi relaksasi LES (lower esophageal sphincter).
Sfi ngter ini juga tertarik ke atas oleh kontraksi otot longitudinal dari bagian atas
esofagus. Selama retching, isi lambung didorong masuk ke esofagus oleh tekanan
intraabdominal dan adanya peningkatan tekanan negatif intratorakal, bahan muntahan di
esofagus akan kembali lagi ke lambung karena adanya peristaltik esophagus (Bona
A.F,2014.)
PATOFISIOLOGI, GEJALA KLINIS,
KOMPLIKASI
KOMPLIKASI

Pada mual dan muntah yang parah, lama dan sering dapat menyebabkan tubuh
mengalami defisensi 2 vitamin penting yaitu thiamin dan vitamin K. Pada defisiensi
thiamin, dapat terjadi Wernicke encephalopathy, yaitu suatu keadaan gangguan sistem
saraf pusat yang ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan nistagmus.
Penyakit ini dapat berkembang semakin parah dan menyebabkan kebutaan, kejang dan
koma.4 Pada defisiensi vitamin K, terjadi gangguan koagulasi darah dan juga disertai
dengan epistaksis (Bona A.F,2014.)
TATA LAKSANA TERAPI

A. Tujuan Terapi
TATA LAKSANA TERAPI
B. Strategi Terapi (Farmakologi dan Non Farmakologi)
Terapi farmakologi dengan memberikan obat anti emetik dengan mempertimbangkan kondisi
pasien.Sedangkan tindakan nonfarmakologi yang dapat dilakukan ialah tindakan manajemen
airway dan terapi komplementer (Gan, 2009).

1) Terapi farmakologi Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi mual muntah paska operasi
adalah golongan kortikosteroid (dexamethasone) dan golongan antagonis serotonin
(ondansentron). Untuk pasien dengan risiko tinggi mual dan muntah pasca operasi maka dapat
dipertimbangkan penggunaan kombinasi dua atau tiga antiemetik. Bila terjadi kegagalan
profilaksis mual dan muntah pasca operasi maka dianjurkan jangan diberikan terapi antiemetik
yang sama dengan obat profilaksis, tapi pakai obat yang bekerja pada reseptor yang berbeda
(Goodman & Gilman, 2012).

2) Terapi non farmakologi


Manajemen airway Manajemen airway digunakan untuk mengantisipasi komplikasi mual muntah
paska anestesi umum agar tidak menimbulkan gangguan jalan nafas maupun pernapasan.
Pertama adalah memposisikan kepala pasien miring untuk mencegah aspirasi dan mencegah
lidah jatuh ke belakang yang akan menutup jalan nafas. Kedua, dapat dilakukan tindakan suction
untuk mengeluarkan isi muntahan pasien agar tidak terjadi obstruksi jalan nafas. Ketiga, lakukan
pemantauan kontinyu status hemodinamik dan keadaan umum pasien (Gan, 2009).
GOLONGAN OBAT YANG DIGUNAKAN
Contoh Obat dan Dosis nya

Contoh obat dan dosis


Dosis terapi lebih kecil untuk ondansetron adalah 1 mg, dolasetron 12,5 mg,
granisetron 0,1 mg, dan untuk tropisetron sebesar 0,5 mg.
 
Alternatif lain adalah deksametason 2-4 mg intravena; droperidol 0,625 mg
intravena; atau prometazin 6,25-12,5 mg intravena. Propofol 20 mg dapat
digunakan bila pasien masih diruang pemulihan.
(Bona A.F,2014.
Mekanisme Mual Dan
Munta
EVALUASI DAN PEMANTAUAN TERAPI
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai