Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN KARDIOLOGI DAN Refarat

KEDOKTERAN VASKULAR September 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ARETMIA MALIGNA : ALGORITMA DAN MEDIKOMENTOSA

Oleh:
A. Muh. Risal
C014202048

Supervisor Pembimbing:
dr. Aussie F. Ghaznawie, Sp.JP(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : A. Muh. Risal

Stambuk : C014202048

Judul Referat : Aritmia Maligna : Algortima dan Medikamentosa

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Kardiologi dan


Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, September 2021

Supervisor Pembimbing

dr. Aussie F. Ghaznawie, Sp.JP(K)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Definisi ..................................................................................................... 3

2.2 Sistem Konduksi Jantung ......................................................................... 3

2.3 Patofisiologi Aritmia ................................................................................ 4

2.4 Aritmia maligna ........................................................................................ 7

2.4.1 Atrium Fibrilasi ................................................................................. 7

2.4.2 Ventrikel Takikardia ......................................................................... 8

2.4.3 Ventrikel Fibrilasi ............................................................................. 9

2.5 Diagnosis Aritmia................................................................................... 10

2.6 Algoritma Manajemen Aritmia Maligna ................................................ 11

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem konduksi Jantung9.................................................................... 4

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya aritmia ............................................................. 5

Gambar 2.3 Mekanisme Reentry ............................................................................. 7

Gambar 2.4 Contoh gambaran EKG atrium fibrilasi .............................................. 8

Gambar 2.5 Monomorfik Ventrikuler Takikardia ................................................... 9

Gambar 2.6 Polimorfik Ventrikuler Takikardia ...................................................... 9

Gambar 2.7 Torsade de Pointes .............................................................................. 9

Gambar 2.8 Ventrikel Fibrilasi ............................................................................. 10

Gambar 2.9 Algoritma takiaritmia dengan nadi.................................................... 12

Gambar 2.10 Algoritma Henti Jantung ................................................................. 14

Gambar 2.11 Obat Anti-aritmia17.......................................................................... 15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

World Health Oganization (WHO) mengatakan bahwa penyakit


kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian secara global, dengan angka
kematian sekitar 17,9 juta jiwa setiap tahunnya. Pada tahun 2019, 32% dari
kematian seluruh kematian global disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, dan
lebih dari tiga per empat kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi di negara
berpendapatan menengah kebawah. Sedangkan di Indonesia sendiri prevelensi
penyakit jantung yang terdiagnosis oleh dokter yaitu 1,5% dari total penduduk pada
semua usia. Terdapat berbagai jenis penyakit jantung yang sering didapatkan,
misalnya penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit katup jantung, penyakit
jantung kongenital, penyakit kelainan irama jantung, penyakit jantung hipertensi
dan lain lain1,2. Mengingat kasus jantung akan sering didapatkan dalam dalam
praktek sehari hari, sangatlah penting bagi seorang dokter untuk dapat
mendiagnosis berbagai penyakit jantung secara teapat dan benar sehingga dapat
memberikan tatalaksana yang efektif untuk dapat mengurangi risiko terjadinya
komplikasi yang berbahaya bagi para penderita.

Aritmia jantung merupakan gangguan irama jantung yang masih menjadi


masalah kesehatan. Aritmia jantung secara signifikan meningkatkan risiko
komplikasi kardiovaskular dan terjadinya kematian mendadak akibatnya
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup, angka kematian yang tinggi,
dan biaya perawatan kesehatan yang berkelanjutan3. Aritmia Sebagian besar timbul
akibat adanya penyakit jantung lain yang mendasari, misalnya terjadinya iskemik
atau infark miokard. Gejala aritmia dapat berbagai manifestasi klinis, dan beberapa
pasien dengan aritmia dapat asimptomatik. Umumnya gejala aritmia yang
dikeluhkan adalah palpitasi (sensasi berdebar didada), rasa tidak nyaman didada,
dispnea, dan sinkope4.

Istilah aritmia maligna berujuk pada aritmia jantung yang dapat dengan
cepat menyebabkan gangguan hemodinamik dalam waktu singkat. Sebagian besar

1
kasus aritmia maligna adalah ventrikular takikardi dan ventrikular fibrilasi, dan
harus mendapatkan tatalaksana dengan tepat waktu. Aritmia maligna merupakan
penyebab utama kematian mendadak. Satu satunya cara menghindari hasil yang
fatal dari aritmia jantung dalah dengan mengembalikan irama jantung kembali
normal Sehinnga diperlukan diagnosis dan tatalaksana secara cepat dan tepat 5.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Aritmia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
gangguan denyut jantung, kelainan irama, tempat asal impuls dengan atau
tanpa adanya penyakit yang mendasari. Berdasarkan laju denyut jantung,
aritmia kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu bradiaritmia
dan takiaritmia. Takiaritmia merupakan gangguan irama jantung dengan
denyut jantung >100 x/menit, sedangkan bradiaritmia merupakan gangguan
irama jantung dengan denyut jantung <60 x/menit6. Aritmia memiliki
berbagai manifestasi klinis dan beberapa penderita dapat asimptomatik.
Keluhan yang dirasakan penderita aritmia ada palpitasi (sensasi berdebar
didada), rasa tidak nyaman didada, dispnea, dan sinkope 4.
Terdapat pula istilah aritmia maligna yang merujuk pada seberapa
besar risiko aritmia berbahaya dan dan mengancam kehidupan seseorang.
Aritmia maligna dapat menyebabkan gangguan hemodinamik secara cepat
akibat kontraksi jantung yang tidak adekuat sehingga suplai darah ke
jaringan menjadi berkurang5. Aritmia maligna sering dikaitkan dengan
penyakit jantung organik seperti penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
penyakit katup jantung, dan dapat pula berkembang tanpa adanya penyakit
jantung organik seperti Long QT syndrome atau Wolff-Parkinson-White
(WPW) Syndrome. Sebagian besar aritmia maligna yang sering terjadi
adalah ventrikular takikardi dan ventrikular fibrilasi, dan merupakan
penyebab utama kejadian Sudden Cardiac Death7.
2.2 Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung bersumber dan dimulai dari nodus
Sinoatrial (Nodus SA) yang terletak di antara pertemuan vena kava superior
dan atrium kanan. Potensial aksi yang dihasilkan oleh nodus sinoatrial
(Nodus SA) menyebar ke seluruh atrium utamanya melalui konduksi antar
sel. Meskipun proses konduksi utama atrium terjadi antar sel, beberapa

3
miosit khusus berperan dala jalur konduksi di atrium yang disebut
internodal tract (misalnya Bachmann Bundle). Di antara atrium dan
ventrikel pada sulkus atrioventrikuler terdapat suatu struktur jaringan ikat
sebagai tempat melekatnya katup jantung yang berfungsi sebagai suatu
penyekat sehingga impuls listrik jantung tidak dapat lewat ke ventrikel
kecuali melalui nodus Atrioventrikular (Nodus AV). Nodus AV terletak di
atrium kanan pada bagian bawah septum interatrial. Saat memasuki nodus
AV, impuls listrik jantung mengalami perlambatan menjadi 0.05 m/s. Hal
ini memungkinkan untuk memberi waktu yang cukup bagi atrium
terdepolarisasi, kontraksi, dan pengosongan darah sebelum depolarisasi dan
kontraksi ventrikel dimulai8.
Selanjutnya potensial aksi meninggalkan Nodus AV dan masuk ke
bundel his kemudian dilanjutkan ke cabang bundel kiri dan kanan yang
bercabang di sepanjang septum interventrikular. Cabang bundel ini
menghantarkan potensial aksi dengan kecepatan tinggi (sekitar 2 m/s).
Cabang cabang bundle ini kemuadian terbagi menjadi serabut purkinje yang
menghantarkan potensial aksi dengan kecepatan tinggi (sekitar 4 m/s) ke
seluruh ventrikel sehingga ventrikel berkontraksi8.

Gambar 2.1 Sistem konduksi Jantung9


2.3 Patofisiologi Aritmia
Aritmia terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu gangguan pembentukan
impuls, gangguan konduksi impuls, atau kombinasi dari keduanya. Hal-hal

4
yang mempengaruhi gangguan pembentukan impuls adalah automatisitas
dan triggered activity (diinisiasi oleh afterdepolarization). Gangguan pada
konduksi impuls dapat berupa terdapatnya blok unidirectional dan reentry
serta adanya blok konduksi10.

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya aritmia

Automatisitas merupakan kemampuan untuk menginisiasi impuls


secara spontan tanpa adanya stimulasi sebelumnya. Gangguan automatisitas
dapat berupa adanya ketidaksesuaian kecepatan pelepasan impuls dari
pacemaker normal di nodus SA (terlalu cepat atau terlalu lambat untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis) atau pelepasan impuls dari pacemaker di
tempat ektopik (istilah lain disebut pacemaker laten) yang berasal dari
atrium, sinus koroner dan vena pulmonalis, katup AV, AV junction, serabut
His, dan serabut Purkinje10.
Automatisitas dari pacemaker laten dihambat oleh nodus SA melalui
mekanisme yang dinamakan overdrive suppression. Mekanisme ini
menyebabkan pacemaker laten menjadi terhiperpolarisasi saat dipacu oleh
kecepatan di atas kecepatan intrinsiknya, atau menekan terjadinya
depolarisasi sel secara mandiri sehingga menghambat pembentukan
potensial aksi spontan dari pacemaker laten. Hiperpolarisasi pada

5
pacemaker laten terjadi akibat peningkatan frekuensi potensial aksi yang
membuat Na+ semakin banyak masuk ke dalam intrasel. Masuknya ion Na+
akan menstimulasi pompa elektrogenik Na+/K+ ATPase yang akan
membuang kelebihan Na+ dengan memasukkan kalium ke dalam sel. Hal
ini akan mengakibatkan membran potensial sel menjadi lebih negatif dan
menghalangi terjadinya depolarisasi dari pacemaker laten. Jika nodus SA
tidak berfungsi, mekanisme overdrive suppression tidak ada, sehingga
pacemaker laten dapat mengalami depolarisasi dan menghasilkan irama
jantung yang lebih lambat dari nodus SA11.
Triggered activity merupakan inisiasi impuls yang bergantung pada
afterdepolarization, yaitu osilasi depolarisasi voltase membrane yang
diinduksi oleh 1 atau lebih potensial aksi. Depolarisasi dapat terjadi sebelum
dan sesudah fase 4. Depolarisasi yang terjadi sebelum fase 4 disebut early
afterdepolarization (EAD), biasanya terjadi di fase 2 dan 3 sebelum
repolarisasi. EAD akan menganggu repolarisasi miosit dengan
meningkatkan ion kalsium ke dalam sitosol melalui channel Ca 2+ tipe L
sehingga memperpanjang durasi potensial aksi dan menyebabkan arus
listrik tetap masuk. Tidak semua afterdepolarization akibat EAD mencapai
threshold karena biasanya akan muncul afterdepolarization lagi sehingga
siklusnya berlanjut. EAD dapat dipicu oleh rangsangan simpatik, hipoksia,
dan obat-obatan (makrolida, haloperidol, beberapa antijamur, dan beberapa
antihistamin non sedasi). EAD terjadi pada kondisi long-QT syndrome,
yang termasuk diantaranya Torsades de pointes, polymorphic ventricular
tachycardia (PVT), dan ventricular fibrillation (VF). Depolarisasi yang
terjadi setelah fase 4, atau setelah repolarisasi, disebut delayed
afterdepolarization (DAD). DAD terjadi karena adanya peningkatan
muatan Ca2+ di sitosol dan retikulum sarkoplasma. Keadaan yang dapat
memicu DAD adalah keracunan digitalis, katekolamin, dan iskemia 10.
Gangguan konduksi impuls dapat menyebabkan bradiaritmia dan
takiaritmia. Bradiaritmia terjadi saat impuls yang tersebar di terblok dan
diikuti asistol atau slow escape rhythm. Takiaritmia terjadi saat perlambatan

6
dan blok menghasilkan eksitasi reentrant. Blok konduksi dapat terjadi
karena beberapa hal, seperti pengaruh otonom, metabolik, infeksi,
keturunan, neoplasma, penyakit jantung koroner, dan sebagainya. Proses
reentry terjadi saat impuls dapat menyebar ke area yang sudah mengalami
repolarisasi setelah sebelumnya mengalami depolarisasi. Hal ini dapat
mengakibatkan pergerakan sirkular impuls yang mengakibatkan terjadinya
sustained tachyarrhythmia. Tiga kondisi yang dapat menyebabkan reentry
adalah: (1). Terdapat 2 jalur konduksi yang berbeda secara fungsional; (2).
Blok unidirectional di salah satu jalur konduksi; (3). Konduksi yang berjalan
lambat pada jalur yang tidak terblok, memberikan waktu kepada jalur yang
terblok untuk memulihkan eksitabilitasnya dan mendukung terjadinya
aritmia. Kasus reentry paling sering ditemukan pada ventrikuler takikardia 11.

Gambar 2.3 Mekanisme Reentry

2.4 Aritmia maligna


2.4.1 Atrium Fibrilasi
Atrium fibrilasi ditandai dengan aktivitas listrik atrium yang
berantakan, cepat, dan ireguler. Hal ini terjadi karena eksitasi dan
recovery yang sangat tidak teratur dari atrium sehingga
menghasilkan 300-600 impuls/menit. Etiologi atrium fibrilasi
antara lain hipertiroidisme, kelainan katup, infark miokard akut,
Wolff-Parkinson-White Syndrome dll. Karakteristik atrium
fibrilasi adalah hilangnya kontraktilitas atrium, ketidak sesuaian
respon ventrikel yang cepat, hilangnya kemampuan kontraktilitas

7
dan pengosongan atrium sehingga berisiko terhdap pembentukan
tromboemboli. Gejala yang dialami penderita bervariasi antara
asimptomatik atau merasakan palpitasi yang ringan sampai berat
disertai nadi yang ireguler12.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran adanya
gelombang fibrilasi yang sangat cepat dan sangat tidak teratur
dengan frekuensi dari 300 sampai 500 kali per menit. Gelombang
fibrilasi dapat kasar (Course atrial fibrillation) dengan amplitudo
lebih 1 mm, atau halus (fine atrial fibrillation) sehingga
gelombangnya tidak begitu nyata. Sebgaian kecil dari impuls
yang dihasilkan atrium mencapai ventrikel karena dihambat oleh
nodus AV untuk melindungi ventrikel, sehingga denyut ventrikel
akan berada di antara 80 sampai 150 kali per menit 13.

Gambar 2.4 Contoh gambaran EKG atrium fibrilasi

2.4.2 Ventrikel Takikardia


Ventrikel takikardia ditandai sebagai kompleks QRS yang
lebar dengan denyut jantung lebih daari 100 x/menit. Ventrikel
takikardia dapat dibagi menjadi monomorfik dan polimorfik
ventrikel takikardia. Monomorfik ventrikel takikardia memiliki
gambaran kompleks QRS yang sama pada setiap denyutan dan
menandakan adanya depolarisasi yang berulang dari tempat yang
sama. Polimorfik ventrikel takikardia ditandai dengan adanya
kompleks QRS yang bervariasi dan menunjukkan adanya urutan
depolarisasi yang berubah dari beberapa tempat. Ventrikel
takikardia polimorfik berkaitan dengan adanya jaringan parut
akibat infark miokard. Torsade de pointes adalah ventrikel

8
takikardia polimorfik yang ditandai QT interval yang panjang dan
muncul sebagai Waxing and Waning amplitude QRS pada EKG.
Bila Ventrikel takikardia berlangsung lebih dari 30 detik disebut
sustained dan jika kurang dari 30 detik disebut non-sustained14.

Gambar 2.5 Monomorfik Ventrikuler Takikardia

Gambar 2.6 Polimorfik Ventrikuler Takikardia

Gambar 2.7 Torsade de Pointes

2.4.3 Ventrikel Fibrilasi


Ventrikel fibrilasi merupakan keadaan terminal dari aritmia
ventrikel yang ditandai oleh kompleks QRS, gelombang P, dan
segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali. Ventrikel
fibrilasi merupakan penyebab utama kematian mendadak. Denyut
jantung dapat berkisar antara 300 sampai 600 kali per menit.
Penyebab utama Ventrikel fibrilasi adalah infark miokard akut,
blok AV total dengan respons ventrikel yang sangat lambat,
gangguan elektrolit (hipokalemia dan hiperkalemia), asidosis
berat, hipoksia, dan sindrom Brugada15.

9
Gambar 2.8 Ventrikel Fibrilasi

2.5 Diagnosis Aritmia


Prinsip untuk mendiagnosis aritmia adalah dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang untuk dapat
menentukan penyebab yang mendasari aritmia.
Anamnesis yang dilakukan terhadap pasien mulai dari gejala dan
tanda klinis yang sering timbul akibat aritmia, seperti palpitasi, nyeri dada,
kelelahan, dan syncope, walaupun sekitar 45% kasus aritmia menunjukan
gejala yang asimptomatik. Penting juga untuk menanyakan ke pasien bila
sebelumnya pernah ada riwayat penyakit jantung, seperti penyakit jantung
koroner (PJK) atau ada infark miokard. Selain itu, perlu ditanyakan juga bila
dalam keluarga pasien ada yang memiliki riwayat penyakit jantung.
Lakukan juga penilaian terhadap faktor resiko yang dimiliki pasien, seperti
merokok, dislipidemia, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, dan perilaku
sedentari.
Untuk menentukan irama jantung dapat dilakukan dengan
pemeriksaan penunjang EKG. Jika diperlukan pemantauan irama jantung
untuk pasien rawat jalan, dokter dapat memasang Holter Monitor, yaitu
mesin EKG kecil, yang dapat dibawa pulang oleh pasien. Holter Monitor
merekam irama jantung secara kontinyu selama 24 – 48 jam. Selain itu,
diagnosis aritmia juga dapat dilakukan Electrophysiologic Testing. Tujuan
dari Electrophysiologic Testing adalah untuk menentukan lokasi terjadinya
aritmia, menentukan efektivitas penggunaan obat terapi untuk mengatasi
aritmia, melihat apakah diperlukan pemasangan Implantable Cardioverter-
Defibrillators (ICDs) atau perlu dilakukan cathether ablation. Tindakan ini
dilakukan dengan cara memasukkan kateter melalui pembuluh darah vena
atau arteri di lokasi tangan atau kaki untuk ditelusuri ke jantung. Kateter

10
tersebut sangat sensitive terhadap perubahan impuls listrik jantung, serta
dapat memberikan kejutan listrik yang mempengaruhi aktivitas jantung.
Jika aritmia timbul akibat adanya suatu penyakit jantung yang mendasari,
lakukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan kemungkinan sumber
aritmia, yaitu dengan menggunakan foto rontgen thoraks dan
echocardiogram.
2.6 Algoritma Manajemen Aritmia Maligna
Menurut guideline Advance Cardiac Life Support (ACLS), kunci
utama yang harus dilakukan jika penderita ditemukan adanya takiaritmia
(terutama VT dan VF) adalah menentukan jika denyut nadi dapat dirasakan
atau tidak, menentukan jika pasien dalam keadaan stabil atau tidak stabil,
lalu memberi terapi sesuai dengan kondisi pasien dan jenis aritmia yang
ditemukan. Pasien yang yang datang dengan gejala dan tanda klinis
takiaritmia harus segera dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan EKG
12-lead untuk mengidentifikasi penyebab gangguan irama jantung yang
menyebabkan aritma. Jika pasien takiaritmia datang dengan denyut nadi
yang masih dapat teraba dapat dilakukan langkah langkah sebagai berikut 16.
a. Asses pasien menggunakan primary dan secundary survey.
b. Periksa Airway, Breathing, dan Circulation
c. Berikan oksigen jika hipoksemia
d. Periksa EKG 12-lead dan identifikasi irama.
e. Pantau tekanan darah serta gejala dan tanda klinis akibat
takikardi.
f. Pasang IV.
g. Identifikasi penyebab takikardi dan berikan terapi sesuai.
Jika ditemukan takiaritmia yang persisten dan menyebabkan
hipotensi, perubahan status mental secara tiba tiba, tanda tanda syok, nyeri
dada, atau gagal jantung akut, maka harus dilakukan synchronized
cardioversion. Jika tidak, maka evaluasi kompleks QRS. Jika kompleks
QRS <0.12 detik, dapat dilakukan manuver vagal (jika reguler, pemberian
adenosine (jika regular), dan pemberian beta bloker atau calsium channel

11
blocker. Jika kompleks QRS >0.12 detik, pertimbangkan pemberian
adenosine jika regular dan monomorfik, infus antiaritmia, dan konsultasi
dengan ahli. Algoritma takiaritmia dengan nadi dapat dilihat pada gambar
berikut16:

Gambar 2.9 Algoritma takiaritmia dengan nadi16

Pasien yang pada assessment awal tidak menunjukkan denyut nadi


sekalipun sudah diberikan intervensi dan diberikan terapi kejut listrik dari
automated external defibrillator (AED) harus mengikuti algoritma ACLS Pulseless
Arrest. VT tanpa denyut nadi dan VF memiliki panduan tatalaksana yang sama dan
mengikuti panduan ACLS Pulseless Arrest. Pada primary survey, setelah
menemukan denyut nadi pasien tidak teraba, segera panggil bantuan atau aktifkan
system emergensi, lakukan resusitasi jantung paru (RJP), dan jika ada AED segera
pasang dan berikan kejutan pertama (monophasic, 200 J untuk dewasa, 2 J/kg untuk
anak-anak). Lakukan RJP 5 siklus (sekitar 2 menit) segera setelah diberi kejutan
pertama oleh AED. RJP terdiri dari 30 kompresi dada dan 2 nafas buatan. Segera
hubungkan monitor / defibrillator untuk memantau irama jantung. Lalu periksa

12
irama pasien kurang dari 10 detik. Tidak dianjurkan untuk menghentikan RJP
kecuali untuk ventilasi, memeriksa denyut nadi, dan untuk memberikan terapi
kejutan. Algoritma pasien henti jantung dapat dilihat pada gambar berikut16

13
Gambar 2.10 Algoritma Henti Jantung

Pengobatan anti-aritmia sering dikategorikan menurut Vaughan-William


dan terbagi menjadi 4 level. Kelas I terdiri dari Fast Sodium Channel Blocker, kelas
II terdiri dari Beta Blocker, Kelas III terdiri dari repolarozation Pottasium Current
Blocker, dan Kelas IV terdiri dari Nondihidropyridines Calcium Channel Blocker.
Sodium channel blocker memiliki peran yang terbatas untuk pencegahan ventrikel
takikardia, kecuali lidocaine intravena untuk pasien dengan refraktori ventrikel
takikardi, Mexiletine untuk Long QT syndrome, Quinidine untuk sindrom brugada.
Beta blocker sering digunakan sebagai terapi pilhan pertama untuk ventrikel artimia
karena keefektifitas dan keamanannya serta dapat mengurangi risiko kematian
mendadak. Beta blocker menghambat reseptor adrenergic yang dimeadiasi saraf
simpatis sehingga menurunkan denyut jantung serta menghambat pelepasan
kalsium berlibihan oleh reseptor ryanodine. Untuk pengibatan ventrikular aritmia,
Nondihidropyridines Calcium Channel Blocker tidak memiliki manfaat sama sekali.
Pemberian verapami pada kasus Sustained ventricular Tacicardia dikaitkan dengan
hemodinamik yang kolaps utumanya pada pasien dengan riwayat infark miolard 17.

Obat antiaritmia dapat diberikan sebelum atau sesudah kejutan. Dapat


diberikan amiodarone 300 mg IV/IO once (dapat diulang pemberian 150 mg IV/IO,
sekali). Alternatif lainnya adalah pemberian lidocaine dengan dosis awal 1-1,5
mg/kg IV/IO, diikuti 0.5-0.75 mg/kg IV/IO, untuk maximal 3 dosis atau 3 mg/kg.
Jika torsade de pointes nampak, pertimbangkan pemberian magnesium sulfat, dosis
loading 1-2 g IV/IO. Kalau pasien memiliki kecenderungan untuk menderita VF
kembali, dapat dilakukan pemasangan Implantable Cardioverter-Defibrillators
(ICDs) yang memiliki long term survival rate yang lebih tinggi daripada hanya
mendapatkan terapi antiaritmia saja. Beberapa obat anti aritmia yang sering
digunakan dapat dilihat pada gambar berikut17.

14
Gambar 2.11 Obat Anti-aritmia17

15
BAB III

KESIMPULAN

Aritmia jantung merupakan gangguan irama jantung yang masih menjadi


masalah kesehatan. Aritmia jantung secara signifikan meningkatkan risiko
komplikasi kardiovaskular dan terjadinya kematian mendadak akibatnya
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup, angka kematian yang tinggi,
dan biaya perawatan kesehatan yang berkelanjutan. Istilah aritmia maligna berujuk
pada aritmia jantung yang dapat dengan cepat menyebabkan gangguan
hemodinamik dalam waktu singkat. Sebagian besar kasus aritmia maligna adalah
ventrikular takikardi dan ventrikular fibrilasi, dan harus mendapatkan tatalaksana
dengan tepat waktu. Aritmia maligna merupakan penyebab utama kematian
mendadak. Karena tingginya angka morbiditas akibat aritmia, sehingga diperlukan
manajemen dan tatalaksana secara dini, sehingga risiko komplikasi yang mungkin
terjadi dapat dicegah.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs) [Internet].


2021 [cited 2021 Sep 21]. Available from: https://www.who.int/en/news-
room/fact-sheets/detail/cardiovascular-diseases-(cvds)

2. Kementerian Kesehatan RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2018


(RISKESDAS 2018). Jakarta; 2018.

3. Murakoshi N, Aonuma K. Epidemiology of arrhythmias and sudden cardiac


death in Asia. Circ J. 2013;77(10):2419–31.

4. Academy N, Sciences OF, Academy N, Engineering OF. Cardiovascular


disability: Updating the social security listings. Cardiovascular Disability:
Updating the Social Security Listings. 2010. 1–278 p.

5. Brugada J. Cardiac arrhythmias and sudden death. E-Journal Cardiol Pract


[Internet]. 2004 Jan 10 [cited 2021 Sep 22];2. Available from:
https://www.escardio.org/Journals/E-Journal-of-Cardiology-
Practice/Volume-2/Cardiac-Arrhythmias-and-Sudden-Death-Title-Cardiac-
Arrhythmias-and-Sudden-Dea

6. Desai DS, Hajouli S. Arrhythmias. Obstet Imaging Fetal Diagnosis Care, 2nd
Ed [Internet]. 2021 Jun 18 [cited 2021 Sep 22];418-425.e1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558923/

7. Solti F. Malignant arrhythmia. Orv Hetil [Internet]. 1989 Jan 22 [cited 2021
Sep 22]; Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2913541/

8. Klabunde RE. Cardiovascular Physiology Concept. 2nd ed. West Camden


Street: Wolters Kluwer Health; 2012.

9. Sherwood L. Fundamentals of Human Physiology. 4th Ed. Fundamentals of


Human Physiology. Belmont, USA; 2012.

10. Tomaselli GF, Rubart M, Zipes DP. 34 - Mechanisms of Cardiac


Arrhythmias. In: Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular

17
Medicine, 2-Volume Set [Internet]. Eleventh E. Elsevier Inc.; 2021. p. 619–
47. Available from: https://doi.org/10.1016/B978-0-323-46342-3.00034-7

11. Antzelevitch C, Burashnikov A. Overview of Basic Mechanisms of Cardiac


Arrhythmia. Card Electrophysiol Clin [Internet]. 2011 Mar [cited 2021 Sep
24];3(1):23. Available from: /pmc/articles/PMC3164530/

12. Yealy DM, Kosowsky JM. Dysrhythmias. In: Rosen’s Emergency Medicine
[Internet]. Ninth Edit. Elsevier Inc.; 2018. p. 929-958.e2. Available from:
https://doi.org/10.1016/B978-0-323-35479-0.00069-6

13. Nesheiwat Z, Goyal A, Jagtap M. Atrial Fibrillation. StatPearls [Internet].


2021 Aug 11 [cited 2021 Sep 24];1–8. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526072/

14. Foth C, Gangwani MK, Alvey H. Ventricular Tachycardia. StatPearls


[Internet]. 2021 Aug 11 [cited 2021 Sep 25]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532954/

15. Ludhwani D, Goyal A, Jagtap M. Ventricular Fibrillation. StatPearls


[Internet]. 2021 Aug 11 [cited 2021 Sep 25]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537120/

16. Panchal AR, Bartos JA, Cabañas JG, Donnino MW, Drennan IR, Hirsch KG,
et al. Part 3: Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Vol. 142, Circulation. 2020. 366–468 p.

17. Al-Khatib SM, Stevenson WG, Ackerman MJ, Bryant WJ, Callans DJ,
Curtis AB, et al. 2017 AHA/ACC/HRS guideline for management of patients
with ventricular arrhythmias and the prevention of sudden cardiac death: A
Report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Clinical Practice Guidelines and the Hea. Hear Rhythm
[Internet]. 2018;15(10):e73–189. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.hrthm.2017.10.036

18
18. Loscalzo J, Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et
al. Harrison’s Cardiovascular Medicine. Management of Acute Coronary
Syndromes. United States: McGrawHill Education; 2010.

19

Anda mungkin juga menyukai