Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SEPSIS

Untuk memenuhi laporan praktik Keperawatan Medikal Bedah IV


Periode 20 Februari 2017 – 25 Februari 2017
Ruang 26 i RSSA Malang

Oleh :
Ningrum Wahyu Setyowati
NIM. 1401100020

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN MALANG
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MALANG
2017
SEPSIS

1. PENGERTIAN
Sepsis adalah bentuk paling umum dari syok distributif dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas (Setyohadi dan Bambang, 2006). Menurut Sudoyo Aru dkk (2009),
sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif
terhadap organism dari tempat tersebut) yang memiliki kriteria dua atau lebih yaitu:
a) Suhu > 380 atau < 360 C
b) Denyut jantung > 90x/menit
c) Respirasi > 20x/menit
d) Hitung Leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau
hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada
status mental (Sudoyo Aru dkk, 2009).

2. ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab yang paling umum dari syok sepsis adalah bakteri gram-
negatif. Namun demikian, agen infeksius lain seperti gram positif dan virus juga dapat
menyebabkan syok sepsis. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivitas berbagai
mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan
permeabilitas kapiler, yang mengarah pada pembesaran cairan dari kapiler dan vasodilatasi
adalah dua efek tersebut.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60% sampai
70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut
akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang dapat berperan penting
terhadap sepsis adalah lipoposikarida (LPS). LPS atau endutoksin glikoprotein kompleks
merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif LPS merangsang
peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita yang terinfeksi.
Faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif dan dinyatakan sebagai
penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, yang dapat menyebabkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak
memiliki sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis.
Belakangan ini ditekankan fakta bahwa sepsis merupakan satu contoh dari respons
inflamasi sistemik yang dapat dicetuskan tidak hanya oleh infeksi, tetapi juga oleh kelainan
noninfeksi seperti misalnya trauma dan pankreatitis. Kemajuan dibidang biologi molekuler
memberi jalan untuk menjelaskan keadaan patologi yang terjadi pada sepsis. Banyak
mediator belakngan ini ditemukan berperan dalam patogenesis sepsis, termasuk TNF-a
(Tumor Necrosis Factor Alpha) (Bakta dan Suastika, 1999).

3. PATOFISIOLOGI
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positif (20-40%),
jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang berperan penting
pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran
terluar bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008;
Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory
Response Syndrome/SIRS) yang dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure
(MOF) (Arul, 2001). Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan
mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada
pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25% total limfosit di
lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih banyak
faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan penyakit. Respon
tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang
bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor
necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu
sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi
adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat
bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin gram
(-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS)
atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun
seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan
perantaraan reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian
mengekspresikan imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing celldan
kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor (TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2,
dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4,
IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada
sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam
pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion
molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan
endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan
endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga
terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi yang
berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan mempresentasikan
mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD
yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi
serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007).
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-
mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi yang
memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan
menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan
rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah limfosit
(Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua organ limfoid seperti
lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap
terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi
penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).
Menurut Setyohadi dan Bambang (2006), Syok sepsis dibagi menjadi dua fase yang
berbeda yaitu :
a) Fase Hangat (hiperdinamik)
Fase ini mereupakan fase pertama dari syok sepsis yang ditandai dengan tingginya curah
jantung dan vasodilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau hipertermik dengan kulit
hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat. Haluaran urin apat
meningkat atau tetap dalam kadar normal Status gastrointestinal mungkin terganggu
seperti yang dibuktikan oleh mual, muntah, atau diare.
b) Fase Dingin (hipodinamik)
Fase ini merupakan fase lanjut dari syok sepsis/ pada fase ini di tandai dengan curah
jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang mencerminkan upaya tubuh untuk
mengkompensasi hipovolemia yang disebabkan oleh kehilangan volume intravaskular
melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah pasien menurun, dan kulit dingin serta pucat.
Suhu tubuh mungkin normal atau dibawah normal. Frekuensi jantung dan pernafasan
tetap cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ multiple.

4. TANDA DAN GEJALA


Menurut Setyohadi dan Bambang (2006), tanda gejala sepsis pada setiap sistem adalah
sebgai berukut:
a) Umum: demam , menggigil, lelah ,malaise, dan gelisah .
b) Saluran cerna : distensi abdomen ,anoreksia , muntah dan diare.
c) Saluran pernafasan : apnea, dispnea, sianosis.
d) System kardiovaskuler : pucat,hipotensi bradikardi.
e) Hematologi: ikterus, pucat.
Menurut Sudoyo Aru dkk (2009), manifestasi klinis dari sepsis adalah sebagai berikut:
a) Sepsis non spesifik: demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise,
gelisah atau kebingungan.
b) Hipotensi, oliguria atau anuria, takipnea atau hipepnea, hipotermia tanpa sebab jelas,
perdarahan.
c) Tempat infeksi paling sering: paru, traktus digestifus, traktus urinaris, kulit, jaringan
lunak dan saraf pusat. Dapat bertambah berat pada usia lanjut, penderita diabetes, kanker,
gagal organ utama, dan pasien dengan granulosiopenia.
d) Syok sepsis.
e) Tanda-tanda MODS dengan terjadinya kmplikasi: sindrom distress pernafasan pada
dewasa, koagulasi intravascular, gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, disfungsi
sistem saraf pusat, gagal jantung.

5. KOMPLIKASI
Menurut Setyohadi dan Bambang (2006), komplikasi yang dapat terjadi akibat
menderita sepsis adalah:
a) Meningitis
b) Hipoglikemi
c) Asidosis
d) Gagal ginjal
e) Disfungsi miokard
f) Perdarahan intra cranial
g) Icterus
h) Gagal hati
i) Disfungsi system saraf pusat
j) Kematian
k) Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Setyohadi dan Bambang (2006), pemeriksaan penunjang yang dapat
digunakan untuk menguatkan diagnosa sepsis adalah dengan cara pemeriksaan:
a) Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme penyebab
sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
b) Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan
akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopenia, neutropenia, peningkatan rasio netrofil
imatur total lebih dari 0,2.
c) Peningkatan protein akut (C-reactive protein), peningkatan IgM
d) Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
e) Trombosit: penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
f) PT/PTT: mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan
hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
g) Laktat serum: Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
h) Glukosa Serum: hiperglikemi yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan glikonolisis
di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam metabolisme
i) BUN/Kreatinin: peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan
atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
j) GDA: Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap lanjut
hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena kegagalan
mekanisme kompensasi
k) EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai
infark miokard

7. PENATALAKSAAN
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) penatalaksaan pada penderita sepsis dapat
dilakukan dengan:
a) Penatalaksanaan Medis
Pedoman penatalaksaan syok sepsis berbasis bukti yaitu Early Goal Directed Therapy
(EGDT) yang dapat dilakukan sejak awal sepsis ditemukan dan sebelum pasien masuk ruang
terapi intensif, karena jika resusitasi tertunda sampai terjadi disfungsi organ, maka segala hal
yang dilakukan untuk meningkatkan kadar oksigen sel akan menjadi tidak ada gunanya.
EGDT adalah suatu srtategi komprehensif menajemen pasien syok septik terdiri dari
beberapa tahapan yang harus dimulai sejak awal dengan cepat, dan harus lengkap dalam 6
jam pertama setelah timbulnya sepsis berat ataupun syok septik.
Inti EGDT pada syok septik adalah memantapkan penghantaran oksigen pada pasien
yang mengalami hipoksia jaringan global yang dilakukan pada tahap awal denga cara
mempertahankan tekanan vena sentral adekuat untuk memperbaiki keadaan hemodinamik,
dan memaksimalkan saturasi oksigen vena sentral.
Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu:
1) Resusitasi Cairan
Perfusi yang buruk pada penderita sepsis dapat menyebabkan hipoksia jaringan global
yang berhubungan dnegan meningkatnya kadar laktat serum. Resusitasi cairan tahap
awal adalah pemberian cairan kristaloid 20ml/Kg secepatnya sebagai bolus pada kasus
hipovolemia. Tanda-tada kelebihan volume cairan harus diperhatikan.
2) Pemberian Antibiotik
Antibiotik yang diberikan merupakan kombinasi antara antibiotik untuk gram negatif dan
positif. Sebelum ada hasil biakan darah dan resistensi diberikan antibiotik spektrum luas,
namun setelah hasil keluar harus segera disesuaikan.
3) Pemberian Vasopressor
a) Dopamine
- Dosis < 5 µg/Kg/min: stimulasi reseptor DAI di renal
- Dosis 5-10 µg/Kg/min: α adrenergic
- Dosis > 10 µg/Kg/min: β adrenergic
b) Norepinefrin
- Dosis rata-rata 0,2-1,3 µg/Kg/min
- Dosis inisial 0,001 µg/Kg/min
4) Pengukuran Saturasi Oksigen Vena Sentral
5) Pemberian PRC jika pasien mengalami hipovolemia dan anemia, dengan kadar Ht
kurang dari 30% dari volume darah.
6) Pemberian Inotropik (dobutamin) untuk meningkatkan perfusi jaringan
7) Terapi Ventilasi Mekanik

b) Penatalaksaan Keperawatan
1) Monitor dan pertahankan status pernafasan pasien (airway and breathing)
2) Hindarkan trauma pada permukan mukosa yang biasanya dihuni bakteri gram negatif
3) Kontrol lingkungan yang baik untuk menghindari penambahan infeksi
4) Penuhi kebutuhan ADL pasien

8. ASUHAN KEPERAWATAN
a) Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Diagnosa medis
3) Keluhan utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran yang berangsur angsur
4) Riwayat penyakit sekarang
Perjalanan terjadinya sepsis, apakah diawali karena adanya trauma atau non
trauma atau dari dalam tubuh atau dari luar tubuh.
5) Riwayat penyakit yang lalu
Penyakit yang pernah diderita pasien yang memungkinkan dapat mendukung
terjadinya sepsis. Dapat bertambah berat pada usia lanjut, penderita diabetes,
kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulosiopenia
6) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keturunan yang diderita oleh keluarga.
7) Pola aktivitas sehari hari
- Makan/ minum
Mengalami penurunan karena ada rasa mual, muntah, anoreksia atau
berkurangnya asupan karena pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga
dapat mencetuskna terjadinya status gizi kurang.
- Eliminasi
Dapat terjadi diare, oliguria atau anuria.
- Istirahat/ tidur
- Kebersihan diri
Pasien yang mengalami penurunan kesadaran pada umumnya tidak mampu
merawat dirinya sendiri sehingga harus dibantu oleh petugas.
- Riwayat psikososial
Terjadi penurunan interaksi sosial dengan orang lain.
8) Pemerikasaan fisik
- Keadaan umum
Pada umumnya pasien terlihat lemah, pucat, gelisah, dan kesadarannya
menurun.
- Tanda vital
Suhu tubuh > 380 C atau < 360 C
Denyut jantung > 90x/mneit
Respirasi > 20x/menit
Hipotensi
- Pemeriksaan kepala dan leher
Bisa terjadi ikterus bila terjadi peningkatan kadar bilirubin, konjungtiva pucat
bila terdapat anemia, nafas cuping hidung bila ada dispnea.
- Pemeriksaan integumen
Oedem, lesi, CRT menurun, kulit pucat, akral dingin.
- Dada dan thorax
Sekret/ sputup di saluran nafas.
Suara nafas ronchi, whizing, stridor, gargling.
Dspnea, apnea.
Suara redup pada perkusi dada
BJ 1, BJ 2, Gallop, mur-mur.
- Payudara
- Abdomen
Dapat terjadi distensi abdomen.
- Genetalia
- Ekstremitas
Penurunan kekuatan otot, kelemahan, oedem.
- Pemeriksaan neurologis
- Pemeriksaan penunjang
Leukosit meningkat, Ht turun, albumin turun, Hb turun, bilirubin meningkat,
laktat serum meningkat, pemeriksaan fungsi hati abnormal. Kultur urin,
sputum, luka, darah.

b) Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya sekret/ sputm di saluran nafas.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
3) Resiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh.

c) Tujuan dan Intervensi


1) Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya sekret/ sputm di saluran nafas.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah
ketidakefektifan pola nafas teratasi dengan kriteria hasil:
- Frekwensi nafas 16-20x/menit
- Suara nafas bersih
- Tidak ada nafas cuping hidung dan tarikan dinding dada
- Tidak ada sianosis
Intervensi:
- Posisikan pasien semi fowler
- Monitor suara nafas tiap 4 jam
- Buka jalan nafas, pasang mayo jika perlu
- Lakukan suction pada mayo
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Monitor saturasi oksigen pasien
- Kolaborasi pemberian oksigen
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Porsi diit yang diberikan habis
2. Adanya peningkatan berat-badan 1 kg dalam 3 hari
3. Turgor kulit <1 detik
4. Kulit dan mukosa mulit lembab
Intervensi:
- Kaji adanya alergi makanan
- Berikan makanan sedikit tapi sering
- Monitor BB pasien
- Bantu pasien untuk makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit sesuai jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3) Resiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah infeksi
tidak terjadi dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh 360 C – 370 C
- Tidak ada kemerahan pada tubuh
- Tidak ada nyeri pada tubuh
- Tidak terjadi perubahan fungsi pada organ tubuh
- Leukosit dalam batas normal
Intervensi:
- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
- Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan pasien
- Gunakan teknik steril pada setiap tindakan seperti ganti balut, suction, kateter
urinarius.
- Ciptakan lingkungan yang bersih di sekitar pasien
- Monitor tanda dan gejala infeksi
- Kolaborasi monitor kadar leukosit
- Kolaborasi pemberian obat antibiotik dengan dokter
DAFTAR PUSTAKA

Setyohadi &Bambang. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam . Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Bakta, I. M. & Suastika I. K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of Pathology.170: 1435-
1444.
Abbas, A.K dan Lichtmann, A.H. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Chang, K.C., Unsinger, J., Davis C.G., Schwulst, S.J., Muenzer J.T., Strasser,A., Hotchkiss,
R.S. 2007. Multiple Triggers of Cell Death in Sepsis: Death Receptor and
Mitochondrial-Mediated Apoptosis. FASEB J. 21(3): 708-19.
Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis, penatalaksanaan).
Edisi I. Surakarta: UNS press.
Hotckiss, R.S., dan Irene, E.K. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis. 348:
138-150.
Irene, K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ Dysfunction,
(http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?OpenDatabase) diakses pada
20 Februari 2017.
Wesche-Soldato D.E., Ryan, Z. S., Chun-Shiang, C., dan Alfred, A. 2007. The Apoptotic
Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug Targets. 8(4): 493-500.
Nurarif, A.H & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasar Diagnosa Medis
& Nanda (North American Nursing Diagnosa Association) NIC-NOC. Jogjakarta:
Medi Action.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1,2,3 Ed. Keempat. Jakarta:
Internal Publishing.

Anda mungkin juga menyukai