Disusun Oleh :
Budhy Indriani (1061711024)
Diana Novitasari (1061811034)
Dinar Titik Asmarani (1061811035)
Esti Dewi Lukitasari (1061811040)
Farida Ulfa Srikurniati (1061811041)
Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan gram negatif
bentuk batang lainnya, Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neissseria gonorrhea, anaerob
Tabel 2. Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang dirawat (Moss dkk., 2012)
Masalah Klinis Mikroorganisme
Pemasangan kateter Eschericia coli, Klebsiella spp., Proteus spp.,
Serratia spp., Pseudomonas spp.
Penggunaan iv kateter Staphylococcus aureus, Staph.epidermidis,
Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Candida
albicans
Setelah operasi :
Wound infection Staphylococcus aureus, E. Coli, anaerobes
(tergantung lokasinya)
Deep infection Tergantung lokasi anatominya
Luka bakar Coccus gram-positif, Pseudomonas spp.,
Candida albicans
Pasien Semua mikroorganisme di atas
immunocompromized
2.3 Patofisiologi
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai
dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi.
Rangsangan tersebut menyebabkan aktivasi makrofag, netrofil serta sekresi
berbagai sitokin dan mediator, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel,
aktivasi sistem koagulasi dan trombosit akibatnya terjadi gangguan perfusi ke
berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel. (Widodo, 2004)
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis.
Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu
protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding
protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam
metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor
inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat
ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal
intraseluler melalui nuklear faktor kappaB (NFkB), tyrosin kinase (TK), protein
kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA
sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi
intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).
Kulit atau
Vancomycin 1 g tiap Linezolide 600
jaringan
S. aureus 12 jam selama 2 mg tiap 12 jam
lemak
minggu atau Minocycline 100 selama 2 minggu
linezolid 600 mg tiap mg tiap 12 jam atau minocycline
12 jam selama 2 selama 2 minggu 100 mg tiap 12
minggu atau jam selama 2
quinupristin/dalfo minggu
pristin 7,5 mg/kg
tiap 8 jam selama
2 minggu
Multiple S. Quinolone tiap 24 Cefepime 2 g tiap Quinolone tiap 24
myeloma pneumoniae jam selama 2 12 jam selama 2 jam selama 2
H. influenza minggu minggu atau minggu
N. ceftizomine 2 g
meningitidis tiap 8 jam selama
K. 2 minggu
pneumoniae
Enterobacter Cefepime 2 g
iaceae tiap 12 jam
Grup B Quinolone tiap 24 selama 2 minggu Quinolone tiap 24
Diabetes
Streptococci jam selama 2 atau ceftriaxone 2 jam selama 2
urinary tract
minggu g tiap 24 jam minggu
selama 2 minggu
5. Terapi Suportif
a) Oksigenasi; Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
b) Terapi cairan; Tujuan terapi cairan adalah memaksimalkan curah jantung dengan
meningkatkan preload ventrikel kiri, yang akhirnya akan mengembalikan perfusi
jaringan. Kristaloid sebagai cairan awal pilihan dalam resusitasi sepsis berat dan
syok septik. Kristaloid isotonik, seperti natrium klorida 0,9% (normal saline) atau
larutan Ringer laktat, biasanya digunakan untuk cairan resusitasi seorang pasien
dalam syok septik
c) Vasopresor dan Inotropik; Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik
teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi.
Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai
MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Agen yang biasa
dipertimbangkan untuk vasopressor atau dukungan inotropik meliputi dopamin,
dobutamin, norepinefrine, fenilefrin, dan epinefrin (Dipiro dkk., 2005).
d) Bikarbonat; Secara emprik bikarbonat diberikan bila pH < 7,2 atau serum
bikarbonat < 9 mEq/L dengan disertai upaya untuk mmperbaiki keadaan
hemodinamik.
e) Nutrisi; Pada sepsis direkomendasikan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
meliputi kalori (asam amino), asam lemak, vitamin, dan mineral perlu diberikan
sedini mungkin. Kebutuhan protein ditingkatkan menjadi 1,5 sampai 2,5 g/kg per
hari. Kebutuhan kalori nonprotein berkisar antara 25 sampai 40 kkal/kg per hari,
dan pemberian makanan berlebih pada karbohidrat harus dihindari untuk
mengurangi kebutuhan ventilasi pasien (Dipiro dkk., 2005).
f) Kontrol Gula Darah; Kadar gula darah pada pasien sepsis dijaga pada level antara
80-110 mg/dL. Pasien dengan tingkat glukosa darah yang tinggi diberi insulin dan
dilakukan monitoring glukosa dengan frekuensi awal setiap 1 jam, dilanjutkan 2-4
jam ketika kadar glukosa sudah stabil.
g) Terapi antikoagulan; Pada sepsis berat terjadi penurunan antikoagulan dan supresi
proses fibrinolisis sehingga mikrotrobus menumpuk di sirkulasi yang
mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan berupa heparin dan
antitrombin.
h) Kortikosteroid; Hanya diberikan pada pasien dengan indikasi insufisiensi adrenal.
Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis
(Briken & Dipiro, 2008).
3.1 Kasus
29/12/2017
Seorang ibu bernama Ny. K ke sebuah rumah sakit dengan kondisi bayi
laki-lakinya (7 hari) berat badan 3400 gram demam dan kejang, ibu pasien
mengatakan bahwa anaknya mengalami demam sudah 2 hari, dan menghisap
lemah. Bayinya hanya minum 50 cc ASI/ 24 jam. Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital saat MRS didapatkan respiration rate 66x/menit, suhu 38,8°C, nadi
142x/menit, Kesadaran bayi somnolen, kulit terlihat ikterik. Dalam pemeriksaan
penunjang GDS 44 mg/dl, bilirubin 17,20 mg/dl. Riwayat kelahiran bayi
hipoglikemia. Pada tanggal 31/12/2017 hasil pemeriksaan kultur darah
menunjukkan positif Staphylococcus haemolyticus. Diagnosa dokter sepsis.
Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Tanda Vital
Tanggal Nadi RR Suhu
(x/min) (x/min) (x/min)
29/12/2017 142 66 38,8
30/12/2017 138 37 37,7
31/12/2017 120 35 37,3
01/01/2018 142 44 36,8
02/01/2018 136 36 36,5
Pengobatan
29/12/2017 30/12/2017 31/12/2017 01/01/2018 02/01/2018
Terapi O2 - + + + +
IVFD D10+Nacl 0,9+ Ca
+ + + + +
gukonas+ KCL
Aminofusin + + + + +
Ivelip + + + + +
Inj. Ampisilin 3 x 100 mg + + - - -
Inj. Gentamisin 15mg/12 + + - - -
jam
Injeksi fenobarbital 40 mg
+ - - - -
bolus (loading dose)
Injeksi fenobarbital 2x7,5
- + + - -
mg (maintenance)
PO: Urdafalk 3x8mg + + + + -
3.2 Penyelesaian
Analisa kasus dengan metode SOAP
SUBYEKTIF
Pasien : Bayi (3400 g), laki-laki.
Umur : 7 hari
Keluhan pasien : Demam 2 hari, menghisap lemah (bayinya hanya minum
50cc ASI/24 jam) dan kejang.
Tanggal MRS : 29 Desember 2017
Tanggal KRS : 2 Januari 2018
Diagnosa : Sepsis neonatal
Riwayat : Riwayat kelahiran bayi
Anamnesa : Kesadaran somnolen, kulit terlihat ikterik.
OBYEKTIF
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Tanda Vital
Tanggal Nadi RR Suhu
(x/min) (x/min) (x/min)
29/12/2017 142 66 38,8
30/12/2017 146 37 37,7
31/12/2017 120 35 37,3
01/02/2018 142 44 36,8
02/02/2018 136 36 36,5
Pengobatan
29/12/2017 30/12/2017 31/12/2017 01/01/2018 02/01/2018
Terapi O2 - + + + +
IVFD D10+Nacl 0,9+
+ + + + +
Ca gukonas+ KCL
Aminofusin + + + + +
Ivelip + + + + +
Inj. Ampisilin 3 x 100
+ + - - -
mg
Inj. Gentamisin
+ + - - -
15mg/12 jam
Injeksi fenobarbital 40
+ - - - -
mg bolus (loading dose)
Injeksi fenobarbital
- + + - -
2x7,5 mg (maintenance)
PO: Urdafalk 3x8mg + + + + -
Injeksi Amikasin 2x22
- - + + +
mg
Injeksi Vancomycin
- - - + +
3x30 mg
Vitamin K 1x1 mg - + + + +
ASSESMENT
PLAN
1. Pemberian Amikasin sebaiknya dihentikan karena hasil kultur darah
menunjukkan positif Staphylococcus haemolitycus (bakteri gram positif),
sedangkan amikasin lebih spesifik untuk infeksi karena bakteri gram
negatif.
2. Dosis Gentamisin yang diberikan untuk terapi sepsis neonatal menurut BNF
For Children (2015) untuk bayi ≥7 hari 5mg/kgBB setiap 24 jam.
3. Injeksi vankomisin seharusnya diberikan setelah hasil kultur darah positif
mengandung Staphylococcus haemolyticus.
4. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium di hari terakhir untuk kadar
bilirubin (total, direk, dan indirek) karena termasuk parameter penting
dalam kasus sepsis neonatal.
KIE
1. Membersihkan tangan sebelum memegang bayi.
2. Membersihkan alat-alat yang berhubungan dengan bayi.
3. Pemberian ASI eksklusif.
4. Membersihkan dan dekontaminasi alat-alat perawatan secara teratur
5. Persalinan bersih dan aman
6. Pemeriksaan kesehatan petugas secara berkala, disarankan untuk memakai
sarung tangan dan masker di setiap tindakan.
7. Kontrol dan identifikasi yang cepat terhadap sumber infeksi
8. Memisahkan bayi yang sakit dengan bayi yang sehat untuk menghindarkan
timbulnya infeksi nosokimial
9. Tangan dan kulit yang terkena darah atau cairan tubuh dari bayi segera
dicuci.
DAFTAR PUSTAKA
Angus, D. C. dan Van Der Poll, T. 2013. Severe Sepsis and Septic Shock. New
England Journal of Medicine. 369 (9) : 840 – 851.
Birken, S.L. dan Dipiro, J.T. 2008. Sepsis And Septic Shock, In:
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Edisi VII. New York :
Mc. Graw Hill.
BMJ Team. 2014. BNF for Children (British National Formulary for Children)
2014 - 2015. London : BMJ Group.
Bochud, P.Y. dan Calandra, T. 2003. Patogenesis of Sepsis : New Concepts and
Implications for Future Treatment. BMG. 326 : 262 – 266.
Chen, K., and Pohan, H.T.2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256.
Dellit TH, Owens RC, McGowan JE. 2007. Infectious Diseases Society of
America and the Society for Healthcare Epidemiology of America:
Guidelines for Developing an Institutional Program to Enhance
Antimicrobial Stewardship. Clin Infect Dis.44 : 159-77.
Dipiro, J.T., Talbert R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. 2005.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Sixth Edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Effendi, S.H. 2013. Sepsis Neonatal; Penatalaksanaan Terkini Serta Berbagai Masalah
Dilematis. Simposium Ilmiah dan Workshop.
Guntur, H. A. 2009. Sepsis. Dalam : Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwii, Simadibrata,
M., Setyati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3, edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Hayatullah, M.K., Tjipta, G.D., Sianturi, P., Azlin, E., Lubis, B.M., Syamsidah, Wahyuni,
F. 2017. Terapi Antibiotika Empiris pada Neonatus. The Journal of Medical
School, University of Sumatera Utara. 50 (2) : 107 – 110.
Hidayati, Arifin, H. dan Raveinal. 2016. Kajian Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Sepsis dengan Gangguan Ginjal. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis. 2 (2) : 129 –
137.
Hinds, C.J., Moss, P.J., Lanmiet, L. dan Prestone. 2012. Kumar and Clarck’s Clinical
Medicine. 8th ed. Spanyol : Saunders Elsavior
Lever A. dan Mackenzie, I. 2007. Sepsis: Definition, Epidemiologi, and Diagnosis. BMJ.
335 : 83 – 879.
Moss, P.J., Langmead, L., Preston, S.L., Hinds, C.J., Watson, D., dan Pearse,
R.M. 2012. Kumar and Clark’s Clinical Medicine. 8th ed. Spanyol:
Saunders Elsevier.
Opal, S.M. 2012. Septicemia. In: Ferri et al., ed. Ferri’s Clinical Advisor 2012: 5 Books
in 1. Philadelphia: Elsevier Mosby, 924-925.
Pusponegoro, T.S. 2000. Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri. 2
(2) : 96 – 102.
Rudolph, A. M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D. 2014. Infeksi Bakteri dan Virus.
In: Grossman, M., editor. Buku Ajar Pediatri Rudolph (20 th ed). Jakarta :
EGC. 7 – 595.
Russell, J.A. 2012. Shock Syndromes Related to Sepsis. In: Goldman, L., and
Schaffer, A.I., ed. Goldman’s Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders, 658-665.
Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z.2010. Sepsis Syndromes. In: Marx.
ed. Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 1869-1879.