Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


MATERNITAS

DI SUSUN OLEH :

Magdalena Sri Febiolita Tambunan

2163030030

Dosen Pengampu :

Ns. Hasian Leniwita, S.Kep, M.Kep.

Ns. Anggrayeni Purba, S.Kep, M.Kep.

PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2023
BAB I
KONSEP TEORI

Konsep Dasar
Pengertian
Abortus didefinisikan sebagai keluarnya produk konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, yakni pada
usia kehamilan 22 minggu atau jika berat janin kurang dari 500 gram.

Aborsi adalah upaya mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.

Abortus adalah Berakhirnya kehamilan sebelum janin mampu hidup, yaitu ketika usia kehamilan belum mencapai 20
minggu atau berat janin <500 gram, baik secara spontan maupun diinduksi dikenal.

Etiologi

Penyebab – penyebab terjadinya abosrtus spontanea adalah :


1. Usia di bawah 20 tahun, ibu yang terlalu muda sering kali secara fisik maupun emosional belum
matang. selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada
orang lain. Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja
yang tidak dikehendaki.

2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan
pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena
keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat
berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya
perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah
dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

3. Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih
baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
Penyebab secara umum:

Penyebab dari segi martenal :


Infeksi akut

1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.

2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.

3. Parasit, misalnya malaria.

4. Infeksi kronis

5. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

6. Tuberkulosis paru aktif.

7. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

8. Penyakit kronis, misalnya :

a. hipertensi

b. nephritis

c. diabetes

d. anemia berat

e. penyakit jantung

f. toxemia gravidarum

9. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.

10. Trauma fisik.

11. Penyebab yang bersifat lokal:

12. Fibroid, inkompetensia serviks.

13. Radang pelvis kronis, endometrtis.

14. Retroversi kronis.

15. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus.
Penyebab dari segi Janin

Kematian janin akibat kelainan bawaan.

Mola hidatidosa

Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi. Adapun etiologi
dari abortus prokatus adalah :

Abortus Provokatus Medisinalis

1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus,
atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya
kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti
kanker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan
kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi
vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum
melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
Abortus Provokatus Kriminalis

1. Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada beberapa
alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:

2. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.

3. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
4. Kehamilan di luar nikah.

5. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.

6. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.

7. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
8. Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.

Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Wanita

Secara anatomi, sistem reproduksi wanita terdiri dari genitalia eksternal dan genitalia internal. Genitalia
eksternal terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, glandula vestibularis mayor,
glandula vestibularis minor.Sedangkan genitalia internal terdiri dari vagianhymen, tuba uterina, uterus,
ovarium

Genitalia Eksternal

1. Mons pubis

Mons pubis adalah penonjolan berlemak di sebelah ventral simfisis dan daerah supra pubis. Sebagian
besar mons pubis terisi oleh lemak, jumlah jaringan lemak bertambah pada pubertas dan berkurang setelah
menopause. Setelah dewasa, mons pubis tertutup oleh rambut kemaluan yang kasar.

2. Labia mayora

Labia mayora merupakan organ yang terdiri atas dua lipatan yang memanjang berjalan ke kaudal dan
dorsal dari mons pubis dan keduanya menutup rima pudendi (pudendal cleft). Permukaan dalamnya licin
dan tidak mengandung rambut. Kedua labia mayora di bagian ventral menyatu dan terbentuk komisura
anterior. Jika dilihat dari luar, labia mayora dilapisi oleh kulit yang mengandung banyak kelenjar lemak
dan tertutup oleh rambut setelah pubertas.

3. Labia minora

Labia minora merupakan organ yang terdiri atas dua lipatan kulit kecil terletak di antara kedua labia
mayora pada kedua sisi introitus vaginae. Kedua labium minus membatasi suatu celah yang disebut
sebagai vestibulum vaginae. Labia minora ke arah dorsal berakhir dengan bergabung pada aspectus
medialis labia mayora dan di sini pada garis mereka berhubungan satu sama lain berupa lipatan transversal
yang disebut frenulum labii. Sementara itu, ke depan masing-masing minus terbagi menjadi bagian lateral
dan medial.Pars lateralis kiri dan kanan bertemu membentuk sebuah lipatan di atas (menutup) glans
klitoris disebut preputium klitoridis. Kedua pars medialis kiri dan kanan bergabung di bagian kaudal
klitoris membentuk frenulum klitoris. Labia minora tidak mengandung lemak dan kulit yang menutupnya
berciri halus, basah dan agak kemerahan.

4. Klitoris

Terletak dorsal dari komisura anterior labia mayora dan hampir keseluruhannya tertutup oleh labia
minora. Klitoris mempunyai tiga bagian yaitu krura klitoris, korpus klitoris dan glans klitoris.

5. Glandula vestibularis mayor Sering disebut juga kelenjar Bartholini, merupakan kelenjar yang
bentuknya bulat/ovoid yang ada sepanjang dan terletak dorsal dari bulbus vestibule atau tertutup oleh
bagian posterior bulbus vestibuli.

6. Glandula vestibularis minor

Glandula vestibularis minor mengeluarkan lendir ke dalam vestibulum vagina untuk melembapkan labia
minora dan mayora serta vestibulum vagina. Organ ini adalah daerah dengan peninggian di daerah dengan
peninggian di daerah median membulat terletak ventral dari simfisis pubis. Sebagian besar terisi oleh
lemak. Setelah pubertas, kulit diatas tertutup rambut kasar.

Genitalia Internal

1. Vagina

Secara anatomi, vagina merupakan organ yang berbentuk tabung dan membentuk sudut kurang lebih 60
derajat dengan bidang horizontal. Namun, posisi ini berubah sesuai dengan isi vesika urinaria. Dinding
ventral vagina yang ditembus serviks panjangnya7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior kurang
lebih 9 cm. Dinding anterior dan posterior ini tebal dan dapat diregang. Dinding lateralnya di bagian
cranial melekat pada ligament Cardinale, dan di bagian kaudal melekat pada diafragma pelvis sehingga
lebih rigid dan terfiksasi. Vagina ke bagian atas berhubungan dengan uterus, sedangkan bagian kaudal
membuka pada vestibulum vagina pada lubang yang disebut introitus vaginae.

2. Himen

Adalah lipatan mukosa yang menutupi sebagian dari introitus vagina. Himen tidak dapat robek disebut
hymen imperforatus. Terdapat beberapa bentuk himen diantaranya : himen anular, himen septal, himen
kribiformis, himen parous.

3. Tuba uterina

Tuba uterina atau tuba fallopi memiliki panjang masing-masing tuba kurang lebih 10 cm. Dibagi atas 4
bagian (dari uterus kea rah ovarium) yaitu pars uterine tubae (pars intramuralis), isthmus tubae, ampulla
tubae, dan infundibulum tubae.

4. Uterus

Uterus merupakan organ berongga dengan dinding muscular tebal, terletak di dalam kavum pelvis minor
(true pelvis) antara vesika urinaria dan rectum. Ke arah kaudal, kavum uteri berhubungan dengan vagina.
Uterus berbentuk seperti buah pir (pyriformis) terbalik dengan apeks mengarah ke kauda dorsal, yang
membentuk sudut dengan vagina sedikit lebih 90 derajat uterus seluruhnya terletak di dalam pelvis
sehingga basisnya terletak kaudal dari aperture pelvis kranialis. Organ ini tidak selalu terletak tepat di
garis median, sering terletak lebih kanan. Posisi yang tidak tepat (fixed) bisa berubah tergantung pada isi
vesika urinaria yang terletak ventro kaudal dan isi rectum yang terletak dorso cranial. Panjand uterus
kurang kebih 7,5 cm, lebarnya kurang lebih 5 cm, tebalnya kurang lebih 2,5 cm, beratnya 30-40 gram.
Uterus dibagi menjadi tiga bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri.

5. Ovarium

Ukuran dan bentuk ovarium tergantung umur dan stadium siklus menstruasi. Bentuk ovarium sebelum
ovulasi adlah ovoid dengan permukaan licin dan berwarna merah muda keabu-abuan. Setelah berkali-kali
mengalami ovulasi, maka permukaan ovarium tidak rata/licin karena banyaknya jaringan parut (cicatrix)
dan warnanya berubahm menjadi abu-abu. Pada dewasa muda ovarium berbentuk ovoid pipih dengan
panjang kurang lebih 4 cm, lebar kurang lebih 2 cm, tebal kurang lebih 1 cm dan beratnya kurang lebih 7
gram. Posisi ovarium tergantung pada posisi uterus karena keduanya dihubungkan oleh ligamen-ligame
Fisiologi Sistem Reproduksi pada Wanita

Genitalia eksternal

a. Glandula vestibularis mayor Berfungsi melubrikasi bagian distal vagina.

b. Glandula vestibularis minor Berfungsi mengeluarkan lendir untuk melembabkan vestibulum vagina dan labium
pudendi.

2. Genitalia internal

a. Vagina Sebagai organ kopulasi, jalan lahir dan menjadi duktus ekskretorius darah menstruasi.

b. Tuba uterine Berfungsi membawa ovum dari ovarium ke kavum uteri dan mengalirkan spermatozoa dalam arah
berlawanan dan tempat terjadinya fertilisasi.

c. Uterus Sebagai tempat ovum yang telah dibuahi secara normal tertanam dan tempat normal dimana organ
selanjutnya tumbuh dan mendapat makanan sampai bayi lahir.

d. Ovarium Sebagai organ eksokrin (sitogenik) dan endokrin.Disebut sebagai organ eksokrin karena mampu
menghasilkan ovum saat pubertas, sedangkan disebut sebagai organ kelenjar endokrin karena menghasilkan hormone
estrogen dan progesteron.

3. Hormon pada Wanita

a. Hormon estrogen

Estrogen memengaruhi organ endokrin dengan menurunkan sekresi FSH, dimana pada beberapa keadaan akan
menghambat sekresi LH dan pada keadaan lain meningkatkan LH. Pengaruh terhadap organ seksual antara lain pada
pembesaran ukuran tuba falopii, uterus, vagina, pengendapan lemak pada mons veneris, pubis, dan labia, serta
mengawali pertumbuhan mammae. Pengaruh lainnya adalah kelenjar mammae berkembang dan menghasilkan susu,
tubuh berkembang dengan cepat, tumbuh rambut pada pubis dan aksilla, serta kulit menjadi lembut.

b. Hormon progesterone

Dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta, bertanggung jawab atas perubahan endometrium dan perubahan siklik
dalam serviks serta vagina. Progesteron berpengaruh sebagai anti estrogenic pada sel-sel miometrium. Efek
progesterone terhadap tuba falopii adalah meningkatkan sekresi dan mukosa. Pada kelenjar mammae akan
meningkatkan perkembangan lobulus dan alveolus kelenjar mammae, kelenjar elektrolit serta peningkatan sekresi air
dan natrium.

c. Foliclle stimulating hormone (FSH)


FSH dibentuk oleh lobus anterior kelenjar hipofisi. Pembentukan FSH ini akan berkurang pada
pembentukan/pemberian estrogen dalm jumlah yang cukup seperti pada kehamilan.

d. Lutein hormone (LH)

LH bekerjasama dengan FSH untuk menyebabkan terjadinya sekresi estrogen dari folikel de Graaf. LH juga
menyebabkan penimbunan substansi dari progesterone dalam sel granulosa.

e. Prolaktin atau luteotropin hormone (LTH)

Fungsi hormon ini adalah untuk memulai mempertahankan produksi progesterone dari korpus luteum.

4. Ovulasi

Pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari, sesudah terjadinya menstruasi, tidak berapa lama sebelum
ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat. Dalam waktu 30 menit kemudian cairan
akan mulai mengalir dari folikel ke stigma. Sekitar 2 menit kemudian, folikel menjadi lebih kecil karena kehilangan
cairan. Stigma akan robek cukup besar dan cairan yang lebih kental yang terdapat di bagian tengah folikel akan
mengalami evaginasi keluar dan kedalam abdomen. Cairan kental ini membawa ovum yang dikelilingi oleh beberapa
ratus sel granulose kecil yang disebut corona radiata.

5. Oogenesis

Oogenesis merupakan proses dari bentuk betina gametogenesis yang setara dengan jantan yakni spermatogenesis.
Oogenesis berlangsung melibatkan pengembangan berbagai tahap reproduksi telur sel betina yang belum matang.

Tanda dan Gejala

1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.


2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau
menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus.

Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil
konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil
konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

Pathway

Fisiologi organ terganggu Abortus ( Mati janin


penyakit ibu/ bapak <16-28 minggu/ bb
panggul sempit <40-100 gram)

Abortus spontan Abortus provokatus

Ab. Imminens Ab. Intoleransi aktivitas


Ab. Insipens Medisinalis
Ab. Ab. Kriminalis
Imkompletus Gangguan rasa nyaman
Ab.
Komplitus
Missed abortion
Nyeri abdomen

Defisit Pengetahuan Ansietas


Curatase
Resiko infeksi

Penurunan syaraf
oblongata Nyeri ganngguan Invasi bakteri
pemenuhan ADL

Penurunan syaraf
vegetatif Perdarahan

Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes
urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit
4. kultur darah dan urine
5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
 Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
 Adakah disertai bekuan darah
 Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
 Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum

 Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri


 Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
Kekurangan volume
 Apakah tampak jaringan keluar ostium carian
Gangguan
 Adakah Eliminasi BAB
cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
Resiko infeksi
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
 Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
 Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
 Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
 Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
 Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
 Adakah terasa tumor atau tidak
 Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus

Pemeriksaan doopler atau USG untuk menentukkan apakah janin masih hidup

Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion

Komplikasi

Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu :


Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi
dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung
kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan,
dan pada

Kekurangan volume
carian

Resiko infeksi

Resiko syok
(hipovolemik)
dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati,
akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi
ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus
diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya
hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya
dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang
perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah
perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah
kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

Pelekatan pada kavum uteri

Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal
itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak
begitu lembut lagi.

Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya perdarahan.
Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa
ke dalam uterus dan vagina.

Infeksi

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi
kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian.
Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat
mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
Lain-lain

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan
garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-
gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan
komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah,
dan diare.

Komplikasi yang dapat timbul pada janin

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada
kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan
abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.

Penatalaksanaan

1. Abortus Iminens

a. Istirahat baring

Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.

b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir

c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah harus diperhatikan
kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui apakah ada jaringan yang keluar dari vagina,

d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah infeksi.

e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat hernatinik misalnyasulfas


farosus 600 – 1000 mg sehari.

f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati.

g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus. Apabila terjadi obstipasi
dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk Supositoria. Dianjurkan untuk menunggu 48 jam
setelah pasien membaik, baru merangsang peristaltic usus.

h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam sekali jika pasien
panas.

a. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat baring sampai 2/3 hari setelah
perdarahan berhenti.

b. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan adanya lesi cerviks.

c. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G.

d. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat, mengurangi kegiatan fisik, jangan dulu
mengangkat beban berat, menghindari kelelahan dan ketegangan jiwa, 2-3 minggu setelah lepas perawatan
jangan melakukan senggama. Bila terjadi perdarahan ulang, segera istirahat baring dan lapor segera ke
petugas kesehatan.

2. Abortus Incomplete

a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan ringer dilanjutkan
dengan transfuse!

b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi.

c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,

d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan vitamin C.

e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

3. Abortus kompletus

a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari.

b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan transfuse.

c. Antibiotik untuk cegah infeksi.

d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.

4. Abortus incipiens .

a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus ditangani sebagai abortus
Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler, dan apapun yang
keluar dari vagina ditunjukkan pada dokter.

b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan, pertolongan dalam
keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat berguna disamping menghilangkan rasa sakit dapat
merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya hasil konsepsi.

c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan pengosongan
uterus.

d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan pada kehamilan lebih
dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada saat kerokan lebih
besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5 % dimulai 8 tetes/ menit dinaikkan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal
sebaiknya pengeluaran placenta secara digital.

e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan pertolongan dapat dilakukan
pengeluaran jaringan secara digital,

f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan pengosongan
uteri,

g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam abortus,

h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan uterus sudah selesai
dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.

5. Abortus infeksiosus dan abortus septic

a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.

b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat).
Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau
antibiotik spectrum luas lainnya.

c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila terjadi perdarahan
banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.

d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.

e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik ditinggikan dan dipilih jenis
yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.

f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan dilakukan bila keadaan
umum membaik dan panas reda.

Penatalaksanaan pasca keguguran

Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun buatan, memerlukan asuhan
pascakeguguran. Asuhan pascakeguguran terdiri dari:
1. Tindakan pengobatan abortus inkomplit

Setiap fasilitas kesehatan seyogyanya menyediakan dan mampu melakukan tindakan pengobatan abortus
inkomplit sesuai dengan kemampuannya. Biasanya tindakan evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah
Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit
dicapai dengan kendaraan umum. Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan pengobatan
abortus inkomplit di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi
risiko kematian dan kesakitan.

Tindakan pengobatan abortus inkomplit meliputi :

• Membuat diagnosis abortus inkomplit

• .Melakukan konseling tentang keadaan abortus dan rencana pengobatan.

• Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.

• Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.

• Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim.

• Seminar

2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi Pasca keguguran

Kesuburan segera kembali setelah 12 hari pascaabortus. Untuk itu pelayanan kontrasepsi hendaknya
merupakan bagian dari pelayanan Asuhan Pascakeguguran. Secara praktek hampir semua jenis
kontrasepsi dapat dipakai pascaabortus.

3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu

Kejadian abortus hendaknya dijadikan kesempatan untuk memperhatikan segi lain dari Kesehatan
Reproduksi. Misalnya masalah Penyakit Menular Seksual (PMS) dan skrining kanker ginekologik
termasuk kanker payudara.

Pencegahan

Adapun upaya – upaya penceghan terjadinya abrtus ialah :

1. Yaitu melakukan making pregnancy safer (MPS) dengan 3 pesan kunci yaitu:

a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih

b. Semua komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan adekuat


c. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus yang aman.

2. Penuhi ADIK (asam folat, dua asam amino, iron dan kalsium) Pencegahan abortus provakatus
dapat dilakukan dengan cara :

Suatu kehamilan yang tidak dikehendaki dapat dicegah seandainya pasangan menggunakan kontrasepsi
darurat. Yang dimaksud kontrasepsi darurat adalah kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan bila
digunakan setelah hubungan seksual. Hal ini sering disebut “Kontrasepsi pasca senggama” atau “morning
after pill” atau “morning after treatment “. lstilah “kontrasepsi sekunder” atáu “kontrasepsi darurat”
asalnya untuk menepis anggapan obat tersebut harus segera dipakai/ digunakan setelah hubungan seksual
atau harus menunggu hingga keesokan harinya dan bila tidak, berarti sudah terlambat sehingga tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Sebutan kontrasepsi darurat juga menekankan bahwa dalam cara KB ini lebih baik
dari pada tidak ada sama sekali. Namun tetap kurang efektif dibandingkan dengan cara KB yang sudah
ada.

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH ABORTUS

Pengkajian
a. Biodata:
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama:
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
c. Riwayat Kesehatan:
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit
atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan:
e. Riwayat pembedahan:
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan ,
oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
f. Riwayat penyakit yang pernah dialami:
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung ,
hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit
lainnya.
g. Riwayat kesehatan keluarga:
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
h. Riwayat kesehatan reproduksi:
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau,
warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta
keluahan yang menyertainya.
i. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas:
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
j. Riwayat seksual:
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn
yang menyertainya.
k. Riwayat pemakaian obat:
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat
lainnya.
l. Pola aktivitas sehari-hari:
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur,
hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya
b. Palpasi :
1) Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
2) Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi
janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
3) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal
c. Perkusi:
1) Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut
atau tidak
d. Auskultasi:
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin
Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
b. Keluarga berencana :
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

Diagnosa Keperawatan
1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan pervagina
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kontraksi uterus
3. Cemas s.d kurang pengetahuan tentang abortus
4. Berduka b.d kehilangan
5. Resiko tinggi syok hipovolemik b.d perdarahan pervagina

Intervensi Keperawatan
1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan : Dalam 1x24 jam tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake
dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria hasil: Tidak ada perdarahan, intake dan output dalam rentan normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji kondisi status hemodinamika Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat
abortus memiliki karekteristik bervariasi
2 Ukur pengeluaran harian Jumlah cairan ditentukan dari jumlah
kebutuhan harian ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal
3 Berikan sejumlah cairan pengganti Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi
harian perdarahan massif
4 Evaluasi status hemodinamika Penilaian dapat dilakukan secara harian
melalui pemeriksaan fisik
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri
Tujuan : Dalam perawatan 1x24, nyeri klien dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Klien tidak meringis kesakitan, klien menyatakan nyerinya berkurang
No Intervensi Rasional
1 Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Pengukuran nilai ambang nyeri dapat
dilakukan dengan skala maupun dsekripsi.
2 Terangkan nyeri yang diderita klien Meningkatkan koping klien dalam melakukan
dan penyebabnya guidance mengatasi nyeri
3 Kolaborasi pemberian analgetika Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam spectrum
luas/spesifik

3. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang abortus


Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit
meningkat
Kriteria hasil: RR dalam rentan normal, klien tidak gelisah
No Intervensi Rasional
1 Kaji tingkat pengetahuan/persepsi Ketidaktahuan dapat menjadi dasar
klien dan keluarga terhadap penyakit peningkatan rasa cemas
2 Kaji derajat kecemasan yang dialami Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan
klien penurunan penialaian objektif klien tentang
penyakit
3 Bantu klien mengidentifikasi Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan
penyebab kecemasan keperawatan merupakan support yang
mungkin berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran diri klien
4 Asistensi klien menentukan tujuan Peningkatan nilai objektif terhadap masalah
perawatan bersama berkontibusi menurunkan kecemasan
5 Terangkan hal-hal seputar aborsi yang Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi
perlu diketahui oleh klien dan klien untuk meningkatkan pengetahuan dan
membangun support system keluarga; untuk
keluarga mengurangi kecemasan klien dan keluarga.

4. Berduka bd kehilangan
Tujuan : Dalam perawatan 1x24 jam, klien dapat mengatasi rasa berdukanya
Kriteria Hasil: Klien tidak marah, menangis, dan menyesali rasa berduka terlalu larut.
No Intervensi Rasional
1 Kembangkan hubungan saling percaya Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu
dengan pasien. Perlihatkan empati dan kebutuhan yang terapeutik.
perhatian. Jujur dan tepati semua janji
2 Perlihatkan sikap menerima dan Sikap menerima menunjukkan kepada pasien
membolehkan pasien untuk
bahwa anda yakin bahwa ia merupakan
mengekspresikan perasaannya secara
terbuka seseorang pribadi yang bermakna. Rasa
percaya meningkat.
3 Bantu pasien untuk mengerti bahwa Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang
perasaan seperti rasa bersalah dan
wajar yang berhubungan dengan berduka
marah terhadap konsep kehilangan
adalah perasaan yang wajar dan dapat yang normal dapat menolong mengurangi
diterima selama proses berduka.
beberapa perasaan bersalah menyebabkan
timbulnya respon-respon ini.
4 Bantu pasien menentukan metoda- Umpan balik positif meningkatkan harga diri
metoda koping yang lebih adaptif
dan mendorong pengulangan perilaku yang
terhadap pengalaman kehilangan.
Berikan umpan balik positif untuk diharapkan.
identifikasi strategi dan membuat
keputusan.
5 Dorong pasien untuk menjangkau Menguatkan keimanan dan mohon kekuatan
dukungan spiritual selama waktu ini
kepada sang Pencipta agar diberi kekuatan
dalam bentuk apapun yang diinginkan
untuknya. menghadapi masalahnya

5. Resiko syok hipovolemik b.d perdarahan pervagina


Tujuan: Dalam 1x24 jam perawatan, tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria hasil: Tanda vital (nadi, suhu, tensi, RR) dalam rentan normal.
No Intervensi Rasional
1 Monitor keadaan umum pasien Untuk memonitor kondisi pasien selama
perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda
presyok /syok.
2 Observasi vital sign setiap 3 jam atau Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign
lebih untuk memastikan tidak terjadi presyok /
syok.
3 Jelaskan pada pasien dan keluarga Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka
tanda perdarahan, dan segera laporkan tanda-tanda perdarahan dapat segera
jika terjadi perdarahan diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
4 Kolaborasi : Pemberian cairan Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
intravena kehilangan cairan tubuh secara hebat.
5 Kaji tanda-tanda dehidrasi Dehidrasi merupakan salah satu tanda syok
hipovolemik

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.

Biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Kelainan hasil konsepsi
yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda.
Klafikasi abortus menurrut (Cunningham, 2013) dibagi menjadi dua yaitu :

Abortus Spontan :

Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka
abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran
(miscarriage).
Abortus Provokatus (abortus yang sengaja dibuat) :

Yaitu menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup di luar kandungan apabila kehamilan belum mencapai 100
gram, walaupun terdapat kasus bayi dibawah 100 gram bisa hidup di luar tubuh

Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan
saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata
sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk
menyempurnakan makalah ini.
Daftar Pustaka
Morgan, (2011).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Alih bahasa: I Made K., Nimade S.

Musliha (2010). Keperawatan Gawat Darurat nuha medika, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai