Oleh:
A. Muh. Risal
C014202048
Supervisor Pembimbing:
dr. Aussie F. Ghaznawie, Sp.JP(K)
Stambuk : C014202048
Supervisor Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah aritmia maligna berujuk pada aritmia jantung yang dapat dengan
cepat menyebabkan gangguan hemodinamik dalam waktu singkat. Sebagian besar
1
kasus aritmia maligna adalah ventrikular takikardi dan ventrikular fibrilasi, dan
harus mendapatkan tatalaksana dengan tepat waktu. Aritmia maligna merupakan
penyebab utama kematian mendadak. Satu satunya cara menghindari hasil yang
fatal dari aritmia jantung dalah dengan mengembalikan irama jantung kembali
normal Sehinnga diperlukan diagnosis dan tatalaksana secara cepat dan tepat 5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Aritmia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
gangguan denyut jantung, kelainan irama, tempat asal impuls dengan atau
tanpa adanya penyakit yang mendasari. Berdasarkan laju denyut jantung,
aritmia kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu bradiaritmia
dan takiaritmia. Takiaritmia merupakan gangguan irama jantung dengan
denyut jantung >100 x/menit, sedangkan bradiaritmia merupakan gangguan
irama jantung dengan denyut jantung <60 x/menit6. Aritmia memiliki
berbagai manifestasi klinis dan beberapa penderita dapat asimptomatik.
Keluhan yang dirasakan penderita aritmia ada palpitasi (sensasi berdebar
didada), rasa tidak nyaman didada, dispnea, dan sinkope 4.
Terdapat pula istilah aritmia maligna yang merujuk pada seberapa
besar risiko aritmia berbahaya dan dan mengancam kehidupan seseorang.
Aritmia maligna dapat menyebabkan gangguan hemodinamik secara cepat
akibat kontraksi jantung yang tidak adekuat sehingga suplai darah ke
jaringan menjadi berkurang5. Aritmia maligna sering dikaitkan dengan
penyakit jantung organik seperti penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
penyakit katup jantung, dan dapat pula berkembang tanpa adanya penyakit
jantung organik seperti Long QT syndrome atau Wolff-Parkinson-White
(WPW) Syndrome. Sebagian besar aritmia maligna yang sering terjadi
adalah ventrikular takikardi dan ventrikular fibrilasi, dan merupakan
penyebab utama kejadian Sudden Cardiac Death7.
2.2 Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung bersumber dan dimulai dari nodus
Sinoatrial (Nodus SA) yang terletak di antara pertemuan vena kava superior
dan atrium kanan. Potensial aksi yang dihasilkan oleh nodus sinoatrial
(Nodus SA) menyebar ke seluruh atrium utamanya melalui konduksi antar
sel. Meskipun proses konduksi utama atrium terjadi antar sel, beberapa
3
miosit khusus berperan dala jalur konduksi di atrium yang disebut
internodal tract (misalnya Bachmann Bundle). Di antara atrium dan
ventrikel pada sulkus atrioventrikuler terdapat suatu struktur jaringan ikat
sebagai tempat melekatnya katup jantung yang berfungsi sebagai suatu
penyekat sehingga impuls listrik jantung tidak dapat lewat ke ventrikel
kecuali melalui nodus Atrioventrikular (Nodus AV). Nodus AV terletak di
atrium kanan pada bagian bawah septum interatrial. Saat memasuki nodus
AV, impuls listrik jantung mengalami perlambatan menjadi 0.05 m/s. Hal
ini memungkinkan untuk memberi waktu yang cukup bagi atrium
terdepolarisasi, kontraksi, dan pengosongan darah sebelum depolarisasi dan
kontraksi ventrikel dimulai8.
Selanjutnya potensial aksi meninggalkan Nodus AV dan masuk ke
bundel his kemudian dilanjutkan ke cabang bundel kiri dan kanan yang
bercabang di sepanjang septum interventrikular. Cabang bundel ini
menghantarkan potensial aksi dengan kecepatan tinggi (sekitar 2 m/s).
Cabang cabang bundle ini kemuadian terbagi menjadi serabut purkinje yang
menghantarkan potensial aksi dengan kecepatan tinggi (sekitar 4 m/s) ke
seluruh ventrikel sehingga ventrikel berkontraksi8.
4
yang mempengaruhi gangguan pembentukan impuls adalah automatisitas
dan triggered activity (diinisiasi oleh afterdepolarization). Gangguan pada
konduksi impuls dapat berupa terdapatnya blok unidirectional dan reentry
serta adanya blok konduksi10.
5
pacemaker laten terjadi akibat peningkatan frekuensi potensial aksi yang
membuat Na+ semakin banyak masuk ke dalam intrasel. Masuknya ion Na+
akan menstimulasi pompa elektrogenik Na+/K+ ATPase yang akan
membuang kelebihan Na+ dengan memasukkan kalium ke dalam sel. Hal
ini akan mengakibatkan membran potensial sel menjadi lebih negatif dan
menghalangi terjadinya depolarisasi dari pacemaker laten. Jika nodus SA
tidak berfungsi, mekanisme overdrive suppression tidak ada, sehingga
pacemaker laten dapat mengalami depolarisasi dan menghasilkan irama
jantung yang lebih lambat dari nodus SA11.
Triggered activity merupakan inisiasi impuls yang bergantung pada
afterdepolarization, yaitu osilasi depolarisasi voltase membrane yang
diinduksi oleh 1 atau lebih potensial aksi. Depolarisasi dapat terjadi sebelum
dan sesudah fase 4. Depolarisasi yang terjadi sebelum fase 4 disebut early
afterdepolarization (EAD), biasanya terjadi di fase 2 dan 3 sebelum
repolarisasi. EAD akan menganggu repolarisasi miosit dengan
meningkatkan ion kalsium ke dalam sitosol melalui channel Ca 2+ tipe L
sehingga memperpanjang durasi potensial aksi dan menyebabkan arus
listrik tetap masuk. Tidak semua afterdepolarization akibat EAD mencapai
threshold karena biasanya akan muncul afterdepolarization lagi sehingga
siklusnya berlanjut. EAD dapat dipicu oleh rangsangan simpatik, hipoksia,
dan obat-obatan (makrolida, haloperidol, beberapa antijamur, dan beberapa
antihistamin non sedasi). EAD terjadi pada kondisi long-QT syndrome,
yang termasuk diantaranya Torsades de pointes, polymorphic ventricular
tachycardia (PVT), dan ventricular fibrillation (VF). Depolarisasi yang
terjadi setelah fase 4, atau setelah repolarisasi, disebut delayed
afterdepolarization (DAD). DAD terjadi karena adanya peningkatan
muatan Ca2+ di sitosol dan retikulum sarkoplasma. Keadaan yang dapat
memicu DAD adalah keracunan digitalis, katekolamin, dan iskemia 10.
Gangguan konduksi impuls dapat menyebabkan bradiaritmia dan
takiaritmia. Bradiaritmia terjadi saat impuls yang tersebar di terblok dan
diikuti asistol atau slow escape rhythm. Takiaritmia terjadi saat perlambatan
6
dan blok menghasilkan eksitasi reentrant. Blok konduksi dapat terjadi
karena beberapa hal, seperti pengaruh otonom, metabolik, infeksi,
keturunan, neoplasma, penyakit jantung koroner, dan sebagainya. Proses
reentry terjadi saat impuls dapat menyebar ke area yang sudah mengalami
repolarisasi setelah sebelumnya mengalami depolarisasi. Hal ini dapat
mengakibatkan pergerakan sirkular impuls yang mengakibatkan terjadinya
sustained tachyarrhythmia. Tiga kondisi yang dapat menyebabkan reentry
adalah: (1). Terdapat 2 jalur konduksi yang berbeda secara fungsional; (2).
Blok unidirectional di salah satu jalur konduksi; (3). Konduksi yang berjalan
lambat pada jalur yang tidak terblok, memberikan waktu kepada jalur yang
terblok untuk memulihkan eksitabilitasnya dan mendukung terjadinya
aritmia. Kasus reentry paling sering ditemukan pada ventrikuler takikardia 11.
7
dan pengosongan atrium sehingga berisiko terhdap pembentukan
tromboemboli. Gejala yang dialami penderita bervariasi antara
asimptomatik atau merasakan palpitasi yang ringan sampai berat
disertai nadi yang ireguler12.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran adanya
gelombang fibrilasi yang sangat cepat dan sangat tidak teratur
dengan frekuensi dari 300 sampai 500 kali per menit. Gelombang
fibrilasi dapat kasar (Course atrial fibrillation) dengan amplitudo
lebih 1 mm, atau halus (fine atrial fibrillation) sehingga
gelombangnya tidak begitu nyata. Sebgaian kecil dari impuls
yang dihasilkan atrium mencapai ventrikel karena dihambat oleh
nodus AV untuk melindungi ventrikel, sehingga denyut ventrikel
akan berada di antara 80 sampai 150 kali per menit 13.
8
takikardia polimorfik yang ditandai QT interval yang panjang dan
muncul sebagai Waxing and Waning amplitude QRS pada EKG.
Bila Ventrikel takikardia berlangsung lebih dari 30 detik disebut
sustained dan jika kurang dari 30 detik disebut non-sustained14.
9
Gambar 2.8 Ventrikel Fibrilasi
10
tersebut sangat sensitive terhadap perubahan impuls listrik jantung, serta
dapat memberikan kejutan listrik yang mempengaruhi aktivitas jantung.
Jika aritmia timbul akibat adanya suatu penyakit jantung yang mendasari,
lakukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan kemungkinan sumber
aritmia, yaitu dengan menggunakan foto rontgen thoraks dan
echocardiogram.
2.6 Algoritma Manajemen Aritmia Maligna
Menurut guideline Advance Cardiac Life Support (ACLS), kunci
utama yang harus dilakukan jika penderita ditemukan adanya takiaritmia
(terutama VT dan VF) adalah menentukan jika denyut nadi dapat dirasakan
atau tidak, menentukan jika pasien dalam keadaan stabil atau tidak stabil,
lalu memberi terapi sesuai dengan kondisi pasien dan jenis aritmia yang
ditemukan. Pasien yang yang datang dengan gejala dan tanda klinis
takiaritmia harus segera dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan EKG
12-lead untuk mengidentifikasi penyebab gangguan irama jantung yang
menyebabkan aritma. Jika pasien takiaritmia datang dengan denyut nadi
yang masih dapat teraba dapat dilakukan langkah langkah sebagai berikut 16.
a. Asses pasien menggunakan primary dan secundary survey.
b. Periksa Airway, Breathing, dan Circulation
c. Berikan oksigen jika hipoksemia
d. Periksa EKG 12-lead dan identifikasi irama.
e. Pantau tekanan darah serta gejala dan tanda klinis akibat
takikardi.
f. Pasang IV.
g. Identifikasi penyebab takikardi dan berikan terapi sesuai.
Jika ditemukan takiaritmia yang persisten dan menyebabkan
hipotensi, perubahan status mental secara tiba tiba, tanda tanda syok, nyeri
dada, atau gagal jantung akut, maka harus dilakukan synchronized
cardioversion. Jika tidak, maka evaluasi kompleks QRS. Jika kompleks
QRS <0.12 detik, dapat dilakukan manuver vagal (jika reguler, pemberian
adenosine (jika regular), dan pemberian beta bloker atau calsium channel
11
blocker. Jika kompleks QRS >0.12 detik, pertimbangkan pemberian
adenosine jika regular dan monomorfik, infus antiaritmia, dan konsultasi
dengan ahli. Algoritma takiaritmia dengan nadi dapat dilihat pada gambar
berikut16:
12
irama pasien kurang dari 10 detik. Tidak dianjurkan untuk menghentikan RJP
kecuali untuk ventilasi, memeriksa denyut nadi, dan untuk memberikan terapi
kejutan. Algoritma pasien henti jantung dapat dilihat pada gambar berikut16
13
Gambar 2.10 Algoritma Henti Jantung
14
Gambar 2.11 Obat Anti-aritmia17
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
6. Desai DS, Hajouli S. Arrhythmias. Obstet Imaging Fetal Diagnosis Care, 2nd
Ed [Internet]. 2021 Jun 18 [cited 2021 Sep 22];418-425.e1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558923/
7. Solti F. Malignant arrhythmia. Orv Hetil [Internet]. 1989 Jan 22 [cited 2021
Sep 22]; Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2913541/
17
Medicine, 2-Volume Set [Internet]. Eleventh E. Elsevier Inc.; 2021. p. 619–
47. Available from: https://doi.org/10.1016/B978-0-323-46342-3.00034-7
12. Yealy DM, Kosowsky JM. Dysrhythmias. In: Rosen’s Emergency Medicine
[Internet]. Ninth Edit. Elsevier Inc.; 2018. p. 929-958.e2. Available from:
https://doi.org/10.1016/B978-0-323-35479-0.00069-6
16. Panchal AR, Bartos JA, Cabañas JG, Donnino MW, Drennan IR, Hirsch KG,
et al. Part 3: Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Vol. 142, Circulation. 2020. 366–468 p.
17. Al-Khatib SM, Stevenson WG, Ackerman MJ, Bryant WJ, Callans DJ,
Curtis AB, et al. 2017 AHA/ACC/HRS guideline for management of patients
with ventricular arrhythmias and the prevention of sudden cardiac death: A
Report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Clinical Practice Guidelines and the Hea. Hear Rhythm
[Internet]. 2018;15(10):e73–189. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.hrthm.2017.10.036
18
18. Loscalzo J, Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et
al. Harrison’s Cardiovascular Medicine. Management of Acute Coronary
Syndromes. United States: McGrawHill Education; 2010.
19