Anda di halaman 1dari 21

Makalah Iklim Kerja Di Pelayanan Keperawatan Dapat

Meningkatkan Pelayanan Keperawatan


Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas K3

Disusun Oleh:

Endang Rini Astuti (A22020174)


Etik Yulita Suberti (A22020175)
Furry Hermintarsih (A22020177)
Heri Budianto (A22020181)
Nur Azizah (A22020193)
Susi Trianingsih (A22020226)
Robertus Eka W (A22020212)
Yuyun Ika Setiati (A22020233)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


GOMBONG
PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA REGULER B16
2020/2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................………ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………...........iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………...………..1


B. Tujuan……………………………………………………………………… ...3
BAB II KONSEP TEORI ……………………………………………………….4
A. Iklim Kerja…………………………………………………………...………..4
B. Pelayanan Prima…………………………………………………………… ...7
C. Perawat…………………………………………………………………….....11
D. Dinamika pengaruh iklim organisasi terhadap pelayanan prima…………… 12
BAB III SKENARIO KASUS………………………………………………….15
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………………….16
BAB V KESIMPULAN…..…………………………………………………….17

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas


rahmat dan karunia-Nya, penyusun masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan tugas Makalah Dasar K3 ini. Makalah ini disusun
agar menambah wawasan pembaca mengenai iklim kerja”.
Penyusun menyajikan makalah ini berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu
tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah K3.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan
semua yang membaca makalah ini serta mudah-mudahan dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Penyusun
mengharapkan kritik dan saran untuk  perbaikan dalam makalah
selanjutnya.

Kebumen, 20 April 2021

Kelompok 3

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah satu bagian yang


penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan di bidang
kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan
memberikan pelayanan kesehatan yang lehih luas, merata dan dapat terjangkau,
baik oleh masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Derajat kesehatan yang tinggi
diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri
(Viviyanti A dan Fakhni, 2011).

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan perlu didukung oleh


Pengembangan sumber daya tenaga keschatan. Pengembangan tenaga kesehatan
ini pada hakekatnya adalah proses pengembangan yang bersifat multidisiplin dan
lintas sector serta lintas program untuk memeratakan dan meningkatkan mutu
tenaga Kesehatan.(Depkes RI,2000).

Salah satu sumber daya manusia yang ada di Rumah Sakit adalah
perawat. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari suatu kinerja
pelayanan kesehatan. Profesi perawat sebagai pemberi pelayanan jasa berada
digaris terdepan dan merupakan komponen yang sangat menentukan baik
buruknya citra rumah sakit.

Perawat memberikan pelayanan 24 jam sehari selama seminggu, serta


mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Oleh karena itu, pelayanan
keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai
kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga,
setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus disertai
upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Gillies. D, 1996).

1
Mengingat perawat sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) terpenting
dalam menjalankan roda suatu rumah sakit dengan tidak mengecilkan arti SDM
yang lain, maka pemeliharaan hubungan yang kontinyu dan serasi dengan para
perawat menjadi sangat penting. Baik buruknya pelayanan keperawatan tentunya
berhubungan dengan kinerja para perawat. Banyak faktor yang mempengaruhi
kinerja perawat. Sebagaimana halnya dengan teori yang di kemukakan oleh
Gibson (1996), bahwa perilaku dan kinerja di pengaruhi oleh variabel individu
seperti kemampuan dan keterampilan, latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan
pengalaman), serta demografi (umur, etnis dan jenis kelamin), variabel organisasi
(sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan) dan
variabel psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi).
Kepemimpinan mencerminkan sifat, perilaku atau aktivitas seseorang dalam
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap keinginan untuk melakukan tindakan-
tindakan dalam menghadapi suatu pekerjaan dilingkungan kerjanya. Sedangkan
iklim kerja mencerminkan suasana atau kondisi lingkungan kerja yang di hadapi
seorang karyawan. (Wijono, 1997)

Pelayanan prima merupakan pelayanan yang sangat baik yang menjadi


faktor kunci dalam keberhasilan suatu perusahaan atau instansi (Prasetyorini,
2003). Disebut sangat baik atau terbaik karena pelayanan yang diberikan sesuai
dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang
memberikan pelayanan (Sutopo & Suryanto, 2006). Barata (2003) menyebutkan
bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan prima diantaranya
adalah pola manajemen umum orgnisasi, penyediaan fasilitas pendukung,
pengembangan sumber daya manusia, iklim kerja dan keselarasan hubungan
kerja, dan insentif atau imbalan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi pelayanan prima yaitu iklim kerja
(Barata, 2003). Iklim kerja adalah serangkaian keadaan lingkungan organisasi
yang dirasakan langsung atau tidak langsung oleh pegawai dan dapat
mempengaruhi pegawai. Iklim kerja disebut juga sebagai iklim organisasi

2
(Rahmah & Ranu, 2013). Ehrhart, Schneider, dan Macey (2014) mendefinisikan
iklim organisasi sebagai sebuah makna bersama yang dimiliki oleh setiap
anggota organisasi berkaitan dengan peristiwa-peristiwa, kebijakan-kebijakan,
praktik-praktik, dan prosedur-prosedur yang mereka alami dan perilaku-perilaku
yang mereka lihat dihargai, didukung, dan diharapkan. Penelitian oleh Mulyana
(2005) mengungkapkan hasil bahwa iklim organisasi memiliki hubungan yang
positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Selain itu, penelitian oleh Asi (2013) mengungkapkan hasil bahwa iklim
organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat. Semakin baik
iklim organisasi maka semakin baik kinerja yang dihasilkan, begitu pula
sebaliknya. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa kinerja berarti
melaksanakan suatu tugas yang ditandai dengan hasil yang dapat di nikmati.
Menurunnya kinerja perawat akan berpengaruh pada kualitas mutu pelayanan.

B. TUJUAN
1.Bagaimana pengaruh iklim kerja terhadap peningkatan pelayanan
keperawatan
2.Seberapa besar pengaruh iklim kerja terhadap peningkatan pelayanan
keperawatan

3
BAB II

KONSEP TEORI

A. IKLIM KERJA

Batasan kinerja menurut Guilbert (1997), adalah apa yang dikerjakan


seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Sedangkan menurut Ilyas (1999),
dalam bukunya yang berjudul "Kinerja", yang dimaksud dengan kinerja adalah
penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi. Dari beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan. Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja seseorang baik sebagai individu ataupun sebagai
manusia yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap
orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non
fisik.Menurut Gibson (1996), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: variabel individu, variable
organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut
mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhimya mempengaruhi kinerja personel.
Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas
tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran tugas.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2000), ada teori yang mengemukakan


tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat menjadi
"ACHIEVEVE" yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity
(kemampuan yang dapat dikembangkan). Help (bantuan untuk terwujudnya
kinerja), Incentive (insentif material maupun nonmaterial). Environment
(lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian
kerja) dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).

4
Davis (1989), juga mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(motivation). Faktor kemampuan secara psikologik terdiri dari kemampuan
potensi (1Q) dan kemampuan reality yang artinya karyawan yang memiliki diatas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan tugas sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan.

Iklim Kerja

Davis (1989), mengatakan iklim kerja organisasi adalah yang


menyangkut

lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia yang berada dalam suatu

organisasi yang mempengaruhi seseorang yang melakukan tugas atau pekerjaan

a. Dimensi iklim kerja

Berbagai pendapat tentang dimensi iklim kerja yang dikemukakan oleh para

ahli antara lain sebagai berikut:

1) Litwin dan Striger dalam Kolb et al. (1984), mengemukakan bahwa dimensi

iklim kerja pada sebuah organisasi terdiri dari:

a) Struktur (structure)

Perasaan staf yang membuat situasi kerja sering mendapat hambatan


seperti karena banyaknya peraturan dan prosedur

b) Tanggung jawab (responsibility)

Perasaan terhadap pimpinan tentang pengambilan keputusan yang


dilakukan.

c) Resiko (Risk)

5
Tantangan untuk mengambil resiko pekerjaan dalam sebuah situasi kerja.

d) Penghargaan (Reward)

Perasaan entang penghargaan yang diberikan atas pekerjaan yang dengan

baik diselesaikan dan perasaan tentang kritik dan hukuman yang


diterima.

e) Kehangatan dan dukungan (Warmth and Support) Perasaan dukungan


dan bantuan dalam kehidupan organisasi

f) Konflik (Conflict)

Perasaan bahwa pimpinan tidak takut terhadap perbedaan dan konflik


yang terjadi

2) Kolb, Rubin dan Me, Intyre (1984), mengemukakan tentang dimensi iklim
kerja pada suatu organisasi terdiri dari tujuh dimensi, antara lain: Kesesuaian
(comformity), Tanggung jawab (Responsibility), Standar Kerja (Standar),
Penghargaan (Rewards), Kejelasan keorganisasian (Organizational Clarity),
Kehangatan dan dukungan kelompok (Warmth and Support), Kepemimpinan
(Leadership).

b. Budaya organisasi

Menurut Triguno (2000), bahwa "Budaya organisasi adalah campuran


nilai nilai kepercayaan dan norma-norma yang ditetapkan sebagai pola perilaku
dalam suatu organisasi". Budaya organisasi seringkali digambarkan dalam arti
yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, symbol-simbol, ritual-ritual
dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai
perekat yang menyatukan oganisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi
tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda.

Menurut Nawawi (2003), budaya organisasi adalah suatu kepercayaan


dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota

6
organisasi dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi, atau
adalah system penyebaran keyakinan dan nilai-nilai yang dikembangkan didalam
suatu oganisasi sebagai pedoman perilaku anggotanya.

B. PELAYANAN PRIMA

1. Definisi Pelayanan Prima Berdasarkan Kamus Besar Bahasa


Indonesia (2017), kata “pelayanan” diartikan sebagai “usaha melayani kebutuhan
orang lain dengan memperoleh imbalan”. Kata “melayani” diartikan sebagai
“membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang”.
Sedangkan kata “prima” diartikan sebagai “sangat baik”. Sehingga secara istilah
“pelayanan prima” dapat diartikan sebagai “usaha menyediakan kebutuhan
seseorang dengan sangat baik”. Johnston (2001) menggunakan istilah excellent
service untuk pelayanan prima dan poor service untuk pelayanan buruk.

Definisi pelayanan prima dapat berbeda-beda terkait dengan bidang


usahanya. Misalnya para pedagang dapat mengartikan pelayanan prima sebagai
upaya memuaskan pelanggan dengan penyediaan berbagai barang kebutuhan
pelanggan. Sedangkan pada instansi pemerintahan mengartikan pelayanan prima
adalah program layanan terbaik yang dapat memuaskan masyarakat. Namun yang
terpenting di dalam mendefinisikan pelayanan prima harus terdapat minimal tiga
hal pokok berikut:

(1) adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada


pelanggan,

(2) upaya melayani dengan tindakan terbaik, dan

(3) ada tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar
layanan tertentu (Barata, 2003).

Menurut Barata (2003) pelayanan prima adalah kepedulian kepada


pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan
pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasan pelanggan agar mereka selalu
loyal kepada organisasi/perusahaan. Keberhasilan pelayanan prima tergantung

7
pada penyelarasan kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan, dan
tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Sutopo dan Suryanto (2006)
menyebutkan pelayanan prima sebagai pelayanan yang sangat baik atau terbaik
karena pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku
atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Berdasarkan beberapa
definisi pelayanan prima yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pelayanan prima merupakan suatu bentuk pelayanan terbaik yang sesuai
dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.

2. Dimensi Pelayanan Prima Prasetyorini (2003) menyebutkan bahwa dimensi-


dimensi pelayanan prima terdiri dari sikap, perhatian, dan tindakan. Barata (2003)
mengembangkan dimensi pelayanan prima menjadi enam dimensi yaitu
kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan, dan accountability.

a. Kemampuan

Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak


diperlukan untuk menunjang program pelayanan prima, yang meliputi
kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni serta kemampuan komunikasi yang
efektif (Barata, 2003).

b. Sikap

Sikap adalah perilaku yang terlihat pada diri seseorang ketika menghadapi suatu
situasi tertentu atau berhadapan dengan seseorang (Barata, 2003). Prasetyorini
(2003) menambahkan bahwa dalam konsep sikap ini harus meliputi prinsip
melayani dengan berpikiran positif, sehat, dan logis, serta melayani dengan sikap
menghargai.

c. Penampilan Menurut Barata (2003)

Penampilan adalah perpaduan antara penampilan fisik dan gaya penampilan


seseorang yang akan mewarnai seseorang dalam bersikap serta mampu
merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas. Penampilan fisik yang dimaksud

8
adalah penampilan yang rapi dan prima sehingga dapat memberi kesan baik dan
dapat dipercaya.

d. Perhatian

Perhatian adalah sikap yang menunjukkan kepedulian penuh terhadap sesuatu atau
seseorang, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan
pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya (Barata, 2003).
Prasetyorini (2003) menambahkan bahwa konsep perhatian ini harus meliputi
prinsip mendengarkan dan memahami kebutuhan pelanggan dengan sungguh-
sungguh, mengamati dan menghargai perilaku pelanggan, serta mencurahkan
perhatian penuh kepada para pelanggan.

e. Tindakan

Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam


memberikan layanan kepada pelanggan. Artinya pegawai mengetahui dan
melakukan tindakan praktis yang harus dilakukannya saat menjalankan tugas dan
memberikan pelayanan.

f. Accountability

Accountability adalah suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai wujud


tanggung jawab dan kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan
kerugian atau ketidakpuasan pelanggan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Prima Barata (2003)


mengungkapkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan prima yang
diberikan kepada pelanggan, yaitu:

a. Pola manajemen umum organisasi/perusahaan.

9
Pegawai atau karyawan mengharapkan adanya struktur organisasi, sistem, dan
prosedur kerja yang jelas dan mudah dilaksanakan. Hal ini diperlukan untuk
menunjang efisiensi kerja sehingga mereka dapat mengarahkan potensi yang ada
pada mereka secara optimal. Hal ini berkaitan dengan fasilitas kemudahan kerja.

b. Penyediaan fasilitas pendukung Pegawai atau karyawan menginginkan adanya


fasilitas yang memadai agar mampu mencapai kualitas kerja yang baik
sebagaimana diharapkan, sehingga kelancaran produksi barang atau jasa dapat
terjamin, dan pada akhirnya perusahaan/organisasi akan mampu mencapai tujuan
yang optimal.

c. Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Pegawai atau karyawan membutuhkan pendidikan, pelatihan, dan intruksi yang


dapat memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk
mewujudkan kemampuan dalam mencapai kualitas kerja yang baik. Pegawai atau
karyawan juga ingin kualitas hasil kerjanya diakui.

d. Iklim kerja dan keselarasan hubungan kerja.

Iklim kerja yang dimaksud adalah karyawan sangat mendambakan adanya


hubungan kerja yang harmonis, kejelasan keterkaitan kerja, kejelasan skema, dan
waktu estafet kerja dalam hal pekerjaan harus diselesaikan secara berjenjang,
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara mudah dan tepat waktu sesuai
dengan standar yang ada. Adanya kepastian kerja dan penentuan hubungan kerja
yang jelas, masing masing akan mengetahui batas kewenangan dan
tanggungjawabnya. Oleh karena itu, hal tersebut akan menjadi motivasi untuk
meningkatkan prestasi kerja. Karyawan pada suatu organisasi sebenarnya sangat
mendambakan suatu kebersamaan di antara seluruh jajaran pegawai karena
mereka menginginkan suasana dan lingkungan kerja yang damai, sehingga rasa
kebersamaan itu mampu menumbuhkan iklim kerjasama yang baik untuk
kelangsungan berjalannya organisasi.

e. Pola insentif/imbalan

10
Imbalan prestasi, baik dalam bentuk gaji atau upah, dan insentif tambahan lainnya
seperti bonus dan gratifikasi (uang hadiah di luar gaji yang telah ditetapkan)
merupakan penghargaan atas prestasi kerja bagi orang-orang yang bekerja dalam
organisasi/perusahaan.

Pada penjelasan di atas, Barata (2003) mengatakan bahwa salah satu


factor penting dalam mewujudkan pelayanan prima adalah iklim kerja. Iklim kerja
ini disebut juga sebagai iklim organisasi (Rahmah & Ranu, 2006). Iklim
organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pelayanan
prima. Pada penelitian oleh Suarningsih, Alamsyah, dan Thoyib (2013) ditemukan
kinerja karyawan di rumah sakit yang ada dalam kategori baik berarti bahwa
prestasi kerja karyawan baik, ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitas serta
karyawan dalam melaksanakan tugas kerjanya sudah sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan. Indikator yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap
kinerja karyawan adalah budaya pelayanan. Budaya pelayanan tinggi artinya
karyawan sudah memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
dengan tepat dan memuaskan. Hasil penelitian juga menunjukkan ikilm organisasi
di rumah sakit yang masuk dalam kategori cukup kondusif, memperlihatkan
bahwa faktor kebijakan dan peraturan, kepemimpinan dan dukungan, memberi
pengaruh yang besar terhadap kinerja perawat. Persepsi karyawan yang positif
tentang kebijakan dan peraturan, kepemimpinan serta dukungan, memberikan
lingkungan kerja yang menyenangkan, selanjutnya mempengaruhi prestasi kerja.
Jadi budaya pelayanan yang tinggi dan sudah diterapkan selama ini tidak terlepas
dari iklim organisasi yang cukup kondusif. Sejalan dengan penelitian tersebut,
Darun, Pareke, dan Kananlua (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa
iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pelayanan prima.

C. PERAWAT

1. Definisi Perawat

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu “nutrix” yang berarti merawat atau
memelihara (Sudarma, 2008).Ellis dan Hartley (dalam Priharjo, 2005)

11
mendefinisikan perwat sebagai orang yang mengasuh, merawat dan melindungi,
yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut. Sedangkan Nightingale (dalam
Priharjo, 2005) menyebutkan bahwa perawat adalah orang yang berperan menjaga
pasien, mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang
menimpa pasien.

Sudarma (2008) mendefinisikan perawat sebagai orang yang dididik menjadi


tenaga paramedis untuk menyelenggarakan perawatan orang sakit atau secara
khusus untuk bidang perawatan tertentu. Jika dokter lebih berfokus pada usaha
untuk menghadapi penyakit pasiennya, maka perawat lebih memusatkan perhatian
pada reaksi pasien terhadap penyakitnya dan berupaya untuk membantu mengatasi
penderitaan pasien terutama penderitaan batin.

2.Peran Perawat Sudarma (2008) menyebutkan bahwa peran perawat sebagai


pelaksana (care giver) adalah sebagai berikut:

a. Comforter, yaitu perawat berusaha memberikan kenyamanan dan rasa


aman kepada klien.
b. Protector dan Advocate, yaitu perawat berfokus pada kemampuannya
dalam melindungi dan menjamin hak dan kewajiban klien agar terlaksana
seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
c. Communicator, yaitu perawat bertindak sebagai penghubung antara klien
dengan anggota kesehatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan
keberadaan perawat saat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan
keperawatan selama 24 jam.
d. Rehabilitator, yaitu pemberian asuhan keperawatan dalam mengembalikan
fungsi organ atau tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi secara optimal.

D. DINAMIKA PENGARUH IKLIM ORGANISASI TERHADAP


PELAYANAN PRIMA

Perawat merupakan salah satu komponen yang penting dan strategis dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan. Profesi perawat diakui sebagai bagian integral
dari pelayanan kesehatan. Hal ini berarti bahwa peran dan fungsi perawat

12
merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dan tidak bisa diabaikan oleh
tenaga kesehatan lainnya. Bila dilihat dari intensitas interaksi dengan pasien,
maka perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling tinggi intensitas
interaksinya. Perawat dituntut untuk mampu memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan atau keperawatan prima,
paripurna, dan berkualitas bagi klien, keluarga, dan masyarakat. Di era globalisasi
sekarang ini, masyarakat semakin kritis dan menuntut pelayanan prima (Sudarma,
2008). Pelayanan prima merupakan suatu bentuk pelayanan terbaik yang sesuai
dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Barata (2003) mengatakan
bahwa salah satu faktor penting dalam mewujudkan pelayanan prima adalah iklim
kerja. Iklim kerja ini disebut juga sebagai iklim organisasi (Rahmah & Ranu,
2006). Barata (2003) mengatakan bahwa adanya kepastian kerja dan penentuan
hubungan kerja yang jelas, masing-masing akan mengetahui batas kewenangan
dan tanggungjawabnya. Oleh karena itu, hal tersebut akan menjadi motivasi untuk
meningkatkan prestasi kerja. Sejalan dengan hal tersebut, Stringer (dalam
Wirawan, 2007) menyimpulkan bahwa iklim organisasi merupakan kumpulan dan
pola dari lingkungan organisasi yang mempengaruhi motivasi. Iklim organisasi
akan mempengaruhi sikap, perilaku, serta kinerja anggota organisasi sehingga
dapat mempengaruhi kinerja organisasi tersebut (Wirawan, 2007). Sikap
merupakan salah satu dimensi pelayanan prima yang menunjukkan perilaku atau
perangai yang harus diperlihatkan pada saat melakukan pelayanan (Barata, 2003).
Didalam suatu organisasi, salah satu konsep yang menjadi ukuran keberhasilan
organisasi adalah kualitas pelayanannya (Raymond, Hatane, & Hutabarat, 2015).
Hal ini tentunya sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masruri
(2004) bahwa iklim organisasi merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Salah satu dimensi dalam iklim
organisasi adalah dukungan. Dukungan meliputi rasa saling percaya dan saling
mendukug yang terus berlangsung diantara anggota kelompok kerja (Stringer
dalam Wirawan, 2007). Dukungan dalam organisasi dapat mempengaruhi
pelayanan yang diberikan oleh pekerjanya. Apabila hubungan antar pribadi
karyawan dalam suatu organisasi buruk, maka akan mengakibatkan menurunnya

13
tingkat kerjasama antar karyawan. Semakin renggang hubungan atar karyawan,
maka akan semakin buruk juga kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Pada
akhirnya yang terjadi adalah terhambatnya proses pemberian pelayanan prima
kepada pelanggan atau dalam hal ini pasien dan pengunju ng rumah sakit (Barata,
2003).

Dimensi lainnya dari iklim organisasi adalah Penghargaan. Iklim organisasi yang
baik akan memberikan imbalan dan kritik atau hukuman dengan seimbang.
Anggota organisasi akan merasa dihargai ketika mereka menyelesaikan tugas
dengan baik (Stringer dalam Wirawan, 2007). Keseimbangan dalam pemberian
penghargaan dan sanksi diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Pemberian sanksi harus berlaku bagi karyawan yang lalai dalam bekerja.
Kemudian pemberian penghargaan kepada karyawan yang berprestasi akan
memberikan motivasi kepada karyawan untuk lebih meningkatkan
produktivitasnya dalam bekerja (Nurmiyati, 2011). Penelitian oleh Nurmiyati
(2011) mengungkapkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pemberian reward dan punishment terhadap kinerja karyawan. Asi (2013)
menyatakan bahwa kinerja perawat akan berpengaruh pada kualitas mutu
pelayanan yang diberikan. Fausz (1994) dalam m penelitiannya mengungkapkan
hasil bahwa persepsi karyawan mengenai iklim organisasi berhubungan dengan
orientasi pelayanan Universitas Sumatera Utara26 yang diberikan oleh karyawan.
Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara
iklim organisasi dan pelayanan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Green,
Albanese, Cafri, dan Aarons (2014) mengungkapkan hasil bahwa iklim organisasi
yang positif mendukung terciptanya aliansi kerja yang positif. Pada penelitian ini,
istilah aliansi kerja digunakan untuk menggambarkan kualitas pelayanan. Kualitas
pelayanan diukur menggunakan working alliance inventory. Sehingga hasil
penelitian tersebut mengungkapkan bahwa iklim organisasi yang positif
mendukung terciptanya kualitas pelayanan yang baik. Glisson, et al (2008) juga
mengungkapkan hasil penelitian yang mengindikasikan bahwa iklim organisasi
memiliki peranan penting dalam sistem pelayanan kesehatan mental yang penting

14
dalam mewujudkan pelayanan yang sukses. Hasil penelitian-penelitian tersebut
menjelaskan bahwa iklim organisasi berhubungan dan memiliki kontribusi yang
penting dalam terwujudnya pelayanan prima.

BAB III

SKENARIO KASUS

Perawat A perawat baru di bangsal x sebuah rumah sakit,pada hari pertama


dia bekerja dia mendapatkan pressure yang luar biasa dikarenakan dia harus
beradaptasi lagi di tempat kerja yang baru.Sebelumnya perwat A bekerja di unit
lain selama 5 tahun .Sebelum di pindah ke bangsal x perawat A sudah
mengajukan keberatan atas mutas tersebut tapi tidak terlalu ditanggapi. Akan
tetapi seiring waktu berjalan perawat A mulai beradaptasi dengan lingkungan
kerja yang baru.Kepala ruang di bangsal x sangat mensupport bawahanya dan
rekan kerja yang lain juga memberikan iklim kerja yang harmonis sehingga
pelan tapi pasti perawat A bisa beradaptasi dan bisa memberikan pelayanan
keperrwatan secara maksimal.

15
BAB IV

PEMBAHASAN

Pelayanan prima merupakan hal yang sangat penting bagi suatu


organisasi, bagi pelanggan, dan bagi pekerja di organisasi tersbeut. Pentingnya
pelayanan prima bagi organisasi adalah untuk dapat mempertahankan loyalitas
pelanggan dan membantu untuk menjaga keberhasilan organisasi di masa yang
akan datang. Pentingnya pelayanan prima bagi pelanggan adalah sebagai salah
satu yang dijadikan pertimbangan dalam memenuhi kebutuhannya. Pelayanan
prima juga penting bagi pekerja karena akan menimbulkan rasa bangga bagi diri
mereka dan organisasinya (Prasetyorini, 2003). Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pelayanan prima, diantaranya adalah pola manajemen umum
organisasi, penyediaan fasilitas pendukung, pengembangan sumber daya manusia,
iklim organisasi atau iklim kerja dan keselarasan hubungan kerja, dan insentif atau
imbalan (Barata, 2003). Oleh karena itu, penting bagi sebuah organisasi yang
memberikan pelayanan untuk memperhatikan setiap faktor tersebut agar para
pekerjanya dapat memberikan pelayanan yang prima kepada pelanggan.

Dewi (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa iklim organisasi


memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap mutu pelayanan kesehatan.
Iklim organisasi yang kondusif dan nyaman akan berdampak kepada pelayanan
kesehatan yang pada akhirnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Iklim
organisasi yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para
pegawai untuk dapat berkerja optimal. Dibutuhkan iklim organisasi yang kondusif

16
untuk menunjang pelaksanaan tugas pegawai. Iklim organisasi merupakan faktor
yang penting dalam usaha peningkatan kinerja pegawai di suatu organisasi yang
akan berdampak pada kualitas pelayanan atau mutu pelayanan.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan:

1. Terdapat pengaruh positif iklim organisasi terhadap pelayanan prima pada


perawat di Rumah Sakit . Artinya adalah semakin positif persepsi perawat
terhadap iklim organisasi, maka semakin prima pelayanan yang dilakukan.
2. Iklim organisasi memberikan sumbangan efektif terhadap pelayanan prima
pada perawat RS

17
DAFTAR PUSTAKA

Kolb, Robin & Mc. Intyre (1984). Organizatonal Psycology Reading on Human
Behavior in Organization Fourth Edition. London: Prentice-Hall Inc

Notoatmojo,S.2000. Pendidikan Promosi dan Perilaku Kesehatan.Depok:PS.IKM


UI

Davis,Keith. (1989). Human Behavior at work: Organizational Behavior.New


Delhi:McGraw-Hill Publishing Company

Triguno, 2000.Budaya Kerja( Menciptakan Lingkungan Yang Kondusif Untuk


Meningkatkan Produktifitas Kerja). Jakarta: PT.Goldel Terayon Press

Depkes RI (2000). Kebijakan Kesehatan Tahun 2000-2010. Jakarta:


Pengembangan tenaga

18

Anda mungkin juga menyukai