Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

A. KONSEP TEORI
1.  Definisi Sepsis
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi
tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sistemik. Respon yang
ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi
organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda
D.U, 2006), Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda
klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000). Sepsis adalah
infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah.
(Surasmi, Asrining. 2003). Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau
toksinnya didalam darah. (Dorland, 2010). 
2. Patofisiologi Sepsis  
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram
positip (20-40%), jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar,
2002).Produk bakteri yang berperan penting pada sepsis adalah
lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen utama membran terluar
bakteri gram negatip dan berperan terhadap timbulnya syok sepsis
(Guntur, 2008; Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan respon inflamasi
sistemik (Systemic Inflamatory Response Syndrome/SIRS) yang dapat
mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF) (Arul, 2001).
Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme
kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al.,
2007).Pada pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih
besar dari 25% total limfosit di lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam
sepsis, masih banyak faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam
menentukan perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap patogen
melibatkan berbagai komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat
proinflamasi maupun antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah
tumor necrosis factor(TNF), interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ)
yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang
menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor
antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas untuk memodulasi,
koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Sedangkan IL-6
dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus.
Penyebab sep sis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik
dari endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen
endotoksin utama yaitu lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin
glikoprotein kompleks dapat secara langsung mengaktifkan sistem imun
seluler dan humoral, bersama dengan antibodi dalam serum darah
penderita membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang
berada dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor CD14+ akan
bereaksi dengan makrofag yang kemudian mengekspresikan
imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai
super-antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan
sebagai antigen processing celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen
presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari major histocompatibility complex (MHC), kemudian
berikatan dengan CD42+(limposit Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell
receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit
T akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai
imunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating
factor (M-CSF0. Limposit Th2 akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan
IL-10. IFN-γ meransang makrofag mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada
sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak endotel pembuluh darah. IL-1ß juga
berperandalam pembentukan prostaglandin E2 (PG-E) dan meransang
ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). ICAM-1 berperan
pada proses adhesi neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang beradhesi
dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding
endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas yang
akan mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan
gangguan vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan
menimbulkan reaksi yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan
aktivasi APC yang akan mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke
limfosit. APC akan mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang menimbulkan SIRS dan MOD
yang dihasilkan oleh sel limfosit akan menyebabkan limfosit teraktivasi
dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel efektor (Abbas dan
Litchman, 2005; Remick, 2007).
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan
mengeluarkan mediator-mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa
diimbangi medioator antiinflamasi yang memadai. Ketidakseimbangan
antara proinflamasi dan antiinflamasi ini kemudian akan menimbulkan
keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya akan menyebabkan
rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan (Guntur,
2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis
ini adalah limfosit (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini
terjadi pada semua organ limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al.,
2005). Apoptosis limfosit juga berperan penting terhadap terjadinya
patofisiologi sepsis (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi
penyebab berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick, 2007).
3. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis
dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah  Escherichia coli,  Staphylococcus aureus,
dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella,
dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan
suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal
dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70%
kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif,
terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram
positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau
mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan
serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak
dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah
tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat
bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di
antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid
atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan
ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh.
Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru,
saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan
dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendiksitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau
kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala Umum
a. Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
b. Aktivitas lemah atau tidak ada
c. Tampak sakit
d. Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.

Sistem Pernafasan

a. Dispenu
b. Takipneu
c. Apneu
d. Tampak tarikan otot pernafasan
e. Merintik
f. Mengorok
g. Pernapasan cuping hidung
h. Sianosis

Sistem Kardiovaskuler

a. Hipotensi
b. Kulit lembab dan dingin
c. Pucat
d. Takikardi
e. Bradikardi
f. Edema
g. Henti jantung

Sistem Pencernaan

a. Distensi abdomen
b. Anoreksia
c. Muntah
d. Diare
e. Menyusu buruk
f. Peningkatan residu lambung setelah menyusu
g. Darah samar pada feces
h. Hepatomegali

Sistem Saraf Pusat

a. Refleks moro abnormal


b. Intabilitas
c. Kejang
d. Hiporefleksi
e. Fontanel anterior menonjol
f. Tremor
g. Koma
h. Pernafasan tidak teratur
i. High-pitched cry

Hematologi

a. Ikterus
b. Petekie
c. Purpura
d. Perdarahan
e. Splenomegali
f. Pucat
g. Ekimosis
5. Komplikasi
a. Hipoglikemia, asidosis metabolik
b. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
c. Ikterus/kernikterus
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen
penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase
atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi
bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, 
terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan
terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif
host terhadap infeksi.
1) Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation
(C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid),
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan
resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg,
MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak
mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,
maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30%
dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).
2) Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik
pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus
yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi.
Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang
adekuat.

3) Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan
sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam
pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi
inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan
patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang
diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya
disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat
mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki
keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses
inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada
sepsis berat dan gagal multi organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam
berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab
teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.
b. Terapi suportif
1) Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai
dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat,
ventilasi mekanik segera dilakukan.
a) Terapi cairan
(1) Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid
(NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.
(2) Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi
albumin perlu diberikan.
(3) Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif
atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti
pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10
g/dL.
b) Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih
hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan
dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau
tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,
phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-
0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28
μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5
μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan
milrinone).
c) Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum
bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk
memperbaiki keadaan hemodinamik.
d) Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien
hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian
cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan.
Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan
untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun
secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti
gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu.
e) Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi
(glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada
sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain
itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino),
asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini
mungkin
f) Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat
penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok
pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah
antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana
insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat
diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi,
karena ada risiko hipoglikemia.
g) Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan
koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan
pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan
renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi
proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di
sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan
bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti
menurunkan mortalitas.
h) Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal.
Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7
hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi
sepsis.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas
jika perlu, Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing: Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit
merupakan gejala yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas
darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi
dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, Periksa foto thorak
c. Circulation: Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan, Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa waktu
pengisian kapiler, Pasang infuse dengan menggunakan canul yang
besar, Berikan  cairan koloid – gelofusin atau haemaccel,
Pasang  kateter, Lakukan  pemeriksaan darah lengkap,
Catat  temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 360C, Siapkan  pemeriksaan urin dan sputum,
Berikan  antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure: Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka
dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat ; Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan
insomnia
g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock),  Heart rate :
takikardi biasa terjadi, Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2
(komponen pulmonic) dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG
sering menunjukkan normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin
pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego: Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat
dengan kematian, Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel,
perubahan mental.
i. Makanan/Cairan: Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea,
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
j. Neurosensori: Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala,
kelambatan mental, disfungsi motorik
k. Respirasi; Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air
hunger”, Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrien
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
c. Risiko infeksi b.d pemajanan terhadap patogen
3. Rencana keperawatan, implementasi, evaluasi
a. Rencana Keperawatan.

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Ketidakseimbangan Noc : Nutrition Management
nutrisi kurang dari  Nutrition Status : 1. Kaji adanya alergi makanan
kebuituhan tubuh 2. Anjurkan pasien untuk
 Nutrition Status :
b.d ketidakmampuan meningkatkan intake FE
Food and Fluid
untuk mengabsorpsi 3. Anjurkan pasien untuk
 Intake
nutrien meningkatkan protein dan
 Nutritional Status :
vitamin c
nutrient intake
4. Berikan substansi gula
 Weight control 5. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah
Kriteria hasil :
konstipasi
a. Adanya peningkatan 6. Berikan makanan yang
berat badan sesuai
terpilih (sudah di
dengan tujuan
konsultasikan dengan ahli
b. Berat badan ideal
gizi
sesuai dengan tinggi
badan 7. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
c. Mampu
mengidentifikasi harian
kebutuhan nutrisi 8. Monitor jumlah nutrisi dan
d. Tidak ada tanda- kandungan kalori
tanda malnutrisi 9. Berikan informasi tentang
e. Menunjukkan kebutuhan nutrisi
peningkatan fungsi 10. Kaji kemampuan pasien
pengecapan dari
untuk mendapatkan nutrisi
menelan
yang di butuhkan
f. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti Nutrition Monitoring

1. BB pasien
dalam batas normal
2. Monitor
adanya penurunan berat
badan
3. Monitor
tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor
interaksi anak atau orang tua
selama makan
5. Monitor
lingkungan selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor
kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor
turgor kulit
9. Monitor
kekeringan, rambut kusam
dan mudah patah
10. Monitor
mual dan muntah
11. Monitor
kadar albumin, total protein,
Hb dan kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor
pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor
kalori dan intake nutrisi
15. Catat
adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan
cavitas oral
16. Catat jika
lidah berwarna magenta,
scarlet

2. Ketidakefektifan Noc : Airway Management


pola nafas b.d  Respiratory status : 1.
hiperventilasi Ventilation teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Respiratory status :
Airway patency 2.
memaksimalkan ventilasi
 Vital sign status
3.
pemasangan alat jalan
nafas buatan
Kriteria hasil :
4.
1.
batuk efektif dan 5.
suara nafas yang perlu
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea 6.
( mampu batuk atau suction
mengeluarkansputum
7.
, mampu bernafas
adanya suara tambahan
dengan mudah, tidak
ada pursed lips) 8.

2. 9.
nafas yang paten perlu
( klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, 10.
frekuensi nafas kassa basah NACL lembab
dalam rentang 11.
normal, tidak ada mengoptimalkan
suara nafas keseimbangan
abnormal)
12.
3. O2
dalam rentang
normal ( tekanan
darah, nadi, Oxygen therapy
pernafasan, suhu)
1.
secret trakea

2.
paten

3.

4.

5.

6.
tanda hipoventilasi

7.
pasien terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring

1.
RR

2.
darah

3.
berbaring, duduk atau
berdiri

4.
lengan dan bandingkan

5.
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas

6.
7.
pernapasan

8.

9.

10.
kelembaban kulit

11.

12.
triad ( tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

13.
perubahan vital sign

3 Risiko infeksi b.d Noc : Infection Control


pemajanan terhadap  Immune Status 1. Bersihkan lingkungan
patogen setelah dipakai pasien lain
 Knowledge :
infection control 2. Pertahankan teknik isolasi

 Risk control 3. Batasi pengunjung bila


perlu

4. Instruksikan pada
Kriteria hasil : pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
a. Klien terbebas dari
setelah berkunjung
tanda dan gejala
meninggalkan pasien
infeksi
5. Gunakan sabun
b. Mendeskripsikan
antimikroba untuk cuci
proses penularan
tangan
penyakit, factor
yang 6. Cuci tangan setiap sebelum
mempengaruhi dan sesudah tindakan
penularan serta keperawatan
penatalaksanaannya
c. Menunjukkan 7. Gunakan baju, sarung
kemampuan untuk tangan sebagai alat
mencegah pelindung
timbulnya infeksi
8. Pertahankan lingkungan
d. Jumlah leukosit aseptic selama pemasangan
dalam batas normal alat

e. Menunjukkan 9. Ganti letak IV perifer dan


perilaku hidup sehat line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum

10. Gunakan kateter intermiten


untuk menurunkan infeksi
kandung kencing

11. Tingkatkan intake nutrisi

12. Berikan terapi antibiotic


bila perlu

Infection Protection

1. Monitor tanda dan


gejala infeksi sistemik dan
local

2. Monitor hitung
granulosit, WBC

3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi

4. Batasi pengunjung

5. Sering pengunjung
terhadap penyakit menular

6. Pertahankan teknik
isolasi k/p

7. Berikan perawatan
kuliat pada area epidema

8. Inspeksi kulit dan


membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas,
drainase

9. Inspeksi kondisi luka/


insisi bedah

10. Dorong masukkan


nutrisi yang cukup

11. Dorong masukkan


cairan

12. Dorong istirahat

13. Instruksikan pasien


untuk minum antibiotic
sesuai resep

14. Ajarkan pasien dan


keluarga tanda dan gejala
infeksi

15. Ajarkan cara


menghindari infeksi

16. Laporkan kecurigaan


infeksi

17. Laporkan kultur


positif

4. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan
mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu
dilakukan terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah di capai.Dan
bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi
kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien sepsis sebagai berikut :
a. Kebutuhan nutrisi tubuh seimbang
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi atau berkurang
b. Pola Napas efektif
1) Frekuensi nafas normal (30-50 x/mt)
 Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
c. Resiko Infeksi
1) Tidak terjadi infeksi
 klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif AH dan Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan
Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action

Bulecheck, Gloria M, et al. 2008. Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth


Edition. USA: Mosbie Elsevier.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8.
Jakarta : EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Guntur H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

Anda mungkin juga menyukai