Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRATIKUM FARMAKOTERAPI

KASUS ULKUS PEPTIKUM

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


Hera Sri Aniyana 1804015116

Fathiyah Rohmah 1804015149

Pramita Rindia Sari 1804015225

Awal Pradika 1804015235

Nur Azizah 1804015274

DOSEN PENGAMPU :
TANGGAL DISKUSI : 27 -10-2021
TANGGAL PRESENTASI : 27 -10-2021

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
JAKARTA
2021
BAB I
KASUS
A. KASUS ULKUS PEPTIKUM
1. Seorang laki-laki (23 tahun) datang ke klinik dengan keluhan nyeri
dibagian perut bagian atas, rasa terbakar, mual dan kadang-kadang
muntah. Keluhan pasien terasa sejak 5 hari yang lalu, keluhan pasien
terasa sejak 5 hari yang lalu. Nyeri bertambah parah pada malam hari
setelah makan malam. Pasien suka makanan pedas dan berminyak.
Pasien bukan seorang perokok.
2. Riawayat pengobatan: sejak 2 hari yang lalu pasien menggunakan ibu
profen untuk mengatasi sakit kepalanya, namun nyeri tidak hilang
3. Riwayat penyakit sebelumnya: tidak ada
4. Riwayat keluarga: Ayah pasien memiliki riwayat PUD
5. Pemeriksaan fisik
 Berat: 58 kg
 Tinggi: 170 cm
 Suhu 37ºC
 BP: 120/70 mmHg
6. Diagnosa :
Berdasarkan informasi yang tersedia, pemeriksaan laboratorium
dilakkukkan tidak ada tanda pendarahan dan nilai Hb normal (13,5
g/dL) dan tidak ditemukkan darah di feses dan muntah. Uji serologi
dan Urea Breadth test mengkonfirmasi pasien terinfeksi positif
mengandung infeksi H. Pylori
7. Terapi pasien
R/ Amoxicilin 1 g No XIV
S. 2 dd 1 tab
R/ Clarithromicin 250mg No XIV
S. 2 dd 1 tab
R/ Omeprazol 40mg No XIV
S. 1 dd 1 tab
R/ Ranitidine 150mg XIV
S.2 dd 1 tab
R/ Antasida susp No 1
S. 3 dd 1 cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ULKUS PEPTIKUM
1. Pengertian
Ulkus peptikum atau tukak peptikum adalah kondisi rusaknya jaringan
mukosa, submukosa hingga lapisan otot dari saluran cerna dan
berhubungan langsung (kontak) dengan cairan lambung asam/pepsin
(Sanusi, 2014). Penyebab ulkus peptikum di seluruh negara
dihubungan dengan H pylori dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS). Infeksi H pylori menyumbang 90% tukak duodenum dan
70% -90% tukak lambung (Cai S, etall, 2010).
2. Etiologi
Etiologi ulkus peptikum adalah rusaknya mukosa traktus
gastrointestinal, umumnya lambung dan duodenum proksimal.
Kerusakan ini dipengaruhi beberapa faktor risiko seperti infeksi
Helicobacter pylori, konsumsi nonsteroidal antiinflammatory drugs
(NSAID), stres, merokok, dan konsumsi alkohol kronik.
1. Faktor risiko
Faktor risiko yang berkaitan dengan munculnya ulkus
peptikum, rekurensi, dan mortalitasnya
 Faktor risiko dengan munculnya ulkus peptikum
- Infeksi pylori
- Obat : NSAID, aspirin
- Jenis kelamin laki-laki
- Pertambahan usia
- Adanya komorbiditas : gangguan cemas
menyeluruh, schizophrenia, penyakit paru
obstruktif kronis
- Alkoholisme kronik
- Merokok
 Faktor risiko rekurensi
- Pertambahan usia
- Obat : NSAID, aspirin, antikoagulan,
imunosupresan, kortikosteroid (misal :
prednison)
- Infeksi pylori
- Ukuran ulkus > 1 cm
- Kelas Forrest I (ulkus peptikum dengan
perdarahan aktif), dan II (ulkus peptikum
dengan riwayat perdarahan dalam waktu dekat)
- Sindrom Zollinger-Ellison
 Faktor risiko mortolitas
- Pertambahan usia
- Komorbiditas
- Penggunaan steroid
- Keadaan klinis : syok, kadar Hb rendah saat
masuk rumah sakit, tekanan darah rendah,
keterlambatan penanganan
- Kelas Forrest I-II
- Rekurensi komplikas

3. Pathogenesis Ulkus Peptikum


Ulkus peptikum disebabkan oleh sekresi asam dan pepsin yang
berlebih oleh mukosa lambung atau berkurangnya kemampuan sawar
mukosa gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat pencernaan dari
kompleks asam-pepsin (Guyton dan Hall, 2007). Asam pepsin penting
dalam patogenesis tukak peptik. Akan tetapi berlawanan dengan tukak
duodeni, pasien umumnya mempunyai laju sekresi asam yang normal
atau berkurang dibandingkan dengan individu tanpa tukak. Sepuluh
sampai dua puluh persen pasien dengan tukak lambung juga
mempunyai tukak duodeni (Mc.Guigan, 2001).
Telah diduga bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol,
indomestasin, fenilbutazon dan kotikostreroid mempunyai efek
langsung terhadap mukosa lambung dan menimbulkan tukak. Obat-
obatan lain seperti kafein, akan meningkatkan pembentukan asam.
Stress emosi dapat juga memegang peranan dalam patogenesis tukak
peptik, agaknya dengan meningkatkan pembentukan asam sebagai
akibat perangsangan vagus. Sejumlah penyakit tampaknya disertai
pembentukan tukak peptik yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis
kronik, penyakit paru kronik, hiperaratirioidisme dan sindrom
Zollinger-Ellison (Wilson dan Lindseth, 2005).
Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut berperan
terhadap ulcerasi. Pada kebanyakan orang yang menderita ulkus
peptikum dibagian awal duodenum, jumlah sekresi asam lambung
lebih besar dari normal, sering sebanyak dua kali normal. Walaupun
setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan infeksi
bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan
berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang
menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung
yang berlebihan untuk alasan apa saja (sebagai contoh, pada gangguan
fisik) yang sering merupakan penyebab utama ulkus peptikum (Guyton
dan Hall, 2007).

4. Penyebab Ulkus Peptikum


a. Infeksi H. Phylori, herpes, sitomegalovirus atau tuberculosis
b. Penggunaan obat: seperti obat inflamasi (anti radang), non
steroid (OAINS), klopidogrel, kokain, atau KCl
c. Penyakit dibagian tubuh lain, seperti sirosis hati, penyakit
Crhon, atau gagal ginjal
d. Penyakit kritis, seperti trauma, kondisi pasca pembedahan,
sindrom zollinger ellison atau syok.
e. Stres psikologis

5. Patofisiologi Ulkus Peptikum


Patofisiologi ulkus peptikum adalah adanya ketidakseimbangan antara
faktor protektif dari mukosa gaster dan faktor destruktif, sehingga
terjadi kerusakan mukosa yang menyebabkan ulkus pada traktus
gastrointestinal. Faktor protektif antara lain mukus, bikarbonat,
prostaglandin, sel epitel, sel progenitor mukosa, dan aliran darah
mukosa. Faktor destruktif antara lain penggunaan nonsteroidal
antiinflammatory drugs (NSAID), Helicobacter pylori, asam lambung,
dan pepsin

a. Helicobacter pylori
Infeksi H. pylori merupakan penyebab ulkus peptikum terbanyak.
Mekanisme kerusakan mukosa oleh bakteri H. pylori merupakan
proses yang kompleks, namun pada dasarnya bakteri H. pylori
mengandung enzim urease yang mampu memproduksi ammonia
(NH3) dari urea. Amonia akan bereaksi dengan asam lambung (HCl)
membentuk monochloramine (NH2Cl). Amonia bersifat asam lemah.
Adanya amonia menyebabkan kondisi lambung menjadi lebih basa,
sehingga menguntungkan bagi H. pylori. Selain itu, amonia juga
bersifat destruktif terhadap epitel lambung. Infeksi H.pylori juga
memicu reaksi radang. Sel radang yang berkumpul akan menginduksi
nekrosis sel lambung. H. pylori juga secara langsung menstimulasi
pembentukan reactive oxygen species yang dapat menyebabkan stress
oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan kematian sel.

b. Konsumsi NSAID
Konsumsi nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) dalam jangka
panjang dapat menyebabkan terhambatnya produksi prostaglandin.
Prostaglandin sendiri berfungsi dalam mengatur aktivitas molekuler
pada sel lambung, antara lain mengurangi aktivitas sel mast dan
menghambat adhesi leukosit, serta mengatur kecukupan peredaran
darah untuk mukosa lambung. NSAID juga berperan langsung dalam
kerusakan mukosa dengan mengerahkan neutrofil dan memproduksi
reactive oxygen species (ROS) yang menimbulkan stress oksidatif.
c. Asam Lambung dan Pepsin
Normalnya, asam lambung memiliki keasaman 1,5 – 3,5. Jika terjadi
infeksi H. pylori, produksi gastrin akan meningkat pada fase kronik,
menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Produksi asam
lambung yang berlebihan ini akan bersifat destruktif terhadap epitel
mukosa. Pepsin merupakan enzim yang dihasilkan chief cell melalui
pepsinogen yang berguna dalam mencerna protein. Hilangnya lapisan
mukosa pada dinding lambung, menyebabkan pepsin malah mencerna
epitel lambung dan menyebabkan tukak pada mukosa lambung.
Apabila terjadi perforasi, isi lambung dapat menginfeksi peritoneum
dan menyebabkan peritonitis.

6. Epidemiologi Ulkus Peptikum


Epidemiologi dari ulkus peptikum dilaporkan berkisar 10% di
Amerika Serikat. Data epidemiologi secara nasional di Indonesia
belum tersedia.
Epidemiologi ulkus peptikum di Amerika Serikat dilaporkan sebesar
10%. Sebuah studi di Iran melaporkan bahwa prevalensi ulkus
peptikum adalah sebesar 8,20%, dimana prevalensi ulkus gaster adalah
3,26% dan ulkus duodenum 4,94%. Studi lain di Swedia menunjukkan
bahwa prevalensi ulkus gaster adalah 2,0%

7. Klasifikasi Ulkus Peptikum


Diare diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut
karakteristiknya seperti berdasarkan waktu (akut dan kronis) dan
karakteristik fesesnya (cair, berlemak, radang, dll). Durasi diare adalah
hal penting karena bentuk akut biasanya dikarenakan beberapa agen
infeksi, keracunan, atau alergi makanan. Meskipun begitu diare akut
bisa juga menjadi gejala dari penyakit organic atau fungsional kronis.
Diare cair merupakan gejala dari beberapa kelainan dalam penyerapan
air ulang dikarenakan ketidak seimbangan antara sekresi dan absorpsi
elektrolit (diaresekretorik) atau tercernanya substansi yang usus tidak
dapat menyerapnya kembali (diareosmotik).
Diare dengan lemak yang banyak mungkin dikarenakan rendahnya
absorbsi lipid di usus yang dikarenakan buruknya pencernaan, dan
diare radang jika ada mucus dan pus. Perbedaan antara diare sekretori
dan osmotic ditegakkan melalui klinis dengan cara mengeliminasi
beberapa penyebab diare osmotik yang umumnya sedikit. Diare
osmotik dikarenakan pencernaan garam (magnesium sulfat atau fosfat)
atau polisakarida (mannitol, sorbitol) yang tidak siap untuk dicerna,
atau untuk defek beberapa enzim di mukosa usus (contohnya
kurangnya laktase). Diare osmotic berhenti saat pasien puasa, atau saat
subtansi yang tidak siap diserap tidak lagi dicerna. Diare sekretori,
berlanjut meskipun pasien telah berhenti makan. Diare sekretor
imungkin disebabkan oleh beberapafaktor, antara endogen atau
exogen, yang menentukan ketidakseimbangan antara absorpsi dan
sekresi elektrolit. Diantara penyebab diare sekretori, terdapat juga
abnormalitas motilitas usus, keduanya merupakan penyakit primer dan
sekunder terhadap penyakit metabolic maupun neuro-
endokrinsistemik.

8. Tanda dan Gejala Ulkus Peptikum


Hal yang paling sering dirasakan pada pasien dengan ulkus peptikum
adalah nyeri perut yang biasanya terasa di bagian ulu hati dan muncul
setelah makan. Nyeri yang dirasakan biasanya seperti rasa terbakar
atau perih. Rasa nyeri dapat membaik bila pasien makan atau dengan
pemberian antasida. Pada beberapa pasien, rasa nyeri dapat dirasa
seperti rasa lapar. Pada beberapa pasien lainnya, terutama pada pasien
usia lanjut, gejala nyeri bisa saja tidak muncul.
Gejala lain yang terjadi pada pasien ulkus peptikum ialah:
- Cepet kenyang, terasa penuh di ulu hati, kembung, mual, dan
muntah
- Perdarahan saluran cerna yang ditandai dengan BAB hitam
atau muntah darah.

9. Manifestasi Klinis
Anamnesis pada pasien dengan ulkus peptikum umumnya datang
dengan keluhan nyeri abdomen bagian epigastrium, seperti terbakar
atau rasa perih yang tidak nyaman. Nyeri dapat muncul segera setelah
makan atau beberapa jam setelahnya. Gejala lain yang dapat muncul
adalah kembung, distensi abdomen, mual-muntah, dan penurunan berat
badan.

10. Pemeriksaan Penunjang atau Laboratorium


Pemeriksaan yang dapat membantu diagnosis ulkus peptikum adalah
teropong saluran cerna (endoskopi/esofagogastroduodenoskopi).
Pemeriksaan dilakukan pada pasien berusia >55 tahun yang pertama
kali mengalami gejala ulkus dengan tanda bahaya berupa :
- Pendarahan saluran cerna
- Anemia
- Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas
- Gangguan menelan atau nyeri menelan
- Muntah berulang dan menetap
- Riwayat keganasan keluarga saluran cerna pada anggota keluarga
Bila tidak tersedia fasilitas teropong, pasien dapat diperiksa dengan
pemeriksaan rontgen perut dengan kontras ganda. Pasien yang
memenuhi tanda bahaya tetapi belum mencapai usia 55 tahun juga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendeteksi infeksi H.
pylori. Pemeriksaan untuk bakteri tersebut tersedia melalui metode
biopsi, kultur, pemeriksaan darah, atau pemeriksaan napas urea (urea
breath test).

11. Algoritma Ulkus Peptikum


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil

No RM :3
Rumah Sakit UHAMKA Nama Pasien : Tn. Budi Wijaya
Jl. Delima 1 No 1, Jakarta Timur Tgl Lahir/Umur : 23 tahun
Telphone: (021) 0890909090 Jenis kelamin : Laki- laki

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI


KLINIK : Uhamka Sejahtera
Tanggal Profesional Hasil Asesman Pasien Instruksi PPA Review dan
/ Jam Pemberi dan Pemberian verifikasi DPJP
Asuhan Pelayanan
(PPA)
27/10/21 Farmasis S: Farmakologi :
08.00 Awal • keluhan nyeri
Pradika dibagian perut Pengunaan ibuprofen
bagian atas sebaiknya dihentikan
• rasa terbakar karena ibuprofen dapat
• mual dan kadang menyebabkan mucus
kadang muntah. lambung berkurang
• Tidak memiliki sehingga pertahanannya
Riwayat penyakit pun menurun.
sebelumnya
• tetapi ayah pasien
memiliki Riwayat Non farmakologi :
PUD. Hindari makanan yang
membuat gejala lebih
O: buruk misalnya makanan
• Berat: 58 kg panas, asam, atau pedes
• Tinggi : 170 cm
• Suhu: 37 °C
• BP: 120/70
mmHg
• nilai Hb normal
(13,5 g/dl)
• tidak ditemukan
darah di feses dan
muntah
• Uji Pasien
terinfeksi positif
infeksi H.pylori

A:
Pemilihan obat yang
kurang tepat :
pasien tidak perlu
diberikan ranitidine dan
omeprazole, karena
berdasarkan terapi yang
dianjurkan hanya perlu
menggunakan PPI

Dosis terlalu rendah :


Dosis clarithromycin
dinaikkan menjadi 2x
500mg sesuai terapi yang
dianjurkan. Lama
pemberian obatnya
adalah 10-14 hari

P:
 Menaikkan dosis
clarithromycin 2x
 Menghentikan
penggunaan
ibuprofen
 Memberikan
terapi antibiotic
dan PPI selama
14 hari sesuai
dengan regimen
dosis,
 Disarankan hanya
menggunakan
obat PPI
(omeprazole)saja
B. Pembahasan

1. Ulkus peptikum

Ulkus peptikum adalah cedera asam peptik pada mukosa traktus


gastrointestinal, yang dapat menyebabkan kerusakan hingga lapisan
submukosa. Ulkus peptikum umumnya mengenai lambung dan
duodenum proksimal. penyebab tersering dari ulkus peptikum adalah
infeksi Helicobacter pylori. Penyebab lain adalah
konsumsi nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) dan keadaan
yang menyebabkan hipersekretori asam lambung, seperti faktor
konsumsi makanan dan stress. Gejala yang sering dirasakan adalah
nyeri ulu hati, kembung, dan mual-muntah. Pada keadaan lebih berat,
dimana sudah terjadi perforasi, pasien dapat mengeluhkan muntah
darah, buang air besar berwarna hitam, dan gejala peritonitis.
Diagnosis dikonfirmasi dengan melakukan endoskopi.

2. Dosis Clarithomicin Kurang Tepat


Rekomendasi : menaikan dosis Clarithromicin menjadi 2 x 500 mg
(DIH Ed 17th )
Berdasarkan dosis resep dokter hanya diberikan Clarithromicin 2x
250 mg, namun pada DIH Ed 17TH diketahui bahwa dosis
Clarithromicin yang diberikan untuk mengobati infeksi H.pylori adalah
500 mg sebanyak 2 x sehari. Hal ini juga tertera pada Huang dan
Huant bahwa untuk clarithtomicin 500 mg 2 x sehari di dapatkan hasil
89,5% dan untuk 250 mg 2 x sehari tidak didapatkan hasil yang terlalu
signifikan. Oleh karena itu disarankan untuk meningkatkan dosis yang
semula hanya 250 mg menjadi 500 mg.
3. Lamanya Penggunaan Terapi Antibiotic Dan PPI Kurang Tepat
Rekomendasi : Disarankan memberikan terapi antibiotic dan PPI
selama 14 hari sesuai dengan regimen dosis (Dipiro Ed 11th,2020)
Kami merekomendasikan pengobatan untuk ulkus peptikum ini
dengan obat terapi lini pertama untuk memberantas infeksi HP
biasanya dimulai dengan pompa proton rejimen tiga obat berbasis
inhibitor (PPI) selama 10 sampai 14 hari. Jika pengobatan kedua
diperlukan, regimen harus mengandung antibiotik yang berbeda, atau
empat obat regimen dengan garam bismut, metronidazol, tetrasiklin,
dan PPI harus digunakan (Dipiro ed IX., 2015). Untuk dosis dari
masing-masing obat Bismut subsalicylate 525 mg sehari 4 kali,
Metrodinazol 250 mg sehari 4 kali dan Tetrasycline 500 mg sehari 4
kali (AHFS,2011)
4. Disarankan untuk menghentikan ibu profen
Dari apa yang telah dicantumkan kami menyarankan agar
pasien menghentikan mengkonsumsi ibuprofen karena ibuprofen yang
memiliki analgetik dan antipiretik ini bekerja dengan cara menghambat
enzim COX pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin terganggu, sehingga menyebabkan
iritasi pada lambung dan yang lebih parahnya dapat menyebabkan
ulkus gaster apabila di konsumsi dalam jangka panjang (Mediansyah,
et al,. 2017).
5. Adanya duplikasi antara obat ranitidine dan omeprazole
Untuk resep yang diberikan perlu adanya perubahan dengan
menghilangkan ranitidine dan hanya memberikan omeprazole karena
ranitidine dan omepazol ini memiliki khasiat yang sama yaitu sama-
sama untuk pengobatan gangguan pada lambung dan juga ditakutkan
akan adanya rsisten pada obatnya, jadi lebih baik diberikan hanya satu
jenis obat saja.

6. Informasi Non Farmakologi untuk pasien


Pasien dianjurkan agar makan mengatur pola makan dan
menghindari makanan yang pedas dan berminyak, menghindari
minuman berkafein serta disarankan untuk melakukan perubahan gaya
hidup, seperti menghindari stres, dan tidak berbaring setelah makan.
Dan Jika terjadi sakit kepala maka sebaiknya tidak menggunakan
NSAID yang mungkin bisa memperparah ulkus atau pasien segera
konsultasi dengan dokter

LITERATUR
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. dan Lance, L.L. 2009. Drug
Information Handbook 17th Edition. Amerika: Pharmacist Association.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai