Anda di halaman 1dari 28

L.

O 1 Memahami dan Menjelaskan Asma


1.1 Memahami dan Menjelaskan Definsi Asma
1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asma
1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asma
1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma
1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma
1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Asma
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Asma
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Asma
1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma
1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Asma
1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma

L.O 1 Memahami dan Menjelaskan Asma


1.1 Memahami dan Menjelaskan Definsi Asma
Menurut DAI (Dewan Asma Indonesia), Asma adalah gangguan inflamasi kronik yang
melibatkan berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus, sehingga menyebabkan episodic berulang berupa mengi, sesak napas, rasa berat
didada, dan batuk terutama malam hari atau dini hari; episodic perburukan tersebut berkaitan
dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas yang bersifat
reversible baik spontan ataupun dengan pengobatan.
Menurut PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak), Asma adalah mengi berulang dan/ batuk
persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada
malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat,
asma atau atopi lain pasien dan/ keluarga.

1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asma


Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap
sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma
dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan
lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk
ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

Alergen : dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:


1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur,bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan
dan anggur yang mengandungsodium metabisulfide) dan obat-obatan
(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel
mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

Olahraga : Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya
kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang
biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan. Misalnya : jogging, berjalan
2

cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme,


nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
Infeksi bakteri pada saluran napas: Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali
sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan
inflamasi pada system trakeobronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh
karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada system bronkial.
Stress: Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bias memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi
untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bias diobati.
Gangguan pada sinus : Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mucus.

1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asma


N
A
t
o
s
o
n
m
p
a
i
A
A
k
t
N
l
o
e
p
n
r
i
g
k
A
i
l
k
e
r
(
g
E
i
k
s
t
(
r
i
i
n
n
t
s
r
i
k
n
)
s
i
k
)

Asma Ekstrinsik
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
(Medicafarma,2008)
Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :
a. Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:

Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat


diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
3

Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85%
kasus timbul sebelum usia 30 tahun

Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa


puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda

Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya


gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai
dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.

Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan


tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan
cenderung berkurang di kemudian hari

Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif

Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik

Ada riwayat keluarga yang menderita asma

Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat


(Medicafarma,2008)

b. Asma ekstrinsik non atopik


Memiliki sifat-sifat antara lain :

Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen


yang spesifik

Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap
alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif

Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik

Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di


kemudian hari (Medicafarma,2008)

Asma Intrinsik
Intrinsik/idiopatik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien
akan mengalami asma gabungan. (Medicafarma,2008)
Sifat dari asma intrinsik :
o Alergen pencetus sukar ditentukan
4

o Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil
negatif
o Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan
oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda
o Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun
dan disebut juga late onset asma
o Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali
menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
o Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak
dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
o Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan asma ekstrinsik
o Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya
sel LE
o Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
o Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
(Medicafarma,2008)

Namun klasifikasi diatas pada prakteknya tidak mudah dan sering pasien mempunyai kedua
sifat alergik dan non-alergik, sehingga Mc Connel dan Holgate membagi asma dalam 3
kategori, yaitu :
1) Asma ekstrinsik
2) Asma intrinsik
3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik.
(sundaru dan sukamto, 2009)
Dalam GINA (Global Initiative for Asma) 2006 asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
derajat penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran napas. Walaupun berbagai
usaha telah dilakukan, klasifikasi berdasarkan etiologi spesifik dari sekitar pasien.
Derajat penyakit asma ditentukan berdasarkan gabungan penilaian gambaranklinis, jumlah
pengunaan antagonis - 2 untuk mengatasi gejala, dan pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi
awal pasien.
Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
1. Intermiten
-

Gejala kurang dari 1 kali/minggu

Serangan singkat
5

Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali)


o FEV1 (forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada
detik pertama) 80% predicted atau PEF (Peak Expiratory Flow) 80%
nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF (Peak Expiratory Flow) atau FEV1 20 %

2. Persisten ringan
-

Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari

Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

Gejala nokturnal > 2 kali/bulan


o FEV1 (forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada
detik pertama) 80% predicted atau PEF (Peak Expiratory Flow) 80%
nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%

3. Persisten sedang
-

Gejala terjadi setiap hari

Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu

Menggunakan agonis - 2 kerja pendek setiap hari


o FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%

4. Persisten berat
-

Gejala terjadi setiap hari

Serangan sering terjadi

Gejala asma nokturnal sering terjadi


o FEV1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik untuk individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%

Pembagian lain derajat penyakit asma dibuat oleh Phelan dkk. (dikutip dan Konsensus
Pediatri Internatiol III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3, yaitu
sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang

Merupakan 75% populasi asma pada anak. Ditandai oleh adanya episode < 1x tiap 4-6
minggu, mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala diantara episode serangan,
dan fungsi paru normal di antara serangan. Tetapi profilaksis tidak dibutuhkan pada
kelompok ini.
2. Asma episodik sering
Merupakan 20% populasi asma. Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering
dan timbulnya mengi pada aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemebrian
agonis-2.Gejala terjadi kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru diantara serangan
normal antagonis atau hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.
3. Asam persisten
Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada
aktivitas ringan, dan diantara interval gejala dibutuhkan agonis-2 lebih dari
3x/minggu karena anak terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari.
Terapi profilaksis sangat dibutuhkan.
Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia membagi asma menjadi 3 derajat penyakit.
Asma
Parameter klinis, jarang
kebutuhan
obat ringan)
dan faal paru

episodik Asma
(asma sering
sedang)

episodik Asma
persisten
(asma (asma berat)

Frekuensi serangan

< 1x/bulan

> 1x/bulan

Lama serangan

< 1 minggu

1 minggu

Intensitas serangan

Biasanya ringan

Biasanya sedang

Biasanya berat

Di antara serangan

Tanpa gejala

Sering ada gejala

Gejala siang
malam

Tidur dan aktifitas

Tidak terganggu

Sering terganggu

Sangat terganggu

Pemeriksaan
fisis Normal
(tidak Mungkin terganggu
diluar serangan
ditemukan kelainan) (ditemukan
kelainan)
Obat

pengendali

Tidak perlu

Sering
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi

dan

Tidak pernah normal

Non steroid/steroid Steroid

hirupan

/
7

hirupan dosis rendah oral

(anti inflamasi)
Uji faal paru

PEF/FEV1 > 80%

PEF/FEV1 60-80%

(di luar serangan)


Variabilitas faal paru
(bila ada serangan)

PEF/FEV1 < 60%


Variabilitas 20-30%

Variabilitas > 15%

Variabilitas > 30%

Jika terdapat keraguan antara derajat penyakit yang satu dengan


tatalaksana diberikan sesuai dengan derajat yang lebih berat.

Variabilitas > 50%

yang lainnya maka

(Rahajoe et al, 2008)

1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma


Obstruksi saluran napas
Bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat membaik spontan atau dengan pengobatan.
Penyempitan saluran napas ini menyebabkan gejala batuk, rasa berat di dada, mengi dan
hiperesponsivitas bronkus terhadap berbagai stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang
utama adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang
dilepaskan sel inflamasi.
Hiperesponsivitas saluran napas
Mekanisme pasti hiperesponsivitas saluran napas belum diketahui jelas, diduga karena
perubahan sifat otot polos saluran napas sekunder terhadap perubahan fenotip
kontraktilitas. Inflamasi dinding saluran napas terutama di daerah peribronkial dapat
menambah penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos. Hiperesponsivitas
saluran napas dapat diukur dengan uji provokasi bronkus

Kontraksi Otot Polos Bronkus


Pada penderita asma terjadi peningkatan pemendekan otot polos bronkus saat kontraksi
isotonik. Perubahan fungsi kontraksi mungkin disebabkan oleh perubahan aparatus
kontraksi.

Hipersekresi mukus
Terjadi hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet pada saluran napas penderita asma.
Penyumbatan saluran napas oleh mukus hampir selalu didapatkan pada asma yang fatal.
Hipersekresi mukus akan mengurangi gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi dan
menyebabkan kerusakan struktur/ fungsi epitel.
Keterbatasan aliran udara ireversibel
Penebalan dinding saluran napas adalah karakteristik remodelling yang terdapat pada
saluran napas besar maupun kecil. Gambaran ini terlihat secara patologi maupun
radiologi.
Eksaserbasi
Episode eksaserbasi merupakan gambaran yang umum pada asma. Faktor penyebab
eksaserbasi antara lain rangsangan penyebab bronkokonstriksi saja (inciter) seperti
latihan, udara dingin, kabut / asap dan rangsangan penyebab inflamasi (inducer)
seperti pajanan alergen, sensitisasi zat di tempat kerja, ozon dan infeksi saluran napas
oleh virus
Asma malam
Biopsi transbronkus pada penderita asma malam menunjukkan akumulasi eosinofil dan
makrofag pada malam hari di alveolar dan jaringan peribronkus.
9

Analisis gas darah


Asma menyebabkan gangguan pertukaran gas; derajat hipoksemia berkorelasi dengan
penyempitan saluran napas akibat ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
REMODELLING SALURAN NAPAS
Remodeling saluran respiratorik merupakan serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratorik melalui
proses diferensiasi, migrasi, diferensiasi dan maturasi struktur sel.

Proses yang penitng dalam remodeling : kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan
epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/transforming
growth factors (TGF-b) dan proliferasi serta diferensiasi fibroblast menjadi
myofibroblas. Myofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor
pertumbuhan. Kemokin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos
saluran respiratorik dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah
vaskularisasi, neovaskularisasi dan jaringan saraf.
Hipertropi dan hyperplasia otot polos saluran respiratorik, sel goblet kelenjar
submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan
berat.Secara keseluruhan, saluran respiratorik pada asma memperilihatakan perubahan
struktur saluran respiratorik yang bervariasi yang dapat menyebabkan penebalan dinding
saluran respiratorik.
Selama ini asma diyakini sebagai obstruksi saluran respiratorik yang bersifat
reversible. Pada sebagian besar pasien, reversibelitas yang menyeluruh dapat diamati
pada penukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi kortikosteroid.Namun
beberapa penderita asma mengalami obstruksi saluran respiratorik residual yang dapat
terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala, hal ini menceerminkan adanya
10

remodeling saluran nafas.


Hiperreaktifitas saluran nafas
Hal yang menyebabkan hipereaktivitas saluran nafas adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Inflamasi saluran nafas


Kerusakan epitel
Mekanisme neurologis
Gangguan intrinsik
Obstruksi saluran nafas

1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma


Tanda/gejala

Ringan

Sedang

Berat
ancaman

tanpa

Berat
dengan
ancaman
henti
napas

Sesak

Berjalan, bayi
menangis keras

Berbicara, bayi
menangis pendek
dan lemah serta
kesulitan
menyusui

Istirahat,bayi
tidak
mau
makan/minum

Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka duduk

Duduk bertopang
lengan

Bicara

Kalimat

Penggal kalimat

Kata-kata

Kesadaran

Mungkin
irritable

Biasanya irritable

Biasanya irritable

Kebingungan

Sianosis

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Nyata

Mengi

Sedang, sering
hanya
pada
akhir ekspirasi

Nyaring
sepanjang
ekspirasi inspirasi

Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
sepanjang
ekspirasi
dan
inspirasi

Sulit/tidak
terdengar

Penggunaan otot
bantu respiratorik

Biasanya tidak

Biasanya
menggunakan

Ya

Gerakan paradoks
torako-abdominal

Retraksi

Dangkal,
retraksi
intercostal

Sedang, ditambah
retraksi
suprasternal,
hiperinflasi dada

Dalam, ditambah
napas
cuping
hidung

Dangkal/hilang

Frekuensi napas

Takipnea

Takipnea

Takipnea

Bradipnea

Saturasi Oksigen

>95%

90-95%

<90%

<90%

Frekuensi nadi

Normal

Takikardia

Takikardia

Bradikardia

11

Auskultasi

Hanya
mengi
pada
akhir
ekspirasi

Mengi inspirasi
dan ekspirasi

Suara napas tidak


terdengar

Saturasi
Karbondioksida

<45mmHg

<45mmHg

>45mmHg

PaO2

Normal,
biasanya tidka
perlu diperiksa

>60mmHg

<60mmHg

PEFR atau FEV1


pra bronkodilator
dan
pasca
bronkodilator

>60% ; >80%

40-60% ; 60-80%

<40% ; <60% ;
respon <2jam

Pulsus
Paradoksus

Tidak
ada,
<10mmHg

Ada, 10-20mmHg

Ada, >20mmHg

Tidak ada, tanda


kelelahan
otot
napas

1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Asma


A. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien yaitu :

Riwayat hidung mampat, atau berair (ingusan) rhinitis alergi

Mata merah, gatal dan berair konjungtivis alergi

Eksim atopi

Batuk sering kambuh disertai mengi

Flu berulang

Adanya hambatan pernafasan saat beraktifitas terutama saat berolahraga

Sering terbangun pada malam hari

Adanya riwayat keluarga

Memelihara binatang dalam rumah

Banyak kecoa

Kebiasaan merokok pada pasien atau keluarga pasien

B. Pemeriksaan Fisik
12

Ronki (suara tambahan pada pernafasan)

Takipnea (pernafasan cepat)

Rales/ crackles (ronki basah) terputus-putus terdengar saat inspirasi

Fases ekspirasi memanjang

Orthopnea sulit bernafas kecuali dengan keadaan tegak

Penyempitan dada

C. Pemeriksaan Penunjang

Menggunakan spirometri mengukur kapasitas volume ekspirasi paksa dalam 1


detik (FEV1), kapasitas vital paksa (FVC) dan parameter Tiffeneau(FEV1/VC)

Peak Flow Meter / PFM alat pengukur faal paru yang sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Spirometer lebih
diutamakn dibanding PFM karena PFM kurang sensitif

X-ray dada / thorax

Pemeriksaan IgE Skin prick test (Uji tusuk kulit) menunjukkan adanya
antibodi spesifik pada kuit untuk mencari faktor pencetus, bila uji tusuk tidak
dapat dilakukan (pada dermographism) mengunakan Radioallergosorbent test
(RAST)

13

Skin prick test

RAST

Petanda inflamasi biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan
kadar ksida nitrit pada ekspirasin

Pada sputum didapatkan :


Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil

.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.

14

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.


Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
(Medicafarma,2008)

Uji hipereaktifias bronkus / HRB tes provokasi bronkial spesifik (droplet


ekstrak alergen spesifik), dan tes provokasi nonspesifik (latihan jasmani, inhalasi
udara dingin atau kering, histamin dan metakolin)

Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
(Medicafarma,2008)

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
(Medicafarma,2008)

15

D. Kriteria Diagnosis

Munculnya gejala pada malam hari atau pagi (lebih sering pada subuh) biasanya
sesak nafas dan batuk (baik produktif maupun tidak) khususnya pada :

Setelah paparan alergen

Selama, atau setelah penggunaan energi berlebih misalnya saat olahraga

Pemaparan pada rangsangan termal, misalnya pada udara dingin

Pemaparan pada asap dan debu

Riwayat keluarga (alergi dan atau asma)

Obstruksi (FEV1/VC<70%) dan FEV1 meningkat >15% (minimal 200ml)

Peningkatan FEV1 >15% selama atau 30 menit setelah latihan fisik (asma
exertional)

16

Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah
anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat
diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Asma sulit didiagnosis
pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan
faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow
meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji provokasi
bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan

17

NaCl hipertonis. Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3
cara, yaitu didapatkannya :

Variabilitas pada PFR (peakflow rate) atau FEV1 (forced expiratory volume
in 1 second) 15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil PFR dalam
satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang
pemeriksaannya berlangsung 2 minggu.

Reversibilitas pada PFR atau FEV1 15%


Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1 setelah
pemberian inhalasibronkodilator.
Penurunan 20% pada FEV1 (PD20atau PC20) setelah provokasibronkus dengan
metakolin atau histamin.

Penggunaan peakflow meter merupakan halpenting dan perlu diupayakan, karena selain
mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma. Pada anak dengan
tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap pemberian obat asma baik sekali,
maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.

1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Asma


Penyakit

Keterangan

Infeksi
Bronkiolitis (RSV)

Individu atopikmungkin mempunyai kecendrungan


untuk mengi dengan RSV

Pneumonia

Penyakit demam akut

Croup

Batuk menggonggong, stridor, lebih daripada mengi

Tuberkulosis,
Histoplasmosis

Limfadenopati menekan bronkus dengan mengi

Bronkiektasis

Konginetal, didapat, infeksi tingkat pertama kedua

Bronkiolitis Obliterans

Proses pascainfeksi (influenza, adenovirus, campak)

Bronkitis

Kemungkinan asna

Anatomik Kongenital
Kistik Fibrosis Cincin
Vaskuler

Gejala-gejala menetap, jari tabuh, streptococcus


aureus, Pseudomonas aeruginosa, P. Cepacia

Diskinisia Siliaris

Kelainan yang terkait esophagus


18

Cacati Imun Limfosit B

Infeksi kronis, berulang-ulang situs invertus

Gagal Jantung Kongestif

Infeksi sinopulmonal berulang

Laringotrakeomalasia

Bising, shunt yang besar dari kiri ke kanan

Tumor, Limfoma

Stridor, pernafasan yang berisik sejak lahir

Fisula
tipe-H

Obstruksi bronchial

Trakeoesofagus

Fistula Trakeoesofagus
yang diperbaiki

Jarang, sukar didiagnosis, [neumonia aspirasi berulang


sejak lahir

Refluks Gastroesofagus

Penderita mempunyai resiko bertambahnya refluks


dan mengi, kemungkinan asma. Dapat juga
memperburuk asma sebenarnya

Vaskulitis,
Hipersensitivitas
Aspergilosis
Bronkopumonal
Alergika

Eosinofilia mencolok, kadar IgE serum tinggi, sputum


positif untuk aspergilosis

Alveolitis
Alergika,
Pneuminitis
Hipersensitivitas

Reaksi terhadap antigen asing (jamur, protein burung,


tumbuh-tumbuhan), pekerjaan

Sindrom Churgg-Strauss

Angiitis dan granulomatosis laergika, eosinofilia

Periarteritis Nodosa

Mutisistem (ginjal, paru, saraf), eosinofilia

Lain-lain
Aspirasi Benda Asing
Tromboemboli Paru

Batuk berdahak, menyesakkan nafas, mengi setempat


dan suara pernafasan berkurang

Batuk Psikogenik

Nyeri dada akut, hipoksia

Sarkoidosis

Tidak batuk selama tidur

Displasia
Bronkopulmonal

Penyumbatan paru akibat limfadenopati


Riwayat prematuritas, dapat member kecendrungan
pada asma

19

1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Asma

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma
jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini
tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu.
Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat
profilaksis.
Obat
ini
digunakan
untuk
mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian
pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya
kemudian pemberiannya diturunkan pelan- pelan yaitu 25% setip penurunan setelah tujuan
pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.
Obat-obat Pereda (Reliever) :
I. Bronkodilator
a. Short- acting 2 agonist :
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi,
jantung,
pembuluh
darah,
20

otot lurik, hepar, dan pankreas. Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik
menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos
jalan
napas
yang
menyebabkan
terjadinya
bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan
permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast
Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis
selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan a sehingga
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia,
tremor, dan hipertensi. Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena
durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping,
terutama pada jantung dan CNS.
2 agonis selektif
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral :
0,1- 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral : 0,05 0,1
mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB),
interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam
(dosis maksimum 15 mg/jam). Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1
respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak
dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi
(inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10
menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 - 4 semprotan tiap 3 - 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek
sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada
serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan anticholinergick. Efek
bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan
inhibisi PDE 4 dan PDE 5.
Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.
Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang
lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine
didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu.
Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
a. 1 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
b. 6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
c. 1 9 tahun : 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam
21

d. > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam


Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi dapattimbul kejang, takikardi dan aritmia.
c. Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi 2
agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan
dosis: untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek
sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi
tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

d. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:

Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup
lama
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai


perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang
di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2
mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari.
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis
eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan
paru dan menurunkan permeabilitas vascular.
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan
paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.
Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.
Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5
1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.
e. Ekspektoran
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan
menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan
dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung
antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH),
Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG).
f. Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
22

Obat obat Pengontrol


Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin, cromones,
dan long acting oral 2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan
penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan
asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan.
Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol
gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan
mengurangi bronkokonstriksi
yang diinduksi latihan. Glukokortikosteroid dapat
mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan
mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor 2 agonist. Dosis yang
dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak).
Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat,
dan gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin
hasilnya lebih baik.
Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang
membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA.
Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut:
a. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane
b. Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;
c. Dapat diberikan per oral.
d. Montelukast. Hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak
mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat Montelukast ini belum ada di Indonesia;
e. Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan
kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)
sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos,
serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.
Ada 2 preparat LTRA :
Montelukast Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1
kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun
dengan dosis 10 mg 2 kali sehari. Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada
berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek
23

samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga


perlu pemantauan fungsi hati.
3. Long acting 2 Agonist (LABA)
Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengantambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV pagi dan
sore, penggunaan steroid oral,menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.
Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone
propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide
dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan
obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambat


Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk
mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah. Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala,
stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang,
perdarahan lambung.
Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi
dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.

Prinsip terapi inhalasi


Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas
melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan
banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam
24

obat seperti antibiotik,mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan


pada terapi inhalasi.
Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paruparu, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak
napas. Untuk mencapai sasaran di paru-pari, partikel obat asma inhalasi harus
berukuran sangat kecil (2-5 mikron).
Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran
napas sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena
setelah dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran
pernapasan yang menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk
mendapatkan efek yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek
samping obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah.
Jenis Terapi Inhalasi
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa,
tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang
tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh pasien, orang cacat, dan
orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.
Berikut beberapa alat terapi inhalasi:
Metered Dose Inhaler (MDI)
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga
kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di
orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan
panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml.
Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.
Dry Powder Inhaler (DPI)
Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup
kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan
obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan
MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih
konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun
Turbuhaler
Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke
paruparu. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak
perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200
dosis.
Ada indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk:
Bricasma, Pulmicort, Symbicort Rotahaler.

25

Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap
obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler
hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut. Contoh
produk: Ventolin Rotacap
Nebulizer
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah
diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usila dan
mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresor
dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien
cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu
dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan
dengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia
kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer.Untuk
memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme
akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis Keuntungan
nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya
seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat
menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer
ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti:
subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu
mengeluarkan sekresi bronkus.

1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma

Pneumothorax
Keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga paru paru
kesulitan untuk mengembang.
Pneumodiastinum
Adanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum.
Emfisema
Pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai
dengan kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis yang jelas.
Atelektasis
pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Bronchitis
Peradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus.

Gagal nafas

Perubahan bentuk thorax


Thorax membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen terlihat diafragma
letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, hilus kiri dan kanan bertambah. Pada
asma berat dapat terjadi bentuk dada burung (pektus karinatum/ pigeon chest) dan
tampak sulkus Harrison.

26

1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Asma


1. Mencegah sensitasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitasi alergi (terjadinya atopi,
diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya
asma pada individu yang sensitasi.
2. Mencegah eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor)
seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti
polan, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan
beberapa faktor seperti menghentukan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan
kerja, makanan, adiktif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol
asma serta keperluan obat. Biasanya penderita bereaksi terhdap banyak faktor
lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain
yang harus dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas,
emosi-stress dan berbagai faktor lainnya.

1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma


Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.

27

Daftar Pustaka
Faisal Yunus
Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia SMF Paru. RSUP
Persahahatan, Jakarta
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
http://www.asthmastuff.com/nebulizer.html. Diakses pada 27 Februari 2014

Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 26 Februari 2014 dari Medicafarma:
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
Price, Sylvia Anderson et al. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jilid 1.
Edisi 6.
Rahajoe N.N, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2008. p : 108-109
Sudoyo A.w, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
penyakit Dalam. 2009. p : 404

28

Anda mungkin juga menyukai