Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat merupakan suatu keadaan yang ideal bagi setiap orang. Menurut
World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu keadaan sejahtera
sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas
dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang
tidak merasa sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara klinis tidak
adanya penyakit (Notoatmodjo, 2010). Kesehatan fisik merupakan salah satu
aspek dimana kesehatan fisik itu sendiri mencerminkan bahwa semua organ
tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan termasuk diantaranya
adalah kesehatan pada sistem pernafasan.
Mual dan muntah biasanya merupakan gejala yang bisa disebabkan oleh
banyak hal. Kondisi ini adalah cara tubuh untuk membuang materi yang
mungkin berbahaya dari dalam tubuh. Obat-obatan tertentu seperti
kemoterapi untuk kanker dan agen anestesi sering menyebabkan mual
muntah (Porter et al, 2010). Penyakit gastroenteritis adalah penyebab
paling umum yang mengakibatkan terjadinya mual dan muntah.
Gastroenteritis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus di
perut. Selain menyebabkan mual dan muntah, gastroenteritis biasanya juga
menyebabkan diare (Porter et al, 2010).
Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan di
tenggorokan atau daerah epigastrium yang memperingatkan seorang
individu bahwa muntah akan segera terjadi. Mual sering disertai dengan
peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis termasuk diaphoresis, air liur,
bradikardia, pucat dan penurunan tingkat pernapasan. Muntah
didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung melalui mulut,
seringkali membutuhkan dorongan yang kuat (Dipiro et al., 2015).
Obat anti-emetik bebas dan dengan resep paling umum
direkomendasikan untuk mengobati mual muntah. Untuk pasien yang bisa
mematuhi pemberian dosis oral, obat yang sesuai dan efektif dapat dipilih
tetapi karena beberapa pasien tidak dapat menggunakan obat oral atau obat
oral tidak sesuai. Pada pasien tersebut disarankan penggunaan obat secara
rektal atau parenteral. Untuk sebagian besar kondisi dianjurkan antiemetik
tunggal, tetapi bila pasien tidak memberikan respon dan pada pasien yang
mendapatkan kemoterapi emetonik kuat, biasanya dibutuhkan regimen
multi obat (Sukandar, 2008).
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda pada 3 bulan terakhir yaitu dari bulan juli 2018
sampai september 2018 di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) didapatkan
data pasien yang menderita mual muntah sebanyak 313 orang (Buku Laporan
Pasien Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda).
Mual merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, mual dapat
dikendalikan (United States Environmental Protection Agency, 2004). mual
dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak
hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi
nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala mual (Sundaru, 2007).
Pengontrolan terhadap gejala mual dapat dilakukan dengan cara medis
secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan
menghindari stres. Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi
gejala mual dengan meningkatkan sistem imunitas (The Asthma Foundationof
Victoria, 2002). Akhir-akhir ini, para penderita mual muntah mulai
memanfaatkan terapi komplementer (nonfarmakologis) untuk mengendalikan
mual yang dideritanya. Jumlah penderita mual yang sudah memanfaatkan
terapi komplementer ini diperkirakan cukup tinggi yaitu sekitar 42% dari
populasi penderita mual yang ada di New Zealand (McHugh,2010).
Pengontrolan mual dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan
teknik pengaruh aromaterapi menggunakan isopropyl alcohol, teknik relaksasi,
akupunktur, chiropractic, homoeopati, naturopati dan hipnosis. (McHugh,
2010).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat
perumusan masalah penelitian untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang
akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah akhir ners dengan intervensi dan
edukasi inovasi teknik aromaterapi menggunakan isopropyl alcohol dengan
ondansentron oral sebagai terapi antiemetik pada pasien dewasa di Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk
melakukan analisa terhadap kasus kelolaan dengan intervensi dan edukasi
inovasi teknik aromaterapi menggunakan isopropyl alcohol dengan
ondansentron oral sebagai terapi antiemetik pada pasien dewasa di Unit
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisa masalah keperawatan dengan konsep teori terkait
aromaterapi menggunakan isopropyl alcohol dengan ondansentron oral.
b. Menganalisa intervensi inovasi aromaterapi menggunakan isopropyl
alcohol dengan ondansentron oral

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
a. Dapat menjadi masukan pada program belajar mengajar dan
menambah referensi perpustakaan serta menjadi dasar untuk penelitian
keperawatan lebih lanjut.
b. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan dalam menambah
pengetahuan tentang intervensi dan edukasi inovasi teknik aromaterapi
menggunakan isopropyl alcohol dengan ondansentron oral sebagai
terapi antiemetik untuk mengurangi mual dan muntah pada pasien
dewasa.
2. Bagi Profesi Kesehatan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam melaksanakan perannya sebagai care
giver guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan sehingga dapat
memaksimalkan penanganan pada semua pasien yang datang ke IGD
dengan keluhan utama mual dan muntah.
3. Bagi Kelompok
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya kolompok sebagai
pelaksana asuhan keperawatan yang mana dapat meningkatkan
kemampuan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang bagaimana
penanganan pasien yang datang ke IGD dengan keluhan mual dan muntah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut
dengan paksa atau dengan kekuatan. Mual dan muntah merupakan gejala yang
umum dari gangguan fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai
perlindungan melawan toksin yang tidak sengaja tertelan.
Muntah dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna
atas seperti halnya diare pada saluran cerna bawah (neurogastrenterologi).
Mual adalah suatu respon yang berasal dari respon penolakan yang dapat
ditimbulkan oleh rasa, cahaya, atau penciuman.
Isopropil alkohol adalah nama populer dari senyawa kimia dengan rumus
molekul C3H8O atau C3H7OH. Senyawa ini merupakan senyawa tak
berwarna, mudah terbakar dengan bau menyengat. Senyawa ini
merupakan alkohol sekunder yang paling sederhana, dimana atom karbon
yang mengikat gugus alkohol juga mengikat 2 atom karbon lain
(CH3)2CHOH.
Merupakan isomer struktur dari 1 - propanol. Ini adalah tidak
berwarna, mudah terbakar senyawa kimia dengan kuat bau. Ini merupakan
contoh sederhana dari senyawa alkohol sekunder, di mana alkohol atom
karbon melekat dua atom karbon lain kadang-kadang ditampilkan sebagai
(CH 3) 2 CHOH. Ini adalah struktur isomer dari propanol. Ia memiliki
berbagai macam kegunaan industri dan rumah tangga.

B. Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena
memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat
rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di
medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger
Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf.
Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras.
Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek
serebri dan system limbic menuju pusat muntah (VC). Pencegahan muntah
mungkin dapat melalui mekanisme ini. Muntah terjadi jika pusat muntah
terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebella dari labirint di
dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS )
akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti
emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat
menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan
pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka
cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Muntah
merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia muntah terdiri dari 3
aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi
lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1)
chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC).

Isopropil
alkohol

Gambar 1. Mekanisme mual dan muntah


Isopropil alkohol menghambat neurotrasmiter yang mengaktifkan sinyal mual dan
muntah dalam kemoreseptor tringger zone di otak.
C. Etiologi
Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) meskipun tdk selalu
demikian dan mempunyai ciri :
1. Pucat
2. Berkeringat
3. Liur berlebihan
4. Tachycardia
5. Pernafasan tidak teratur
Mekanime dan penyebab :
Pusat muntah terletak di medulla oblongata yang juga mengatur fungsi
jantung, pernafasan, air liur/saliva dan vasomotor. Pusat muntah dapat
distimulasi dengan 4 perngsangan yang berbeda:
1. N.splanchnicus bagian dalam yang dapat distimulasi oleh iritasi
peritoneum, infeksi atau perut yang menggembung.
2. Sistem vestibular yang bisa dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini
banyak mengandung histamin, dan reseptor musakrinik.
3. Higher CNS centers yang distimulasi oleh gangguan penglihatan,
penciuman dan emosional dapat menyebabkan muntah.
4. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak
(BBB) seperti pada area postrema dari medulla. Daerah ini memilki
reseptor kimia yang dapat distimulasi oleh obat-obatan, zat-zat kemoterapi,
racun, hipoksia, uremia, terapi radiasi. Area postrema ini kaya akan
reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan dopamine, opioid, dan asetikolin,
substansi P.
Banyak faktor yang dapat merangsang pusat muntahdiantaranya:
a. Gangguan pada saluran cerna

1) Gastritis yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri

2) Stenosi pylori, Pada bayi muntah merupakan indikasi untuk


dilakukan tindakan bedah secepatnya

3) Bowel obstruction
4) Acute abdomen and/or Peritonitis

a) Ileus
b) Pankreatitis, kolesistitis, apendisitis, hepatitis.
c) Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh alergi terhadap protein
pada susu sapi
d) Konsumsi alkohol yang berlebihan.
e) Pergerakan seperti pada motion sickness yang terjadi akibat
stimulasi berlebihan dari kanal labirin pada telinga.
f) Meniere’s disease
g) Perdarahan serebral
h) Nyeri atau sakit kepala yang unilateral
i) Tumor otak, yang dapat malfungsi dari reseptor kimia di otak.
j) Hidrocephalus, peningkatan tekanan intracranial.
k) Hiperkasemia, tingginya kadar kalsium dalam darah.
l) Uremia, biasanya terjadi akrena gangguan ginjal
m) Insufisiensi adrenal
n) Hipoglikemia
5) Gangguan pada sistem sensorik dan otak
6) Gangguan metabolisme
7) Kehamilan
Hiperemesis, Morning sickness
8) Interaksi obat
Alkohol , efek muntah yang ditimbulkan biasanya terjadi sesudah
keadaan mabuk karena banyak meminum alohol.

1) Pemakaian opium juga dapat menyebabkan muntah.


2) Obat-obatan kemoterapi
3) Penghambat reuptake serotonin yang selektif

Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah


atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan
efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan
gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat,
memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.
Penggunaan antiemetik
Obat antiemetik diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai
berikut:
1) Mabuk jalan (motion sickness)
Disebabkan oleh pergerakan kendaraan darat, laut maupun
udara dengan akibat stimulasi berlebihan di labirin yang kemudian
merangsang pusat muntah melalui chemo reseptor trigger one
(CTZ).
2) Mabuk kehamilan (morning sickness)
Pada kasus ringan sebaiknya dihindari agar tidak berakibat
buruk pada janin, sedangkan pada kasus berat dapat dipakai
golongan antihistamin atau fenotiazin (prometazin) yang kadang
dikombinasikan dengan vitamin B6, penggunaannya sebaiknya
dibawah pengawasan dokter.
3) Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu, seperti
Pada pengobatan dengan radiasi atau obat-obat sitostatika.

A. Definisi Antiemetik
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan
mual dan muntah. Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati penyakit
mabuk kendaraan dan efek samping dari analgesik opioid, anestetik
umum dan kemoterapi terhadap kanker.
Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas
refleks muntah menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk
mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna
memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara
langsung atau menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja secara lokal
dapat berupa anastid, anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi
mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan menstimulasi peregangan
saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan.
Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa kelompok:
fenootiazin, nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3),
antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam. Dua jenis
fenotiazin yang umum digunakan adalah proklorperazin (compazine) dan
prometazin (phenergan) keduanya memiliki awitan yang cepat dan efek
merugikan yang terbatas.
Agen lainnya adalah dronabinol (marinol), yang mengandung bahan aktif
kanabis (mariyuana), hidroksizin (generik) yang dapat menekan area kortikol
pada SSP dan trimetobenzamid (tigan), ini serupa dengan antihistamin dan
tidak menimbulkan sedeasi. Trimetobenzamid sering kasli merupakan obat
pilihan dalam kelompok ini karena tidak dikaitkan dengann sedadi yang
berlebihan dan sepresi SSP. Obat ini tersedian dalam bentuk oral,parenteral,dan
surositoria. Obat ini diabrsorpsi dengan cepat, di metabolisme dalam hati dan
diekskresi melalui urine. Obat ini menembus plasenta dan menembus ASI, dan
digunakan jika manfaatnya lebih besar pada ibu dari pada resiko potensial pada
janin atau neonatus.

Hidroksizin digunakan untuk mual dan muntah sebelum dan sesudah


pelahiran atau pembedahan obsterik. Obat ini diabsorpsi dengan cepat,
dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini tidak dikaitkan
dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan tidak masuk ke
ASI. Sama halnya dengan semua jenis obat, kewaspadaan perlu digunakan
selama kehamilan dan laktasi.
Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan muntah yang
berkaitan dengan kemoterapi kanker jika pasien tidak berespons terhadap
pengobatan lain. Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui dengan
cepat. Obat ini merupakan zat yang dikendalikan kategori C-III, dan harus
digunakan di bawah pengawasan ketat karena adanya kemungkinan perubahan
status mental. Obat ini diabsobsi dengan mudah dan dimetabolisme dalam hati
dengan ekskresi melalui empedu dan urine.

B. Jenis – jenis antiemetik


1. Perfenazin (trilafon)
Perfenazin merupakan obat anitiemetik yang paling sering diresepkan
karena obat ini dapat diberikan peroral, intramuskular, dan per rektal.
a. Farmakokinetika
Absorpsi bentuk padat oral dari perfenazin tidak menentu, tetapi
bentuk cairnya lebih stabil dan laju absorpsinya lebih cepat. Presentase
peningkatan pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui.
Perfenazin dimetabolisme oleh hati dan mukosa gastrointestinal dan
kebanyakan dari obat diekskresikan ke dalam urine.
b. Farmakodinamik
Perfenazin menghambat dopamin pada CTZ, sehingga mengurangi
perangsangan CTZ pada pusat muntah. Obat ini juga dipakai sebagai
antipsikotik. Mula kerja dari perfenazin oral bervariasi dari 2 sampai 6
jam, dan lama kerjanya dari 6 sampai 12 jam. Mula kerja dari perferazin
intravena dan intramuskular cepat, dan lama kerjanya sama dengan
preparat oral.
c. Khasiat
Untuk Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang
disertai depresi, depresi karena penyakit organis, antiemetic terutama
pasca operasi.
d. Kategori keamanan untuk ibu hamil
Perfenazine menurut kategori spesifik menurut rute pemberiannya
(rute administration atau ROA) adalah secara per oral. Dan keamanan
obat dalam kehamilan masuk kedalam KATEGORI C yaitu studi
terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek
samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan
tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau belum ada studi terkontrol
pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh digunakan jika
besar manfaat yang diharapkan melebihi besar risiko terhadap janin.
d. Efek Samping
Efek samping antiemetik penotiazin adalah sedasi sedang, hipotensi
gelaja ekstrapirmidal, yang seperti perkinsonisme, efek SSP
(kegelisahan, kelemahan, reaksi distonik, agitasi), dan gejala
antikoligenik ringan (mulut kering, retensi air kemih,konstipasi).
Karenan dosis obat ini untuk muntah lebih ringan daripada dosis
psikosis, maka efek samping yang ditimbulkan juga tidak seberat bila
dipakai untuk psikosis.
e. Interaksi Obat dan Interaksi Makanan
Perfenazin berinteraksi dengan banyak obat. Jika perfenazin
dipakai bersama alkohol, anthihipertensi, dan nitrat maka dapat terjadi
hipotensi. Dapat pula terjadi bertambah beratnya depresi susunan saraf
pusat (SSP) jika obat ni dipakai bersama dengan alkohol, narkotik,
hipnotik-sedatif, dan anestetik umum. Efek antikoligenik akan menigkat
jika perfenazin dikombinasikan dengan antihistamin, antikoligenik
seperti atripin, dan fenotiazin lainnya. Hasil pemeriksaan laboraturium
dapat menunjukkan penigkatan kadar enzim hati dan jantung, kolesterol
dan gula darah dalam serum.
f. Dosis
Dosis umum: 8-16 mg/hari PO dalam dosis terbagi; 5-10 mg IM
untuk pengontrolan yang cepat, setiap 6 jam; 5 mg IV dalam dosis
terbagi, secara perlahan.

2. Penggolongan obat antiemetik


a. Antagonis reseptor 5-HT3 - obat ini akan menghambat
reseptor serotonin pada sistem saraf pusat dan saluran pencernaan. Obat
ini juga dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah akibat
pasca-operasi dan sitotoksik obat. Serotonin Antagonists merupakan
obat yang paling sering diberikan untuk mengatasi mual muntah pasien
kemoterapi, radiasi, dan bedah. Lima jenis obat dari kelas ini yang
digunakan sebagai antiemesis adalah granisetron, ondansetron,
dolasetron, tropisetron dan palonosetron. Serotonin antagonis bekerja
dengan menghambat serotonin di otak dan usus. Obat ini bisa ditolerir
dengan baik dan sangat efektif. Contoh nama obat :
1) Dolasetron
2) Granisetron
3) Ondansetron
4) Tropisetron
b. Antagonis dopamin bekerja pada otak an digunakan untuk mengatasi
rasa mual dan muntah dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma,
pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestetik umum. Obat
yang bekerja pada area dopamine, yakni domperidone. Obat ini
merupakan dopamine antagonis yang tidak benar-benar masuk ke
sistem saraf pusat. Profil domperidone sebagai antiemesis mirip dengan
metoklorpamida, namun domperidone memiliki efek ekstrapiramida
yang lebih ringan. Domperidone diberikan dalam bentuk oral maupun
parenteral. Pada orang sehat, domperidone akan mempercepat
pengosongan cairan lambung dan meningkatkan tekanan oesophageal
sphincter bagian bawah. Domperidone efektif menghilangkan gejala
dispepsia postprandial dan mual serta muntah karena berbagai sebab.
Melalui beberapa studi obat ini lebih superior dibandingkan
metoklopramida. Domperidone juga memiliki efek baik lainnya. Studi
oleh Orlando dkk dari Departemen Pediatrik, Farmasi dan Perawat dari
University of Western Ontario and St. Joseph's Health Care London,
menunjukkan pemberian domperidone jangka pendek bisa
meningkatkan produksi ASI pada perempuan yang memiliki kadar
produksi ASI rendah.
c. Antihistamin (antagonis reseptor histamin H1), efektif pada berbagai
kondisi, termasuk mabuk kendaraan dan mabuk pagi berat pada masa
kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan muntah dengan cara
menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi
efeknya kurang kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida,
adalah antiemesis yang bekerja dengan menghambat dopamin.
d. Kanabinoid digunakan pasien dengan kakeksia, mual sitotoksik, dan
muntah atau karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari golongan
Cannabinoid, dronabidol merupakan antiemesis untuk pasien yang
menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan dalam bentuk oral.
Deksametason dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan
kortikosteroid yang biasa digunakan sebagai antiemesis.
3. Ganja (Marijuana). Ganja digunakan dengan pertimbangan
medis. CBD adalah kanabinoid yang tidak ada pada Marinol atau
Cesamet.
4. Dronabinol (Marinol). Sembilan puluh persen dari penjualannya
digunakan untuk pasien kanker dan AIDS. 10% lainnya digunakan
untuk meredakan rasa sakit,sklerosis multipelm dan penyakit Alzheimer
5. Nabilon (Cesamet). Ditraik dari peredaran pada akhir 2006.
6. Sativex adalah spray oral yang mengandung THC dan CBD. obat ini
legal padaKanada dan beberapa negara di Eropa, namun tidak
di Amerika Serikat.
7. Benzodiazepin Dari kelas obat Benzodiazepin, lorazepam dan
alprazolam adalah dua obat yang biasa digunakan sebagai antiemesis.
Obat ini bisanya digunakan untuk gangguan kecemasan. Sebagai
monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien
kemoterapi dan radioterapi. Bisanya dikombinasikan dengan serotonin
antagonis dan kortikosteroid. Obat-obat antipsikotik dari kelas
Butrirofenon seperti haloperidol dan inapsine juga bisa digunakan
sebagai antiemesis pasien kemoterapi. Cara kerja dua obat ini juga
menghambat dopamine.
8. Midazolam, efektif seperti ondansetron. Perlu penelitian lebih lanjut.
9. Lorazepam merupakan pengobatan ajuvan yang baik untuk mual
dengan pengobatan garis pertama seperti Komapzin atau Zofran.

C. Intervensi inovasi aromaterapi menggunakan isopropyl alcohol dengan


ondansentron oral
Beberapa uji coba melaporkan bahwa isopropil alkohol memiliki khasiat
dalam mengobati mual dan muntah pasca operasi. Banyak model hewan telah
menunjukkan keamanan isopropil alkohol. Penelitian pada manusia tanpa
didokumentasikan merugikan peristiwa setelah inhalasi isopropil alkohol. Zat
ini tersedia secara luas di sebagian besar pengaturan perawatan kesehatan
dalam bentuk bantalan yang digunakan dalam perjalanan rutin memberikan
perawatan. Lebih sedikit data yang ada sehubungan dengan kemanjuran
terapeutik menghirup isopropil alkohol di departemen darurat (ED)
pengaturan. Sebuah uji coba terkontrol secara acak tunggal menunjukkan
bantuan mual superior dengan isopropil inhalasi alkohol versus plasebo solusi
inhalasi garam di ED patients.
Penelitian itu menilai hasil selama 10 menit. Masih belum jelas apakah
bantuan bergejala dari aromaterapi tetap ada setelah 10 menit. Itu juga tidak
pasti apakah isopropil alkohol yang dihirup secara inhalasi memberikan
bantuan mual yang lebih besar dibandingkan dengan lainnya terapi antiemetik
yang umum digunakan dalam pengaturan ED, seperti itu sebagai ondansetron.
Pentingnya Di Amerika Serikat, keluhan utama terkait dengan mual atau akun
muntah sekitar 4,8 juta ED kunjungan setiap tahun. Antiemetik yang umum
digunakan, termasuk ondansetron, promethazine, dan metoclopramide, miliki
terbukti berkhasiat dalam pengobatan pasien tertentu populasi (mis.,
ondansetron untuk pasien kemoterapi). Meskipun pengalaman anekdotal
banyak darurat dokter adalah bahwa obat-obatan ini secara efektif mengobati
mual, uji coba acak pada pasien DE tidak terdiferensiasi belum menunjukkan
bantuan mual superior dengan agen-agen ini versus placebo. Identifikasi
antiemtik yang manfaat terapeutik lebih baik dari pada yang biasa digunakan
obat-obatan dapat memiliki pengaruh material pada rutinitas pengobatan
gejala ini sering dijumpai di Populasi ED. Tujuan Investigasi Ini Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membandingkan pernapasan yang dihirup isopropil
alkohol dibandingkan ondansetron oral untuk mengobati mual di antara pasien
ED.

1. Analisa Swot
Kekuatan  RSUD Abdul Wahab Sjahranie adalah rumah sakit
(Strength) rujukan teratas yang merupakan tipe A, dengan
standar akreditasi paripurna oleh KARS dan
terakreditasi Joint Commission International.
Sehingga mempunyai sarana dan prasarana yang
lengkap untuk mendukung proses pendidikan profesi
Ners.
 RSUD Abdul Wahab Sjahranie
 Pembimbing klinik yang ditunjuk oleh RSUD Abdul
Wahab Sjahranie memilik kompetensi yang sudah
merupakan ners spesialis sebagai fasilitator untuk
berdiskusi dan berkonsultasi dalam pelaksanaan
inovasi.
 Dukungan dari nanajemen RS dalam pelaksanaan
inovasi terhadap pembaharuan yang dapat
meningkatkan kualitas asuhan pelayanan
keparawatan dan pengembangkan diri sebagai
seorang klinisi.
 RSUD Abdul Wahab Sjahranie telah mempunyai
regulasi mengenai jenjang karir yang jelas bagi
perawat klinis (PK) yaitu berupa PK I, PK II, PK III
dan PK IV dengan kewenangan klinis yang berbeda
pada setiap tingkatan.
 RSUD Abdul Wahab Sjahranie mempunyai antusias
dan perhatian cukup tinggi untuk mengembangkan
ilmu keperawatan terbaru.
 RSUD Abdul Wahab Sjahranie memiliki ruangan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang terbagi dalam
berbagai bagian yaitu Ruang Triase, Ruang Anak,
Ruang Resusitasi Anak, Ruang Medis, Ruang
Resusitasi Dewasa, Ruang Bedah dan Ruang Obgyn
dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang
lengkap dan memadai untuk memberikan pelayanan
prima kepada pasien.
 Perawat IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie aktif
dalam himpunan perawat gawat darurat Indonesia
dan aktif menghadiri pertemuan PPGD dan BTCLS
setiap tahunnya sehingga perawat IGD mengikuti
perkembangan ilmu terbaru terkait IGD..
Kelemahan  Perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien
(Weakness) belum sesuai baik di beberapa ruang rawat inap dan
di ruang IGD.
 Edukasi yang sistematis belum dijalankan kepada
pasien gawat darurat atau pasien yang datang ke
IGD sehingga kepatuhan dan effikasi diri pasien
rendah dalam perawatan dan pengobatan sehingga
tingginya angka rawat inap kembali pada pasien.
 Penambahan jumlah sarana prasarana yang belum
diiringi dengan penambahan jumlah tenaga perawat.
Peluang  RSUD Abdul Wahab Sjahranie adalah lahan praktik
(Opportunities) mahasiswa profesi ners sehingga dapat memberikan
masukan dalam pengembangan sistim pelayanan
rumah sakit khususnya pada pasien gawat darurat.
 RSUD Abdul Wahab Sjahranie mengikuti program
akreditasi Rumah Sakit seperti JCI sehingga
menuntut rumah sakit khususnya pelayanan
keperawatan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan untuk menjadikan pelayanan sesuai
dengan standar yang ada.
 RSUD Abdul Wahab Sjahranie akan
mengembangkan unit IGD, sehingga pasien akan
semakin banyak dan membutuhkan edukasi yang
baik untuk mencapai outcome yang diharapkan
Ancaman  Inovasi yang dilakukan menyangkut kepada
(Threat) perubahan kebijakan RSUD, sehingga akan
mendapatkan halangan dari sistim manajemen diluar
profesi keperawatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Inovasi
1. Persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan
pengembangan terkait perawatan pasien dengan gangguan mual muntah.
Identifikasi dilakukan pada awal masa dinas profesi Ners di semester akhir
dan kemudian disampaikan ke dalam forum pertemuan yang terdiri dari
kepala ruangan yang merawat pasien dengan gangguan mual muntah,
kepala bidang kepereawatan, ketua komite keperawatan, clinical
instructur. Pilihan yang disampaikan dalam persentasi tersebut dan
disepakati untuk memberikan inovasi tindakan keperawatan mandiri di
IGD. Dengan memberikan inovasi tindakan mandiri dimulai dengan
sosialisasi tindakan inovasi. Setelah ada kesepakatan, mahasiswa membuat
proposal kegiatan yang dikonsulkan bersama pembimbing klinik dan
pembimbing akademik. Setelah mendapatkan feedback mahasiswa profesi
Ners membuat kontrak waktu, pembicara, penentuan materi, tempat acara
dan target peserta seminar. Mahasiswa menyiapkan SOP sebagai prosedur
outcome dari seminar. Peserta seminar disepakati bersama bidang adalah
perawat PK III yang mempunyai kompetensi sebagai seorang pendidik,
edukator dan konselor. SOP yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Memperlihatkan kesiapan dari perawat untuk memberi edukator terkait
penyakit yang mengalami mual muntah.
b. Tingkat pengetahuan peserta mengenai pengetahuan mengenai
penyakit mual muntah.
b. Pelaksanaan
Presentasi dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 november 2018 pada
pukul 09.00 dengan menghadirkan dua pembimbing yaitu Ns. Kiki
Hardiansyah Safitri M.Kep.,Sp.Kep.MB (staff akademik) dan Ns. Refliani
Aldila, S.Kep (staff RSUD Abdul Wahab Sjahranie).
a. Evaluasi
1) Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden meliputi nilai mual. Hasil
penelitian menunjukan bahwa seluruh responden pada penelitian
ini sebanyak 10 orang yang terdiri dari jenis kelamin dan usia.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Usia Di Ruang IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Usia Jumlah (n) Persentase (%)
20-29 tahun 2 20.0
30-39 tahun 4 40.0
40-49 tahun 2 20.0
50-59 tahun 2 20.0
> 60 tahun 0 0
Total 10 100
Sumber : Primer 2018
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Jenis Kelamin Di
Ruang IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 4 40.0
Perempuan 6 60.0
Total 10 100
Sumber : Primer 2018
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosa Medis Di Ruang
IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Diagnosa Medis Jumlah (n) Persentase (%)
Appendiksitis 4 40.0
Ileus Obstruktif 2 20.0
Hernia 2 20.0
Inkarserata
Peritonitis 2 20.0
Total 10 100
Sumber : Primer 2018

2) Univariat
Analisis univariat dimana analisa variabel meliputi variabel
independen terdiri dari pemberian isopropyl alkohol. Sedangkan
variabel dependennya adalah pemberian ranitidine yang
dilaksanakan di ruang instalasi gawat darurat di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Adapun variabel tersebut dapat
dilihat pada masing-masing tabel dibawah ini:
Tabel 3.10 Nilai Skor Mual Sebelum dan Sesudah diberikan Isopropil
Alkohol dan Ranitidine Di Ruang IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda 2018
Kategori Mual Isopropil Alkohol Ranitidine
Pre Post Pre Post
F % F % F % F %
Ringan 0 0 5 100.0 0 0 2 40.0
Sedang 2 40.0 0 0 2 40.0 3 60.0
Berat 3 60.0 0 100 3 60.0 0 0
Total 5 100 5 100 5 100 5 100
Sumber : Primer 2018
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum
pemberian isopropyl alkohol pada kategori sedang sebanyak 2
(40.0%) dan kategori berat sebanyak 3 (60.0%), dan pemberian
ranitidine dengan kategori sedang sebanyak 2 (40.0%) dan kategori
berat sebanyak 3 (60.0%). Sedangkan sesudah pemberian isopropyl
alcohol pada kategori ringan sebanyak 5 (100%) dan pada
pemberian ranitidine pada kategori ringan yaitu sebanyak 2
(40.0%) dan pada kategorik sedang sebanyak 3 (60.0%).

3) Bivariat
a) Perbedaan sebelum dan sesudah diberikan isopropyl alkohol
Tabel. 3.11 Perbedaan Nilai Mual Sebelum dan Sesudah
Diberikan Isopropyl Alkohol di Ruang IGD RSUD Abdul
Wahab Sjahranie. Tahun 2018
Mual t P Keterangan
Sebelum dan Sesudah 6.532 0.003 Bermakna
diberikan Isopropil
Alkohol

Berdasarkan table 3.11 Perbedaan antara nilai mual


sebelum dan sesudah diberikan isopropyl alkohol dapat dilihat
hasil t-test sebesar 6.532 dengan p = 0.003. Karena p = 0.003 <
0.05, maka dikatakan signifikan n atau bermakna. Artinya ada
perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan isopropyl alkohol.
b) Perbedaan nilai mual sebelum dan sesudah diberikan ranitidine
Tabel. 3.12 Perbedaan Nilai Mual Sebelum dan Sesudah
Diberikan Ranitidine Pada di Ruang IGD RSUD Abdul Wahab
Sjahranie. Tahun 2018
Mual t P Keterangan
Sebelum dan Sesudah 2.236 0.089 Tidak
diberikan Ranitidine Bermakna
Berdasarkan table 3.12 Perbedaan antara nilai mual
sebelum dan sesudah diberikan ranitidine dapat dilihat hasil t-
test sebesar 2.236 dengan p = 0.089. Karena p = 0.089 > 0.05,
maka dikatakan tidak signifikan n atau tidak bermakna. Artinya
tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan ranitidine.

c) Perbedaan pengaruh isopropyl alkohol dan ranitidine terhadap


penurunan mual.
Tabel. 3.13 Perbedaan Pengaruh Isopropil Akohol dan
Ranitidine Terhadap Penurunan Mual di Ruang IGD RSUD
Abdul Wahab Sjahranie. Tahun 2018
Mual t P Keterangan
Isopropil Alkohol – 1.000 0.374 Tidak
Ranitidine bermakna

Berdasarkan table 3.12 Pengaruh perbedaan isopropyl


alkohol dan ranitidine terhadap nilai mual dapat dilihat hasil t-
test sebesar 1.000 dengan p = 0.374. Karena p = 0.374 > 0.05,
maka dikatakan tidak signifikan n atau tidak bermakna. Artinya
tidak ada pengaruh perbedaan isopropyl alkohol dan ranitidine
terhadap penurunan mual.
B. Pembahasan Penerapan Inovasi
Pembahasan pada bab ini adalah dengan mengungkapkan hasil dari
penatalaksanaan klien dengan masalah utama pasien mual di ruang IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Hasil dari penatalaksanaan utama
dari pembahasaan ini adalah pemberian isopropyl alcohol dan ranitidine
terhadap rangsangan mual yang dilakukan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
1. Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini terdiri atas 10 pasien dengan keluhan
mual di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Karakteristik
responden ini terdiri atas jenis kelamin dan usia yang dimana jenis
kelamin laki-laki sebanyak 4 (40.0%), perempuan sebanyak 6 (60.0%),
dan usia rata-rata 30-39 tahun sebanyak 4 (40.0%) dan diagnose medis
appendiksitis sebanyak 4 (40.0%).
2. Analisis pemberian isopropyl alkohol dan ranitidine
Berdasarkan hasil dari pengukuran mual sebelum diberikan isopropyl
alkohol dan ranitidine sebagian besar klien mengalami mual rata-rata
berat. Yaitu sebanyak 3 klien atau sebanyak 60.0% pada perlakukan
sebelum diberikan isopropyl alkohol dari 5 klien dan pada perlakukan
sebelum diberikan ranitidine sebanyak 3 klien atau sebanyak 60.0% dari 5
klien. Mual dan muntah adalah keadaan akibat kontraksi otot perut yang
kuat sehingga menyebabkan isi perut menjadi terdorong untuk keluar
melalui mulut baik dengan maupun tanpa disertai mual terlebih dahulu.
Mual dan muntah sering muncul bersama dalam berbagai kondisi,
termasuk menjadi efek samping yang umum terjadi pada pengguna obat
anti neoplastic (Zahara Nur Rahmawati, 2009).
Berdasarkan hasil pengukuran mual setelah diberikan isopropyl
alkohol didapatkan sebanyak 5 (100%) nilai mual kategori ringan, dan
pada klien yang diberikan ranitidine sebanyak 3 (60.0%) dengan kategori
sedang.
Berdasarkan hasil yang menunjukkan perbedaan pemberian
isopropyl alkohol dan ranitidine terhadap nilai mual dapat dilihat hasil t-
test sebesar 1.000 dengan p = 0.374. Karena p = 0.374 > 0.05, maka
dikatakan tidak signifikan n atau tidak bermakna. Artinya tidak ada
pengaruh perbedaan isopropyl alkohol dan ranitidine terhadap penurunan
mual.
Menurut hasil penelitian Michael D. April., dkk (2018), bahwa
isopropyl alcohol inhalasi memiliki khasiat dalam mengobati mual. Hasil
spesifik dengan beberapa menunjukkan peningkatan rasa mual yang
membaik dengan intervensi isopropyl alcohol dibandingkan dengan
placebo yang dimana isopropyl alcohol lebih efektif dalam mengobati rasa
mual paska operasi.

BAB IV
PENUTUP

a Kesimpulan
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa sesuai dengan EBN penulis menyimpulkan bahwa dalam mengatasi
mual dikontrol dengan menggunakan isofrofil alcohol namun bisa juga
dengan mamadukan dengan obat medic yang sudah biasa di gunakan di
igd.

b Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang Penerapan
EBN di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak.

Daftar Pustaka
Michael D. April, MD, DPhil. dkk (2018). Aromatherapy Versus Oral
Ondansetron for Antiemetic Therapy Among Adult Emergency
Department Patients: A Randomized Controlled Trial. Journal of
Annals of Emergency Medicine

Lampiran
SOP Intervensi Inovasi Isopropil Alkohol
Elemen Kriteria Untuk Kerja Keterangan
Pengertian Isopropil Alkohol adalah nama popular dari
senyawa kimia dengan rumus molekul C3H8O
atau C3H7OH. Senyawa ini merupakan
senyawa tak berwarna, mudah terbakar
dengan bau menyengat.
Manfaat Isopropil Dalam bidang farmasi, isopropil alkohol
Alkohol digunakan sebagai antiseptik, seperti pada
produk Lifebuoy Hand Sanitizer, desinfektan,
sterilizer jarum akupuntur, pengurang
ketegangan pada otot dan zat hidroxil
menekan syaraf pusat saat di hirup sehingga
membuat syaraf glosofaringeus/ Sensori:
Menerima rangsang dari bagian posterior
lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi
rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
mencegah mual dan muntah.
Tujuan Tindakan Untuk Mengurangi mual
Tahap 1. Menjelaskan prosedur dan tujuan
Pelaksanaan: tindakan kepasien dan keluarga
Tahap Orientasi 2. Mempersiapkan Alat dan bahan
yang diperlukan dan digunakan
3. Cuci tangan
4. Mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri
5. Jaga privasi pasien dengan
menutup pintu atau memasang
sampiran
6. Jalin hubungan saling percaya
7. Beri kesempatan pada pasien dan
keluarga untuk bertanya
Tahap Kerja 1. Menilai skor mual dan muntah
sebelum intervensi dilakukan
2. Menganjurkan pasien menghirup
alcohol swab dengan jarak 1 – 2
cm dari hidung selama 60 detik (1
menit)
Tahap Evaluasi 3. Evaluasi Skor mual dan muntah yg
dinilai pada menit ke 10, 20 , 30
dan 60 setelah intervensi dan tiap
jam sampai pasien dipindahkan
keruangan lain
FASE MUNTAH
ALUR EBN

Teknik Random 1.Kelompok Kontrol


Sampling
2. Kelompok Eksperimen

Kriteria Inklusi
Triage
Kriteria Ekslusi

Pengkajian Mual/Muntah

Ruang Perawatan
Pengkajian
Darurat
SIO

Pelaksanaan

Pre Test ukur Post Test ukur


Dengan VAS Dengan VAS

Kelompok KontroL Kelompok Eksperimen Setelah diberikan


Sebelum diberikan Intervensi ranitidine
Setelah diberikan Intervensi
Intervensi Ranitidine ( 2 selama 2 jam
Isopropil dan Ranitidine
jam)
Lampiran
LEMBAR OBSERVASI

Kelompok kontrol Kelompok Experiment


No Nama pasien Diagnosa
Pre test Post test Pre test Post test
Lampiran
SURAT PERNYATAAN BERSEDIA
BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : …………………………………………………………………
Umur : …………………………………………………………………
Alamat : …………………………………………………………………
…………………………………………………………………
No. telp………………………………………………………..

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, dengan ini saya menyatakan bersedia
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang berjudul Aromatherapy
Versus Oral Ondansentron for Antiemetic Therapy Among Adult Emergency
Departement Patients: A Randomized Controlled Trial di Instalasi Gawat Darurat
RSUD. A.W. Syahranie.

Adapun bentuk kesediaan saya ini adalah ;


1. Bersedia mengisi lembar pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.

Keikutsertaan saya ini sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari pihak
manapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan


sebagaimana mestinya
Samarinda,………………2018
Mengetahui Yang membuat pernyataan
Peneliti

Kelompok I Nama & Tanda tangan


Visual Analogue Scale (VAS)
Instruksi untuk memproduksi kartu VAS Bedside:
OPSI 1:
1. Cetak dua sisi atau fotokopi 2 diagram berikutnya untuk memastikan bahwa
panjangnya persis 10 cm dan dilapiskan
2. Laminasi kartu VAS Bedside untuk digunakan pasien,

CATATAN : Untuk keperluan cetak dua sisi, angka pada skala ini dibalik.
OPSI 2
1. Mencetak atau memfotokopi 2 diagram berikutnya pada lembar A4 yang memastikan
bahwa panjangnya persis 10 cm
2. Lipat di garis putus-putus
3. Jangan perlihatkan kepada pasien skala bernomor Skala angka

Anda mungkin juga menyukai